Anda di halaman 1dari 13

MARTABAT

MANUSIA

Jumat, 9
oktober 2020
Martabat manusia

Gereja memandang bahwa setiap manusia itu luhur, karena


setiap orang diciptakan Allah. Manusia diciptakan sebagai ‘’Citra
Allah’’ (Kejadian 1 :27). Allah telah memberikan keluhuran yang
tak tergantikan. Allah telah memberikan keluhuran bagi setiap
pribadi. Semua orang memiliki martabat sebagai pribadi yang
luhur, sehingga bagaimanapun keadaannya dengan alasan apapun,
tak ada yang bisa meremehkan manusia.
Di zaman sekarang kita diajak untuk menyadari betapa pentingnya
menghargai martabat diri dan sesama
Masalah yang merendahkan
martabat manusia
1. Pembunuhan
2. Pemusnahan bangsa atau suku
(Genosida)
3. Perbudakan
4. Pengusiran atau pemindahan penduduk
secara paksa
5. Perampasaan atas kemerdekaan
6. Penyiksaan
7. Penganiayaan terhadap kelompok
tertentu karena perbedaan paham
politik,ras,kebangsaan,etnis,budaya,
agama
8. Penghilangan orang secara paksa
9. Kejahatan apertheid/ras
(perbedaan warna kulit)
Melalui tayangan video, kisah Uskup
Romero dan contoh-contoh lainnya,
bahwa masih banyak manusia yang
tidak menghargai martabatnya.
Jika kita berpikir orang lain adalah
‘’objek’’, maka orang lain akan
dipandang sebagai yang lain atau objek,
maka yang terjadi kita akan selalu
menolak pribadi lain sebagai orang
yang berharga dan sederajat
Cara pandang ini menyebabkan
memandang orang lain lebih rendah,
tidak bermartabat, tidak bermoral. Dan
berdampak bagi orang yang berbeda
dengan kita dianggap sebagai orang lain
bahkan bisa jadi sebagai musuh.
Berujung pada kekerasan, dimana
dilatarbelakangi oleh proses berpikir
yang sempit, yaitu berpikir bagaimana
manusia memandang sesamanya
sebagai hubungan subjek-objek.
Dalam Kitab Yeremia 1:5 :
‘’Sebelum Aku membentuk engkau dala rahim ibumu,
Aku telah mengenal engkau dan sebelum engkau
keluar dari kandungan, Aku menguduskan engkau,
Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bangsa-
bangsa’’.
Dari ayat Kitab Yeremia ini, Allah telah
memberikan keluhuran bagi setiap pribadi bahkan
sebelum dilahirkan ke dunia. Kita dipilih Allah
Martabat manusia tidak diukur dari keadaan fisik , tetapi
siapa diri kita sebenarnya, melainkan pribadi yang
diciptakan secitra dengan Allah. Hal ini menunjukkan
bahwa manusia sebagai ciptaan Allah yang paling mulia
menyerupai Allah. Manusia merupakan pancaran atau
cerminan dari Allah yang berarti di dalam martabat
pribadi manusia kita dapat melihat gambaran atau rupa
Allah. Walaupun manusia memiliki banyak kekurangan,
tiada seorangpun yang seluruhnya buruk pasti ada
Setiap orang berkewajiban menjaga dan mengembangkan
martabat, kebaikan-kebaikan diri supaya bermanfaat
bagi sesama. Tidak ada yang meremehkan satu manusia
dengan alasan apapun. Sesama manusia adalah sesama
dan saudara dalam Allah.
DASAR ALKITABIAH ATAS SIKAP AKOMODATIF
DAN TOLERAN TERHADAP SESAMA

A. Kesetaraan Martabat.
Setiap orang memiliki kesetaraan martabat dan hak azasi di hadapan allah. Manusia diciptakan
sebagai “Citra Allah”(Kej.1:27) atau gambar Allah yang tak kelihatan” (Kol 1:15) dipanggil menjadi
“Anak Allah” (Yoh 3:1-2). Setiap orang diciptakan sebagai pribadi yang diberi akal budi, kebebasan dan
hati nurani, dan dituntut untuk bertanggungjawab atas perbuatannya sendiri.
 
b.      Pluralitas atau kemajemukan adalah suatu kenyataan.
Orang harus menerima realitas kehidupan di dunia ini yang plural/majemuk dan berbeda satu sama
lain. Perbedaan ini dapat melengkapi dan menyempurnakan satu sama lain. Seperti organ tubuh, banyak
anggota tapi satu tubuh. Berbeda talenta, karunia, dan panggilan, tetapi satu rekan sekerja Allah. (bdk. 1
Kor 1:10. 3:12-14)
c.       Adanya perbedaan.
Adanya perbedaan dapat membuat orang untuk mawas diri; mengenal kekurangan dan
kelebihan diri sendiri dan orang lain; mengenal identitas diri dan orang lain; dan tidak mudah
untuk menghakimi atau mengadili orang lain. Serahkan penghakiman itu pada Allah. Hendaknya
kita suka mengampuni orang lain, sebagaimana Allah, Kristus telah mengampuni kita. (bdk.
Mt.7:1-5; Lk 6:37-42)
d.      Hukum  Cinta Kasih.
Cinta kasih adalah dasar utama mengapa kita harus toleransi kepada sesame kita. Cinta
berarti menerima orang lain apa adanya sesuai dengan identitasnya yang berbeda atau justru
karena identitasnya yang berbeda. Cinta baru dapat menemukan bentuknya yang paling dalam
ketika kita mencintai orang lain dan bukan karena ia sama dengan kita, melainkan terlepas dari
apa pun sifat dan karakternya, termasuk berbedaannya.  Yesus tidak pernah mengajarkan kita
untuk mencintai dengan syarat bahwa orang lain itu harus sama suku dan agamanya dengan kita.
Sebaliknya, Yesus mengajar kita untuk mencintai semua orang, bahkan orang yang memusuhi
kita. Ketika seorang Farisi bertanya kepada Yesus: “Siapakah sesamaku manusia?”  Yesus
menceritakan kisah orang Samaria yang baik hati. Orang Samaria telah memperlakukan orang
Yahudi, yang dianggap musuhnya, yang mendapat bencana di jalan seperti saudaranya sendiri.
(lih. Lk 10:25-37).
EVANGELIUM VITAE art 48

‘’Hidup ditandai dengan cara yang tak


terhapuskan yakni kebenarannya sendiri.
Dengan menerima karunia Allah manusia
wajib mempertahankan hidup dalam
kebenaran yang memang hakiki baginya’’
Menurut kodratnya, setiap orang memiliki
hak hidup, hak untuk mendapatkan
kehidupan yang layak, aman, tempat tinggal
yang nyaman, dan pelayanan kesehatan yang
memadai, hak untuk tumbuh dan berkembang
secara penuh, memperoleh pendidikan, dan
cinta kasih,dsb. Setiap orang memiliki
kesetaraan martabat dan hak asasi di hadapan

Anda mungkin juga menyukai