MANUSIA
Jumat, 9
oktober 2020
Martabat manusia
A. Kesetaraan Martabat.
Setiap orang memiliki kesetaraan martabat dan hak azasi di hadapan allah. Manusia diciptakan
sebagai “Citra Allah”(Kej.1:27) atau gambar Allah yang tak kelihatan” (Kol 1:15) dipanggil menjadi
“Anak Allah” (Yoh 3:1-2). Setiap orang diciptakan sebagai pribadi yang diberi akal budi, kebebasan dan
hati nurani, dan dituntut untuk bertanggungjawab atas perbuatannya sendiri.
b. Pluralitas atau kemajemukan adalah suatu kenyataan.
Orang harus menerima realitas kehidupan di dunia ini yang plural/majemuk dan berbeda satu sama
lain. Perbedaan ini dapat melengkapi dan menyempurnakan satu sama lain. Seperti organ tubuh, banyak
anggota tapi satu tubuh. Berbeda talenta, karunia, dan panggilan, tetapi satu rekan sekerja Allah. (bdk. 1
Kor 1:10. 3:12-14)
c. Adanya perbedaan.
Adanya perbedaan dapat membuat orang untuk mawas diri; mengenal kekurangan dan
kelebihan diri sendiri dan orang lain; mengenal identitas diri dan orang lain; dan tidak mudah
untuk menghakimi atau mengadili orang lain. Serahkan penghakiman itu pada Allah. Hendaknya
kita suka mengampuni orang lain, sebagaimana Allah, Kristus telah mengampuni kita. (bdk.
Mt.7:1-5; Lk 6:37-42)
d. Hukum Cinta Kasih.
Cinta kasih adalah dasar utama mengapa kita harus toleransi kepada sesame kita. Cinta
berarti menerima orang lain apa adanya sesuai dengan identitasnya yang berbeda atau justru
karena identitasnya yang berbeda. Cinta baru dapat menemukan bentuknya yang paling dalam
ketika kita mencintai orang lain dan bukan karena ia sama dengan kita, melainkan terlepas dari
apa pun sifat dan karakternya, termasuk berbedaannya. Yesus tidak pernah mengajarkan kita
untuk mencintai dengan syarat bahwa orang lain itu harus sama suku dan agamanya dengan kita.
Sebaliknya, Yesus mengajar kita untuk mencintai semua orang, bahkan orang yang memusuhi
kita. Ketika seorang Farisi bertanya kepada Yesus: “Siapakah sesamaku manusia?” Yesus
menceritakan kisah orang Samaria yang baik hati. Orang Samaria telah memperlakukan orang
Yahudi, yang dianggap musuhnya, yang mendapat bencana di jalan seperti saudaranya sendiri.
(lih. Lk 10:25-37).
EVANGELIUM VITAE art 48