Anda di halaman 1dari 17

PENGERTIAN REFORMASI

Reformasi berasal dari kata reformation dengan kata dasar reform yang memiliki arti
perbaikan, pembaruan, memperbaiki dan menjadi lebih baik (Kamus Inggris -Indonesia,
An English-Indonesian Dictionary, oleh John M. Echols dan Hassan Shadily 2003 dalam
Setijo, 2009). Secara umum reformasi di Indonesia dapat diartikan sebagai melakukan
perubahan ke arah yang lebih baik dengan cara menata ulang hal-hal yang telah
menyimpang dan tidak sesuai lagi dengan kondisi dan struktur ketatanegaraan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.

TUJUAN REFORMASI

Tujuan reformasi dapat disebutkan sebagai berikut:

1. Melakukan perubahan secara serius dan bertahap untuk menemukan nilai-nilai baru
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;

2. Menata kembali seluruh struktur kenegaraan, termasuk perundangan dan konstitusi


yang menyimpang dari arah perjuangan dan cita-cita seluruh masyarakat bangsa;

3. Melakukan perbaikan di segenap bidang kehidupan baik politik, ekonomi, sosial


budaya, maupun pertahanan keamanan;

4. Menghapus dan menghilangkan cara-cara hidup dan kebiasaan dalam masyarakat


bangsa yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan reformasi, seperti KKN, kekuasaan
sewenang-wenang atau otoriter, penyimpangan, dan penyelewengan yang lain.

SYARAT-SYARAT REFORMASI

Adapun ketentuan atau syarat-syarat yang bisa menyatakan suatu kondisi reformasi
adalah sebagai berikut.

a. Telah terjadi penyimpangan dan penyelewengan dalam pelaksanaan kehidupan di


bidang ketatanegaraan, termasuk bidang perundang-undangan dan hukum.

b. Penyelenggara negara telah menggunakan kewenangannya secara otoriter di luar


etika kenegaraan melaui tindakan yang sangat merugikan dan menekan kehidupan rakyat
keseluruhan.

c. Telah semakin melemahnya kondisi kehidupan ekonomi seluruh warga masyarakat


bangsa sebagai akibat krisis multidimensi yang berkepanjangan dan terus-menerus.
d. Perlunya langkah-langkah penyelamatan dalam segenap bidang kehidupan,
khususnya yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak.

e. Reformasi harus menggunakan landasan kerohanian berupa falsafah dasar negara


Pancasila.

DAMPAK REFORMASI

1. Dampak Negatif

Reformasi yang telah terjadi di tengah masyarakat Indonesia sejak 1998 menghendaki
perubahan mendasar. Agenda reformasi melalui berbagai ketetapan MPR dan berbagai
perundangan-undangan yang baru, tetapi setelah berlangsung lebih dari lima tahun
lamanya, terasa bahwa reformasi berjalan secara belum terarah.

Bangsa Indonesia pada saat ini justru sedang mengalami ketidakharmonisan , tanpa
orientasi sehingga sangat mudah mengarah kepada jurang disintergasi. Bila dinilai
kembali kepada kondisi sebelum reformasi maka tampak kekuasaan yang pada waktu
dahulu, bersifat otoriter, sekarang harus bersifat demokratis, pemerintahan yang terpusat
harus menjadi desentralisasi. Pemerintahan yang bersifat tertutup dan penuh larangan
serta pengawasan seharusnya menjadi lebih terbuka dan transparan, serta kebebasan.

Kebebasan yang bertanggung jawab dan secara tegas melalui konsep-konsep yang terarah
dapat membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik. Rasionalitas dan objektivitas telah
tersisihkan sehingga muncul egoisme, perseorangan maupun kelompok tanpa
mengindahkan etika, moral, norma, dan hukum yang ada. Politik kekerasan banyak
bermunculan dan berkembang mewarnai kehidupan baru dalam masyarakat sehingga
sulit mengatasi maupun mengontrolnya. Polusi kepentingan justru menambah keruwetan
dalam kehidupan bermasyarakat bangsa dan bernegara. Oleh karena itu, hal-hal seperti
ini harus segera diatasi dan dihapuskan.
2. Dampak Positif

Munculnya suasana baru yang bisa kita saksikan di antaranya terdapat kebebasan pers,
kebebasan akademis, kebebasan berorganisasi, dan lain-lain yang selama ini belum
pernah ada, termasuk kebeasan pemikiran dlam memperjuangkan pembebasan tahanan
politik maupun narapidana politik. Hal ini bisa dinilai sebagai lambang dari suatu era
kebeasa berpolitik di Indonesia.

Timbulnya kesadaran baru bahwa masyarakat bisa bertindak dan berbuat sesuatu serta
melakukan perubahan-perubahan diantaranya pendobrakan atas rasa ketakutan politik,
pendobrakan terhadap proses pembodohan yang telah berlangsung hampir lebih adri tiga
puluh tahun.

Dengan pengalaman baru bereformasi, masyarakay Indonesia, khususnya para mahasiswa


mulai sadar dan memiliki serta dapat memperjuangkan politik mereka yang benar-benar
dapat membawa ke arah perubahan positif. Kesadaran baru ini penting sekali artinya
dalam rangka perjuangan selanjutnya menuju reformasi yang total dan menyeluruh.

HASIL REFORMASI

Pendapat dan penilaian terhadap reformasi masih banyak yang bersifat vokal, terutama
dari kalangan bawah yang sangat mendambakan hasil reformasi bagi perbaikan kondisi
kehidupan yang tentunya telah serba pembaharuan, tetapi hasil ini pun belum banyak
menunjukkan kemajuan dan perubahan ke arah yang lebih baik.

Reformasi memang hal yang tidak mudah dalam pencapaiannya, tetapi juga cukup
banyak makan waktu. Selama jangka waktu lebih dari lima tahun masa reformasi telah
terjadi tiga kali pergantian presiden, kemudian dalam rangka pencalonan presiden
berikutnya akan dipilih melalui sistem ketatanegaraan yang baru. Pemilihan dilakukan
secara langsung oleh rakyat berdasarkan hati nurani meskipun banyak hambatan yang
dihadapi. Dengan contoh seperti pemilu, pemilu pilkada pada jakarta saat ini. Pemilu
seharusnya berjalan secara kondusif tetapi tidak untuk pada jakarta. Banyak yang tidak
berjalan secara teratur.

Banyak sorotan tajam dari masyarakat luas dewasa ini, yaitu penegak hukum,
pencegahan maupun penindakan terhadap KKN lama maupun yang muncul semasa
reformasi karena hal tersebut karena hal tersebut menyangkut tentang ketertiban
masyarakat. Seperti di Indonesia, sangat didambakan lahirnya good governance yang
mampu menangani apapun masalah krisis yang belum selesai hal ini juga dibantu dengan
seluruh masyarakat memalui organisasi kemasyarakat maupun nonpemerintah yang pada
saat ini ikut membantu dan membangun kemampuan good governance.

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA REFORMASI

Pada saat gerakan reformasi terjadi pada Indonesia, banyak politik yang menjalakan
tugasnya secara menyimpang dan tidak bertanggung jawab dengan menggunakan hasil
masyarakat Indonesia atau dengan kata lain melakukan tindakan korupsi (KKN).
Indonesia berusaha dan ingin mengadakan suatu gerakan perubahan, yakni dengan
menghayati, meyakini, dan mengamalkan kembali kehidupan berbangsa dan bernegara
agar terwujudnya masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera, masyarakat bermartabat
kemanusiaan dan cinta tanah air yang menghargai hak-hak asasi manusia, masyarakat
yang demokratis bermoral religius dan beradab.

Kenyataan yang terjadi, gerakan reformasi dimanfaatkan oleh para elit politik demi
memperoleh kekuasaannya, sehingga tidak mengherankan bila banyak terjadi
perbenturan kepentingan pribadi politik tersebut. Gerakan reformasi ini membuat bangsa
Indonesia, semakin sengsara dan berdampak pada social, politik, ekonomi terutama
kemanusiaan. Berbagai gerakan muncul disertai dengan akibat tragedi kemanusiaan yang
banyak menelan korban jiwa penerus bangsa sebagai rakyat kecil yang tidak berdosa dan
mendambakan perdamaian, ketentraman, dan kesejahteraan.

Kondisi ekonomi semakin menyedihkan, banyak perusahaan atau perbankan mengalami


kebangkrutan yang tidak lain akan menyebabkan PHK dan pengangguran secara besar-
besaran terjadi. Rakyat benar-benar merintih dan menjerit yang kehidupan kesehariannya
sangat memprihatinkan karena kesulitan untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari.
Namun dalam hal ini kalangan elit politik serta pelaku politik seakan menutup kedua
telinga mereka tanpa mempedulikan kesengsaraan mereka.

Namun bangsa Indonesia masih memiliki sebuah keyakinan akan nilai-nilai yang berakar
dari pandangan hidup bangsa Indonesia sendiri, yaitu nilai-nilai pancasila. Reformasi
adalah menata kehidupan bangsa dan negara dalam suatu sistem negara di bawah nilai-
nilai Pancasila, bukan menghancurkan dan membubarkan bangsa dan negara Indonesia.
Reformasi yang dilakukan bangsa Indonesia tidak akan menghancurkan nilai-nilai
Pancasila itu sendiri. Bahkan pada hakikatnya reformasi adalah mengembalikan tatanan
kenegaraan ke arah yang sumber nilai yang merupakan sebuah panggung kehidupan
bersama bangsa Indonesia, yang selama ini diselewengkan demi kekuasaan sekelompok
orang, baik pada masa orde lama maupun masa orde baru.
Menurut landasan historisnya, sumber nilai serta sumber norma yang fundamental dari
negara Indonesia yaitu Pancasila, yang mempunyai nilai Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan serta ada secara objektif dan melekat pada bangsa
Indonesia sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia. Maka dalam kehidupan politik
yang sedang melakukan reformasi bukan berarti akan mengubah cita-cita, dasar nilai,
serta pandangan hidup bangsa melainkan menata kembali dalam suatu platform yang
bersumber pada nilai-nilai Pancasila dalam berbagai segala bidang reformasi, antara lain
dalam bidang hukum, politik, ekonomi, serta bidang-bidang lainya. Sebuah reformasi
harus memiliki tujuan, dasar, cita-cita serta platform yang jelas bagi bangsa Indonesia
nilai-nilai Pancasila itulah yang merupakan paradigma Reformasi.

1. Gerakan Reformasi

Pada pelaksanaan GBHN 1998 pada PJP II Pelita ke tujuh ini, bangsa Indonesia
menghadapi krisis ekonomi yang hebat, sehingga menyebabkan stabilitas ekonomi
makin ambruk dan menyebar luasnya tindakan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme pada
hampir semua instansi pemerintahan serta penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang
para petinggi negara yang membuat rakyat semakin menderita.

Pancasila yang pada dasarnya sebagai sumber nilai, dasar moral etik bagi negara dan
aparat pelaksana negara digunakan sebagai alat legitimasi politik, semua tindakan dan
kebijakan mengatasnamakan Pancasila, kenyataannya tindakan dan kebijakan tersebut
sangat bertentangan dengan Pancasila.

Klimaks dari keadaan tersebut ditandai dengan hancurnya ekonomi nasional, sehingga
muncullah gerakan masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa, cendekiawan dan
masyarakat sebagai gerakan moral politik yang menuntut adanyaReformasi di segala
bidang terutama bidang hukum, politik, ekonomi, dan pembangunan.

Awal dari gerakan Reformasi bangsa Indonesia, yakni dengan mundurnya Presiden
Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian digantikan oleh Prof. Dr. B.J
Habibie. Kemudian diikuti dengan pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan.
Dalam pemerintahan Habibie, melakukan reformasi secara menyeluruh terutama
pengubahan pada 5 paket UU. Politik tahun 1985, kemudian diikuti dengan reformasi
ekonomi yang menyangkut perlindungan hukum sehingga perlu diwujudkan UU Anti
Monopoli, UU Persaingan Sehat, UU Kepailitan, UU Usaha Kecil, UU Bank Sentral, UU
Perlindungan Konsumen, UU Perlindungan Buruh, dan lain sebagainya (Nopirin dalam
Kaelan, 1998:1). Dan dengan demikian, reformasi harus juga diikuti reformasi hukum
bersama aparat penegaknya serta reformasi pada pemerintahan.
Susunan DPR dan MPR harus mengalami reformasi yang dilakukan melalui Pemilu.
Reformasi terhadap UU Politik harus dapat menjadikan para elit politik dan pelaku
politik bersifat demokratis, yang mau mendengar penderitaan masyarakat dan mampu
menjalankan tugasnya dengan benar.

a. Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila

Dalam kenyataannya, bangsa Indonesia telah salah mengartikan makna dari sebuah
kata Reformasi, yang saat ini menimbulkan gerakan yang mengatasnamakan Reformasi,
padahal gerakan tersebut tidak sesuai dengan pengertian dari Reformasi. Contohnya, saat
masyarakat hanya bisa menuntut dan melakukan aksi-aksi anarkis yang pada akhirnya
terjadilah pengerusakan fasilitas umum, sehingga menimbulkan korban yang tak
bersalah. Oleh karena itu dalam melakukan gerakan reformasi, masyarakat harus tahu dan
paham akan pengertian dari reformasi itu sendiri, agar proses menjalankan reformasi
sesuai dengan tujuan reformasi tersebut.

Secara harfiah reformasi memiliki makna yaitu suatu gerakan untuk memformat ulang,
menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada
format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat
(Riswanda dalam Kaelan, 1998).

b. Pancasila sebagai Dasar Cita-cita Reformasi

Pancasila merupakan dasar filsafat negara Indonesia, sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia, namun ternyata Pancasila tidak diletakkan pada kedudukan dan fungsinya.
Pada masa orde lama pelaksanaan negara mengalami penyimpangan dan bahkan
bertentangan dengan Pancasila. Presiden seumur hidup yang bersifat diktator. Pada masa
orde baru, Pancasila hanya sebagai alat politik oleh penguasa. Setiap warga yang tidak
mendukung kebijakan penguasa dianggap bertentangan dengan Pancasila.

Oleh karena itu, gerakan reformasi harus dimasukkan dalam kerangka Pancasila, sebagai
landasan cita-cita dan ideologi negara Indonesia, agar tidak terjadi anarkisme yan
menyebabkan hancurnya bangsa dan negara Indonesia.

2. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Hukum

Dalam era reformasi akhir-akhir ini seruan dan tuntutan rakyat terhadap pembaharuan
hukum sudah merupakan suatu keharusan karena proses reformasi yang melakukan
penataan kembali tidak mungkin dilakukan tanpa melakukan perubahan-perubahan
terhadap peraturan perundang-undangan. Kerusakan subsistem hukum yang terjadi pada
masa orde baru yang sangat menentukan dalam berbagai bidang misalnya politik,
ekonomi, dan bidang lainnya maka bangsa Indonesia ingin melakukan suatu reformasi,
menata kembali kerusakan subsistem yang mengalami kerusakan tersebut.

a. Pancasila sebagai Sumber Nilai Perubahan Hukum

Pancasila merupakan cita-cita hukum, kerangka berpikir, sumber nilai serta sumber arah
penyusunan dan perubahan hukum positif di Indonesia. Pancasila berfungsi sebagai
paradigma hukum terutama dalam kaitannya berbagai macam upaya perubahan hukum,
atau Pancasila harus merupakan paradigma dalam suatu pembaharuan hukum. Agar
hukum berfungsi sebagai pelayanan kebutuhan masyarakat maka hukum harus senantiasa
diperbaharui agar aktual atau sesuai dengan keadaan serta kebutuhan masyarakat yang
dilayaninya dan dalam pembaharuan hukum yang terus menerus tersebut Pancasila harus
tetap sebagai kerangka berpikir, sumber norma dan sumber nilai-nilainya.

Pancasila dapat memenuhi fungsi konstitutif maupun fungsi regulatif. Dengan fungsi
regulatifnya Pancasila menentukan dasar suatu tata hukum yang memberi arti dan makna
bagi hukum itu sendiri sehingga tanpa dasar yang diberikan oleh Pancasila maka hukum
akan kehilangan arti dan maknanya itu sendiri.

Sumber hukum meliputi dua macam pengertian. Pertama, sumber formal hukum, yaitu
sumber hukum ditinjau dari bentuk dan tata cara penyusunan hukum. Kedua, sumber
material hukum, yaitu suatu sumber hukum yang menentukan materi atau suatu isi suatu
norma hukum. Pancasila menentukan isi dan bentuk peraturan perundang-undangan
Indonesia yang tersusun secara hierarkis. Selain sumber yang terkandung dalam
Pancasila reformasi dan pembaharuan hukum juga harus bersumber pada kenyataan
empiris yang ada dalam masyarakat terutama dalam wujud aspirasi-aspirasi yang
dikehendakinya. Oleh karena itu, dalam reformasi hukum dewasa ini selain Pancasila
sebagai paradigma pembaharuan hukum yang merupakan sumber norma dan sumber
nilai, terdapat unsur pokook yang justru tidak kalah pentingnya yaitu kenyataan empiris
yang ada dalam masyarakat.

b. Dasar Yuridis Reformasi Hukum

Reformasi hukum harus konsepsional dan konstitusional, sehingga reformasi hukum


memiliki landasan dan tujuan yang jelas. Dalam upaya reformasi hukum dewasa ini telah
banyak dilontarkan beerbagai macam pendapat tentang aspek apa saja yang dapat
dilakukan dalam perubahan hukum di Indonesia, bahkan telah banyak usulan untuk
perlunya amandemen atau kalau perlu perubahan secara menyeluruh terhadap pasal-pasal
UUD 1945. Berdasarkan banyaknya aspirasi yang berkembang cenderung ke arah adanya
amandemen terhadap pasal-pasal UUD 1945 bukannya perubahan secara menyeluruh
namun hendaklah dipahami secara obyektif bahwa bilamana terjadi perubahan seluruh
UUD 1945 maka hal itu tidak menyangkut perubahan terhadap pembukaan UUD 1945,
karena pembukaan UUD 1945 berkedudukan sebagai pokok kaidah negara yang
fundamental. Oleh karena itu, apabila merubah pembukaan dari UUD 1945 maka sama
halnya membubarkan negara Indonesia. Seluruh perubahan maupun produk hukum di
Indonesia haruslah didasarkan pada pokok-pokok pikiran yang yang tertuang dalam
Pancasila yang hakikatnya merupakan cita-cita hukum dan merupakan esensi dari sila-
sila Pancasila.

Dasar yuridis Pancasila sebagai reformasi hukum adalah Tap No.XX/MPRS/1966, yang
menyatakan bahwa Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia,
yang berarti sebagai sumber produk serta proses penegakan hukum yang harus senantiasa
bersumber pada nila-nilai Pancasila dan secara eksplisit dirinci tata urutan Peraturan
Perundang-undangan di Indonesia yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila.

c. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Pelaksanaan Hukum

Dalam suatu negara apapun baiknya suatu peraturan perundang-undangan namun tidak
disertai dengan jaminan pelaksanaan hukum yang baik, niscahya reformasi hukum akan
menjadi sia-sia. Reformasi pada dasarnya untuk mengembalikan hakikat dan fungsi
negara pada tujuan semula yaitu melindungi seluruh bangsa dan seluruh tumpah darah.

Pelaksanaan perundang-undangan harus mendasarkan pada terwujudnya atas jaminan


bahwa dalam suatu negara kekuasaan adalah ditangan rakyat. Pelaksanaan hukum pada
masa reformasi ini harus benar-benar dapat mewujudkan negara demokratis dengan suatu
supremasi hukum. Artinya pelaksanaan hukum harus mampu mewujudkan jaminan atas
terwujudnya keadilan. Jaminan atas terwujudnya keadilan bagi setiap warga negara yang
meliputi seluruh unsur keadilan baik keadilan distributif, keadilan komutatif, serta
keadilan legal. Konsekuensinya dalam pelaksanaan hukum aparat penegak hukum
terutama pihak kejaksaan adalah sebagai ujung tombaknya sehingga harus benar-benar
bersih dari praktek KKN.

3. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik

Nilai demokrasi politik sebagaimana terkandung dalam Pancasila sebagai fondasi


bangunan negara yang dikehendaki oleh para pendiri negara kita dalam kenyataannya
tidak dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai yang ada dalam Pancasila. Nilai demokrasi
tersebut secara normatif terjabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945 yaitu pasal 1 ayat (2)
menyatakan:
“Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan rakyat”.

Pasal 2 ayat (2)menyatakan:

“Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan


Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan,
menurut aturan yang telah ditetapkan dengan undang-undang”.

Pasal 5 ayat (1) menyatakan:

“Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan


Perwakilan Rakyat”.

Pasal 6 ayat (2) menyatakan:

“Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan rakyat dengan
suara terbanyak”.

Prinsip-prinsip demokrasi yang terkandung dalam UUD 1945 bilamana kita


kembalikan pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila maka kedaulatan tertinggi
negara adalah ditangan rakyat. Rakyat merupakan asal mula kekuatan negara. Oleh
karena itu paradigma ini harus menjadi dasar pijak dalam reformasi politik.

Untuk melakukan reformasi atas sistem politik harus melalui pada reformasi undang-
undang yang mengatur sistem politik tersebut, dengan tetap mendasarkan pada paradigma
nilai-nilai kerakyatan sebagaimana terkandung dalam Pancasila.

Susunan keanggotaan MPR sebagaimana termuat dalam undang-undang politik


No.2/1985 tersebut jelas tidak demokratis dan tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila
bahwa kedaulatan adalah ditangan rakyat sebagai tertuang dalam semangat UUD 1945.
Berdasarkan kenyataan susunan keanggotaan MPR, DPR dam DPRD maka rakyat
bertekad menyusun melakukan reformasi dengan mengubah sistem politik tersebut
melalui sidang istimewa MPR tahun 1998 Undang-undang no.4 Tahun 1999 yang
mengatur tentang susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD.

Perubahan yang telah dilakukan antara lain Pasal 2 ayat (2) yang menyatakan
bahwa jumlah anggota MPR sebanyak 700 orang. Anggota DPR hasil pemilu sebanyak
500 orang. Utusan daerah sebanyak 135 orang, yaitu 5 orang dari setiap Daerah Tingkat
1. Utusan golongan sebanyak 65 orang. Kemudian perubahan yang mendasar berikutnya
adalah pada pasal 2 ayat (3) yaitu utusan daerah dipillih oleh DPR, dan sebagaimana
diketahui bahwa DPR adalah merupakan hasil pemilu jadi bersifat demokratis.
Susunan Keanggotaan DPR:

Perubahan atas isi keanggotaan DPR tertuang dalam Undang-undang No.4 Pasal 11
sebagai berikut:

Pasal 4 ayat (2) menyatakan keanggotaan DPR terdiri atas:

a. Anggota partai politik hasil pemilu

b. Anggota ABRI yang diangkat

Pasal 11 ayat (3) menyatakan keanggotaan DPR terdiri atas:

a. Anggota partai politik hasil pemilu sebanyak 462 orang

b. Anggota ABRI yang diangkat sebanyak 38 orang.

Susunan Keanggotaan DPRD Tingkat I:

Reformasi atas Undang–undang politik yang mengatur Susunan Keanggotaan


DPRD Tingkat I, tertuang dalam undang-undang politik No.4 Tahun 1999, sebagai
berikut:

Pasal 18 ayat (1) bahwa pengisian anggota DPRD dilakukan melalui pemilu dan
pengankatan

Pasal 18 ayat (2) menyatakan bahwa DPRD I terdiri atas:

a. Anggota partai politik hasil pemilihan umum

b. Anggota ABRI yang diangkat

Pasal 18 ayat (3) menyatakan bahwa sejumlah anggota DPRD I ditetapkan sekurang-
kurangnya 45 orang dan sebanyak-banyaknya 100 orang termasuk 10% anggota ABRI
yang diangkat.

Susunan Keanggotaan DPRD II:

Reformasi atas susunan keanggotaan DPRD II tertuang dalam Undang-undang Poitik


No.4 Tahun 1999, sebagai berikut:

Pasal 25 ayat (1) menyatakan pengisian anggota DPRD II dilakukan berdasarkan hasil
Pemilihan Umum dan pengangkatan.

Pasal 25 ayat (2) menyatakan DPRD II terdiri atas:


a. Anggota partai politik hasil pemilihan umum

b. Anggota ABRI yang diangkat

Pasal 25 ayat (3) menyatakan bahwa sejumlah anggota DPRD II ditetapkan sekurang-
kurangnya 20 orang dan sebanyak-banyaknya 45 orang termasuk 10% anggota ABRI
yang diangkat.

Demi terwujudnya supra struktur yang benar-benar demokratis dan spiratif maka sangat
penting untuk dilakukan penataan kembali infra struktur politik, terutama tentang partai
politik. Dalam undang-undang ditentukan bahwa partai politik dan golomgan karya
hanya meliputi tiga macam yaitu, Partai Paersatuan Penbangunan (PPP), Golongan Karya
(Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Pada masa orde baru keberadaan infra
struktur tersebut masih diseragamkan dengan asa tunggal Pancasila, sehingga secara
politis kehidupan yang demikian ini akan mematikan proses demokratisasi dalam
kehidupan negara.

Adapun ketentuan yang mengatur tentang partai politik diatur dalam Undang-undang
No.2 Tahun 1999 tentang partai politik yang lebih demokratis dan memberikan
kebebasan serta keleluasaan untuk menyalurkan aspirasinya. Berdasarkan ketentuan
UU tersebut warga negara diberi kebebasan untuk membentuk partai politik untuk
menyalurkan aspirasi politiknya. Atas ketentuan UU tersebut maka bermunculanlah
partai politik di era reformasi ini yang mencapai 114 partai politik.

Pelaksanaan pemilu juga dilakukan perubahan dan diatur dalam Undang-undang No.3
Tahun 1999 tentang pemilihan umum. Ketentuan Undang-undang No.3 Tahun 1999, Bab
III Pasal 8, dijelaskan bahwa penyelenggara pemilihan umum dilakukan oleh Komisi
Pemilihan Umum (KPU) yang bebas dan mandiri, yang terdiri atas unsur partai-partai
politik pesertapemilihan umum dan unsur pemerintah yang bertanggung jawab kepada
Presiden.

Pancasila dan UUD 1945 beserta pembukaan UUD 1945 ditetapkan kehidupan demokrasi
dan kemakmuran dijadikan sebagai kerangka dasar dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Dalam praktek plaksanaannya ternyata berbeda dengan nilai Pancasila serta
semangat dalam UUD 1945. Kondisi yang demikian ini tidak menumbuhkan kehidupan
politik yang demokratis karena penguasa senantiasa memperkokoh kekuasaaannya
dengan berlindung dibalik ideologi Pancasila.

Oleh karena itu reformasi kehidupan politik agar benar-benar demokratis


dilakukan dengan jalan revitalisasi ideologi Pancasila, yaitu dengan mengembalikan
pancasila pada kedudukan serta fungsi yang sebenarnya sebagaimana dikehendaki oleh
para pendiri negara yang tertuang dalam UUD 1945. Reformasi kehidupan pilitik juga
dilakukan dengan meletakkan cita-cita kehidupan kenegaraan dan kebangsaan dalam satu
kesatuan waktu yaitu nilai masa lalu, masa kini dan kehidupan masa yang akan datang.

4. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi

Kebijaksanaan yang selama ini diterapkan hanya mendasarkan pada pertumbuhan dan
mengabaikan prinsip nilai kesejahteraan bersama seluruh bangsa, dalam kenyataannya
hanya menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang bahkan penguasa. Tidak
terwujudnya pelembagaan proses politik yang demokratis, mengakibatkan hubungan
pribadi merupakan mekanisme utama dalam hubungan sosial, politik, dan ekonomi dalam
suatu negara. Kelemahan atas sistem hubungan kelembagaan demokratis tersebut
memberikan peluang bagi tumbuh berkembangnya hubungan antara penguasa politik
dengan pengusaha, bahkan antara birokrat dengan pengusaha (Sanit, 1999: 85). Terlebih
lagi karena lemahnya sistem kontrol kelembagaan berkembang pula penguasa sekaligus
sebagai pengusaha, yang didasarkan atas birokrasi dan wibawa keluarga pengusaha.

Kondisi yang demikian ini jelas tidak mendasarkan atas nilai-nilai pancasila yang
meletakkan kemakmuran pada paradigma demi kesejahteraan seluruh bangsa. Bangsa
sebagai unsur pokok serta subyek dalam Negara yang merupakan penjelmaan sifat kodrat
manusia individu makhluk sosial, adalah adalah sebagai satu keluarga bangsa. Oleh
karena itu perubahan dan pengembangan ekonomi harus diletakkan pada peningkatan
harkat martabat serta kesejahteraan seluruh bangsa sebagai satu keluarga. Sistem
ekonomi yang berbasis pada kesejahteraan rakyat menurut Moh. Hatta, adalah merupakan
pilar (soko guru) ekonomi Indonesia.

Sistem ekonomi Indonesia pada masa orde baru bersifat “birokratik otoritarian” yang
ditandai dengan pemusatan kekuasaan dan partisipasi dalam membuat keputusan-
keputusan nasional hampir sepenuhnya berada ditangan penguasa bekerja sama dengan
kelompok militer dan kaum teknokrat. Adapun kelompok pengusaha oligopostik
didukung oleh pemerintah bekerja sama dengan masyarakat bisnis internasional, dan
terlebih lagi kuatnya pengaruh otoritas kekuasaan keluarga pejabat Negara termasuk
presiden (William Liddle, 1995: 74).

Kebijaksanaan ekonomi yang selama ini diterapkan yanga hanya mendasarkan pada
pertumbuhan dan mengabaikan prinsip nilai kesejahteraan barsama seluruh bangsa,
dalam kenyataannya hanya menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang bahkan
pengusaha. Pada era ekonomi global dewasa ini dalam kenyataannya tidak mampu
bertahan. krisis ekomoni yang terjadi di dunia dan melanda Indonesia mengakibatkan
ekonomi Indonesia terpuruk, sehingga kepailitan yang diderita oleh para pengusaha harus
ditanggung oleh rakyat.

Dalam kenyataannya sektor ekonomi yang justru mampu bertahan pada masa krisis
dewasa ini adalah ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang berbasis pada usaha rakyat.
Oleh karena itu, rekapitalisasi pengusaha pada masa krisi dewasa ini sama halnya dengan
rakyat banyak membantu pengusaha yang sedang terpuruk.

Langkah yang strategis dalam upaya melakukan reformasi ekonomi yang berbasis pada
ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai-nilai pancasila yang mengutamakan kesejahteraan
seluruh bangsa adalah sebagai berikut:

a. Keamanan pangan dan mengembalikan kepercayaan, yaitu dilakukan dengan


“social safety net” yang dipopulerkan dengan program jaringan pengaman sosial (JPS).
Sementara untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah, maka
pemerintah harus secara konsisten menghapuskan KKN, serta mengadili bagi oknum
pemerintah masa orde baru yang melakukan pelanggaran. Hal ini akan memberikan
kepercayaan dan usaha.

b. Program rehabilitasi dan pemulihan ekonomi. Upaya ini dilakukan dengan


menciptakan kondisi kepastian usaha, yaitu dengan diwujudkannya perlindungan hukum
serta undang-undang persaingan yang sehat. Untuk itu pembenahan dan penyehatan
dalam sektor perbankan menjadi prioritas utama, karena perbankan merupakan jantung
perekonomian.

c. Transformasi struktur, yaitu guna memperkuat ekonomi rakyat maka perlu


diciptakan sistem untuk mendorong percepatan perubahan struktural (structural
transformation). Transformasi struktural ini meliputi proses perubahan dari ekonomi
tradisional ke ekonomi modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi yang tangguh, dari
ekonomi sistem ke ekonomi pasar, dari ketergantungan kepada kemandirian, dari
orientasi dalam negeri ke orientasi ekspor (Nopirin, 1999:4) dengan sendirinya
interviensi birokrat pemerintahan yang ikut dalam proses ekonomi melalui monopoli
demi kepentingan pribadi harus segera diakhiri. Dengan sistem ekonomi yang
mendasarkan nilai pada upaya terwujudnya kesejahteraan seluruh bangsa maka
peningkatan kesejahteraan akan dirasakan oleh sebagian besar rakyat, sehingga dapat
mengurangi kesenjangan ekonomi.

Tidak hanya itu, agar terwujudnya kesejahteraan seluruh bangsa maka pemerintah juga
memberikan kebijakan ekonomi seperti:
a. Kebijakan ekonomi makro

Kebijaksanaan ekonomi makro yang telah dilaksanakan pemerintah dalam upaya


menekan laju inflasi dan memperkuat nilai tukar rupiah terhadap valuta asing adalah
melalui kebijaksanaan moneter yang ketat disertai anggaran berimbang, dengan
membatasi devisa anggaran sampai pada tingkat yang dapat diimbangi dengan tambahan
dana dari luar negeri. Kebijaksanaan moneter yang ketat dengan tingkat bunga yang
tinggi selain dimaksudkan untuk menekan laju inflasi dan memperkuat nilai tukar rupiah
terhadap valuta asing, dengan menahan naiknya permintaan anggaran, juga untuk
mendorong masyarakat meningkatkan tabungan di sektor perbankan. Meskipun demikian
pemerintah menyadari sepenuhnya bahwa tingkat bunga tinggi dapat menjadi salah satu
faktor terpenting yang akan berdampak negatif terhadap kegiatan ekonomi atau bersifat
kontraktif terhadap perkembangan PDB. Oleh karena itu tingkat bunga yang tinggi tidak
akan selamanya dipertahankan, tetapi secara bertahap akan diturunkan pada tingkat yang
wajar seiring dengan menurunnya laju inflasi.

b. Kebijakan ekonomi mikro

Kebijaksanaan ekonomi mikro yang ditempuh pemerintah, ditujukan, antara lain:

1. Untuk mengurangi dampak negatif dari krisis ekonomi terhadap kelompok


penduduk berpendapatan rendah dikembangkannya jaring pengaman sosial yang meliputi
program penyediaan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau, mempertahankan tingkat
pelayanan pendidikan dan kesehatan pada tingkat sebelum krisis serta penanganan
pengangguran dalam upaya mempertahankan daya beli kelompok masyarakat
berpendapatan rendah.

2. Menyehatkan sistem perbankan dan memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap


keberadaan lembaga perbankan.

3. Merestrukturisasi hutang luar negeri. mereformasi struktural di sektor riil, agar


perekonomian, terutama sektor riil dapat berkembang lebih efisien, pemerintah
melancarkan berbagai program reformasi struktural. Reformasi struktural di sektor riil
mencakup:

a. Penghapusan berbagai praktek monopoli,

b. Deregulasi dan debirokratisasi di berbagai bidang, termasuk bidang perdagangan


dalam dan luar negeri dan bidang investasi,
c. Privatisasi BUMN. Meskipun perekonomian nasional sebelum krisis ekonomi
mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, tetapi ternyata terdapat kelemahan-
kelemahan, antara lain, adanya praktek-praktek monopoli di berbagai bidang usaha.
Dengan praktek-praktek monopoli telah terjadi konsentrasi kekuatan pasar hanya pada
satu atau beberapa pelaku usaha, sehingga kegiatan produksi, distribusi menjadi tidak
efisien dan secara lebih luas daya saing perekonomian nasional menjadi lemah.

d. Mendorong ekspor. permintaan dalam negeri yang menurun, maka wahana untuk
memulihkan kembali perekonomian Indonesia adalah melalui promosi ekspor. Tambahan
pula dengan nilai tukar rupiah yang terdepresiasi tinggi dewasa ini, Indonesia makin
memiliki daya saing dalam barang ekspor yang padat karya dan padat kekayaan alam.
Namun peningkatan ekspor dewasa ini dihadapkan kepada beberapa kendala, yakni
keengganan pihak luar negeri membeli barang Indonesia, ketiadaan bahan baku, serta
hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan ekspor, seperti misalnya operasi
pelabuhan, kecepatan kerja, bea dan cukai, dan administrasi perpajakan.
DAFTAR PUSTAKA

Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Jogyakarta: Paradigma, Edisi Reformasi.

Komalasari, Kokom. 2007. Pendidikan Pancasila. Jakarta: Lentera Cendekia.

“Pancasila Sebagai Paradigma


Reformasi”http://exalute.wordpress.com/2008/07/24/pancasila-sebagai-paradigma-
pembangunan/. 20 Maret 2012. 07:08.

Syarbani, Syahrial. 2004. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Jakarta: Ghalia


Indonesia.
Tugas kelompok

MAKALAH

“GERAKAN REFORMASI”

DI SUSUN OLEH :

1. NURUL HASANAH
2. NUR FADHILLAH
3. NURUL YULYANA
4. SUNARTI R
5. RESTIANI TANDI
6. RAMADIANTO
7. KAHARUDDIN
8. ZUBAIR
9. KHAIRUL ANWAR

Politeknik kesehatan makassar

2014

Anda mungkin juga menyukai