Anda di halaman 1dari 4

Di tengah gejolak reformasi pasca-Orde Baru, pemandangan politik Indonesia telah

mengalami transformasi signifikan, terutama dalam konteks sistem pemerintahan dan


dinamika demokrasi. Perubahan tersebut tidak hanya tercermin dalam pembatasan masa
jabatan presiden menjadi dua periode pemilihan, mencapai batas waktu sepuluh tahun,
melainkan juga melibatkan restrukturisasi fundamental dalam keseimbangan kekuasaan, yang
sering disebut sebagai checks and balances. Kontrast antara masa Orde Baru dan era
reformasi tergambar jelas dalam pergeseran dinamika kebijakan, dengan salah satu perubahan
kunci menjadi penekanan pada prinsip desentralisasi. Desentralisasi ini, yang mendorong
kemandirian dan otonomi daerah, menandai perubahan paradigma dalam pengelolaan
kekuasaan. Undang-Undang Dasar 1945 memainkan peran krusial dengan membagi
kekuasaan negara menjadi tiga cabang: eksekutif, legislatif, dan yudikatif
(hukumonline.com).

Pada masa Orde Baru, checks and balances cenderung rapuh, dengan kekuasaan yang
terpusat pada presiden dan eksekutif. Lembaga legislatif dan yudikatif yang sering kali
dikesampingkan mengakibatkan kebijakan pemerintah yang lebih mengutamakan elite politik
dan bisnis yang berkuasa daripada mempertimbangkan kepentingan rakyat
(catatanfakta.com). Reformasi membawa perubahan paradigmatik ini, di mana keterbatasan
kekuasaan presiden dan eksekutif dipertegas, sementara legislatif dan yudikatif diberikan
kebebasan yang lebih besar untuk beroperasi secara independen. Dampak langsung dari
perubahan ini adalah penguatan efektivitas sistem checks and balances. Keputusan
pemerintah tidak hanya lebih mempertimbangkan kepentingan rakyat, tetapi juga
memunculkan tingkat transparansi yang lebih tinggi dalam tindakan pemerintah (Asshiddiqie,
2015). Seiring dengan transformasi ini, Indonesia terus bergerak menuju pemerintahan yang
lebih demokratis dan akuntabel, menciptakan fondasi yang kuat untuk perkembangan masa
depannya.

Pada masa Orde Baru, kebijakan presiden mencirikan puncak otoritas yang luar biasa
besar, memungkinkan kepemimpinan yang berlangsung selama 32 tahun (umj.ac.id). Dalam
konteks ini, kebijakan yang diterapkan oleh presiden cenderung tidak selalu
memperhitungkan dengan cermat kepentingan rakyat secara menyeluruh. Sebaliknya, fokus
utamanya sering kali tertuju pada penguatan elit politik dan bisnis yang memiliki kekuasaan,
menciptakan ketidakseimbangan yang signifikan dalam distribusi kebijakan publik.Namun,
pada era reformasi, terjadi transformasi mendasar dalam kewenangan presiden. Pembatasan
masa jabatan menjadi dua periode pemilihan, dengan batasan sepuluh tahun, membawa
perubahan signifikan dalam dinamika kekuasaan eksekutif. Keterbatasan ini menciptakan
suatu paradigma baru di mana kebijakan presiden tidak lagi dapat terus menerus
mengutamakan kepentingan kelompok kekuasaan tertentu. Sebaliknya, keterbatasan tersebut
mendorong lebih banyak perhatian terhadap kebutuhan dan aspirasi rakyat secara umum.

Pada masa Orde Baru, kebijakan partai politik cenderung melibatkan kurangnya
kejelasan dan transparansi. Seiring dominasi pemerintah yang kuat, partai politik mungkin
tidak sepenuhnya mengembangkan agenda kebijakan yang terbuka atau terdefinisi dengan
baik. Adanya kendala politik yang membatasi kebebasan berpendapat dan berkumpul juga
dapat memberikan dampak pada kurangnya artikulasi kebijakan yang jelas dari partai politik
pada masa tersebut. Namun, seiring dengan berkembangnya era reformasi, terjadi pergeseran
signifikan dalam praktik kebijakan partai politik di Indonesia. Transparansi menjadi aspek
kunci dalam proses politik, dan partai-partai politik semakin mendasarkan kebijakan mereka
pada platform yang terang dan terbuka. Proses pemilihan presiden yang lebih terbuka
memberikan kesempatan bagi partai-partai politik untuk lebih jelas menyampaikan dan
mengkomunikasikan kebijakan-kebijakan mereka kepada publik. Hal tersebut dapat terlihat
dari perkembangan kebijakan partai politik di Indonesia yang ada dalam situs resmi Komisi
Pemilihan Umum (KPU) Indonesia (kpu.go.id).

Kebijakan desentralisasi pada masa Orde Baru dan era reformasi memiliki perbedaan
yang signifikan (Wasistiono & Polyando, 2017). Pada masa Orde Baru, sistem pemerintahan
Indonesia bersifat sentralis, dengan kekuasaan eksekutif yang tidak terbatas (Rahmatunnisa,
2015). Kebijakan desentralisasi tidak signifikan dan tidak memperhatikan kepentingan
daerah. Sebaliknya, pada era reformasi, kebijakan desentralisasi menekankan pada
kemandirian dan otonomi daerah, dengan pengendalian kekuasaan pusat dengan daerah.
Kebijakan desentralisasi menjadi lebih penting dalam memperhatikan kepentingan daerah
dan memastikan kebijakan pemerintah lebih memperhitungkan kepentingan rakyat.

Menurut (Rahmatunnisa, 2015), pada masa Orde Baru, sistem pemerintahan Indonesia
bersifat sentralis, dengan kekuasaan eksekutif yang tidak terbatas. Kebijakan desentralisasi
tidak signifikan dan tidak memperhatikan kepentingan daerah. Sebaliknya, pada era
reformasi, kebijakan desentralisasi menekankan pada kemandirian dan otonomi daerah,
dengan pengendalian kekuasaan pusat dengan daerah. Kebijakan desentralisasi menjadi lebih
penting dalam memperhatikan kepentingan daerah dan memastikan kebijakan pemerintah
lebih memperhitungkan kepentingan rakyat. Pada masa Orde Baru, kebijakan desentralisasi
tidak signifikan dan tidak memperhatikan kepentingan daerah (dpr.go.id). Sebaliknya, pada
era reformasi, kebijakan desentralisasi menekankan pada kemandirian dan otonomi daerah,
dengan pengendalian kekuasaan pusat dengan daerah. Kebijakan desentralisasi menjadi lebih
penting dalam memperhatikan kepentingan daerah dan memastikan kebijakan pemerintah
lebih memperhitungkan kepentingan rakyat.

Secara keseluruhan, perjalanan politik Indonesia dari masa Orde Baru hingga era
reformasi telah memberikan gambaran yang jelas tentang perubahan mendalam dalam sistem
pemerintahan dan praktik demokrasi. Transformasi tersebut tidak hanya tercermin dalam
pembatasan masa jabatan presiden, tetapi juga dalam penguatan checks and balances serta
penekanan pada desentralisasi sebagai prinsip utama. Masa Orde Baru yang ditandai oleh
kekuasaan eksekutif yang tidak terbatas dan kebijakan yang cenderung menguntungkan
kelompok elit berkuasa, telah berubah menjadi era reformasi yang menitikberatkan pada
keterbatasan kekuasaan dan pemberian kebebasan operasional bagi lembaga legislatif dan
yudikatif. Perubahan ini memiliki dampak positif dalam pembuatan kebijakan yang lebih
demokratis, inklusif, dan responsif terhadap kepentingan rakyat. Pembatasan masa jabatan
presiden menjadi simbol transisi ke pemerintahan yang lebih dinamis dan berpihak pada
rotasi kepemimpinan yang lebih sering. Sementara itu, desentralisasi telah membawa
kemandirian dan otonomi kepada daerah, menyeimbangkan kekuasaan antara pemerintah
pusat dan daerah.

Meskipun tantangan dan perubahan terus mewarnai perjalanan politik Indonesia,


evolusi ini memberikan optimisme bahwa negara ini berada di jalur yang benar menuju
pemerintahan yang lebih demokratis, akuntabel, dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
Dengan fondasi yang kuat dari pengalaman sejarahnya, Indonesia dapat terus memimpin
sebagai contoh keberhasilan demokrasi di kawasan ini. Tantangan yang dihadapi Indonesia ke
depannya tentu tidak dapat diabaikan. Penting untuk terus memperkuat lembaga-lembaga
demokratis, mengawasi dan mengatasi potensi risiko korupsi, serta menjaga keseimbangan
kekuasaan. Perlu diakui bahwa keberhasilan reformasi belum sepenuhnya menyelesaikan
semua permasalahan, dan masyarakat bersama-sama dengan pemerintah harus tetap aktif
dalam memperjuangkan nilai-nilai demokrasi. Dengan menghargai warisan sejarahnya dan
memandang masa depan dengan semangat progresif, Indonesia dapat terus membangun
fondasi kuat bagi perkembangan demokrasi yang lebih inklusif, adil, dan berdaya tahan. Oleh
karena itu, langkah-langkah konkret dalam memajukan partisipasi publik, memperkuat
lembaga-lembaga demokratis, dan melanjutkan upaya pemberantasan korupsi akan menjadi
kunci untuk menjaga momentum positif reformasi yang telah dicapai. Dengan tekad bersama
untuk mengatasi hambatan dan mengejar prinsip-prinsip demokrasi yang lebih tinggi,
Indonesia dapat terus menjadi pilar demokrasi yang kokoh di tingkat global.

Daftar Pustaka

Asshiddiqie, J. 2015. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Wasistiono, S. dan P. Polyando. 2017. Politik Desentralisasi di Indonesia. Bandung: IPDN


PRESS Jatinangor.
<http://eprints.ipdn.ac.id/5595/1/Naskah%20Buku%20Politik%20Desentralisasi%20Di
%20Indonesia%20%281%29.pdf>

Rahmatunnisa, M. 2015. Jalan terjal kebijakan desentralisasi di Indonesia di era reformasi.


Jurnal Ilmu Hukum.

<https://jurnal.unpad.ac.id/pjih/article/view/9463>

Web:

<https://kpu.go.id/>

<https://umj.ac.id/opini/kepemimpinan-indonesia-dari-masa-ke-masa/>

<https://www.catatanfakta.com/edukasi/80910891273/perbandingan-mekanisme-checks-and-
balances-masa-orde-baru-dengan-era-reformasi>

<https://www.hukumonline.com/klinik/a/kekuasaan-eksekutif-legislatif-yudikatif-
lt628dfc34715c9>

Anda mungkin juga menyukai