Anda di halaman 1dari 31

MACAM MACAM HAK KEBENDAAN

Disusun oleh:

1. Nurbaya (2210101004)
2. Novita Nilam Cahya (2220101041)

Dosen Pengampuh
HIJRIYANA SAFITRI S.H., M.H

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN PATAH PALEMBANG
2023/2024
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT, Tuhan sumber segala ilmu
pengetahuan yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga
makalah ini dapat diselesaikan dengan baik tepat pada waktunya.
Shalawat dan salam selalu terlimpahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat
rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna
memenuhi tugas mata kuliah Perdata Hukum. Tidak lupa penulis
sampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam pembuatan makalah ini, karena berkatnya lah kami dapat
menyusun makalah ini.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas kaitannya


dengan Kaidah , yang penulis sajikan dari berbagai sumber informasi dan
referensi. Makalah ini disusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang
datang dari diri sendiri maupun yang datang dari luar. Namun dengan
penuh kesabaran dan pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas


dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya teman-
teman. Penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari sempurna. Untuk itu, penulis menerima berbagai saran maupun
kritikan yang bersifat membangun. Akhir kata penulis mengucapkan terima
kasih, semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca.

Palembang, 10 November 2023

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................1
DAFTAR ISI.................................................................................................................2
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................1
C. Tujuan Masalah....................................................................................................1
BAB II............................................................................................................................2
PEMBAHASAN...........................................................................................................2
A. MACAM-MACAM HAK KEBENDAAN....................................................2
1. Hak Bezit.............................................................................................................2
2. Hak Eigendom/Hak Milik..................................................................................5
3. Hak Servituut....................................................................................................10
4. Hak Opstal........................................................................................................12
5. Hak Erfpacht....................................................................................................13
6. Hak Pakai Hasil................................................................................................14
7. Hak Gadai.........................................................................................................15
8. Hak Hipotik.......................................................................................................18
9. Hak Istimewa (Privilege).................................................................................21
10. Hak Reklame......................................................................................................23
11. Hak Retentie.......................................................................................................24
BAB III........................................................................................................................25
PENUTUP...................................................................................................................25
A. Kesimpulan..........................................................................................................25
B. Saran....................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................27

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbicara dengan hukum benda, kita berbicara tentang hukum antar

warga negara dengan warga negara yang lain, didalam makalah yang berjudul

tentang hukum benda yang mengatur segala peraturan menurut Kitab Undang-

undang Hukum Perdata disini saya akan mencoba membahasnya sedikit demi

sedikit sesuai dengan kemampuan yang saya miliki. Hukum kebendaan

termasuk pada sub system hukum perdata. Pengertian hukum perdata adalah

hukum yang mengatur hubungan hokum antara individu dengan masyarakat

lain, individu dengan Negara. Hukum perdata mengatur hak dan kewajiban

seseorang dengan lingkungan kehidupannya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja Hak kebendaan dan macam-macamnya?


2. Apa saja Macam-Macam Hak Pekarangan?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk Mengetahui Apa Saja Hak Kebendaan dan Macam-macamnya.


2. Untuk Mengetahui Apa saja Macam Macam Hak pekarangan.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. MACAM-MACAM HAK KEBENDAAN

1. Hak Bezit

a. Pengertian Bezit
1) Menurut KUHPdt
Bezit diterjemahkan dengan kedudukan berkuasa, yaitu kedudukan
seseorang yang menguasai suatu kebendaan baik dengan diri sendiri
maupun dengan perantaraan orang lain dan yang mempertahankan atau
menikmatinya selaku orang yang memiliki kebendaan itu (pasal 529
KUHPdt)1
2) Menurut Prof Subekti, SH
Bezit adalah suatu keadaan lahir, dimana seorang menguasai suatu
benda seorang – olah kepunyaannya sendiri yang oleh hukum
diperlindungi, dengan tidak mempersoalkan hak milik atas benda itu
sebenarnya ada pada siapa.
3) Menurut Prof Dr. Sri Soedewi Macjchoen Sofwan, SH
Dengan mengacu pada Pasal 529 KUHPdt, maka bezit ialah
keadaan memegang atau menikmati sesuatu benda di mana seseorang
menguasainya, baik secara sendiri ataupun perantaraan orang lain, seolah
– olah itu adalah kepunyaan sendiri.

Dari defenisi ditas dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud


dengan bezit adalah hak seseorang yang menguasai suatu benda, baik
langsung maupun dengan perantaraan orang lain untuk bertindak seolah –
olah benda itu kepunyaan sendiri.
b. Bezit jujur dan bezit tidak jujur
Pada dasarnya, suatu bezit itu dapat berada di tangan pemilik benda
itu atau dapat pula berada ditangan orang lain. Jika orang itu mengira
1
P.N.H.Simanjuntak.Hukum Perdata Indonesia.Kencana,Jakarta,2015. 184

4
bahwa benda yang dikuasainya adalah miliknya sendiri (misalnya ia
memperoleh

5
3

karena ia membeli secara sah, karena pewarisan dan sebagainya), maka


bezitter yang demikian itu disebut dengan "bezit te goeder trouw" atau
bezit yang jujur (Pasal 531 KUHPdt). Sebaliknya, apabila ia mengetahui
bahwa benda yang ada padanya itu bukan miliknya (misalnya ia
mengetahui bahwa benda itu berasal dari pencurian) maka bezitter yang
demikian disebut dengan -bezit Trader trouv" atau bezit yang tidak jujur
(Pasal 532 KUHPdt).
Baik bezitter yang jujur maupun bezitter yang tidak jujur kedua-duanya
mendapat perlindungan hukum. Dalam hukum berlaku satu asas, bahwa
“kejujuran” itu dianggap selalu ada pada setiap orang, sedangkan “
ketidakjujuran“ itu harus dibuktikan. Dengan demikian, menurut ketentuan
Pasal 533 mengemukakan bahwa sesuatu bezit itu adalah tidak jujur, maka
iawajib membuktikannya.
c. Syarat – syarat adanya bezit
Untuk adanya suatu bezit, haruslah dipenuhi syarat – syarat , yaitu :
1) Adanya Corpus, yaitu harus ada hubungan antara orang yang
bersangkutan dengan bendanya
2) Adanya Animus, yaitu hubungan antara orang dengan benda itu harus
dikehendaki oleh orang tersebut.

Dengan demikian, untuk adanya bezit harus ada dua unsur yaitu
kekuasaan atas suatu benda dan kemauan untuk memilikinya benda
tersebut. Dalam hal ini, bezit harus dibedakan dengan “detentie”, dimana
seseorang menguasai suatu benda berdasarkan hubungan hukum tertentu
dengan orang lain (pemilik dari benda itu). Jadi. Seorang detentor tidak
mempunyai kemauan untuk memiliki benda itu bagi dirinya sendiri.

d. Fungsi bezit
Pada dasarnya, bezit mempunyai dua fungsi, yaitu :
1) Fungsi polisionil
Bezit itu mendapat perlindungan hukum tanpa mempersoalkan hak
milik atas benda tersebut sebenarnya ada pada siapa. Jadi siapa yang
membezit sesuatu benda, maka ia mendapat perlindungan dari hukum
sampai terbukti bahwa ia sebenarnya tidak berhak. Dengan demikian ,
4

bagi yang merasa haknya dilanggar, maka ia harus meminta


penyelesaiannya melalui polisi atau pengadilan. Inilah yang dimaksud
dengan fungi polisionil yang ada pada setiap bezit.

2) Fungsi zakkenrectelijk
Bezitter yang telah membezit suatu benda dan telah berjalan
untuk beberapa waktu tertentu tanpa adanya proses dari pemilik
sebelumnya, maka bezit itu berubah menjadi hak milik melalui
lembaga verjaring (lewat waktu / daluwarsa). Inilah yang dimaksud
dengan fungsi zakenrectelijk dan fungsi ini tidak ada pada setiap bezit

e. Cara memperoleh bezit


Menurut ketentuan Pasal 538 KUHPdt, bezit (kedudukan berkuasa)
atas sesuatu kebendaan diperoleh dengan cara melakukan perbuatan
menarik kebendaan itu dalam kekuasaannya, dengan maksud
mempertahankannya untuk diri sendiri. Menurut ketentuan Pasal 540
KUHPdt, cara-cara memperoleh bezit dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu :
1) dengan jalan occupation
Memperoleh bezit jalan dengan occupatio ( pengambilan
benda ) artinya ia memperoleh bezit tanpa bantuan dari orang yang
membezit lebih dahulu. Jadi bezit diperoleh karena perbuatannya
sendiri yang mengambil barang secara langsung.
2) dengan jalan tradition
Memperoleh bezit dengan jalan tradition (pengoperan) artinya
ialah memperoleh bezit dengan bantuan dari orang yang membezit
lebih dahulu. Jadi bezit diperoleh karena penyerahan dari orang lain
yang sudah menguasainya terlebih dahulu.
Di samping dua cara di atas, bezit juga dapat diperoleh karena
adanya warisan. Menurut Pasal 541 KUHPdt, bahwa segala sesuatu bezit
yang merupakan bezit dari seorang yang telah meninggal dunia beralih
kepada ahli warisnya dengan segala sifat dan cacad-cacadnya. Menurut
Pasal 593 KUHPdt, orang yang sakit ingatan tidak dapat memperoleh
5

bezit, tetapi anak yang belum dewasa dan perempuan yang telah menikah
dapat memperoleh bezit.

f. Hapusnya Bezit
Pada dasarnya, orang bisa kehilangan bezit apabila
1) kekuasaan atas benda itu berpindah pada orang lain, baik secara
diserahkan maupun karena diambil oleh orang lain
2) Benda yang dikuasainya nyata telah ditinggalkan.2

2. Hak Eigendom/Hak Milik

a. Pengertian Eigendom
1) Menurut KUHPdt
Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu
kebendaan dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan
itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bertentangan dengan undang-
undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang
berhak menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain;
kesemuanya itu dengan tak mengurangi kemungkinan akan pencabutan
hak itu demi kepentingan umum berdasar atas ketentuan undang-undang
dan dengan pembayaran ganti-rugi (Pasal 570 KUHPdt).
2) Menurut Prof. Subekti, SH
Eigendom adalah hak yang paling sempurna atas suatu benda.
Seseorang yang mempunyai hak eigendom (milik) atas suatu benda dapat
berbuat apa saja dengan benda itu (menjual, menggadaikan, memberikan,
bahkan merusak), asal saja ia tidak melanggar undang-undang atau hak
orang lain.

3) Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, S.H.,


Dengan mengacu pada Pasal 570 KUHPdt, hak milik adalah hak
untuk menikmati suatu benda dengan sepenuhnya dan untuk menguasai
benda itu dengan sebebas-bebasnya, asal tak dipergunakan bertentangan
2
P.N.H. Simanjuntak,S.H.,M.Kn. Hukum Perdata Indonesia.Kencana,Jakarta 2015. 182-187.
6

dengan undang-undang atau peraturan umum yang diadakan oleh


kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk itu dan asal tidak
menimbulkan gangguan terhadap hak-hak orang lain; kesemuanya itu
dengan tak mengurangi kemungkinan adanya pencabutan hak itu untuk
kepentingan umum, dengan pembayaran pengganti kerugian yang layak
dan menurut ketentuan undang-undang.

Melihat perumusan di atas dapat disimpulkan, bahwa hak milik


adalah hak milik adalah hal yang paling utama jika dibandingkan dengan
hak – hak kebendaan yang lain. Karena yang berhak itu dapat
menikmatinya dengan sepenuhnya dan menguasainya dengan sebebas-
bebasnya. Hak milik ini tidak dapat diganggu gugat.

b. Ciri-ciri hak milik


Menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, yang merupakan
ciri-ciri dari hak milik itu ialah:
1) Hak milik itu selalu merupakan hak induk terhadap hak-hak
kebendaan yang lain. Sedangkan hak-hak kebendaan yang lainnya yang
bersifat terbatas itu berkedudukan sebagai hak anak terhadap hak milik.
2) Hak milik itu ditinjau dari kuantitetnya
merupakan hak yang selengkap-lengkapnya.
3) Hak milik itu tetap sifatnya. Artinya, tidak akan lenyap
terhadap hak kebendaan yang lain. Sedang hak kebendaan yang lain
dapat lenyap jika menghadapi hak milik.
4) Hak milik itu mengandung inti (benih) dari semua hak
kebendaan yang lain. Sedang hak kebendaan yang lain itu hanya
merupakan onderdeel (bagian) saja dari hak milik. Menurut ketentuan
Pasal 574 KUHPdt, tiap pemilik sesuatu benda, berhak menuntut
kembali bendanya dari siapa saja yang menguasainya berdasarkan hak
miliknya itu.

c. Cara memperoleh hak milik


7

Menurut Pasal 584 KUHPdt, hak eigendom dapat diperoleh


dengan jalan:
1) Pendahuluan ( toeeigening)
2) Ikutan
3) Lewat waktu
4) Pewarisan ( erfopvolging), baik menurut undang – undang
maupun menurut surat wasiat
5) Penyerahan (levering) berdasarkan suatu peristiwa perdata
untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seseorang yang berhak
berbuat bebas terhadap benda itu.

Sedangkan menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, cara


memperoleh hak milik di luar Pasal 584 KUHPdt yang diatur oleh
Undang-Undang adalah:
1) Penjadian benda (zaaksvorming);
2) Penarikan buahnya (vruchttrekking);
3) Persatuan benda (vereniging);
4) Pencabutan hak (onteigening);
5) Perampasan (verbeurdverklaring);
6) Pencampuran harta {boedelmenging);
7) Pembubaran dari sebuah badan hukum;
8) Abandonnement (dijumpai dalam Hukum Perdata Laut - Pasal
663 KUHD)

d. Memperoleh hak milik dengan lewat waktu (Verjaring)


Lewat waktu adalah salah satu cara untuk memperoleh hak milik
atas suatu benda. Lewat waktu (verjaring) ini ada dua macam, yaitu:
1) Acquisitieve verjaring, yaitu lewat waktu sebagai alat untuk
memperoleh hak-hak kebendaan (di antaranya hak milik).
2) Extinctieve verjaring, yaitu lewat waktu sebagai alat untuk
dibebaskan dari suatu perutangan.
Untuk memperoleh hak milik dengan lewat waktu (acquisitieve
verjaring) adalah:
1) Harus ada bezit sebagai pemilik;
8

2) Bezitnya itu harus te goeder trouw;


3) Membezitnya itu harus terus-menerus dan tak terputus;
4) Membezitnya harus tidak terganggu;
5) Membezitnya harus diketahui oleh umum;
6) Membezitnya harus selama waktu 20 tahun atau 30 tahun;
7) 20 tahun dalam hal ada alas hak yang sah, 30 tahun dalam al
tidak ada alas hak.

e. Memperoleh hak milik dengan penyerahan (Levering)


Menurut Hukum Perdata, yang dimaksud dengan penyerahan
ialah penyerahan suatu benda oleh pemilik atau atas namanya - kepada
orang lain, sehingga orang lain ini memperoleh hak milik atas benda
itu. Sedangkan menurut Prof. Subekti, per kataan penyerahan
mempunyai dua arti, yaitu:
1) Perbuatan yang berupa penyerahan kekuasaan
belaka (feitelijke levering).
2) Perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak milik
kepada orang lain (juridische levering).

Jadi dapat disimpulkan, bahwa hak milik atas suatu benda baru
beralih kepada orang lain, apabila telah terjadi penyerahan bendanya.
Tetapi, cara untuk melakukan penyerahan atas benda itu dapat dibedakan
sesuai dengan sifat benda yang akan diserahkan. Menurut Pasal 612
KUHPdt, untuk benda bergerak yang berwujud, penyerahan dapat
dilakukan dengan cara:
1) Penyerahan nyata (feitelijke levering).
2) Penyerahan kunci dari tempat di mana benda itu berada.

Di samping itu, ada dua bentuk penyerahan lainnya, yaitu:


1) Traditio brevi manu (penyerahan dengan tangan pendek).
2) Constitutumpessessorium (penyerahan dengan melanjutkan
penguasaan atas bendanya).
Sebaliknya penyerahan atas benda bergerak yang tak berwujud dapat di
lakukan dengan cara:
9

1) Penyerahan dari piutang atas nama, yang dilakukan dengan cessie,


yaitu dengan cara membuat akta otentik atau akta di bawah tangan (Pasal
613 ayat 1 KUHPdt).
2) Penyerahan dari surat piutang atas bawa, yang dilakukan dengan
penyerahan nyata (Pasal 613 ayat 3 KUHPdt).
3) Penyerahan dari piutang atas pengganti, yang dilakukan dengan
penyerahan surat disertai dengan endosemen (Pasal 613 ayat 3 KUHPdt).

Penyerahan terhadap benda tidak bergerak dilakukan dengan cara


balik nama. Menurut Prof. Subekti, pemindahan hak milik atas benda yang
tak bergerak ini tidak cukup dilaksanakan dengan pengoperan kekuasaan
belaka, melainkan harus pula dibuat suatu surat penyerahan ("akte van
transport") yang harus dikutip dalam daftar eigendom. Sebaliknya,
terhadap benda yang bergerak, levering lazimnya berupa penyerahan dari
tangan ke tangan.
Menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,
untuk sah nya penyerahan itu harus memenuhi syarat-syarat tertentu,
yaitu:
a. Harus ada perjanjian yang zakelijk.
b.Harus ada titel (alas hak).
c. Harus dilakukan oleh orang yang berwenang menguasai benda-benda
tadi (orang yang beschikkingsbevoegd).
d.Harus ada penyerahan nyata.

Menurut sistem KUHPer, suatu pemindahan hak terdiri atas dua macam,
yaitu:
1) Perjanjian obligatoir ialah perjanjian yang bertujuan memindahkan
hak, misalnya: perjanjian jual-beli, dan sebagainya.
2) Perjanjian zakelijk ialah perjanjian yang menyebabkan pindahnya hak-
hak kebendaan, misalnya: hak milik, bezit, dan sebagainya.

Selanjutnya mengenai sah atau tidaknya suatu penyerahan itu dapat


dilihat dari dua pendapat di bawah ini:
1) Menurut Causaal Stelsel,
10

Sah atau tidaknya suatu pemindahan hak milik itu digantungkan pada sah
atau tidaknya perjanjian obligatoir, misalnya: perjanjian jual-beli atau
perjanjian schenking, dan sebagainya. Jadi dengan kata lain, untuk sahnya
penyerahan itu, diperlukan titel yang nyata.
2) Menurut Abstract Stelsel
Untuk sah atau tidaknya suatu pemindahan hak milik itu tidak
digantungkan pada sah atau tidaknya perjanjian obligatoir. Jadi dengan
kata lain, untuk sahnya penyerahan itu, tidak perlu adanya titel yang nyata
dan cukup asal ada titel anggapan saja.
f. Hak milik bersama (Medeeigendom)
Biasanya, sebuah benda hanya dimiliki oleh seorang pemilik. Tetapi
ada kemungkinan lain, bahwa benda itu dapat dimiliki oleh dua orang atau
lebih. Kalau benda itu dimiliki oleh lebih dari seorang, maka hak ini
disebut dengan hak milik bersama atas sesuatu benda. Mengenai hak milik
bersama ini menurut KUHPdt dapat dibagi menjadi dua macam , yaitu :
1) Hak milik bersama yang bebas
2) Hak milik bersama yang terikat

g. Hapusnya hak milik


Pada dasarnya seseorang yang dapat kehilangan hal miliknya apabila :
1) seseorang memperoleh hak milik itu melalui salah satu cara
untuk memperoleh hak milik
2) Binasanya benda itu
3) Pemilik hak milik (eigenaar) melepaskan benda itu3

3. Hak Servituut

a. Pengertian hak servituut


1) Menurut KUHPdt,
Hak servituut disebut juga dengan pengabdian pekarangan,
yaitu suatu beban yang diberikan kepada pekarangan milik orang yang

3
P.N.H. Simanjuntak, S.H.,M.Kn. Hukum Perdata Indonesia.Kencana,Jakarta
2015.187-191.
11

satu, untuk digunakan bagi dan demi kemanfaatan pekarangan milik


orang yang lain (Pasal 674 ayat 1 KUHPdt).
2) Menurut Prof. Subekti, S.H.,
Yang dimaksud dengan "erfdienstbaarheitf atau "ser-vituut"
ialah suatu beban yang diletakkan di atas suatu pekarangan untuk
keperluan suatu pekarangan lain yang berbatasan. Dengan demikian
dapat disimpulkan, bahwa hak servituut atau hak pekarangan adalah
suatu beban yang diletakkan di atas suatu pekarangan untuk keperluan
suatu pekarangan lain.

b. Macam-macam hak pekarangan


Menurut Pasal 677-678 KUHPer, hak pekarangan (servituut)
ini dapat dibedakan :
1) Hak pekarangan abadi, yaitu hak tersebut dapat dilangsung-kan
secara terus-menerus, tanpa bantuan orang lain atau manusia, misalnya:
hak mengalirkan air, hak atas peman-dangan ke luar, dan sebagainya.
2) Hak pekarangan tak abadi, yaitu hak tersebut dalam peng-
gunaannya memerlukan sesuatu perbuatan manusia, misalnya: hak
melintas pekarangan, hak mengambil air, dan sebagainya.
3) Hak pekarangan yang nampak, yaitu hak terhadap suatu benda
yang nampak, misalnya: pintu, jendela, pipa air, dan sebagainya.
4) Hak pekarangan yang tak nampak, yaitu hak terhadap tanda-
tanda yang tak nampak, misalnya: larangan untuk mendirikan
bangunan di sebuah pekarangan.4

c. Syarat-syarat hak pekarangan


Hak pekarangan (servituut) baru dianggap sah, apabila telah memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
1) Harus ada dua halaman, yang letaknya saling berdekatan,
dibangun atau tidak dibangun dan yang dimiliki oleh berbagai pihak.
2) Kemanfaatan dari hak pekarangan itu harus dapat dinikmati atau dapat
berguna bagi berbagai pihak yang memiliki halaman tadi.

4
12

3) Hak pekarangan harus bertujuan untuk meninggalkan kemanfaatan dari


halaman penguasa.
4) Beban yang diberatkan itu harus senantiasa bersifat menanggung
sesuatu.
5) Kewajiban-kewajiban yang timbul dalam hak pekarangan itu hanya
dapat ada dalam hal membolehkan sesuatu, atau tidak membolehkan
sesuatu.

d. Timbulnya hak pekarangan


Menurut Pasal 695 KUHPdt, hak pekarangan timbul karena:
1) Suatu perbuatan perdata
2) Lewat waktu.

e. Hapusnya hak pekarangan


Hak pekarangan hapus karena:
1) Kedua pekarangan itu jatuh ke tangan satu orang (Pasal 706 KUHPdt).
2) Selama 30 tahun berturut-turut tidak dipergunakan (Pasal 707
KUHPdt).

4. Hak Opstal

a. Pengertian hak opstal


Prof. Subekti mengutarakan pendapatnya tentang pengertian hak opstal
dengan mengacu pada Pasal 711 KUHPdt, yaitu adalah suatu hak untuk
memiliki bangunan-bangunan atau tanaman-tanaman di atas tanahnya orang
lain.5 Sebaliknya menurut Pasal 711 KUHPdt, hak opstal disebut juga
dengan hak numpang-karang, yaitu adalah suatu hak kebendaan untuk
mempunyai gedung-gedung, bangunan-bangunan dan penanaman di atas
pekarangan orang lain. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa yang
dimaksud dengan hak opstal adalah hak untuk memiliki bangunan-bangunan
atau tanaman di atas tanah orang lain.
Hak opstal ini dapat dipindahkan pada orang lain atau dapat dipakai
sebagai hipotik dan atau hak tanggungan, di mana hak ini diperoleh karena
perbuatan perdata (Pasal 713 KUHPdt).

5
P.N.H.Simanjuntak.Hukum Perdata Indonesia.Kencana,Jakarta,2015. 194
13

b. Hapusnya hak opstal


Menurut Pasal 718-719 KUHPdt, hak opstal dapat hapus karena:
1) Hak opstal jatuh ke dalam satu tangan.
2) Musnahnya pekarangan.
3) Selama 30 tahun tidak dipergunakan.
4) Waktu yang diperjanjikan telah lampau.
5) Diakhiri oleh pemilik tanah. Pengakhiran ini hanya dapat
dilakukan setelah hak tersebut paling sedikit sudah dipergunakan selama
30 tahun, dan harus didahului dengan suatu pemberitahuan paling sedikit
1 tahun sebelumnya.

5. Hak Erfpacht

a. Pengertian hak erfpacht


Menurut Pasal 720 ayat (1) KUHPdt itu sendiri adalah suatu hak
kebendaan untuk menikmati sepenuhnya akan kegunaan suatu barang tak
bergerak milik orang lain, dengan kewajiban akan membayar upeti tahunan
kepada si pemilik sebagai pengakuan akan kepemilikannya, baik berupa
uang, baik berupa hasil atau pendapatan. Prof. Subekti mengutarakan
pendapat-nya tentang pengertian hak erfpacht dengan mengacu pada Pasal
720 KUHPer, yaitu suatu hak kebendaan untuk menarik penghasilan seluas-
luasnya untuk waktu yang lama dari sebidang tanah milik orang lain dengan
kewajiban membayar sejumlah uang atau penghasilan tiap-tiap tahun, yang
dinamakan "pachf atau "canon".6

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan


hak erfpacht (hak guna usaha) adalah hak kebendaan untuk menikmati
sepenuhnya untuk waktu yang lama dari sebidang tanah milik orang lain,
dengan kewajiban membayar sejumlah uang atau penghasilan tiap-tiap
tahun. Hak erfpacht ini dapat juga dijual atau dipakai sebagai jaminan
hutang (hipotik).

b. Berakhirnya hak erfpacht

6
P.N.H.Simanjuntak.Hukum Perdata Indonesia.Kencana,Jakarta,2015. 195
14

Hak erfpacht ini berpindah pada para ahli warisnya apabila orang yang
mempunyai hak meninggal. Sama seperti berakhirnya hak opstal, maka
menurut Pasal 736 KUHPdt, hak erfpacht ini dapat hapus karena :
1) Hak opstal jatuh ke dalam satu tangan.
2) Musnahnya pekarangan.
3) Selama 30 tahun tidak dipergunakan.
4) Waktu yang diperjanjikan telah lampau. 5) Diakhiri oleh pemilik
tanah.7

6. Hak Pakai Hasil

a. Pengertian hak pakai hasil


1) Menurut KUHPdt,
Hak pakai hasil adalah suatu hak kebendaan, dengan mana seorang
diperbolehkan menarik segala hasil dari sesuatu kebendaan milik orang lain,
seolah-olah dia sendiri pemilik kebendaan itu, dengan kewajiban
memeliharanya sebaik-baiknya (Pasal 756 KUHPdt).

2) Menurut Prof. Subekti, S.H.,


Dengan mengacu pada Pasal 756 KUHPdt, vruchtgebruik adalah suatu hak
kebendaan untuk menarik penghasilan dari suatu benda orang lain, seolah-
olah benda itu kepunyaannya sendiri, dengan kewajiban menjaga supaya
benda tersebut tetap dalam keadaannya semula.
3) Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, S.H.,
Dengan mengacu pada Pasal 756 KUHPdt, hak memungut hasil ialah suatu
hak untuk memungut hasil dari barang orang lain seolah-olah seperti
eigenaar dengan kewajiban untuk memelihara barang itu supaya tetap
adanya.

Dari uraian isi pasal 756 KUHPdt ini tampaklah, bahwa hak
memungut hasil (yruchtgebruik) tidak hanya memberikan hak untuk
menarik penghasilan saja, melainkan juga hak untuk memakai benda itu.

b. Cara memperoleh hak pakai hasil


7
P.N.H.Simanjuntak,S.H.,M.Kn. Hukum Perdata Indonesia,Kencana,Jakarta
2015.192-196.
15

Menurut Pasal 759 KUHPdt, hak pakai hasil ini diperoleh karena:
1) Undang-undang.
2) Kehendak si pemilik.
c. Kewajiban si pemakai hasil
Menurut ketentuan Pasal 783-784 KUHPdt, kewajiban-kewajiban
daripada orang yang mempunyai hak pakai hasil (vruchtgebruiker) adalah
sebagai berikut:
1) Membuat catatan/daftar pada waktu ia menerima haknya.
2) Menanggung segala biaya pemeliharaan dan perbaikan yang
biasa.
3) Memelihara benda itu sebaik-baiknya dan menyerahkannya
dalam keadaan yang baik apabila hak itu berakhir. Apabila ia melalaikan
kewajibannya tersebut, maka ia dapat dituntut untuk mengganti kerugian.

d. Hapusnya hak pakai hasil


Menurut Pasal 807 KUHPdt, hak pakai hasil (hak memungut hasil)
hapus karena:
1) Meninggalnya si pemakai.
2) Tenggang waktu yang diberikan telah lewat
waktu atau telah terpenuhkan.
3) Percampuran, yaitu apabila hak milik dan hak pakai hasil
berada di tangan satu orang.
4) Pelepasan hak oleh si pemakai kepada pemilik.
5) Kadaluwarsa, yaitu apabila si pemakai selama 30 tahun tak
mempergunakan haknya.
6) Musnahnya benda itu seluruhnya.8

7. Hak Gadai

a. Pengertian hak gadai


1) Menurut KUHPdt
Gadai adalah suatu hak kebendaan yang diperoleh seorang
berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh

8
Soedewi Mascjhoen Sofwan, Sri: Hukum Perdata Hukum Benda. 119
16

seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang
memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil
pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang
berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang
tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah
barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan (Pasal 1150
KUHPdt).

2) Menurut Prof. Subekti, S.H.,


Dengan mengacu pada Pasal 1150 KUHPdt, pandrecht adalah suatu
hak kebendaan atas suatu benda yang bergerak kepunyaan orang lain, yang
semata-mata diperjanjikan dengan menyerahkan bezit atas benda tersebut,
dengan tujuan untuk mengambil pelunasan suatu hutang dari pendapatan
penjualan benda itu, lebih dahulu dari penagih-penagih lainnya.

3) Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, S.H.,


Gadai ialah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang
bergerak, yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas
namanya untuk menjamin suatu utang, dan yang memberikan kewenangan
kepada kreditur untuk mendapat pelunasan dari barang tersebut lebih
dahulu dari kreditur-kreditur lainnya, terkecuali biaya-biaya untuk
melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk
memelihara benda itu, biaya-biaya mana harus didahulukan.

b. Sifat-sifat hak gadai


Hak gadai ini bersifat accessoir, yaitu merupakan tambahan saja dari
perjanjian pokok yang berupa perjanjian pinjaman uang. Ini dimaksudkan
untuk menjaga jangan sampai si ber-utang itu lalai membayar kembali
utangnya. Menurut Pasal 1160 KUHPdt, hak gadai ini tidak dapat dibagi-bagi.
Artinya, se-bagian hak gadai itu tidak menjadi hapus dengan dibayarnya
sebagian dari utang. Gadai tetap meletak atas seluruh benda-nya.
17

c. Syarat-syarat timbulnya hak gadai


Hak gadai lahir dengan penyerahan kekuasaan atas barang yang
dijadikan tanggungan pada pemegang gadai. Hak atas barang gadai ini
dapat pula ditaruh di bawah kekuasaan seorang pihak ketiga atas
persetujuan kedua belah pihak yang berkepentingan (Pasal 1152 ayat 1
KUHPdt). Selanjutnya menurut Pasal 1152 ayat (2) KUHPdt, gadai tidak
sah jika bendanya dibiarkan tetap berada dalam kekuasaan si pemberi gadai
(si berutang).

d. Obyek hak gadai


Yang dapat dijadikan obyek dari hak gadai ialah semua benda yang
bergerak, yaitu:
1) Benda bergerak yang berwujud.
2) Benda bergerak yang tak berwujud, yaitu berupa pelbagai hak
untuk mendapatkan pembayaran utang, yaitu yang berwujud:
a) Surat-surat piutang atas pembawa.
b) Surat-surat piutang atas tunjuk.
c) Surat-surat piutang atas nama.

e. Hak si pemegang hak gadai


Hak-hak dari si pemegang hak gadai adalah sebagai berikut:
1) Si pemegang gadai berhak untuk menggadaikan lagi barang gadai itu,
apabila hak itu sudah menjadi kebiasaan, seperti halnya dengan
penggadaian surat-surat sero atau obligasi (Pasal 1155 KUHPdt).
2) Apabila si pemberi gadai (si berutang) melakukan wanprestasi, maka si
pemegang gadai (si berpiutang) berhak untuk menjual barang yang
digadaikan itu; dan kemudian mengambil pelunasan utang dari hasil
penjualan barang itu. Penjualan barang itu dapat dilakukan sendiri atau
dapat juga meminta perantaraan hakim (Pasal 1156 ayat 1 KUHPdt).
3) Si pemegang gadai berhak untuk mendapatkan ganti biaya-biaya yang
telah ia keluarkan untuk menyelamatkan barang yang digadaikan itu (Pasal
1157 ayat 2).
18

4) Si pemegang gadai berhak untuk menahan barang yang digadaikan


sampai pada waktu utang dilunasi, baik yang mengenai jumlah pokok
maupun bunga (Pasal 1159 ayat 1 KUHPer).

f. Kewajiban si pemegang gadai


Seorang pemegang gadai mempunyai kewajiban-kewajiban sebagai
berikut:
1) Si pemegang gadai wajib memberitahukan pada orang yang berutang
apabila ia hendak menjual barang gadainya (Pasal 1156 ayat 2 KUHPdt).
2) Si pemegang gadai bertanggung jawab atas hilangnya atau merosotnya
harga barang yang digadaikan, jika itu semua terjadi karena kelalaiannya
(Pasal 1157 ayat 1 KUHPdt).
3) Si pemegang gadai harus memberikan perhitungan ten-tang pendapatan
penjualan itu dan setelah ia mengambil pelunasan utangnya, maka ia harus
menyerahkan kelebihannya pada si berutang (Pasal 1158 KUHPdt).
4) Si pemegang gadai harus mengembalikan barang gadai, apabila
utang pokok, bunga dan biaya untuk menyelamatkan barang gadai telah
dibayar lunas (Pasal 1159 KUHPdt). Apabila si pemberi gadai (si
beutang) tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya, maka tak
diperkenankanlah si berpiutang memiliki barang yang digadaikan. Segala
janji yang bertentangan dengan ini adalah batal (Pasal 1154 ).

g. Hapusnya hak gadai


Pada dasarnya, hak gadai dapat hapus karena:
1) Seluruh utangnya sudah dibayar lunas.
2) Barang gadai hilang/musnah.
3) Barang gadai ke luar dari kekuasaan si penerima gadai. 4)
Barang gadai dilepaskan secara sukarela.9

8. Hak Hipotik

a. Pengertian hipotik
1) Menurut KUHPdt,

9
P.N.H.Simanjuntak.Hukum Perdata Indonesia.Kencana,Jakarta,2015. 199
19

Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak


bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan
suatu perikatan (Pasal 1162).

2) Menurut Prof. Subekti, S.H.,


Dengan mengacu dari Pasal 1162 KUHPdt, hipotik adalah suatu
hak kebendaan atas suatu benda tak bergerak, bertujuan untuk
mengambil pelunasan suatu utang dari (pendapatan penjualan) benda itu.
3) Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, S.H.,
Dengan mengacu pada Pasal 1162 KUHPdt, hipotik adalah
suatu hak kebendaan atas benda tak bergerak, untuk mengambil
penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perutangan {verbintenis).

b. Sifat dari hipotik


Sama seperti halnya dengan hak gadai, hipotik sifatnya adalah
accessoir, yaitu adanya tergantung pada perjanjian pokok. Pada
dasarnya, hipotik mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1) Hipotik lebih didahulukan pemenuhannya dari piutang yang
lain atau droit depreference (Pasal 1133 KUHPdt).
2) Hipotik itu tak dapat dibagi-bagi dan meletak di atas seluruh
benda yang menjadi obyeknya (Pasal 1163 ayat 1 KUHPdt).
3) Hak hipotik itu senantiasa mengikuti bendanya dalam tang-an
siapa benda itu berada atau droit de suite (Pasal 1163 ayat 2 KUHPdt).
4) Obyek hipotik adalah benda-benda tetap, yaitu yang dapat
dipakai sebagai jaminan adalah benda-benda tetap, baik yang berwujud
maupun yang berupa hak-hak atas tanah (Pasal 1164 KUHPdt).
5) Hak hipotik hanya berisi hak untuk pelunasan utang saja dan
tidak mengandung hak untuk menguasai/memiliki bendanya.

c. Subyek dan obyek hipotik


Suatu hipotik hanya dapat diberikan oleh pemilik benda itu (Pasal
1168 KUHPdt). Sedangkan yang dapat dijadikan obyek hipotik adalah
20

benda yang tak bergerak. Menurut Pasal 1164 KUHPdt, yang dapat
dibebani dengan hipotik adalah:
1) Benda-benda tak bergerak.
2) Hak pakai hasil atas benda tersebut.
3) Hak opstal dan hak erfpacht.
4) Bunga tanah.
5) Bunga sepersepuluh.
6) Pasar-pasar yang diakui oleh Pemerintah beserta hak istimewa
yang melekat padanya.

Di luar Pasal 1164 KUHPer yang dapat dibebani hipotik ialah


1) Bagian yang tak dapat dibagi-bagi dalam benda tak bergerak yang
merupakan hak milik bersama (hak milik bersama yang bebas). f 2) Kapal
(diatur dalam KUHD). Selanjutnya menurut Pasal 1167 KUHPdt, benda
bergerak tidak dapat dibebani dengan hipotik.

d. Syarat-syarat hipotik
Cara untuk mengadakan hipotik harus memenuhi syarat-syarat
tertentu, yaitu:
1) Harus dengan akta notaris, kecuali dalam hal-hal yang dengan
tegas ditunjuk undang-undang (Pasal 1171 KUHPdt).
2) Harus didaftarkan ke Kantor Balik Nama (Pasal 1179
KUHPdt).

e. Asas-asas hipotik
Menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, ada dua asas dalam
hipotik, yaitu:
1) Asas publiciteit
Yaitu asas yang mengharuskan bahwa hipotik itu harus didaftarkan pada
pegawai pembalikan nama, yaitu pada kantor kadaster. Yang didaftarkan
ialah akte dari hipotik itu.
2) Asas specialiteit
21

Yaitu asas yang menghendaki, bahwa hipotik hanya dapat diadakan atas
benda-benda yang ditunjukkan secara khusus untuk dipakai sebagai
tanggungan.

f. Hapusnya hipotik
Menurut Pasal 1209 KUHPdt, hak hipotik dapat hapus karena:
1) Hapusnya perikatan pokoknya.
2) Si berpiutang melepaskan hipotiknya. 3) Penetapan
tingkat oleh hakim.

g. Perbedaan antara gadai dan hipotik


Pada dasarnya, antara gadai dengan hipotik terdapat perbedaan, yaitu
antara lain:
1) Pada gadai, benda jaminannya adalah benda bergerak, sedangkan pada
hipotik adalah benda tak bergerak.
2) Gadai harus disertai dengan penyerahan kekuasaan atas benda yang
dijadikan gadai, sedangkan pada hipotik syarat yang demikian tidak ada.
3) Perjanjian gadai dapat dibuat secara bebas dan tidak terikat pada
bentuk tertentu, sedangkan pada perjanjian hipotik harus dibuat dengan akte
otentik.
4) Pada gadai, lazimnya benda jaminan hanya digadaikan satu kali,
sedangkan pada hipotik, benda yang dipakai sebagai jaminan dapat
dihipotikkan lebih dari satu kali.
Dari penguraian tentang hipotik ini, jika dikaitkan dengan
pembebanannya atas tanah dan benda-benda yang ada di atas tanah, sejak
berlakunya Undang-undang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996, dinyatakan
tidak berlaku lagi ketentuan yang mengatur tentang hipotik tersebut yang
terdapat dalam KUHPdt, kecuali seperti pesawat terbang dan kapal laut, dapat
dipedomani ketentuan KUHPdt tersebut10.

9. Hak Istimewa (Privilege)

a. Pengaturan privilege

10
P.N.H. Simanjuntak,Hukum Perdata Indonesia.Kencana,Jakarta ,2015,196-
201.
22

Pada dasarnya banyak yang tidak setuju apabWa privilege di-atur


dalam Buku II KUHPdt. Menurut mereka, privilege bu-kan merupakan hak
kebendaan dan hanya merupakan hak untuk lebih mendahulukan dalam
pelunasan/pembayaran piutangnya. Lebih lanjut menurut mereka, privilege
sebaiknya bisa diatur di luar KUHPer atau diatur dalam hukum acara perdata
(dalam hal pelelangan dan kepailitan).
Menurut Prof. Subekti, meskipun privilege mempunyai sifat-sifat yang
menyerupai pand dan hypotheek, tetapi kita belum dapat menamakannya suatu
hak kebendaan, karena privilege itu barulah timbul apabila suatu kekayaan
yang telah disita ternyata tidak cukup untuk melunasi semua utang dan karena
privilege itu tidak memberikan sesuatu kekuasaan terhadap suatu benda.
Sedangkan menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, karena
privilege ini sekalipun bukan merupakan hak kebendaan dalam satu dua hal
mempunyai sifat kebendaan juga, dalam satu dua hal menunjukkan sifat droit
de suite. Privilege ini sedikit banyak memberikan jaminan juga, oleh karena
itu, maka menurut sistem hukum KUHPdt, privilege ini diatur bersama dengan
pengaturan pand dan hipotik. Lebih lanjut menurut beliau, privilege bukan
jaminan yang bersifat kebendaan dan bukan jaminan yang bersifat perorangan,
tetapi memberi jaminan juga. Privilege adalah hak terhadap benda, yaitu
terhadap benda debitur. Jika perlu benda itu dapat dilelang untuk melunasi
piutangnya. Sedangkan hak kebendaan itu adalah hak atas sesuatu benda. Jadi,
adanya privilege itu diberikan oleh undang-undang, bukan diperjanjikan
seperti gadai dan hipotik. Sedangkan menurut Pasal 1134 ayat (2) KUHPdt,
gadai dan hipotik mempunyai kedudukan yang lebih tinggi darfpada hak
istimewa, kecuali dalam hal-hal di mana oleh undang-undang ditentukan
sebaliknya.

b. Pengertian hak istimewa


1) Menurut KUHPer,
Hak istimewa ialah suatu hak yang oleh undang-undang
diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi
daripada orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifatnya
piutang (Pasal 1134 ayat 1 KUHPdt).
2) Menurut Prof. Subekti, S.H.,
23

Dengan mengacu pada Pasal 1134 ayat (1) KUHPdt, yang


dimaksudkan dengan privilege ialah suatu kedudukan istimewa dari
seorang penagih yang diberikan oleh undang-undang melulu berdasarkan
sifat piutang.
3) Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,
S.H., Dengan mengacu pada Pasal 1134 ayat (1) KUHPdt, privilege
adalah suatu hak yang diberikan oleh undang-undang kepada kreditur
yang satu di atas kreditur lainnya semata-mata berdasarkan sifat dari
piutangnya.

c. Macam-macam privilege
Menurut undang-undang, privilege ini ada 2 (dua) macam, yaitu:
1) Privilege khusus
Adalah piutang-piutang yang diistimewakan terhadap benda-benda
tertentu (Pasal 1139 KUHPdt).
2) Privilege umum
Adalah piutang-piutang yang diistimewakan terhadap semua harta benda
(Pasal 1149 KUHPdt).
Menurut ketentuan Pasal 1138 KUHPdt, privilege yang khusus ini
didahulukan dariipada privilege yang umum.

10. Hak Reklame

Hak reklame ini diatur dalam Pasal 1145-1146a KUHPdt dan . dalam
KUHD (Pasal 230 dan seterusnya). Yang dimaksud dengan . hak reklame
adalah hak yang diberikan kepada si penjual untuk meminta kembali
barangnya yang telah diterima oleh si pembeli ' setelah pembeli membayar
tunai. Jadi, jikalau penjualan telah dilakukan dengan tunai, maka si penjual
mempunyai kekuasaan menuntut kembali barang-barangnya, selama barang-
barang ini masih berada di tangan si pembeli, asal saja penuntutan kembali ini
dilakukan dalam jangka waktu 30 hari setelah penyerahan barang kepada si
pembeli (Pasal 1145 ayat 1 KUHPdt).11
Menurut undang-undang, hak si penjual ini gugur/tidak dapat
dilaksanakan apabila:

11
P.N.H.Simanjuntak.Hukum Perdata Indonesia.Kencana,Jakarta,2015. 203.
24

1) Barang-barang yang telah diterima pembeli, ternyata telah disewakan


(Pasal 1146).
2) Barang-barang tersebut oleh pembeli telah dibeli pihak ketiga dengan
itikad baik dan telah diserahkan kepada pihak ketiga tersebut (Pasal 1146a
KUHPdt).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa hak reklame ini


mempunyai unsur yang dimiliki dalam hak kebendaan, yaitu ;memberikan
kekuasaan langsung pada bendanya dan dapat dipertahankan terhadap siapa
pun juga. Oleh karena hak reklame ini ada miripnya dengan hak kebendaan,
maka ia diatur dalam Buku II KUHPdt.

11. Hak Retentie

Hak retentie ini juga diatur dalam Buku II KUHPdt, karena


mengandung persamaan dengan gadai. Hak retentie ini juga memberikan
jaminan dan juga bersifat accessoir. Menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen
Sofwan, yang dimaksud dengan hak retentie adalah hak untuk menahan
sesuatu benda, sampai suatu piutang yang bertalian dengan benda itu
dilunasi.12 Sedangkan menurut H.F.A. Vollmar, hak menahan (hak retentie)
adalah hak untuk tetap memegang benda milik orang lain sampai piutang si
pemegang mengenai benda tersebuttelah lunas. Hak retentie ini mempunyai
sifat yang tak dapat dibagi-bagi. Artinya, pembayaran atas sebagian utang saja,
tidak berarti ha-pusnya hak retentie (harus mengembalikan sebagian dari
barang yang ditahan). Hak retentie hapus apabila seluruh Hutang telah di
bayar.

12
P.N.H.Simanjuntak.Hukum Perdata Indonesia.Kencana,Jakarta,2015. 204
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hak kebendaan diatur dalam Buku II Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-


Undang Hukum Perdata, disingkat KUH Perdata). Namun dengan berlakunya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(UUPA), ketentuan yang terdapat di Buku II KUH Perdata yang berkaitan dengan
bumi, air dan segala kekayaan alam yang ada di dalamnya kecuali ketentuan-
ketentuan mengenai hipotik dicabut. Dengan mengingat berlakunya UUPA, secara
umum hak kebendaan dibedakan menjadi: 1

1. Hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan (zakelijk genotsrecht),


meliputi:
• Hak kebendaan yang memberikan kenikmatan atas bendanya sendiri,
misalnya hak eigendom dan hak bezit.
• Hak kebendaan yang memberikan kenikmatan atas benda orang lain,
misalnya hak pakai dan hak mendiami.
2. Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan (zakelijk zakerheidsrecht),
misalnya gadai dan hipotik.
Berbagai macam hak kebendaan yang diatur dalam Buku II KUH Perdata dan UUPA
antara lain: 2

1. Hak bezit (kedudukan berkuasa)


2. Hak eigendom (hak milik)
3. Hak servituut (hak pekarangan)
4. Hak opstal (hak numpang karang)
5. Hak erfpacht (hak guna usaha)
6. Hak vruchtgebruik (hak pakai hasil)
7. Hak gadai
8. Hak hipotik
9. Hak istimewa (privilege)
10. Hak reklame
11. Hak retentie

25
B. Saran

Dalam penulisan makalah ini, pembaca diharapkan dapat memperoleh


pengetahuan serta dapat memahami materi tentang “Macam Macam Hak
Kebendaan”Semoga ini dapat berguna bagi pembaca.Kami selaku penulis memohon
maaf apabila terdapat kekurangan dalam makalah yang kami buat. Dengan itu kami
menerima segala kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.

26
DAFTAR PUSTAKA

Sofwan, Soedewi Mascjhoen. Sri: Hukum Perdata Hukum Benda, Liberty,


Yogyakarta, 2000

P.N.H Simanjuntak: HukumPerdata Indonesia, Kencana ,Jakarta,2015Kencana,


Jakarta, 2008

27

Anda mungkin juga menyukai