Anda di halaman 1dari 12

Judul Jurnal          : POLA RELASI BISNIS DAN POLITIK DI

INDONESIA MASA REFORMASI: KASUS RENT SEEKING

Penulis                     : Ratnia Solihah

Publikasi                 : Departemen Ilmu Politik FISIP Universitas


Padjadjaran Email: ratniasolihah91@yahoo.co.id

Reviewer                 : Helda Vika Verrantis ( 19032000030 )


Mata Kuliah : Sistem Politik Indonesia

Latar Belakang     :
Pembangunan ekonomi suatu negara tidak terlepas dari kebijakan yang di buat oleh
pemerintah yang akan berimplikasi pada perekonomian suatu negara. dari peran
pemerintah dalam mengatur perekonomian untuk mencapai kesejahteraan bagi
masyarakatnya.

Tujuan:

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan praktik rent


seeking yang terjadi antara politik dengan relasi bisnis . Penelitian ini
juga bertujuan untuk memberikan pemahaman terhadap pembaca
bagaimana sistem politik dan kekuasaan politik mempengaruhi
pebisnis dalam menjalnkan aktivitas usahanya

Metode:

Jurnal ini menggunakan metode penelitian analisis referensi yang


tersedia baik dari teori, buku hingga penelitian sebelumnya
HASIL :
Pola relasi bisnis mengalami perubahan pada massa era orde baru ke
reformasi di mana pola relasi bisnis dan politik bertranformasi di tandai dengan
adanya pembagian sumber daya negara yang di lakukan oleh elit politik dan para
pengusaha yang menguasai ekonomi dengan melakukan praktek pencarian rent
seeking di rezim demokrasi. Pola pencairan rente berkembang dari rezim otoritarian
Orde Baru ke rezim demokratis pada periode reformasi. Dalam proses transformasi
tersebut, pencarian rente berkembang tidak hanya diantara aktor-aktor ekonomi dan
politik atau pemerintah di tingkat pusat namun juga meluas kepada aktor-aktor di
tingkat lokal Yang mengakibatkan meningkatnya kasus korpusi yang awalnya hanya
terjadi di lingkungan pemerintah pusat sekarang menjadi menyebar di lingkup area
pemerintah daerah hingga menular ke pejabat desa. Dengan adanya hal ini praktik
rent seeking mengubah peta korupsi di Indonesia semakin meluas dan menyebar.
Praktik pencairan rente semakin berkembang dengan adanya kekuatan ekonomi
baru dan aktor- aktor baru yang bertranformasi melalui reorganisasi aktor-aktor
bisnis pada masa Orde Baru kepada situasi politik saat ini dalam rangka mengontrol
sumber-sumber daya ekonomi. kehadiran aktor-aktor politik/pemerintahan yang
masih didominasi oleh relasi-relasi kekuasaan yang rakus.
Pembangunan ekonomi suatu negara tidak lepas dari peran pemerintah dalam
mengatur dan menentukan kebijakan ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan
rakyat sesuai pembukaan undang-undang 1945 alenia ke 4. Di era reformasi ini
Indonesia memiliki cita-cita untuk melakukan perombakan dan melakukan perbaikan
terhadap kondisi ekonomi yang terjadi di masa pemerintahan Orde Baru, dimana
pada masa pemerintahan Orde baru tersebut praktek kekuasaan pemerintahan
dijalankan secara sentralistis. Dengan system orde baru yang sentralistis di
harapkan dapat mempercepat kesetabilan ekonomi dan politik Indonesia serta
dapat mempercepat pembangunan ekonomi. Stabilisasi politik dilakukan untuk
menopang pembangunan ekonomi yang dijadikan komando. Pada masa Orde Baru
juga terjadi maraknya praktek Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) yang bukan
hanya melibatkan aktor-aktor politik di dalam pemerintahan, melainkan juga para
aktor ekonomi (pebisnis) sebagai klien dari pemerintah. Praktek KKN tersebut pada
dasarnya berkaitan dengan relasi antara bisnis dan politik.

Dengan kurang baiknya system ekonomi dan politik pada massa orde baru
pemerintah pada era reformasi melakukan berbagai upaya untuk merubah
institusional. Perubahan yang signifikan dalam masa reformasi adalah adanya
pelembagaan demokrasi dan desentralisasi (Robison and Hadiz, 2004: 197).
Demokratisasi mempunyai tujuan agar sistem politik dapat lebih terbuka dan
demokratis. Artinya, setiap kelompok politik dapat menjadi input dalam pembuatan
kebijakan, sehingga masyarakat dapat ikut andil dalam pembuatan keputusan dan
kebijakan politik. Sedangkan desentralisasi adalah pelimpahan wewenang
pemerintahan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah agar bisa mengatur
kegiatan di daerah tersebut berdasarkan asas otonom. Tujuan desentraisasi untuk
Mencegah terjadinya pemusatan keuangan, dan
Sebagai usaha pendemokrasian pemerintahan dan mencegah adanya kekuasaan
yang tersentralisasi pada segelintir orang. Desentralisasi memiliki beberapa asumsi,
antara lain, akuntabilitas, responsiveness dan partisipasi aktif warga negara (Hadiz,
2005: 290-292). Pada kenyataanya perubahan yang di lakukan tersebut tidak sesuai
dengan tujuan awalnya dan tidak sesuai dengan apa yang di harapkan. Hal ini di
buktikan dengan Data dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan
bahwa penanganan kasus korupsi dari tahun 2004-2014 (per 31 Maret 2014)
mengalami peningkatan (http://acch.kpk. go.id/statistik/Rekapitulasi-Penindakan-
PidanaKorupsi/). Bedasarkan data tersebut tingkat korupsi tidak mengalami
penurunan melainkan mengalami peningkatan secara signifikan dalam sepuluh
tahun terakhir ini, walaupun desentralisasi dijalankan. Tindakan korupsi merupakan
kepentingan ekonomi dan politik Meningkatnya korupsi di Indonesia pada masa
reformasi di isinyalir melibatkan aktor-aktor elit politik dalam tingkat pusat maupun
daerah dan aktor-aktor ekonomi atau pengusaha yang melakukan tindakan berbagi
sumber daya negara. dimana praktek rent seeking (perburuan rente) menjadi hal
yang menonjol dalam relasi bisnis dan politik tersebut dengan dilakukan secara
terbuka dan terjadi direzim yang demokratis, yang pada akhirnya memunculkan
dampak terjadinya korupsi yang semakin meningkat.

RENT SEEKING DAN KORUPSI

Didik J Rachbini mengemukakan bahwa dalam kajian ekonomi politik rent seeking
merupakan perburuan pendapatan dengan cara monopoli, lisensi dan penggunaan
modal kekuasaan di dalam bisnis. Dalam teori pilihan publik, serta dalam ekonomi,
mencari-sewa berarti mencari untuk meningkatkan pangsa satu kekayaan yang ada
tanpa menciptakan kekayaan baru. Hasil pencarian sewa dalam mengurangi
efisiensi ekonomi melalui salah alokasi sumber daya, mengurangi kekayaan
penciptaan, meningkatnya ketidaksetaraan pendapatan, dan potensi penurunan
nasional. Rent seeking di lakukan untuk mendapatkan monopoli memaksa dapat
menghasilkan keuntungan bagi pencari sewa di pasar sementara memaksakan
kerugian pada pesaing mereka sepenuhnya. Ini adalah salah satu dari banyak
kemungkinan bentuk perilaku rent seeking. tindak korupsi biasanya terjadi di dalam
sistem politik yang tertutup dan otoriter perlu dikaji ulang. Kenyataan menunjukan
dengan jelas bahwa tindak korupsi juga terjadi di dalam sistem politik terbuka dan
(menuju pada tahapan) demokratis, setidaknya itu terjadi di Indonesia. Ketika
reformasi bergulir dan kebebasan pers serta partisipasi politik mengalami perubahan
luar biasa, tindak korupsi bukannya berhenti atau minimal terkurangi, tapi malah
mengalami peningkatan baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Asumsi yang
melandasinya adalah semakin besar rente yang bisa diciptakan oleh suatu jabatan
pemerintahan, semakin besar peluang terjadinya korupsi. Banyak pelaku usaha
mempengaruhi kebijakan ekonomi melalui hubungan dengan para pejabat atau
politisi. Salah satu contoh adalah mempengaruhi kebijakan perdagangan luar negeri,
yakni membuat kebijakan perdagangan yang bisa memberi keuntungan pada suatu
perusahaan atau bidang industri tertentu dengan memproteksi pasar produk,
mengurangi ongkos produksi, dan mengurangi persaingan yang dihadapi. para
pejabat dan politisi untuk mendukung penerapan bea masuk yang bisa melindungi
pasar produk mereka atau subsidi untuk menurunkan ongkos produksi mereka.
Dorongan ini bisa berujud misalnya, sumbangan dana kampanye para politisi
tersebut. Perusahaan itu bersedia menyumbang karena kebijakan-kebijakan seperti
itu bisa meningkatkan keuntungan pebisnis.

John Girling dalam tulisannya “Corruption. Capitalism and Democracy”


mengemukakan bahwa perilaku korupsi tidak hanya melibatkan aktor yang ada
dalam institusi pemerintah, tapi juga dalam cakupan yang lebih luas, seperti
misalnya relasi antara pebisnis dan politisi untuk ‘berbagi’ sumber daya negara
(Girling, 1997: 6). Bila kita mengacu pada konsep demokrasi yang berarti
kebebasan, maka dalam relasi bisnis dan ekonomi pun demokrasi
terimplemestasikan dalam konsepsi lobbying dan advertising. Lobbying dan
advertising ini adalah cara yang digunakan pebisnis untuk mempengaruhi kebijakan
yang akan dikeluarkan oleh politisi di mana politisi akan memprioritaskan
kepentingan bisnis dan capital daripda kepentingan rakyat. Gordon Tullock
membagi teori rent seeking ke dalam dua aspek utama, yakni transfer cost dan
Competing rents. Transfer cost adalah sejumlah biaya yang di keluarkan untuk
mempengaruhi kebijakan yang akan di keluarkan oleh pemerintah sedangkan
Competing rents di gunakan pengusaha untuk mempermudah dan memperlancar
usahanya dengan memaksimalkan keuntungan sebesar-besarnya dengan biaya
sekecil-kecilnya dengan cara melobi negara untuk peraturan tertentu yang
menyangkut pajak, distribusi, kuota impor, subsidi dan lain sebagainya.Rent seeking
dapat disebut korupsi ketika pebisnis yang melakukan lobi membayar atau
memberikan uang (secara pribadi) ke pejabat publik. Pada sistem pasar yang
monopoli sumber daya di kuasai oleh pihak-pihak tertentu kemudian dikompetisikan
siapa yang dapat mengelola atau mendapatkan sumber daya negara tersebut
dengan memingirkan kepentingan publik

Menurut Michael Ross, rent seeking dapat dibagi menjadi tipe-tipe, yaitu:

a. Rent Creation, dimana perusahaan (firms) mencari keuntungan yang dibuat oleh
negara dengan menyogok politisi dan birokrat (in which firms seek rents created by
the state, by bribing politicians and bureaucrats).

b. Rent Extraction, dimana politisi dan birokrat mencari keuntungan dari perusahaan
dengan mengancam perusahaan dengan peraturan-peraturan (in which politicians
and bureaucrats seek rents held by firms, by threathning firms with costly
regulations).

c. Rent Seizing, dimana terjadi ketika aktoraktor negara atau birokrat berusaha
untuk mendapatkan hak mengalokasikan rente yang dihasilkan dari institusi-institusi
negara untuk kepentingan individunya atau kelompoknya (rent seizing: as effort by
state actors to gaintheright to allocate rents) (http://www.scribd.com/
doc/118391055/pemburu-rente-rentseeking).

Praktik rent-seeking dapat dilihat sebagai perilaku yang berusaha menerapkan


praktek monopoli terhadap sumber daya dan praktek melobi pemerintah/penguasa
dalam upaya mendapatkan perlindungan, konsesi serta mendapatkan hak guna
sumber daya tersebut. Pada negara berkembang praktik rent seeking sengaja di
dorong dan di toleransi sebagai dalih percepatan pembangunan ekonomi dan untuk
menghambat terjadinya kompetisi melalui pasar.
Berkaitan dengan hal tersebut, dapat ditelusuri dari pendapat Tullock yang
mengemukakan bahwa perilaku rent seeking cenderung terjadi pada mereka yang
memegang kendali struktur monopoli. Di sektor ekonomi ia memonopoli sumber
daya, distribusi dan pasar; sementara disektor publik menjadi pengontrol kebijakan
di pemerintahan maupun di legislatif. Kunio menyebut perilaku ini tidak mungkin
berkembang bila tidak terjadi kerjasama saling menguntungkan antara pemburu
rente di sektor ekonomi dan kaum predator pembuat kebijakan di sektor publik. Para
elit secara sistematis menggunakan pengaruhnya untuk mempengaruhi setiap
pengambilan keputusan dan perencanaan anggaran. Hal yang sama juga terjadi
pada tataran aktor dan elit politik di parlemen (https://raconquista.files.wordpress.
com/2009/.../politik-ekonomi-lokal).

Pola Relasi Bisnis dan Politik di Indonesia Masa


Reformasi: Kasus Rent Seeking

Berakhirnya rezim pemerintahan Orde Baru pada tahun 1998 telah membawa Indo-
nesia memasuki babak baru demokrasi. Dalam pemerintahan masa transisi yang
merupakan peralihan pemerintahan dari masa Orde Baru ke pemerintahan era
reformasi yang dipimpin oleh Habibie, ditandai juga dengan adanya tuntutan untuk
menyelenggarakan pemerintahan yang lebih transparan, partisipatif dan akuntabel..
presiden Habibie menerapkan kebijakan desentralisasi dimana setiap masyarakat
memiliki kebebasan untuk menyampaikan aspirasi dan kepentingannya. Adanya
perubahan kebijakan tersebut mempengaruhi aspek pola bisnis dan politik di
Indonesia.Hal tersebut dikemukakan Natasha Hamilton Hart dalam tulisannya yang
berjudul “Government and Private Business: Rents, Representation and Collective
Action”, yang memperlihatkan tentang relasi bisnis dan pemerintah di Indonesia
pada masa reformasi. Pada massa reformasi sekarang ini para pemilik modal atau
kaum kapitalis sangat mudah untuk berpeluang di akomodir kepentinganya oleh
pemerintah dalam pengambilan kebijakan yang menyangkut bisnisnya.dalam
perubahan institusional para pebisnis dengan sangat mudah dapat menguasai dan
mempengaruhi kebijakan politik di mana para pebisnis menjadi sebuah sumber daya
input untuk di perhatikan dalam pembuatan kebijakan publik oleh pemerintah.

Pada massa reformasi sekarang ini masih di temukan Adanya pengaruh pola relasi
bisnis dan politik pada massa orde baru,dengan adanya pola relasi bisnis dan politik
yang dilakukan oleh aktor bisnis dan aktor politik/ pemerintahan sebagaimana
dilakukan masa Orde Baru. Pola relasi tersebut dicirikan dengan adanya aktor
ekonomi (pebisnis) yang berusaha melindungi kepentingannya dengan menjalin
relasi informal dan individu terhadap aktor politik/pemerintahan. Dalam pola relasi
antara aktor ekonomi (pebisnis) dan aktor politik/pemerintahan (politisi/birokrat)
masih memperlihatkan adanya atau terjadinya pola transaksional yang bersifat
predatoris dan bersifat patron-klien, yang dilakukan untuk mendapatkan rent dari
pemerintah.
Para pelaku bisnis menjalin hubungan formal maupun individu dengan penguasa
politik dengan harapan adanya perlindungan dan konsensi yang di dapatkan dari
pemerintah. perilaku rent seeking ini berkembang karena ada kerjasama saling
menguntungkan antara pemburu rente (pebisnis) di sektor ekonomi dengan kaum
predator pembuat kebijakan di sektor publik (politisi, pemerintah, birokrat), yang
tidak hanya di kalangan aktor ekonomi dan aktor politik/pemerintah pada tingkat
pusat tetapi juga meluas ke Daerah dalam lingkungan politik/pemerintahan yang
desentralistis. Praktek rent seeking ini merupakan akar dari munculnya korupsi,
dimana pola relasi pebisnis yang memburu rente dengan pemerintah yang
membuat kebijakan, dalam prosesnya banyak menghasilkan kesepakatan yang
berada di luar struktur lembaga formal. Dengan adanya system demokrasi dan
desentralisasi membuat semua pihak bebas dalam berpartisipasi ikut serta
menentukan kebijakan public. Kemudahan dan keterbukaan membuat praktik rent
seeking semakin marak dan subur di Indonesia. Hal ini diperkuat dengan hasil studi
dari Ari Kuncoro dalam tulisannya yang berjudul ‘Corruption and Business
Uncertainty in Indonesia’ menjelaskan bahwa perilaku rent-seeking berfokus pada
penyuapan dan market dari produk-produk regulasi pemerintah, seperti izin bisnis,
inspeksi keselamatan kebakaran, kepatuhan terhadap peraturan lingkungan,
penilaian pajak daerah, pemberian izin, dan inspeksi kontrak lingkungan.Hal-hal
yang menjadi perilaku rentseeking adalah lobi pemerintah untuk proyek tertentu,
proteksi industrial, dan hak monopoli eksklusif (Kuncoro, 2006: 11).

Pemberian lisensi kepada para pelaku bisnis (seperti lisensi impor, ekspor, atau
perizinan bisnis lainnya) dapat dikategorikan praktek rent seeking. Dari pemberian
lisensi tersebut, sang pejabat publik akan membuka jalan bisnis bagi pelaku-pelaku
tertentu dengan mendapatkan fee atau komisi dari perusahaan yang dia endorse
(sahkan). dan juga adanya sejumlah uang yang diberikan dalam proses lobi untuk
mempengaruhi penguasa dalam pengambilan kebijakan atau keputusan publik.
Bentuk rent seeking seperti ini yang umumnya terjadi dalam pola korupsi di masa
reformasi. Data korupsi yang terjadi selama sepuluh terakhir (tahun 2004-2014)
menunjukkan bahwa menurut perkaranya, korupsi terbesar dilakukan karena adanya
penyuapan (170 kasus), pengadaan barang dan jasa (115 kasus), pungutan (14
kasus) dan perijinan (13 kasus) (http://acch.kpk. go.id/statistik/Rekapitulasi-
PenindakanPidana-Korupsi/ diakses pada 18 Agustus 2015). A.K Jain
berpandangan bahwa korupsi tersebut merupakan bagian dari rent seeking.
Menurutnya essensi rent seeking menjadi korupsi saat dilakukan di luar hubungan
publik dan formal, pebisnis yang melakukan lobi membayar atau memberikan uang
(secara pribadi) ke pejabat publik, dan berkaitan dengan monopoli atas suatu
sumber daya (Lambdorf, 2002: 104106). Pemberian uang tersebut berkaitan untuk
mendapatkan sejumlah rent yang merupakan produk kebijakan politik.

Dengan adanya desentralisasi membuat praktik rent seeking semakin marak dan
terjadi di tingkat pemerintah daerah. Masyarakat secara mandiri mengelola sumber
dayanya yang berdampak pada meningkatnya kasus korupsi di tingkat
lokal.bedasarkan hal tersebut korupsi pola relasi bisnis dan politik tidak hanya terjadi
di tingkat pemerintahan pusat namun juga di pemerintahan lokal di mana di tunjukan
dengan meningkatnya kasus korpusi yang di lakukan pejabat daerah yang mana
pejabat daerah berhak mengatur dan mengurus ekonomi daerahnya secara mandiri
bedasarkan asas otonom, hal ini menimbulkan praktik rent seeking seperti jual beli
jabatan, suap proyek, Beberapa perijinan, seperti lisensi lahan, ijin pertambangan
dan hak guna usaha atas sumber daya alam beralih

Berikut adalah data kasus korupsi bedasarkan jabatan


Bedasarakn data di atas menunjukan bahwa kasus korupsi semakin melebar luas
dan menular hingga ke tingkat daerah hal tersebut menunjukan pelaku rent seeking
di di era reformasi ini sangat beragam.

contoh kasus yang terjadi di Kota kelahiran saya Kabupatn nganjuk di mana
bupati nganjuk melakukan suap dan jual beli jabatan di lingkungan pemerintah
kabupaten nganuk, tidak hanya itu praktik reent seeking di nganjuk juga begitu
mencolok mata adanya lahan produktif yang di gunakan untuk pembangunan pabrik
industry tidak lepas dari peranan pemerintah daerah dalam menerbitkan surat
perizinan pendirian usaha di mana pada masa bupati nganjuk taufiq qurahman
menjalin hubungan individu dengan pebisnis asal china guna mempermudah
perizinan usaha pendirian industry sarung tangan. Kemudahan perizinan tersebut
tidak lepas dari adanya praktik rent seeking perizinan pendirian usaha yang di
lakukan antara pengusaha asal china dengan bupati nganjuk. Dalam aspek ekonomi
praktik rent seeking merupakan bisnis yang tidak sehat dan negatif.

Bertransformasinya pola relasi bisnis dan politik yang berbentuk rent seeking
dari masa pemerintahan Orde Baru ke Masa reformasi dengan sedikit perubahannya
disebabkan beberapa hal yaitu:

a. Pertama, adanya reorganisasi aktor-aktor bisnis pada jaman Orde Baru,


dimana para pebisnis tidak mati setelah krisis moneter dan reformasi terjadi
tahun 1998, namun bertransformasi dengan situasi politik saat ini untuk tetap
menguasai sumber daya ekonomi. Keterlibatan kekuatan ekonomi (para
pebisnis) pun secara langsung maupun tidak langsung (melalui deregulasi),
tetaplah yang paling untung karena merupakan kekuatan ekonomi yang
paling kuat. Oleh karenanya, saat pengaturan (regulasi) dibebaskan di pasar
dengan adanya demokratisasi, mereka telah menguasai pasar tersebut.
b. Kedua, ketidakmunculan kapitalis baru (pebisnis baru) yang cukup signigfikan
sebagai kekuatan ekonomi baru. Hal ini berhubungan dengan dampak dari
faktor pertama ditambah dengan adanya desentralisasi, sehingga membuat
tipe baru kapitalis yang lebih produktif tidak muncul. Hal tersebut kemudian
mengubah struktur ekonomi di tingkat Daerah, sekaligus mengubah pola rent
seeking di tingkat lokal. Ketidakberadaan kapitalis baru yang signifikan ini,
dikarenakan oleh tiga hal, antara lain, 1) adanya tendensi elit politik lokal lebih
banyak mengundang investasi pada kapitalis lama yang telah mapan, yang
itu adalah bagian dari Orde Baru. Hal itu berhubungan dengan tuntutan
pemerintah daerah harus memiliki pemasukan sendiri. Oleh karena itu,
kemudian mereka memberikan perizinan, lisensi atau keringanan pajak.
2)Adanya tendensi pemerintah lokal untuk lebih inklusif pada aktor ekonomi,
namun lebih banyak pada aktor ekonomi informal, seperti perjudian dan illegal
logging untuk kepentingan dirinya. 3) Pemerintah lokal lebih banyak
menginisiasi bisnis melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) (Shidiq, 2003:
196-198).(https://www.blogger.com/ blogger.g?
blogID=7603087815250054124 - _ftn11).
c. Ketiga,adanya aktor politik/aparat pemerintah yang masih didominasi oleh
hubunganhubungan kekuasaan yang predatoris, dimana antara aktor
ekonomi dan aktor politik/pemerintah tersebut berinteraksi dalam bentuk
relasi klientelisme, yakni adanya relasi bisnis dan politik karena basis
ekonomi yang lemah dan penguasaan hasil sumber daya yang dikuasai oleh
segelintir elite

Hadiz merujuk pada Peter Evans bahwa kekuatan predatoris adalah pejabat
publik (baik individu atau mengacu pada bentuk korporatis) yang menguasai
sumber daya negara untuk kepentingan pribadi dan/atau kerabatnya. Evans
menyebut keterlibatan pebisnis yang mempunyai hubungan dekat dengan
para birokrat dan politisi, yang kemudian mengaitkannya dengan konsepsi
rent seeking. Menurutnya, rent seeking sebagai bentuk korupsi karena
akhirnya investasi yang tinggi dan sumber daya yang banyak milik negara
tidak teralokasikan untuk keperluan warga negara, tetapi masuk ke aparatus
negara dan kerabatnya (Hadiz, 1997: 253)

Untuk mengatasi dan memberantas maraknya rent seeking di Indonesia


tersebut, dapat dilakukan beberapa langkah, yaitu:
A. Per- tama, memperkuat keterbukaan dan demokrasi, terutama dengan
memperluas partisipasi masyart
B. Kedua, meningkatkan kualitas pendidikan dan kesejahteraan para
penyelenggara negara melalui reformasi birokrasi dan perbaikan sistem
renumerasinya
C. Ketiga, mempertegas low enforcement. Adanya penegakkan hukum yang
tegas, pasti dan tidak diskriminasi akan menjadi alat yang efektif dalam
memberantas korupsi di Indonesi
D. Keempat, memperkuat ajaran agama, khususnya budaya kejujuran dan
kedisiplinan, sehingga menjadi tradisi yang melekat dalam kehidupan dan
pendidikan
Kelebihan:
1. Memaparkan secara jelas dan lengkap latar belakang dari
permasalahan praktik rent seeking di antara para elit politik dan
kapitalis

2. Penulis dapat mengembangkan beberapa poin-point kecil.

3. Adanya kesimpulan yang dapat dengan mudah di pahami

4. Menyertakan refrensi.

5. Menggunakan struktur yang cukup jelas

6. Jurnal : Memaparkan secara jelas dan lengkap mulai dari kernangka


pikiran dari permasalahan adanya hubungan pola relasi bisnis dengan
politik dengan mengacu pada praktik rent seeking sampai
menjelaskan perubahan pola relasi bisnis dan politik setiap
perkembangan massa dan rezim di Indonesia
7. Penulisan jurnal ini teratur dan sesuai dengan kaidah pembuatan
penulisan  Jurnal.Kata yang digunakan juga dalam jurnal ini bersifat
baku dan sesuai dengan Kamus EYD
8. Setiap perubahan dalam segi kecil maupun besar di jelaskan dengan
runtut dan memaparkan dari penelitian sebelumnya
9. Isi jurnal memiliki referensi yang banyak dan sumber-sumber
terpercaya sehingga data jurnal sangat akurat.
10. Memaparkan data-data dari berbagai sumber terpercaya seperti
websaite KPK dan menjelaskan mengenai data tersebut sehingga
pembaca akan dengan mudah memahami data yang di sajikan
11. Memaparkan kasus-kasus rent seeking dan menganalisis secara
mendetail dari tingkat pemerintah pusat sampai ke pemerintah daerah.

Kekurangan :

1. Sebenarnya jurnal ini cukup jelas pola penulisan yang runtut sehingga
pembaca tidak kebingungan. Namun sayang, pemilihan katanya
terkadang masih ambigu yang mengakibatkan penalaran yang berbeda
dari tiap pembaca.

2. Kurang rapinya penulisan di mana pembaca sulit mengurutkan bacaanya.


sehingga membuat pembaca kurang jelas yang mengakibatkan pembaca
merasa bingung ketika membacanya.

3. Adanya pengunaan kata yang tidak efektif di beberapa kalimat sehingga


akan tumpeng tindih makna sebuah kalimat.

4. Ada beberapa paragraph yang sulit di pahami karena kalimat yang


cenderung terbelit-belit
5. Tidak adanya nomer pada setiap halaman

Saran :

dari jurnal di atas Perburuan rente (rent seeking) di indonesia bukan lah
merupakan praktek baru, praktek ini mulai berkembang subur dan mekar
pada pemerintahan otoriter, hal ini untuk indonesia dapat kita lihat dari mulai
berkuasanya orde baru, disitu mulai berkembang. Karna pada pemerintah
diktator atau otoriter tidak adanya pengawasan yang efektif dan semuanya
dibawah kendali pemerintah.dan menampakkan kondisi ekonomi yang stabil
namun sebenarnya terdapat kesenjangan kondisi ekonomi antara kelas atas
dan kelas bawah. Namun bukan berarti dalam era demokrasi bersih dari
praktek rentseeking, prakteknya saat ini dapat dilihat dari kubutuhan pejabat
terhadap dukungan baik itu suara maupun finansial sebagai backing untuk
mencapai kekuasaan tertentu, dan praktek ini muncul sebagai bentuk balas
budi atas dukungan yang diberikan oleh kaum kapitalis.

Seharusnya pemerintah menjalankan tugasnya sebagai pemerintah


sebagaimana yang sudah di atur dalam undang-undang. Pemerintahan yang
bersih akan mempercepat suatu negara untuk mencapai tujuanya dan
membuat masyarakat negara tersebut sejahtera bukan melakukan perbuatan
yang melanggar norma dan etika dalam pemerintahan. Di sisni rent seeking
adalah perubahan di mana setiap aspek politik di pengaruhi oleh kekuatan
ekonomi yang mana elit-elit politik hanya mementingkan pribadi dan
menyingkirkan kepentingan publik. Praktik rent seeking dapat di atasi dengan
di bentuknya badan-badan pengawas yang mengawasi berjalanya aktivitas
bisnis dan hubungan pebisnis dengan elit politik sedangkan untuk pembuatan
keijakan di bidang bisnis haruslah di permudah agar rent seeking tidak
dengan mudah merasuki pebisnis karena regulasi yang sulit, peningkatan gaji
pejabat bedasarkan prestasinya juga dapat di lakukan untuk mengantisipasi
terjadinya praktik rent seeking di tingkat pusat maupun daerah.
Pemerintah dapat memperketat pengawasan kemana arus uang dalam
sebuah rekening pribadi setiap elit politik untuk di gunakan sebagai data yang
akurat dalam mengawasi kinerja yang di lakukan pejabat dengan
pengawasan rekening maka akan mempermudah untuk menemukan
penyelewengan dana dan kasus-kasus seperti suap. Perbaikan moral agama
dan etika adalah kunci utama untuk setiap manusia agar berperilaku bersih,
jujur dan mempunyai rasa tanggung jawab tinggi.
Saran untuk isi jurnal ini adalah sebaiknya di berikan beberapa contoh kasus
yang di kupas tuntas secara mendetail sehingga pembaca memiliki
pandangan yang luas terkait praktik rent seeking di daerah

Anda mungkin juga menyukai