NPM: 230612677 Tema: Menjunjung tinggi martabat manusia Martabat dapat diartkan sebagai “kedudukan, tempat, atau peringkat utama atau mulia”. Yang dimana martabat itu selalu sama dan tidak berubah. Apapun yang dialami manusia dalam hidupnya tidak dapat merubah martabatnya sebagai manusia. Iman Kristiani mengakui martabat manusia sebagai sesuatu yang melekat dan tidak dapat diganggu gugat, memandang segala bentuk ketidakhormatan dan kekerasan terhadap individu sebagai penghinaan terhadap ciptaan Allah. Kasih allah yang kita rasakan dan syukuri akan terus-menerus membaharui kita, sehingga kita dapat bertumbuh semakin selaras dengan martabat kita sebagai gambaran Allah. Sebagai agama yang berlandaskan kepada Kitab Suci, Perspektif Kristiani tentang martabat manusia, sebagaimana tercermin dalam ajaran dan kitab suci, adalah seruan untuk mengakui nilai yang sangat besar dari setiap pribadi manusia. Perspektif ini, berakar pada keyakinan bahwa setiap individu diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, berpendapat bahwa setiap manusia pantas diperlakukan dengan hormat dan cinta. Kaum Kristen meyakini bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang istimewa dengan martabat yang tinggi. Martabat ini memberikan manusia tanggung jawab untuk menjalani kehidupan dengan cara yang saleh. Agama Kristen memiliki pendekatan dan prinsip tersendiri dalam menjawab pertanyaan eksistensial manusia. Berikut adalah mengenai kelebihan hakikat martabat menurut agama Kristen: 1. Pemberian martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan memberikan rasa keadilan dan kesetaraan di antara sesama manusia. 2. Pandangan agama Kristen memperkuat komitmen untuk membantu dan melayani sesama manusia dalam kasih. 3. Martabat manusia menurut agama Kristen mengajarkan nilai-nilai moral yang menjadi dasar dalam menjaga keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan dan sesama. 4. Hakikat martabat manusia dalam agama Kristen memperkuat persepsi bahwa setiap pribadi memiliki nilai dan potensi yang unik serta tidak boleh diremehkan. Martabat manusia juga menginformasikan pemahaman Kristen tentang moralitas pribadi. Ini membutuhkan integritas, kejujuran, dan rasa hormat dalam hubungan antarpribadi. Ini mempromosikan budaya hidup, menghormati ciptaan, dan komitmen untuk kebaikan bersama. Selain itu, pengakuan martabat manusia mempengaruhi perspektif Kristiani tentang isu-isu bioetika. Itu membentuk tanggapan Kristen terhadap pertanyaan tentang awal dan akhir kehidupan, rekayasa genetika, dan penelitian medis. Dalam Kejadian pasal pertama, Alkitab menyatakan bahwa Allah menciptakan umat manusia menurut gambar-Nya sendiri . Konsep ini, yang dikenal sebagai Imago Dei, menjadi dasar pemahaman Kristiani tentang martabat manusia. Diciptakan menurut gambar Allah menyiratkan bahwa setiap individu mencerminkan sifat-sifat ilahi seperti rasionalitas, moralitas, kreativitas, dan kapasitas untuk menjalin hubungan. Sifat-sifat ini membedakan manusia dari ciptaan lainnya dan menunjukkan nilai bawaannya. Selain itu, Imago Dei menekankan kesetaraan semua individu. Terlepas dari jenis kelamin, ras, status sosial, atau kemampuan fisik dan intelektual, semua manusia berbagi citra ilahi secara setara. Konsep kesetaraan ini menegaskan martabat setiap orang dan membangun landasan universal hak asasi manusia. Ajaran Kristus memerintahkan orang Kristen untuk menghormati martabat manusia. Dia meringkas hukum dan para nabi dalam dua perintah: untuk mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama seperti diri sendiri. Dengan menyamakan cinta kepada Allah dengan cinta kepada sesama, Yesus mengaitkan penegasan martabat manusia dengan esensi kehidupan Kristiani. Dalam pandangan dunia Kristen, cinta dan hormat adalah ekspresi praktis dari pengakuan martabat manusia. Mengikuti teladan Kristus, orang Kristen dipanggil untuk saling mengasihi tanpa pamrih. Perintah ini menyiratkan penghormatan radikal terhadap martabat orang lain, meluas ke setiap manusia, bahkan musuh. Cinta dan rasa hormat terwujud dalam berbagai cara – dalam pengampunan, belas kasihan, keramahtamahan, kemurahan hati, dan pembawa damai. Mereka juga terwujud dalam penolakan terhadap perilaku berbahaya seperti fitnah, kekerasan, dan prasangka. Selain itu, cinta Kristiani mencakup panggilan untuk solidaritas, untuk berbagi suka dan duka orang lain, dan bekerja sama untuk dunia yang lebih adil dan berbelas kasih. Pada akhirnya, komitmen Kristiani terhadap martabat manusia menantang individu untuk mencerminkan citra ilahi dalam kehidupan dan masyarakat mereka. Itu mengajak mereka untuk melihat wajah Tuhan dalam setiap orang yang mereka temui dan untuk memperlakukan setiap individu sebagai karya ciptaan Tuhan yang unik dan tak tergantikan. Dapat disimpulkan bahwa martabat manusia bukanlah hadiah dari manusia yang lain atau terbentuk dalam pola relasinya dengan yang lainnya, tetapi merupakan suatu Karunia tersendiri yang sudah dimiliki secara Definitif atau sejak pembuahan. Martabat manusia itu menyatu di dalam dirinya dan akan memperoleh penampakannya ketika dia berjumpa dan menjalin relasi dengan yang lainnya. Oleh karena itu, penghormatan terhadap martabat manusia Senantiasa dijunjung tinggi dan mencapai bentuknya pada hak- hak asasi manusia