Anda di halaman 1dari 25

Judul Menstrual Cycle and Headache in Teenagers

Penulis Luigi Bianchin, Mauro Bozzola, Antonio Battistella Pier, Sergio Bernasconi,
Gianni Bona, Fabio Buzi, Carlo De Sanctis, Vincenzo De Sanctis, Giorgio Tonini,
Giorgio Radetti, Franco Rigon dan Egle Perissinotto

Tahun 2019

Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk memperkirakan tingkat nyeri kepala perimenstruasi,
mengevaluasi pola nyeri kepala selama siklus menstruasi, dan verifikasi
hubungannya dengan faktor fisik, psikososial, dan gaya hidup.

Metode Penelitian ini menggunakan metode observasional cross-sectional yang dilakukan


sebagian besar pada siswi sekolah menengah Italia dengan membagikan kuesioner
anonim yang dirancang oleh sekelompok ahli endokrinologi pediatrik dan psikiater
anak dari Universitas Padua. Kuesioner ini berisikan tiga bagian. Bagian umum
mencantumkan pertanyaan tentang demografi, antropometri, tanggal menarche,
kebiasaan perilaku - merokok, alkohol, dan konsumsi obat-obatan terlarang - dan
aktivitas fisik, data sosio demografi orang tua, usia ibu dan saudara perempuan
saat menarche. Bagian kedua berisi pola dan karakteristik menstruasi, termasuk
gejala somatik dan psikologis yang berkaitan dengan sindrom pramenstruasi dan
sindrom nyeri lainnya (dismenore dan sakit kepala). Terakhir, bagian ketiga berisi
persepsi dan keyakinan anak perempuan tentang menstruasi. Kemudian data-data
tersebut dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak statistik SAS rel. 9.3
(SAS Institute, Cary, NC, AS).

Hasil Hasil Prevalensi keseluruhan sakit kepala setidaknya sekali setiap saat selama
siklus menstruasi adalah 64,4%. Pada analisis logistik multivariabel, usia
ginekologi (OR 1,07; 95%CI 1,03–1,12), tingkat sosial menengah (1,24; 1,01–
1,55, dibandingkan dengan tingkat sosial tinggi), aktivitas fisik (0,67; 0,51–0,89),
penggunaan kontrasepsi oral ( 1,34; 1,04–1,73) dan dismenore (2,30; 1,54–3,42)
berhubungan secara signifikan dengan sakit kepala. Di antara anak perempuan
yang menderita sakit kepala, 83,4% mengalami sakit kepala perimenstruasi (44,6%
pramenstruasi, 38,8% menstruasi), 3,5% sakit kepala pertengahan siklus, dan
13,2% sakit kepala asiklik. Usia ginekologi dan dismenore berhubungan signifikan
dengan pola sakit kepala (hal =0,03 danhal

Step 7

Definisi Reproduksi

Istilah reproduksi berasal dari kata “re” yang artinya kembali dan kata “produksi” yang
bermakna membuat atau menghasilkan. Dengan demikian reproduksi berarti suatu proses
kehidupan manusia untuk menghasilkan keturunan demi kelestarian hidupnya. Definisi
kesehatan reproduksi yang di adopsi pada kegiatan Programme of Action di International
Conference Population and Development (ICPD) di Kairo tahun 1994 adalah keadaan sejahtera
fisik, mental, dan sosial yang utuh dan bukan hanya bebas dari penyakit atau kelemahan dalam
segala hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi serta fungsi dan prosesnya (Gayatri, 2023).

Kesehatan reproduksi juga bisa didefinisikan suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial
secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang
berkaitan dengan sistim reproduksi, serta fungsi dan prosesnya. Remaja atau adolescence, berasal
dari bahasa latin adolescere yang berarti tumbuh ka arah kematangan. Kematangan yang
dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan sosial dan
psikologis. Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi
dan psikis. Masa remaja adalah suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia, dan
sering disebut masa peralihan. Masa remaja merupakan periode peralihan dari masa anak ke
masa dewasa.

Tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan psikososial dan seksual, semua
remaja akan melewati tahapan berikut :

1. Masa remaja awal/dini (early adolescence) : umur 11 – 13 tahun. Dengan ciri khas : ingin
bebas, lebih dekat dengan teman sebaya, mulai berfikir abstrak dan lebih banyak
memperhatikan keadaan tubuhnya.
2. Masa remaja pertengahan (middle adolescence) : umur 14 – 16 tahun. Dengan ciri khas :
mencari identitas diri, timbul keinginan untuk berkencan, berkhayal tentang seksual,
mempunyai rasa cinta yang mendalam.

3. Masa remaja lanjut (late adolescence) : umur 17 – 20 tahun. Dengan ciri khas : mampu
berfikir abstrak, lebih selektif dalam mencari teman sebaya, mempunyai citra jasmani
dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, pengungkapan kebebasan diri.

Tahapan ini mengikuti pola yang konsisten untuk masing-masing individu. Walaupun setiap
tahap mempunyai ciri tersendiri tetapi tidak mempunyai batas yang jelas, karena proses tumbuh
kembang berjalan secara berkesinambungan. Terdapat ciri yang pasti dari pertumbuhan somatik
pada remaja, yaitu peningkatan massa tulang, otot, massa lemak, kenaikan berat badan,
perubahan biokimia, yang terjadi pada kedua jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan
walaupun polanya berbeda. Selain itu terdapat kekhususan (sex specific), seperti pertumbuhan
payudara pada remaja perempuan dan rambut muka (kumis, jenggot) pada remaja laki-laki.

Perubahan fisik dalam masa remaja merupakan hal yang sangat penting dalam kesehatan
reproduksi, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan fisik yang sangat cepat untuk mencapai
kematangan, termasuk organ-organ reproduksi sehingga mampu melaksanakan fungsi
reproduksinya. Perubahan yang terjadi yaitu :

1. Munculnya tanda-tanda seks primer; terjdi haid yang pertama (menarche) pada remaja
perempuan dan mimpi basah pada remaja laki-laki.

2. Munculnya tanda-tanda seks sekunder, yaitu :

a. Pada remaja laki-laki; tumbuhnya jakun, penis dan buah zakar bertambah besar,
terjadinya ereksi dan ejakulasi, suara bertambah besar, dada lebih besar, badan
berotot, tumbuh kumis diatas bibir, cambang dan rambut di sekitar kemaluan dan
ketiak.

b. Pada remaja perempuan; pinggul melebar, pertumbuhan rahim dan vagina, tumbuh
rambut di sekitar kemaluan dan ketiak, payudara membesar.

Sumber:
Gayatri, P. R., Yanti, E. S., Retnaningsih, R., Setyaningsih, R., & Pujiastutik, Y. E.
(2023). Kesehatan Reproduksi.

Rima Wirenviona, S. S. T., Riris, A. A. I. D. C., & ST, S. (2020). Edukasi kesehatan
reproduksi remaja. Airlangga University Press.

Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi

1. Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita

Secara garis besar alat reproduksi wanita dapat bagi menjadi dua yaitu alat genitalia eksterna dan
alat genitalia interna (Wirakhmi, 2021).

A. Genitalia Eksterna

Genetalia eksterna merupakan organ atau alat kelamin yang tampak dari luar, sehingga dapat
dilihat bila wanita. dalam posisi litotomi. Genitalia ekterna ini memiliki 3 fungsi utama yaitu: (1)
jalan masuk sperma ke dalam tubuh; (2) melindungi organ genitalia interna dari mikroorganisme;
dan (3) alat hubungan seksual (kopulasi). Genetalia eksterna terdiri dari beberapa bagian antara
lain: vulva, mons veneris, labia mayora, labia minora, klitoris (klentit), vestibulum, hymen
(selaput dara), dan perineum.

Gambar. 1 Genitalia Eksterna (Pearce, 2014)


1. Vulva (Pukas)/Pudenda

Vulva merupakan organ yang tampak dari luar dan berbentuk lonjong dengan ukuran panjang
dari muka ke belakang. Vulva terdiri atas mons pubis, labia mayora, labia minora, klitoris,
vestibulum, dan hymen.

2. Mons Veneris/Pubis (Gunung Venus)

Mons veneris/pubis adalah bagian yang tampak menonjol di atas simfisis, banyak mengandung
jaringan lemak dan pada perempuan setelah pubertas ditutup oleh rambut kemaluan. Umumnya,
batas atasnya melintang sampai pinggir atas simfisis, sedangkan ke bawah sampai sekitar anus
dan paha. Seiring peningkatan usia, jumlah jaringan lemak di tubuh. wanita akan berkurang dan
rambut pubis akan menipis.

3. Labia Mayora (Bibir Besar)

Terdiri atas dua bagian yaitu kanan dan kiri, lonjong mengecil ke bawah, terisi oleh jaringan
lemak yang serupa dengan yang ada di mons veneris. Bagian luar labia mayora terdiri dari kulit
berambut, kelenjar lemak, dan kelenjar keringat, bagian dalamnya tidak berambut dan
mengandung banyak ujung saraf sehingga sensitif saat hubungan seks. Kedua labia bertemu ke
bawah dan ke belakang membentuk kommisura posterior. Labia mayora analog dengan skrotum
pada laki-laki. Setelah perempuan melahirkan beberapa kali, labia mayora menjadi kurang
menonjol dan pada usia lanjut mulai mengeriput. Terdapat massa lemak di bawah kulit dan
mendapat pasokan pleksus vena yang pada cedera dapat pecah dan menimbulkan hematoma.

4. Labia Minora (Bibir Kecil/Nymphae)

Labia minora adalah suatu lipatan tipis dari kulit sebelah dalam bibir besar. Kedua bibir bertemu
ke depan yang di atas klitoris membentuk preputium klitoridis dan yang di bawah klitoris
membentuk frenulum klitoridis. Kedua bibir kecil ke belakang dan membentuk fossa navikulare.
Fossa navikulare ini pada perempuan yang belum pernah melahirkan tampak utuh, cekung
seperti perahu, pada perempuan yang pernah melahirkan kelihatan tebal dan tidak rata. Kulit
yang meliputi bibir kecil mengandung banyak glandula sebasea (kelenjar-kelenjar lemak) dan
juga ujung-ujung saraf yang menyebabkan bibir kecil sangat sensitif. Jaringan ikatnya
mengandung banyak pembuluh darah dan beberapa otot polos yang menyebabkan bibir kecil ini
dapat mengembang.

5. Klitoris

Organ reproduksi ini kira-kira sebesar kacang ijo, tertutup oleh preputium klitoridis dan terdiri
atas glands klitoridis, korpus klitoridis dan dua krura yang menggantungkan klitoris ke os pubis.
Glands klitoridis terdiri atas jaringan yang dapat mengembang, penuh dengan urat syarat
sehingga sangat sensitif.

6. Vestibulum

Vestibulum berbentuk lonjong dengan ukuran panjang dari depan ke belakang dan dibatasi di
depan oleh klitoris, kanan dan kiri oleh kedua bibir kecil dan di belakang oleh perineum
(fourchette). Kurang lebih 1-1.5 cm di bawah klitoris ditemukan orifisium uretra eksternum
(lubang kemih) berbentuk membujur 4-5 mm dan tidak jarang sulit ditemukan karena tertutup
oleh lipatan-lipatan vagina. Tidak jauh dari lubang kemih, di kiri dan di kanan bawahnya
terdapat dua ostia skene. Saluran skene (duktus parauretral) analog dengan kelenjar prostat pada
laki-laki. Sebelah kiri dan kanan bawah di dekat fossa navikulare terdapat kelenjar Bartholini.
Kelenjar ini berukuran diameter lebih kurang 1 cm, terletak di bawah otot konstriktor kunni dan
mempunyai saluran kecil panjang 1.5-2 cm yang bermuara di vestibulum, tidak jauh dari fossa
navikulare. Pada koitus, kelenjar Skene (kelenjar-kelenjar ini akan mengeluarkan cairan pada
saat permainan pendahuluan dalam hubungan seks sehingga memudahkan penetrasi penis).

7. Himen (Selaput Dara)

Himen merupakan selaput yang menutupi introitus vagina. Biasanya, hymen berlubang
membentuk semilunaris, tapisan, septata/fimbria. Hymen akan robek pada saat koitus, apalagi
setelah bersalin dan sisinya disebut kurinkula hymen.

8. Perineum

Perineum daerah muskular yang membentang antara kommisura posterior dan anus yang ditutupi
oleh kulit. Perineum tersusun atas jaringan ikat, otot dan lemak. Perineum ini merupakan bagian
yang kurang elastis sehingga lebih berpotensi terjadi robekan saat persalinan. Penjahitan perlu
dilakukan untuk mencegah perdarahan pasca persalinan dengan teknik penjahitan menyesuaikan
dengan derajat luka yang terjadi pada perineum tersebut. Untuk mencegah terjadinya robekan
pada perineum, ibu hamil disarankan untuk melakukan pijat perineum yang dapat membantu
menurunkan resistensi otot dan mengurangi kemungkinan terjadinya laserasi perineum.

B. Genitalia Interna

Genetalia interna wanita merupakan organ atau alat kelamin yang tidak tampak dari luar dan
terletak di bagian dalam sehingga hanya dapat dilihat dengan alat khusus atau pembedahan.
Genetalia interna terdiri atas vagina (liang senggama), uterus (rahim), tuba falopi/oviduk (saluran
telur) dan ovarium (indung telur) (Wirakhmi, 2021).

Gambar 2. Genetalia Interna (Hasbimutasni, 2019)

1. Vagina (Saluran Senggama)

Vagina merupakan saluran muskulo-membranasea (otot-selaput) yang menghubungkan rahim


dengan dunia luar. Bagian ototnya berasal dari otot levator ani dan otot sfingter ani (otot dubur)
sehingga dapat dikendalikan dan dilatih. Dinding depan vagina berukuran 6.5 cm dan dinding
belakangnya 9 cm. Vagina bagian dalam berlipat-lipat disebut rugae, di tengahnya ada bagian
yang lebih keras disebut kolumna rugeum. Lipatan ini memungkinkan vagina untuk melebar.
Vagina tidak mempunyai kelenjar yang bersekresi, bagian bawah vagina mengandung banyak
pembuluh darah. Pembuluh darah ini akan hipervaskularisasi pada waktu kehamilan dan akan
berwarna kebiru-biruan yang disebut dengan tanda livide. Dinding vagina terdiri atas tiga lapisan
yaitu: lapisan mukosa yang merupakan kulit, lapisan otot dan lapisan jaringan ikat

Vagina memiliki beberapa fungsi penting, antara lain: sebagai jalan lahir, sarana hubungan
seksual, dan saluran pengeluaran lendir dan darah menstruasi. Lendir vagina banyak
mengandung glikogen yang dipecah oleh bakteri Doderlein, sehingga keasaman cairan vagina
sekitar 4,5 (bersifat asam). Suasana yang sedikit asam pada vagina memberikan proteksi
terhadap kemungkinan penyebaran kuman.

2. Rahim (Uterus)

Bentuk rahim seperti buah pir, dengan berat sekitar 30 gram. Terletak di panggul kecil di antara
rektum (bagian usus sebelum dubur) dan di depannya terletak kandung kemih. Hanya bagian
bawahnya disangga oleh ligament yang kuat, sehingga bebas untuk tumbuh dan berkembang saat
kehamilan. Ruangan rahim berbentuk segitiga dengan bagian besarnya di atas. Terdapat ligament
dari bagian atas rahim (fundus) menuju lipatan paha (kanalis inguinalis), sehingga kedudukan
rahim menjadi ke arah depan.

Lapisan otot rahim terdiri dari tiga lapis, yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh-kembang
sehingga dapat memelihara dan mempertahankan kehamilan selama sembilan bulan. Rahim juga
merupakan jalan lahir yang penting dan mempunyai kemampuan untuk mendorong janin lahir.
Rahim atau uterus juga berperan dalam pengeluaran darah haid yang ditandai dengan adanya
perubahan pelepasan endometrium. Segera setelah persalinan otot rahim dapat menutup
pembuluh darah untuk menghindari perdarahan. Setelah persalinan, dalam waktu 42 hari rahim
dapat mengecil seperti semula.

Ukuran uterus berbeda-beda tergantung pada usia dan pengalaman melahirkan. Ukuran uterus
pada anak- anak 2-3 cm, nuli para 6-8 cm dan multi para 8-9 cm. Uterus terdiri dari dua bagian
utama, yaitu serviks dan korpus uteri.

a. Servik uteri
Servik uterus merupakan bagian terbawah uterus, yang terdiri dari pars vaginalis dan pars
supravaginalis. Komponen utama dalam serviks uteri adalah otot polos, jalinan jaringan ikat
(kolagen dan glikosamin) dan elastin. Bagian luar di dalam rongga vagina yaitu portio cervicis
uteri dengan lubang ostium uteri externum yang dilapisi epitel skuamokolumnar mukosa serviks,
dan ostium uteri internum.

b. Korpus uteri

Korpus uteri terdiri dari 3 lapisan utama, yaitu:

1. Lapisan paling luar (perimetrium)

Lapisan ini merupakan lapisan serosa/ peritonium yang melekat pada ligamentum uteri di intra
abdomen.

2. Lapisan tengah (myometrium)

Lapisan ini merupakan lapisan muscular/ miometrium yang berupa tiga lapis otot polos. Lapisan
miometrium ini memiliki bentuk yang berbeda, yaitu lapisan paling luar membentuk
longitudinal, lapisan tengah berupa anyaman, dan lapisan dalam berjalan sirkular.

3. Lapisan paling dalam (endometrium)

Lapisan ini merupakan lapisan endometrium yang melavisi cavum uteri. Lapisan ini menebal dan
runtuh sesuai dengan siklus haid yang disebabkan pengaruh hormon-hormon ovarium.

Posisi corvus uteri dalam abdomen adalah mendatar dengan fleksi ke superior, fundus uteri
berada di atas vesica urinaria (kandung kemih).

Gambar 3. Uterus (Cancerquest, 2011)


Organ yang berbatasan langsung dengan uterus antara lain: tuba falopi (sebelah atas) dan saluran
leher rahim (canalis cervikalis).

Sikap dan letak uterus dalam rongga panggul terfiksasi dengan baik karena disokong dan
dipertahankan oleh beberapa hal berikut ini:

a. Tonus rahim sendiri

b. Tekanan intra abdominal

c. Otot-otot dasar panggul

d. Ligamentum-ligamentum uterus.

Ligamentum penyokong uterus terdiri dari antara lain:

a. Ligamentum latum. Ligamentum ini terletak di sebelah kanan dan kiri uterus, meluas sampai
ke dinding panggul dan dasar panggul, sehingga uterus seolah-olah menggantung pada tuba.

b. Ligamentum rotundum. Ligamentum ini terletak di bagian atas lateral dari uterus, kaudal dari
insersi tuba, dan berperan dalam menahan uterus antefleksi.

c. Ligamentum infundibulo pelvikum. Ligamentum ini terdiri dari dua bagian kiri kanan dari
infundibulum dan ovarium. Ligamentum ini menggantungkan uterus pada dinding panggul.

d. Ligamentum kardinale. Ligamentum kardinale terdapat di kiri kanan dari serviks setinggi
ostium internum ke dinding panggul.

e. Ligamentum sakro uterinum. Ligamentum sakro uterinum terdapat di kiri dan kanan dari
serviks sebelah belakang ke sakrum mengelilingi rectum.

f. Ligamentum vesiko uterinum. Ligamentum vesiko uterinum terletak pada daerah uterus ke
kandung kencing.

3. Tuba Falopii

Tuba falopii berasal dari ujung ligamentum latum berjalan ke arah lateral dengan panjang sekitar
12 cm dengan diameter 3-8 mm. Fungsi dari tuba falopi ini antara lain: menangkap dan
membawa ovum dari ovarium ke uterus dan tempat terjadinya konsepsi. Tuba falopii bukan
merupakan saluran lurus, tetapi mempunyai bagian yang lebar sehingga membedakannya
menjadi empat bagian, yaitu:

a. Pars interstisial

Pars interstisialis merupakan bagian tuba yang berjalan dari dinding uterus mulai dari ostium
tuba.

b. Pars ismika

Pars ismika merupakan bagian tuba setelah ke luar dinding uterus. Pars ismika merupakan bagian
yang lurus dan sempit.

C. Pars ampularis

Pars ampularis merupakan bagian tuba antara pars ismika dengan infundibulum. Pars ampularis
merupakan bagian tuba yang paling lebar dan berbentuk S. Pars ampularis merupakan tempat
terjadinya konsepsi.

d. Infundibulum

Gambar 4. Segmen tuba falopii (Berger & Monteith, 2011)

Infundibulum merupakan bagian ujung dari tuba dengan umbai-umbai yang disebut fimbrae.
Fungsi dari fimbrae untuk menangkap ovum yang matang. Lubang pada fimbrae disebut ostium

abdominale tuba.

Tuba falopii merupakan bagian yang sangat sensitif terhadap infeksi dan menjadi penyebab
utama terjadinya kemandulan (infertilitas). Fungsi tuba falopii sangat vital dalam proses
kehamilan, yaitu menjadi saluran spermatozoa dan ovum, mempunyai fungsi penangkap ovum,
tempat terjadinya pembuahan (fertilitas), menjadi saluran dan tempat pertumbuhan hasil
pembuahan sebelum mampu menanamkan diri pada lapisan dalam rahim.

4. Indung Telur (Ovarium)

Ovarium homolog dengan testis pada laki-laki. Organ ini berbentuk oval dan terletak di dinding
panggul bagian lateral yang disebut fossa ovarium. Ia juga berada di antara rahim dan dinding
panggul dan digantung ke rahim oleh ligamentum ovaribiproprium dan ke dinding panggul oleh
ligamentum infudibulopelvikum. Indung telur merupakan sumber hormonal wanita yang paling
utama, sehingga mempunyai dampak kewanitaan dalam mengatur proses menstruasi. Organ ini
memiliki dua fungsi utama, yaitu mengeluarkan hormone progesterone dan estrogen serta
mengeluarkan telur setiap bulan. Ovarium juga memproduksi beberapa macam hormon, seperti
(Muharam dkk, 2020)

1. Estrogen: Hormon estrogen berfungsi membantu perkembangan dan perubahan tubuh


saat masa pubertas seperti pertumbuhan payudara, serta memulai dan mengontrol siklus
menstruasi. Selain itu, hormon ini punya fungsi penting saat proses persalinan, membantu
menjaga kadar kolesterol, serta kesehatan tulang, otak, jantung, kulit, dan jaringan
lainnya. Hormon ini juga berperan dalam proses keluarnya ASI setelah persalinan,
mengatur mood atau suasana hati, dan proses penuaan. Penurunan produksi estrogen
dapat menimbulkan berbagai gangguan, seperti menstruasi yang tidak teratur, vagina
kering, swinging mood atau suasana hati tidak menentu, menopause, dan osteoporosis
serta peningkatan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular pada wanita usia tua.

2. Progesteron: Ikut berperan dalam pengaturan siklus haid dan ovulasi. Saat wanita
mengalami ovulasi atau sedang berada di masa subur, hormon progesteron akan
membantu mempersiapkan lapisan dalam rahim yang disebut endometrium untuk
menerima dan mengembangkan sel telur yang telah dibuahi oleh sperma. Bila tidak
terjadi pembuahan, kadar hormon progesteron dalam tubuh akan turun dan memicu
menstruasi.

3. Inhibin: Berfungsi sebagai sinyal stop ke otak untuk berhenti memproduksi hormon
apabila ovarium sudah cukup terstimulasi.
4. Relaxin: Berfungsi menyiapkan tubuh perempuan untuk proses kehamilan melemaskan
saat kehamilan untuk mempersiapkan tubuh ibu melewati proses melahirkan.

5. Testosteron: Walaupun testosteron identik dengan pria, namun perempuan juga


memproduksi sedikit testosteron. Hormon testosteron berperan dalam mengatur naik dan
turunnya hasrat seksual atau libido, testosteron juga memainkan peran penting pada
kesehatan tulang wanita, menjaga kesehatan vagina, payudara, dan kesuburan.

Pengeluaran ovum oleh indung telur terjadi setiap bulan silih berganti antara kanan dan kiri.
Pada saat telur (ovum) sedang dikeluarkan, maka seorang wanita sedang berada dalam "masa
subur". Jumlah telur pada wanita tergantung dengan usia individu, antara lain:

a. Saat lahir : 750.000 buah

b. 6-15 tahun : 439.000 buah

C. 16-25 tahun : 159.000 buah

d. 26-35 tahun : 59.000 buah

e. 35-45 tahun: 34.000 buah

f. Menopause: menghilang.

Sumber:

Wirakhmi, I & Purnawan, I. (2021). Anatomi Fisiologi dalam Kehamilan. Pekalongan: Pemerbit
NEM

Setyarini, A., Eliyana, Y., et al. (2023). Obstetri dan Ginekologi Untuk Kebidanan. Padang: PT
Global Eksekutif Teknologi

Muharam, R et al. (2020). Kupas Tuntas PCOS. Yogyakarta: Deepublish


2. Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi Pria

Gambar 4. Anatomi Sistem Reproduksi Pria (Harrison, 2020)

1. Penis

Penis adalah salah satu organ dalam sistem reproduksi pria yang mempunyai fungsi antara lain
menjadi alat untuk beraktivitas seksual pada peristiwa hubungan seksual yang ditandai dengan
penetrasi penis ke dalam vagina, menjadi tempat lewatnya urin dan cairan sperma karena adanya
uretra. Penis secara anatomis memiliki bagian akar dan bagian tubuh yang menjuntai atau
menggantung. Akarnya terdiri dari dua krura atau kaki yang melekat pada lengkung kemaluan
(krura) dan bulbus yang melekat pada membran perineum atau gelendong.

Krura bilateral kanan dan kiri dekat perbatasan simpisis pubis akan berlanjut sebagai korpora
kavernosa penis. Korpus spongiosum merupakan bulbus yang terletak di antara dua krura yang
kemudian menyempit ke depan. Dengan demikian, badan penis sebenarnya terdiri dari korpora
kavernosa bilateral dan korpus spongiosum di bagian median. Darah akan memenuhi ketiga
korpora tersebut saat ereksi. Tunika albuginea berserat tebal membungkus korpora kavernosa,
sedangkan korpus spongiosum ditembus oleh uretra pars penis yang berakhir dengan sebuah
lubang uretra eksternal (Klaasseen, 2020).

Arteri perineum (cabang dari arteri pudenda interna) bersama-sama dengan arteri skrotum
posterior dan jaringan pasokan arteri rektal inferior dari bulbus penis ke anus. Pendarahan korpus
spongiosum berasal dari arteri bulbus penis lanjutan arteri pudendal internal yang kemudian
menembus bulbus penis.

Arteri profunda penis adalah salah satu dari dua cabang terminal dari arteri pudendal internal
yang memasuki penis berlanjut sepanjang corpus cavernosum bilateral. Cabang terminal lain dari
arteri pudendal internal adalah arteri dorsal penis yang berjalan di sepanjang permukaan do penis
yang memasok kulit penis dan kelenjar penis.

2. Skrotum

Skrotum membentuk dua kompartemen kanan dan kiri, yang masing- masing berisi testis,
epididimis, dan bagian dari korda spermatika yang sesungguhnya adalah kantung fibromuskular
yang dibagi dengan median septum (raphe). Lapisan skrotum terdiri dari kulit, muskulus dartos,
dan beberapa fasia, yaitu spermatika eksternal, kremaster, dan spermatika internal, yang
berhubungan erat dengan lapisan parietal tunika vaginalis (Klaassen, 2020).

Arteri pudendal internal cabang perineum merupakan pembuluh darah yang memasok darah ke
kulit dan tunika dartos, selain cabang pudendal eksternal dari arteri femoralis. Sementara itu,
arteri epigastrium inferior cabang kremaster memasok darah ke bagian profunda muskulus
dartos. Aliran vena skrotum ke vena pudenda eksternal dan berakhir ke vena safena magna.
Pembuluh pudenda eksternal melakukan proses drainase limfatik pada kulit skrotum ke kelenjar
getah bening inguinalis superfisialis medial (Klaassen, 2020).

Skrotum memiliki banyak saraf sensorik meliputi cabang genital saraf genitofemoral untuk
permukaan skrotum anterior dan lateral, saraf ilioinguinal untuk permukaan skrotum anterior,
cabang skrotum posterior dari saraf perineum untuk permukaan skrotum posterior, dan cabang
perineum femoral posterior saraf kutaneus untuk permukaan inferior skrotum (Klaassen, 2020).

3. Testis

Testis merupakan organ reproduksi utama seorang pria karena fungsinya untuk produksi hormon
seks testosteron dan sel gamet, yaitu spermatozoa. Secara fisiologis, jumlah testis ada dua buah
terletak di kantung skrotum sebelah kanan dan kiri. Setiap testis memiliki panjang 4-5 cm, lebar
2-3 cm, dan beratnya 10-14 gram. Muskulus dartos dan korda spermatika merupakan
penggantung utama dari testis selama berada di skrotum. Testis diselimuti oleh tunika vaginalis
testis, tunika albuginea, dan tunika vaskulosa. Tunika vaginalis testis adalah bagian bawah dari
prosesus vaginalis dan tercermin dari testis pada permukaan bagian dalam skrotum, sehingga
membentuk lapisan viseral dan parietal. Tunika albuginea (di bawah lapisan viseral tunika
vaginalis) akan membentuk lapisan padat untuk testis.

Tunika vaskulosa terletak di dalam tunika albuginea. Sesuai namanya, tunika ini berisi pleksus
pembuluh darah serta jaringan ikat. Arteri testis kanan dan kiri yang memasok darah via arteri ke
testis merupakan anak cabang dari aorta. Arteri ini letaknya lebih rendah dari arteri
renalis.BKemudian masuk ke skrotum di korda spermatika melalui kanalis inguinalis dan
membelah menjadi dua cabang di perbatasan posterosuperior testis (Klaassen, 2020).

Aliran darah ke testis juga berasal dari cabang kremaster arteri epigastrium inferior dan arteri
yang menuju ke duktus deferens. Pleksus pampiniformis akan mengeringkan darah yang berasal
dari testis maupun epididimis sebelum bergabung untuk membentuk vena testis, umumnya
terletak di atas formasi korda spermatika di cincin inguinalis internal. Drainase limfatik melalui
pembuluh testis kemudian akan masuk abdomen, berakhir di nodus aorta lateral dan pra-aorta.
Persarafan testis berasal dari saraf vertebra T10 dan T11 (torakal kesepuluh dan kesebelas)
melalui pleksus otonom ginjal dan aorta (Klaassen, 2020).

4. Saluran Reproduksi: Epididimis dan Vas Deferens


Sistem duktus atau saluran pada reproduksi pria diawali dari tubulus seminiferus yang kemudian
membentuk tubulus rekti dan rete testis, selanjutnya menuju ke duktus eferen. Duktus eferen dan
duktus epididimis membentuk epididimis. Epididimis mempunyai formasi seperti huruf C yang
letaknya di sepanjang batas posterior setiap testis dan terdiri dari bagian kepala, tubuh, dan ekor.
Tunika vaginalis menutupi epididimis kecuali di perbatasan posterior. Perdarahan dan persarafan
epididimis memiliki kesamaan dengan yang ada di testis.

Duktus deferen atau sering disebut vas deferens merupakan kelanjutan dari epididimis;
berukuran panjang sekitar 30-45 cm yang berfungsi antara lain menjadi tempat atau saluran
sperma menuju ke duktus ejakulasi.

Sebenarnya, duktus deferens mempunyai bagian yang berkelok-kelok, tetapi bagian ini akan
menjadi agak lurus (diameter, 2-3 mm) saat bergerak ke posterior testis dan medial ke
epididimis. Duktus deferens akan ke atas pada sisi posterior korda spermatika sampai mencapai
anulus inguinalis profunda dan ikut serta pada pembentukan korda spermatika dan loop di atas
arteri epigastrikus inferior.

Selanjutnya, perjalanan duktus deferens adalah berada di sepanjang dinding lateral pelvis, medial
ke ureter bagian distal, sepanjang dinding posterior kandung kemih hingga mencapai vesikula
seminalis dan dorsal ke prostat. Duktus deferen yang berjumlah dua buah, kanan dan kiri,
menghubungkan epididimis dan vesikula seminalis untuk membentuk duktus ejakulatorius.
Sebelumnya, duktus deferen akan membentuk ampula yang kemudian bergabung dengan duktus
ekskretorius (Lin et al., 2014).

Tiap sisi duktus deferens memiliki arteri yang berasal dari arteri vesikalis superior (arteri ke
duktus), dengan drainase vena ke pleksus vena pelvis. Drainase limfatikus dari duktus deferens
ke nodus iliaka eksternal dan internal serta persarafan terutama simpatik dari pleksus pelvikus
(Klaassen, 2020).

5. Kelenjar Aksesoris: Kelenjar Bulbouretralis, Prostat, dan Vesikula Seminalis

a. Vesikula Seminalis Kelenjar bulbouretralis atau kelenjar cowperi


Kelenjar bulbouretral ada dua buah, berukuran jauh lebih kecil dibandingkan dengan kelenjar
vesikula seminalis atau prostat, berdiameter sekitar 2 cm. Kelenjar ini berada di sebelah lateral
uretra pars membran dan tertutup oleh sfingter uretra eksternal. Cairan yang dihasilkan oleh
kelenjar ini menembus membran perineum dan terbuka di dalam uretra bulbaris. Pendarahan,
drainase limfatik, dan persarafan secara sama dengan vesikula seminalis.

b. Kelenjar Prostat

Kelenjar ini dinamakan prostat sehingga salah satu substansi yang dihasilkan dinamakan sebagai
prostaglandin. Kelenjar prostat mempunyai bentuk menyerupai strukturoval atau ovoid meliputi
bagian proksimal dari uretra. Dimensi kelenjar ini adalah ukuran sekitar (2,5-3,0 cm) x (4,0-4,5
cm) dengan berat sekitar 20-25 gram. Bagian dasar prostat menempel vesika urinaria, bagian
apeks lebih tinggi atau superior dari membran perineum. Batas-batasnya antara lain sebelah
anterior dengan pleksus vesikoprostatik, batas posterior dipisahkan dari permukaan anterior
rektum oleh fasia rektovesikal (denonvilliers), dan batas lateral berkontak dengan levator ani dan
pleksus vena prostat. Kelenjar prostat dikelilingi serat dari sfingter uretra eksterna.

Aliran darah arteri ke kelenjar prostat berasal dari arteri vesikalis inferior dan cabang-cabang
dari arteri rektum medialis. Drainase vena pada prostat membentuk pleksus prostat yang
akhirnya mengalir ke vena iliaka interna dan drainase limfatik mengalir ke nodus iliaka interna.
Inervasi berasal dari bagian inferior pleksus hipogastrik, terutama ke jaringan ikat yang
mengelilingi kelenjar (Klaassen, 2020).

c. Kelenjar vesikula seminalis

Vesikula seminalis secara fisiologis ada dua seperti gambaran daun telinga kelinci atau
membentuk huruf V. Organ ini letaknya di antara vesika urinaria dan rektum dengan ukuran
sekitar 5 cm. Vesikula seminalis mempunyai dua permukaan, yaitu anterior yang bersentuhan
dengan dinding posterior vesika urinaria dan posterior yang bersentuhan dengan fasia
rektovesikal (denonvilliers).

Ampula duktus deferens terletak medial ke vesikula seminalis dan pleksus vena prostat terletak
di lateral. Pasokan darah arteri ke vesikula seminalis berasal dari cabang arteri rektum inferior
dan rektum tengah, sementara drainase vena dan limfatik menyertai arteri ini. Pembagian inferior
pleksus hipogastrik memberikan persarafan ke vesikula seminalis (Klaassen, 2020).

Sumber: Rizal, C. M. (2021). Fisiologi Sistem Reproduksi Pria. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press

Pertumbuhan dan Perkembangan Reproduksi Anak

Pubertas atau perkembangan seksual adalah masa perubahan yang dramatis baik bagi anak laki-
laki maupun perempuan. Usia di mana perubahan fisik pubertas biasanya dimulai sangat
bervariasi. Bagi kedua jenis kelamin, perubahan yang didorong oleh hormon ini disertai dengan
aktivitas pertumbuhan yang mengubah anak-anak menjadi remaja yang matang secara fisik
seiring dengan perkembangan tubuh mereka. Perkembangan payudara, biasanya merupakan
tanda pubertas pertama yang terlihat pada anak perempuan, dapat dimulai kapan saja antara usia
8 dan 13 tahun. Peristiwa pada anak perempuan saat mereka melewati masa pubertas :

1. Payudara mulai berkembang dan pinggul menjadi bulat.

2. Peningkatan laju pertumbuhan tinggi badan dimulai.

3. Rambut kemaluan mulai muncul, biasanya 6-12 bulan setelah dimulainya perkembangan
payudara. Sekitar 15% anak perempuan akan mengembangkan rambut kemaluan sebelum
perkembangan payudara dimulai.

4. Rahim dan vagina , serta labia dan klitoris, bertambah besar.

5. Rambut kemaluan sudah tumbuh dengan baik dan payudara semakin tumbuh.

6. Laju pertumbuhan tinggi badan mencapai puncaknya sekitar 2 tahun setelah masa
pubertas dimulai (usia rata-rata adalah 12 tahun).

7. Menstruasi dimulai, hampir selalu setelah puncak pertumbuhan tinggi badan tercapai
(usia rata-rata 12,5 tahun).
Begitu anak perempuan mendapat menstruasi, mereka biasanya bertambah 1 atau 2 inci (2,5
hingga 5 sentimeter), mencapai tinggi badan dewasa akhir mereka pada usia sekitar 14 atau 15
tahun (lebih muda atau lebih tua tergantung kapan pubertas dimulai). Kebanyakan anak laki-laki
menunjukkan perubahan fisik pertama pada masa pubertas antara usia 10 dan 16 tahun, dan
cenderung tumbuh paling cepat antara usia 12 dan 15 tahun. Percepatan pertumbuhan anak laki-
laki rata-rata sekitar 2 tahun lebih lambat dibandingkan anak perempuan. Pada usia 16 tahun,
sebagian besar anak laki-laki sudah berhenti tumbuh, namun otot mereka akan terus berkembang.
Ciri-ciri pubertas lainnya pada anak laki-laki antara lain:

1. Penis dan testis bertambah besar.

2. Rambut kemaluan muncul, diikuti bulu ketiak dan wajah.

3. Suaranya semakin dalam dan terkadang pecah atau pecah.

4. Jakun, atau tulang rawan laring, membesar.

5. Testis mulai memproduksi sperma.

Sumber :

Marry, L, dan Gavin, MD,. (2019). Growth and Your 6- to 12-Year-Old. Dikutip pada tanggal 14
November 2023 https://kidshealth-org.translate.goog/en/parents/growth-6-12.html?
_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc

Proses Menstruasi

A. Hormon-hormon yang memengaruhi siklus menstruasi

Ada setidaknya empat hormon yang menegendalikan siklus menstruasi yakni estrogen,
progesteron, FSH, dan LH (Fatmayanti et al. 2022):
1. Estrogen adalah hormon yang secara terus menerus meningkat sepanjang dua minggu
pertama siklus menstruasi. Estrogen mendorong penebalan dinding rahim atau
endometrium. Estrogen juga menyebabkan perubahan sifat dan jumlah lendir serviks.

2. Progensteron adalah hormon yang diproduksi selama pertengahan akhir siklus


menstruasi. Progesteron menyiapkan uterus sehingga memungkinkan telur yang telah
dibuahi untuk melekat dan berkembang. Jika kehamilan tidak terjadi, level progesteron
akan turun dan uterus akan meluruhkan dindingnya, menyebabkan terjadinya pendarahan
menstruasi.

3. Follicle stimulating hormone (FSH). Hormon ini diproduksi oleh sel-sel basal hipofisis
anterior, sebagai respon terhadap GnRH yang berfungsi memicu pertumbuhan dan
perkembangan folikel dan sel-sel granulosa di ovarium wanita. Kenaikan atau penurunan
kadar FSH merupakan indikasi kegagalan gonad akibat disfungsi hipofisis. Oleh karena
itu gangguan ketidaksuburan dapat dipastikan melalui pengujian kadar FSH.

4. Luteinizing hormone (LH). Pada wanita, sekresi LH bersamaan dengan FSH pada
pertengahan siklus menstruasi dapat menginduksi terjadinya ovulasi, kemudian akan
mempertahankan corpus luteum setelah ovulasi (mensekresi progesterone). Hormon LH
diproduksi di sel-sel kromofob hipofisis anterior. Bersama FSH, LH berfungsi memicu
perkembangan folikel dan juga mencetuskan terjadinya ovulasi dipertengahan siklus.
Selama fase luteal siklus, LH meningkatkan dan memeprtahankan fungsi korpus luteum
pascaovulasi dalam menghasilkan progesteron. Pemeriksaan LH dalam serum dapat
digunakan untuk pemeriksaan penanda infertilitas pada terjadinya ovulasi. Kadar LH
yang rendah menunjukkan adanya kelainan pada tingkat hipofisis atau hipotalamus,
sedangkan nilai yang tinggi adanya kelainan primer pada ovarium.

B. Proses Menstruasi

Mulai hari pertama terjadinya perdarahan menses sampai hari pertama perdarahan menses
berikutnya dihitung satu daur menstruasi (menses). Siklus menstruasi diregulasi oleh hormon
Luteinizing Hormon (LH) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH), yang diproduksi oleh
kelenjar hipofisis, mencetuskan ovulasi dan menstimulasi ovarium untuk memproduksi estrogen
dan progesteron. Estrogen dan progesteron akan menstimulus uterus dan kelenjar payudara agar
kompeten untuk memungkinkan terjadinya pembuahan. Menstruasi sangat berhubungan dengan
faktor-faktor yang memengaruhi ovulasi, jika proses ovulasi teratur maka siklus menstruasi akan
teratur (Ernawati dkk, 2023). Daur menstruasi dapat dibagi atas empat fase, yaitu
pascamenstruasi, proliferasi, sekretoris dan menstruasi.

1. Pascamenstruasi

Stratum kompaktum dan stratum spongiosum dari endometrium telah selesai meluruh
(mengelupas atau mengalami erosi) pada waktu menstruasi berhenti. Pada waktu ini konsentrasi
hormon estrogen dan hormon progesteron rendah, dan keadaan ini memberikan umpan balik
positif bagi hipotalamus untuk meningkatkan produksi hormon GnRH sehingga produksi FSH
dan LH mulai pula dinaikkan. Pascamenstruasi berlangsung kurang lebih empat hari.

2. Fase Proliferasi (folikuler)

Pada fase ini endometrium mulai menebal kembali secara progresif. Penebalan dimungkinkan
oleh proliferasi atau perbanyakan sel-sel endometrium di lapisan stratum basalis yang tidak
mengalami erosi pada waktu menstruasi. Proliferasi sel diinduksi oleh hormon esterogen yang
dihasilkan oleh teka folikuli interna dari folikel yang sedang berkembang menjadi folikel de
Graaf. Jadi, sementara folikel berkembang menjadi folikel de Graaf yang diinduksi oleh hormon
FSH, endometrium berproliferasi menjadi tebal oleh hormon esterogen. Saat fase folikuler
berkembang, satu buah folikel di dalam salah satu ovarium menjadi dominan dan terus matang.
Folikel dominan ini menekan seluruh folikel lain kelompoknya sehingga yang lain berhenti
tumbuh dan mati. Folikel dominan akan terus memproduksi estrogen. Pada fase proliferasi tidak
hanya terjadi penebalan endometrium, akan tetapi terjadi regenerasi kelenjar-kelenjar dan
pembuluh darah yang terpotong pada waktu menstruasi. Akhirnya terbentuk lagi stratum
kompaktum dan stratum spongiosum dari endometrium. Fase ini berlangsung kurang lebih 12
hari.

3. Fase Sekresi (luteal)

Endometrium mengalami penebalan maksimum pada fase sekresi, yakni mencapai 5 sampai 7
mm dari hanya 0,5 sampai 1 mm yang tersisa pada pascamenstruasi. Bagian basal dari kelenjar-
kelenjar uterus yang tersisa bertumbuh memanjang dan kemudian berkelok-kelok. Diameter
kelenjar bertambah. Sel-sel kelenjar banyak memproduksi glikogen. Pada fase ini bagian apikal
sel-sel kelenjar melepaskan diri dan disekresikan ke ruang uterus bersama glikogen dan sekret
lain. Sekret berupa lendir berfungsi untuk menerima blastokista jika terjadi fertilisasi. Setelah
ovulasi, hormon LH dari lobus anterior hipofisis menginduksi folikel de Graaf yang tersisa
menjadi korpus luteum. Korpus luteum ini memproduksi hormon progesteron. Oleh peredaran
darah hormon progesteron tiba di uterus dan menginduksi sekresi kelenjar-kelenjar serta
mempertahankan eksistensi tebalnya endometrium, sebagai persiapan untuk implantasi dan
tempat perkembangan embrio. Jika kehamilan tidak terjadi, sel telur akan melewati uterus,
mengering, dan meninggalkan tubuh sekitar 2 minggu kemudian melalui vagina. Oleh karena
dinding uterus tidak dibutuhkan untuk menopang kehamilan, maka lapisannya rusak dan luruh.
Darah dan jaringan dari endometrium bergabung untuk membentuk aliran menstruasi. Pada fase
sekretoris berlangsung kurang lebih 8 hari.

4. Fase Menstruasi

Jika ovum tidak dibuahi, maka menjelang akhirnya fase sekretoris hormon esterogen dan
progesteron makin meningkat. Konsentrasi tinggi dari kedua hormon tersebut memberikan
umpan balik negatif bagi hipotalamus sehingga produksi hormon GnRH ditekan dan
mengakibatkan penurunan produksi hormon FSH dan LH. Pada waktu LH berkurang, maka
korpus luteum yang membutuhkan LH untuk berfungsi mulai berdegenerasi dan berubah
menjadi korpus albikans. Hal ini mengakibatkan penurunan konsentrasi hormon esterogen dan
progesteron. Karena progesteron berfungsi mempertahankan fase sekretoris dan keutuhan
tebalnya endometrium, maka pada waktu konsentrasi hormon progesteron menurun tajam,
stratum kompaktum dan stratum spongiosum mengalami erosi. Pembuluh darah terpotong,
sehingga terjadi perdarahan. Peristiwa ini disebut dengan menstruasi. Darah menstruasi tidak
berkoagulasi. Erosi endometrium tidak terjadi sekaligus, melainkan setempat demi setempat
akhir menstruasi. Stratum basalis yang tersisa bertumbuh kembali pada fase proliferasi daur
berikutnya dan fase ini berlangsung kurang lebih empat hari.

5. Hubungan Ovulasi dengan Daur Menstruasi

Pada daur menstruasi 28 hari, ovulasi terjadi sekitar pertengahan daur. Jarak waktu antara
ovulasi dan permulaan menstruasi berikutnya adalah konstan 14 hari, akan tetapi waktu antara
ovulasi tersebut dengan permulaan menstruasi sebelumnya tidak konstan. Hal ini terjadi oleh
karena panjangnya daur menstruasi dapat bervariasi dari bulan ke bulan pada individu yang
sama. Oleh karena itu, sulit memprediksi tanggal ovulasi berikutnya dihitung mulai dari tanggal
permulaan menstruasi, kecuali jika wanita memperlihatkan periode menstruasi yang sangat
teratur. Salah satu metode untuk mengetahui waktu ovulasi adalah dengan metode pengukuran
suhu. Suhu tubuh wanita diukur setiap pagi. Suhu menjadi rendah selama menstruasi, kemudian
akan naik. Pada kira-kira pertengahan daur, tiba-tiba suhu turun dan diikuti oleh kenaikan suhu.
Turun dan menaiknya suhu menandakan terjadinya ovulasi. Selain pengukuran suhu tubuh untuk
mengetahui waktu ovulasi adalah dengan indikator berupa sifat lendir serviks.

Adapun peristiwa yang terjadi selama masa ovulasi antara lain (Fatmayanti et al. 2022)

a. Peningkatan estrogen dari folikel dominan memicu lonjakan jumlah LH yang diproduksi oleh
otak sehingga menyebabkan folikel dominan melepaskan sel telur dari dalam ovarium.

b. Sel telur dilepaskan (proses ini disebut sebagai ovulasi) dan ditangkap oleh ujung-ujung tuba
fallopi yang mirip dengan tangan (fimbria). Fimbria kemudian menyapu telur masuk ke dalam
tuba fallopi. Sel telur akan melewati tuba Fallopi selama 2-3 hari setelah ovulasi.

c. Selama tahap ini terjadi pula peningkatan jumlah dan kekentalan lendir serviks. Jika seorang
wanita melakukan hubungan intim pada masa ini, lendir yang kental akan menangkap sperma
pria, memeliharanya, dan membantunya bergerak ke atas menuju sel telur untuk melakukan
fertilisasi.

6. Perubahan Hormonal Setelah Fertilisasi.

Setelah implantasi, zigot mensekresikan human chorionic gonadotropin (HCG), yang serupa
dengan LH dan menimbulkan efek yang sama. HCG ini menyebabkan korpus luteum terus
berproliferasi dan mensekresikan kadar progesteron yang semakin meningkat, sehingga
endometrium dipertahankan. Hal inilah yang menyebabkan berhentinya daur menstruasi.

Sumber :

Amelia, P, dan Cholifa,. (2018). Buku Ajar Biologi Reproduksi. Sidoarjo : UMSIDA Press
Ernawati., Fajrin, D et al. (2023). Kupaa Tuntas Ginekologi dan Infertilitas. Malang: Rena Cipta
Mandiri

Fatmayanti, A., Anggraini, E., dkk. (2022). Padang: PT Global Eksekutif Teknologi

Anda mungkin juga menyukai