MARTABAT MANUSIA
Disusun Oleh;
Dosen Pembimbing
Martabat manusia sebagai citra Allah merupakan landasan penghargaan terhadap hak
asasi manusia. Semua hak asasi berakar dalam kodrat kemanusiaan yang lahir bersamaan
dengan manusia. Nilai-nilai kemanusiaan itu berasal dari Tuhan, pencipta alam semesta.
Setiap manusia memperkembangkan kepribadiannya dalam hubungannya dengan sesama atas
dasar nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Setiap diskriminasi, dan paksaan dalam
hal agama, misalnya, selalu bertentangan dengan kemanusiaan dan ketuhanan. Oleh karena
itu, para pemeluk agama harus menjadi pelopor dalam menegakkan hak-hak asasi manusia.
Hak asasi manusia merupakan syarat mutlak untuk perkembangan demokrasi yang sehat.
Setiap penganut agama harus menjunjung tinggi hak-hak asasi karena itu berasal dari Tuhan
sendiri (Jacobus Tarigan, 2013). Manusia sebagai makhluk ciptaan yang mempunyai citra dan
rupa Allah mempunyai tujuan yang diberikan oleh Allah sendiri. Tujuan hidup manusia
sangat mempengaruhi martabat manusia. Tujuan hidup manusia itu pada dasarnya di luar
segala daya pemikiran manusia, di luar segala perhitungan manusia bahkan di luar pengertian
manusia itu sendiri. Tujuan hidup manusia pada dasarnya bersifat transendental (bersifat ilahi
dan mengatasi segala-galanya), yaitu memenuhi kerinduan manusia mencapai kesempurnaan
dalam segala-galanya, yaitu suatu kebahagiaan abadi berupa kehidupan kekal, hidup
berbahagia bersama Allah Bapa di surga (Lihat Yoh. 17:1-3; 1Yoh. 3:2; 1Kor. 2:9). Dalam
teks tersebut dilukiskan bahwa tujuan hidup manusia masing-masing adalah persatuan dengan
hidup Allah Tritunggal untuk selama-lamanya. Sebagai anak Allah, manusia terpanggil untuk
hidup bersatu dengan Bapa-Nya sesuai dengan rencana Allah. Martabat manusia sebagai anak
Allah merupakan kunci untuk memahami sebenarnya siapa manusia.
Manusia sebagai makhluk ciptaan yang mempunyai citra dan rupa Allah mempunyai
tujuan yang diberikan oleh Allah sendiri. Tujuan hidup manusia sangat mempengaruhi
martabat manusia. Tujuan hidup manusia itu pada dasarnya di luar segala daya pemikiran
manusia, di luar segala perhitungan manusia bahkan di luar pengertian manusia itu sendiri.
Tujuan hidup manusia pada dasarnya bersifat transendental (bersifat ilahi dan mengatasi
segala-galanya), yaitu memenuhi kerinduan manusia mencapai kesempurnaan dalam segala-
galanya, yaitu suatu kebahagiaan abadi berupa kehidupan kekal, hidup berbahagia bersama
Allah Bapa di surga (Lihat Yoh. 17:1-3; 1Yoh. 3:2; 1Kor. 2:9). Dalam teks tersebut dilukiskan
bahwa tujuan hidup manusia masing-masing adalah persatuan dengan hidup Allah Tritunggal
untuk selama-lamanya. Sebagai anak Allah, manusia terpanggil untuk hidup bersatu dengan
Bapa-Nya sesuai dengan rencana Allah. Martabat manusia sebagai anak Allah merupakan
kunci untuk memahami sebenarnya siapa manusia.
Makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling sempurna dan paling tinggi
derajatnya adalah manusia. Di dunia ini tidak ada satu pun manusia yang sama dan tidak ada
satu pun manusia yang mampu hidup sendiri. Sehingga dipastikan setiap manusia selalu
melekat di dalam dirinya status yang tidak dapat dipisahkan, yaitu makhluk individu dan
makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk sosial artinya manusia sebagai warga masyarakat.
Manusia sebagai makhluk sosial artinya manusia sebagai warga masyarakat. Dalam
kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat hidup sendiri atau mencukupi kebutuhan sendiri.
Meskipun dia mempunyai kedudukan dan kekayaan, dia selalu membutuhkan manusia lain.
Setiap manusia cenderung untuk berkomunikasi, berinteraksi, dan bersosialisasi dengan
manusia lainnya. Kesadaran manusia sebagai makhluk sosial, akan memberikan rasa
tanggung jawab untuk mengayomi individu yang jauh lebih ”lemah” dari pada wujud sosial
yang ”besar” dan ”kuat”. Kehidupan sosial, kebersamaan, baik itu non formal (masyarakat)
maupun dalam bentuk-bentuk formal (institusi, negara) dengan wibawanya wajib mengayomi
individu.
Dengan diskusi yang kami lakukan kami mengambil kesimpulan bahwa sebagai
martabat manusia, tentu dalam keadaan genting seperti dalam kasus ini, yang perlu
diselamatkan terlebih dahulu adalah manusia. Kami memandang bahwa manusia lebih
berharga dibandingkan materialisme yang ada. Kita harus hidup agar bisa membantu orang
lain mempertahankan hidup mereka. Kita perlu memiliki sesuatu yang bernilai kalau kita
ingin memberikan sesuatu yang bernilai.