MODUL PRAKTIKUM
PERPETAAN
MODUL I
Teknik Peta Kompas dan Kompas Geologi
I. Tujuan Praktikum
UP UM [SPM] 1947 = 1M ± 1P
= 1◦ 20’ - 20’(*)
= 1◦
*Jika arah IP = IM maka dikurangkan dan sebaliknya
= 170◦ + 3◦ 6’
= 173◦ 6’
MENGHITUNG SUDUT PETA (2)
Diketahui :
• Peta : Bandung
• Peta dibuat tahu : 1959
• Increase : 2’/tahun
• Ikhtilaf Magnetis : 2◦ ke timur
• Ikhtilaf Peta : 28’ ke barat
• VM = 2’/tahun increase
• Sudut Kompas : 87◦
Ditanyakan :
• Berapa sudut petanya?
Jawab :
UP UM [SPM] 1947 = 1M ± 1P
= US UM ± US UP
= 2◦ + 28’
= 2◦ 28’
VM Increase = 2010 - 1959 = 51 tahun
= 2’× 51 tahun
= 102’
= 1◦ 42’
UP UM [SPM] 2010 = UP UM 1947 ± VM [2010-1959]
= UP UM 1947 ± VM [2010-1959]
= 2◦ 28’ + 1◦ 42’
= 4◦ 10’
Jadi sudut peta = sudut kompas ± UP UM [SPM] 2010
= 870◦ + 4◦ 10’
= 91◦ 10’
3.6. Cara Melakukan Resection dan Intersection
Resection adalah menentukan kedudukan atau posisi kita di peta dengan
minimal menggunakan dua atau lebih tanda medan yang dikenali. Namun,
tidak selalu tanda medan harus selalu dibidik, jika kita berada di area yang
jelas atau mencolok pada peta seperti di tepi sungai, sepanjang jalan, atau
sepanjang suatu punggungan, maka dapat juga digunakan satu titik amat
saja.
Langkah-langkah resection adalah sebagai berikut.
1. Orientasikan peta dengan benar, kemudian lihat dan mengamati medan
sekitar.
2. Tandai kedudukan dari minimal dua titik ekstrim atau titik amat yang
sudah dikenali pada peta.
3. Bidik kompas ke titik ekstrim, tentukan nilai azimuth dan hitung nilai
back azimuth.
4. Hitung Sudut peta, menggunakan sudut kompas dari back azimuth dan
variari magnetis.
5. Tarik garis dari minimal dua titik ekstrim sebesar nilai sudut peta
6. Perpotongan garis, merupakan titik kita berada
Intersection adalah menentukan posisi suatu titik (benda) di peta dengan
menggunakan dua atau lebih tanda medan yang dikenali di lapangan. In-
tersection digunakan untuk mengetahui atau memastikan posisi suatu benda
yang terlihat di lapangan, tetapi sukar untuk dicapai. Pada intersection, kita
sudah yakin pada posisi kita di peta.
Langkah-langkah melakukan intersection adalah sebagai berikut.
1. Orientasikan peta dengan benar, kemudian lihat dan mengamati medan
sekitar.
2. Tentukan dan memastikan posisi awal akhir kita pada peta dengan baik.
3. Bidik kompas pada posisi awal ke titik ekstrim A, tentukan nilai azimuth
dan hitung nilai back azimuth.
4. Bidik kompas pada posis akhir ke titik ekstrim A, tentukan nilai azimuth
dan hitung nilai back azimuth.
5. Hitung sudut peta, menggunakan sudut kompas dari back azimuth dan
variasi magnetis.
6. Perpotongan garis perpanjangan dari dua sudut yang didapat adalah
posisi obyek yang dimaksud.
3.7. Pengukuran Terestris Metode Poligon
Metode Poligon adalah salah satu cara penentuan posisi horizontal banyak
titik, dimana titik satu dengan yang lainnya saling dihubungkan dengan
pengukuran sudut dan jarak sehingga membentuk rangkaian titik-titik poligon.
Jalur poligon ini minimal terdapat dua titik ikat (x,y) serta dua arah horizon-
tal yang terletak di ujung-ujung jalur pengukuran jarak. Metode poligon
dibagi menjadi beberapa macam.
3.8. Pembacaan Kompas Geologi Sistem Kuadran dan Azimuth
A. Sistem Azimuth
Pembagian skala pada sistem ini adalah 0◦ ˘360◦ . Kedudukan N (utara)
pada kompas adalah kedudukan 0◦ berimpit dengan 360◦ , kedudukan
S (selatan) pelurus N adalah kedudukan 180◦ , dan kedudukan E (timur)
adalah kedudukan 90◦ , kedudukan W (barat) adalah kedudukan 270◦ .
Posisi pembacaan arah N - E - S - W - N pada kompas, ditulis keba-
likan arah perputaran jarum jam. Pembacaan cara pembacaan azimuth
kompas geologi dibagi dua, yaitu:
a. Pembacaan azimuth barat, yaitu pambagian skala pembacaan az-
imuth kompas pada lingkaran datar membesarnya pembagian angka
dimulai dari kanan ke kiri.
b. Pembacaan azimuth timur, yaitu pambagian skala pembacaan az-
imuth kompas pada lingkaran datar membesarnya pembagian angka
dimulai dari kiri ke kanan.
B. Sistem Kuadran
V. Tugas Pendahuluan
MODUL II
GPS dan Altimeter
I. Tujuan Praktikum
3.1. GPS
GPS (Global Positioning System) merupakan sistem yang berfungsi untuk
menentukan letak di permukaan bumi dengan bantuan penyelarasan sinyal
satelit, dengan 24 buah satelit yang beroperasi dan 3 satelit cadangan. Ada-
pun beberapa faktor yang mengurangi keakuratan GPS diantaranya adalah:
1. Hutan. Semakin lebat hutan, maka sinyal yang diterima akan semakin
berkurang.
2. Kondisi geografis
3. Air. GPS tidak dapat bekerja didalam air.
4. Alat-alat elektronik yang dapat mengeluarkan gelombang elektromag-
netik.
5. Gedung-gedung. Berada diantara dua buah gedung maupun didalam
gedung dapat menyebabkan keakuratan GPS berkurang.
6. Kaca film mobil, terutama yang mengandung metal.
titik-titik ukur, setelah itu kembali lagi ke titik trianggulasi (1200 m).
Tujuan dari pengukuran looping yaitu agar datanya bisa di koreksi.
4. Cara menggunakan altimeter, yaitu putar knop (warna hitam) ke kanan
sampai dengan jarum kecil yang berada di atas (di antara tanda – dan
+) berada di tengah-tengah.
5. Setelah jarum tersebut berada di tengah, baca hasil pengukuran yang
ditunjukkan oleh jarum penunjuk (jarum yang panjang). Alat ini mem-
punyai ketelitian 2 m (satu strip atau satu bagian garis mempunyai ni-
lai 2 m. Jika beda tinggi antara 2 titik kurang dari 2m, maka nilai kedua
titik tersebut mempunyai nilai yang sama. Setelah selesai kunci kembali
alat tersebut dengan cara memutar knop (warna hitam) ke kiri sampai
maksimum.
6. Alat ini mempunyai kesalahan pengukuran kurang dari 5 m (jika pen-
gukurannya baik). Kesalahan pengukuran tersebut bisa diperkecil den-
gan cara dikoreksi dengan koreksi temperatur, koreksi tekanan udara,
waktu, dan lain-lain.
7. Dalam satu loop pengukuran dengan menggunakan alat altimeter ini,
sebaiknya tidak lebih dari 2 jam.
8. Jika pengukuran tidak ingin dikoreksi maka pengukurannya tidak perlu
membentuk loop.
Catatan: Setelah selesai pengukuran jangan lupa alat harus dikunci den-
gan cara memutar knop (warna hitam) ke kiri sampai maksimum.
Sedangkan cara pengukuran dengan dua buah altimeter dengan satu ba-
sis adalah sebagai berikut.
1. Pengukuran dimulai dari titik yang telah diketahui ketinggiannya, mis-
alnya titik triangulasi. Selain itu bisa juga ditentukan dari titik base sta-
tion (BS) dimana ketinggiannya telah diturunkan dari nilai ketinggian
titik triangulasi.
2. Pengukuran menggunakan dua altimeter (altimeter diam dan altimeter
bergerak).
3. Diperlukan alat ukur pelengkap, yaitu:
a. Dua buah termometer.
b. Dua buah arloji.
4. Ketika pengukuran awal dimulai, kedua altimeter diset pada angka ket-
inggian yang sama pada titik BS tersebut. Di titik BS, altimeter dibaca
secara berurutan, yakni altimeter diam – altimeter bergerak – altimeter
diam.
5. Selama pengukuran, altimeter diam ditempatkan di titik awal penguku-
ran atau base station (BS).
6. Altimeter diam dibaca secara periodik (setiap 10 menit sekali) selama
pengukuran.
7. Altimeter bergerak dibawa ke setiap titik ukur. Setelah semua titik diukur
ketinggiannya dengan menggunakan altimeter bergerak, maka penguku-
ran selanjutnya harus kembali lagi ke tiik awal (BS). Jadi pengukuran-
nya berbentuk looping, artinya pengukuran dimulai dan diakhiri di titik
yang sama.
8. Pada setiap titik ukur, selain harga ketinggian dari altimeter, dibaca juga
harga temperatur pada termometer dan waktu pada arloji.
9. Pengukuran harus dilakukan di alam terbuka dan terlindung dari terik
matahari.
10. Selama pengukuran kondisi atmosfer harus sama untuk setiap tempat.
11. Diasumsikan bahwa perubahan tekanan udara pada setiap titik adalah
berbanding lurus dengan lamanya pengukuran (dihitung dari titik awal).
V. Tugas Pendahuluan
Daftar Pustaka
Astrini, R. & Oswald, P. (2012). Modul Pelatihan Quantum GIS Tingkat Dasar Untuk
Pemetaan Evakuasi Tsunami. GIZ- Decentralization as Contribution to Good
Governance / BAPPEDA Provinsi NTB : Mataram.
MODUL III
Theodolite dan Waterpass
I. Tujuan Praktikum
1. Theodolit
2. Rambu Ukur
3. Statip
4. Unting - unting
5. Alat tulis, Busur, Mistar (segitiga) dan kalkulator
a. Berdasarkan konstruksinya
1. Theodolit Reiterasi (Theodolit Tipe Sumbu Tunggal).
Theodolit Reiterasi, skala mendatar yang bersatu dengan klep sehingga
sudut mendatarnya tidak bisa diatur. Theodolite yang termasuk ke
dalam jenis ini adalah theodolite type T0 (wild) dan type DKM-2A (Kern).
2. Theodolit Repetisi (Theodolit Tipe Sumbu Ganda)
Theodolit Repetisi, Theodolit yang dapat diatur mengelilingi sumbu
tegak sehingga dapat ditentukan ke arah yang diinginkan. Theodolit
yang termasuk ke dalam jenis ini adalah Theodolit type TM 6 dan TL
60-DP (Sokkisha), TL 6-DE (Topcon), Th-51 (Zeiss).
b. Berdasarkan sistem pembacaannya
1. Theodolit sistem bacaan dengan Index Garis.
2. Theodolit sistem bacaan dengan Nonius.
3. Theodolit sistem bacaan dengan Micrometer.
4. Theodolit sistem bacaan dengan Koinsidensi.
5. Theodolit sistem bacaan dengan Digital.
c. Berdasarkan tingkat ketelitian
Keterangan:
P1 = Titik awal dan akhir pengukuran
β 1 → β 8 = Sudut titik ukur poligon
• = Titik ukur poligon
P1 Q = Garis bidik azimuth awal
△ = Titik triangulasi (diketahui koordinat dan ketinggiannya dari muka air laut)
= Garis ukur poligon
Bentuk Poligon Tertutup Ada 2 bagian :
Pada pengukuran poligon tertutup tak terikat titik tetap, titik awal akan men-
jadi titik akhir pengukuran namun koordinat dan ketinggiannya setiap titik ukur
dari permukaan air laut tidak bisa ditentukan. Yang dapat diukur pada poligon
tertutup tak terikat titik tetap yaitu panjang sisi – sisi poligon, besar sudut mir-
ing antar dua titik ukur, dan besar sudut titik – titik ukur poligon. Dalam perhi-
tungan dan penggambarannya tidak diperlukan perhitungan - perhitungan dan
ketentuan yang berlaku dalam pembuatan peta, seperti :
Keterangan:
P1 = Titik awal dan akhir pengukuran
β 1 → β 8 = Sudut titik ukur poligon
• = Titik ukur poligon
= Garis ukur poligon
[(n − 2) × 180] − Σβ
Fk = (2)
Σβ
c. Sudut dalam terkoreksi
β′ = β + Fk.β (3)
2. Azimuth (alpha)
3. Slope / Kemiringan
γ = 90◦ − SV (7)
4. Perhitungan Jarak
Jarak optis dihitung dengan persamaan :
Keterangan :
ba = Benang atas
bb = Benang bawah
bt = Benang tengah
100 = Konstanta
jd = Jarak datar
ba - bb = Jarak optis pada rambu ukur
Keterangan :
ba, bb = benang jarak (untuk menentukan jarak)
bt = benang tengah horizontal (untuk menentukan garis bidik beda tinggi)
bv = benang tengah vertical (untuk menentukan garis bidik sudut horizon-
tal)
Jo = (ba – bb) × 100 = (2 -1,8) × 100 = 20 m
90◦ = konstanta
∆h = Jd · tanγ (15)
Hn = Hn − 1 + ∆h (16)
V. Prosedur Pengukuran
Lakukan pengukuran poligon tertutup dengan cara sebagai berikut :
VI. Tugas
MODUL III
WATERPAS
I. Tujuan Praktikum
1. Memahami cara melakukan pengukuran beda tinggi dengan menggunakan
waterpas.
2. Memahami cara pengolahan data waterpas (menghitung jarak, beda tinggi,
koreksi beda tinggi, dan ketinggian titik pengukuran).
3. Memahami cara membuat penampang.
II. Alat dan Bahan
1. Waterpass
2. Rambu Ukur
3. Statip
4. Tabel Pengamatan
5. Alat tulis, Mistar, dan kalkulator
III. Teori Dasar
Metode sipat datar adalah metode penentuan beda tinggi yang sangat teliti
dibandingkan dengan metode barometris (altimeter / barometer), theodolit, dan
t-nol. Alat ukur yang digunakan pada pengukuran beda tinggi metode sipat
datar adalah waterpas (level), dimana garis bidiknya dalam keadaan mendatar.
Beda tinggi antara dua titik pada waterpas adalah selisih antara dua bidang
datar yang melewati kedua titik yang diukur. Pengukuran beda tinggi adalah
pengukuran yang bertujuan untuk menentukan beda tinggi antar titik-titik atau
tinggi suatu titik secara relatif terhadap bidang acuan tertentu. Bidang acuan
(datum) untuk menentukan tinggi titik-titik di permukaan bumi adalah tinggi
muka laut rata-rata (mean sea level) atau pun titik lokal yang sudah diketahui ket-
inggiannya.
Waterpass (penyipat dasar) merupakan suatu alat ukur tanah yang digunakan
untuk mengukur beda tinggi antara titik - titik saling berdekatan. Beda tinggi
tersebut ditentukan dengan garis-garis visir (sumbu teropong) horizontal yang
ditunjukan ke rambu-rambu ukur yang vertical Sutardi, I. (2013). Prinsip kerja
dari alat ukur waterpass yaitu, garis bidik kesemua arah harus mendatar, se-
hingga membentuk bidang datar atau horizontal dimana titik – titik pada bidang
tersebut akan menunjukkan ketinggian yang sama.
(BT), sedangkan yang tepat dengan benang stadia atas disebut Bacaan
Atas (BA) dan yang tepat dengan benang stadia bawah disebut Bacaan
Bawah (BB). Karena jarak antara benang diafragma mendatar ke benang
stadia atas dan bawah.
BA − BT = BT − BB (21)
1
BT = ( BA − BB) (22)
2
b. Pembacaan sudut
Waterpass seringkali juga dilengkapi dengan lingkaran mendatar
berskala, sehingga dapat digunakan untuk mengukur sudut mendatar
atau sudut horizontal. Ada 2 satuan ukuran sudut yang biasa digu-
nakan, yaitu :
1. Satuan Derajat
Pada satuan ini satu lingkaran dibagi kedalam 360 bagian, setiap
bagian dinyatakandengan 1 derajat (1°), setiap derajat dibagi lagi
menjadi 60 bagian, setiap bagian dinyatakan dengan 1 menit (1’)
dan setiap menit dibagi lagi kedalam 60 bagian dan setiap bagian
dinyatakan dengan 1 detik (1”).
2. Satuan grid
Pada satuan ini satu tingkatan dibagi kedalam 400 bagian, se-
tiap bagian dinyatakan dengan 1 grid (1g), setiap grid dibagi lagi
menjadi 100 bagian, setiap bagian dinyatakan dengan 1 senti grid
(1cg) dan setiap senti grid dibagi lagi kedalam 100 bagian dan se-
tiap bagian dinyatakan dengan 1 senti grid (1ccg).
t = tb ˘tm
Hn = Hn − 1 + tn
dengan :
Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari.
Hn − 1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggiannya dari per-
muaan air laut.
tn = Beda tinggi antar titik ukur.
V. Prosedur Pengukuran
Lakukan pengukuran Waterpas Terbuka Tak Terikat Titik Tetap dengan cara
sebagai berikut :
1. Pasang alat pada titik yang telah ditentukan (titik 1), kemudian lakukan
leveling sampai dengan gelembung nivo berada ditengah.
2. Tegakkan rambu ukur pada titik yang telah ditentukan (titik 0 dan titik 2).
3. Arahkan alat waterpas pada rambu ukur yang posisinya di depan alat (titik
2) kemudian catat harga benang tengah muka, benang atas muka, dan be-
nang bawah muka.
4. Putar alat waterpas 180◦ kemudian arahkan pada rambu ukur yang po-
sisinya dibelakang alat (titik 0) kemudian catat harga benang tengah be-
lakang, benang atas belakang, dan benang bawah belakang.
5. Pindahkan alat pada titik selanjutnya (titik 3), lakukan pengukuran kembali
dengan cara seperti pada no. 1 s.d. 4 (lihat gambar 3).
6. Pindahkan kembali alat pada titik berikutnya (titik 5), lakukan pengukuran
kembali dengan cara seperti pada no. 1 s.d. 4 (lihat gambar 3).
MODUL IV
THEODOLITE T-0
I. Tujuan Praktikum
1. Praktikan diharapkan memahami cara melakukan pengukuran menggunakan
Theodolite T-0 dan membuat lintasan geofisika.
II. Alat dan Bahan
1. Theodolite - Kompas ( T-0 )
2. Rambu Ukur
3. Kaki Tiga Statif
4. Unting-Unting
5. Alat Tulis
III. Teori Dasar
The Wild T0 pertama kali diproduksi pada tahun 1932 dan hanya mengalami
dua perubahan sampai produksi dihentikan pada tahun 1990. Model yang di-
tampilkan di sini adalah dari seri pertama yang berlangsung hingga tahun 1972
dan berasal dari sekitar tahun 1956 ( Ahrend, Prijskoerant 22 Meten , 1962).
Alat Theodolit-Kompas/T0 selain digunakan untuk pengukuran poligon da-
pat juga digunakan untuk pengukuran lintasan geofisika. Untuk membuat lin-
tasan geofisika cara pengukurannya lebih sederhana disbanding pengukuran poligon
Dalam pengukuran poligon pengamat bisa langsung mengukur beberapa titik
dengan arah azimuth yang berbeda-beda.Sedangkan dalam pengukuran lintasan
geofisika, pengamat mengukur satu arah dengan azimuth yang sama pada be-
berapa titik yang telah ditentukan interval jarak datarnya.
IV. Tata cara menggunakan Theodolite Kompas ( T-0)
Cara mengoperasikan alat ukur Theodolite T-0 :
1. Memasang alat di atas kaki tiga
Alat ukur Theodolite T-0 tergolong ke dalam Tripod Levels yaitu dalam
penggunaannya harus terpasang diatas kaki tiga. Hal yang harus diper-
hatikan adalah :
a. Kedudukan dasar alat Theodolite T-0 dengan dasar kepala kaki tiga
harus pas, sehingga waterpass terpasang di tengah kepala kaki tiga
b. Kepala kaki tiga umumnya berbentuk menyerupai segi tiga, oleh karena
itu sebaiknya tiga sekrup pendatar yang ada di alat ukur tepat di bentuk
segi tiga tersebut
c. Pemasangan sekrup di kepala kaki tiga pada lubang harus cukup kuat
agar tidak mudah bergeser apalagi sampai lepas sekrup penghubung
kaki tiga dan alat terlepas
2. Mendirikan alat (Set up)
Mendirikan alat adalah memasang alat ukur yang sudah terpasang pada
kaki tiga tepat di atas titik pengukuran dan siap untuk dibidikan, yaitu su-
dah memenuhi persyaratan berikut :
a. Sumbu satu sudah dalam keadaan tegak, yang diperlihatkan oleh ke-
dudukan gelembung nivo kotak ada di tengah
b. Garis bidik sejajar garis nivo, yang ditunjukkan oleh kedudukan gelem-
bung nivo tabung ada di tengah atau nivo U membentuk huruf U.
3. Membidikan alat
Membidikan alat merupakan kegiatan dengan mengarahkan teropong
ke sasaran yang akan dibidik, memfokuskan diafragma agar terlihat dengan
jelas, memfokuskan bidikan agar objek yang dibidik terlihat jelas dan ter-
akhir menepatkan benang diafragma tegak dan diafragma mendatar tepat
pada sasaran yang diinginkan.
4. Membaca hasil bidikan Ada 2 hasil bidikan yang dapat di baca yaitu :
a. Pembacaan benang atau pembacaan rambu
Pembacaan benang atau pembacaan rambu adalah bacaan angka
pada rambu ukur yang dibidik yang tepat dengan benang diafragma
mendatar dan benang stadia atas dan bawah. Bacaan yang tepat den-
gan benang diafragma mendatar biasa disebut dengan Bacaan Tengah
(BT), sedangkan yang tepat dengan benang stadia atas disebut Bacaan
Atas (BA) dan yang tepat dengan benang stadia bawah disebut Bacaan
Bawah (BB). Karena jarak antara benang diafragma mendatar ke benang
stadia atas dan bawah.
b. Pembacaan sudut
Theodolite seringkali juga dilengkapi dengan lingkaran mendatar
berskala, sehingga dapat digunakan untuk mengukur sudut horizontal
dan sudut vertikal. Untuk pembacaan sudut berada di gambar dibawah.
1 skala = 1°
Pembacaan = 190°40’ 00”
1 Skala = 10°
Pembacaan = 106°4’
V. Prosedur Pengukuran
• Tinggi alat, ukur tinggi alat dari bagian tengah teropong ke permukaan
tanah.
• Arahkan teropong ke rambu ukur, kemudian himpitkan benang tengah sama
dengan tinggi alat (hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam perhitun-
gan).
• Pembacaan benang atas, pembacaan benang bawah, dan pembacaan be-
nang tengah.
• Azimuth titik P1 → a,b,c,d
• Sudut vertikal titik P1 → a,b,c,d
b. Setelah selesai pindah ke titik lainnya, dan lakukan prosedur pengukuran seperti
diatas. Jumlah titik pengukuran disesuaikan dengan kondisi lokasi.
1. Lintasan geofisika yang akan dibuat misalnya Lintasan geolistrik sounding 1-D,
banyaknya titik pengukuran per lintasan 7 titik dan jarak antar titik 25m.
2. Untuk lintasan A, pertama alat berdiri di titik GL-7 (Utara) dan rambu ukur di
sebelah selatan
3. Arahkan teropong ke arah selatan, dengan azimuth yang telah ditentukan mis-
alnya 180◦ NE, dan kunci teropong tersebut agar tidak berputar ke arah kanan
atau ke arah kiri.
4. Geser rambu ukur ke arah selatan sekitar 10m, selanjutnya arahkan teropong
ke arah rambu tersebut, kemudian hitunglah jarak optisnya. Jika jarak optis-
nya masih jauh selisihnya dengan interval titik geolistrik misalnya -3m, maka
geser kembali rambu tersebut sekitar 3m, setelah itu hitunglah jarak optisnya,
jika ternyata bedanya tinggal sedikit, hitunglah jarak datarnya. Jika sudah tepat,
maka tandailah titik tersebut dengan patok dan dikasih label (GL-6).
5. Untuk menentukan titik GL-5 lakukan prosedur seperti nomor d. Apabila setelah
digeser ternyata sudah tidak bisa melihat rambu karena adanya undulasi atau
terhalang dedaunan, maka geser alat tersebut ke titik GL-6 dan lakukan pen-
gukuran kembali dengan prosedur seperti no. d.
Daftar Pustaka
Frick, H, (1979), Ilmu dan Alat Ukur Tanah, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
www.dehilster.info/geodetic_instruments/1956_wild-t0_boussole-theodolite.
php
MODUL V
Pengukuran Data Elevasi
I. Tujuan Praktikum
1. Praktikan mampu memahami karakteristik dari alat-alat perpetaan yang
akan digunakan pada saat pengukuran.
2. Praktikan mampu mengoperasikan alat-alat perpetaan untuk melakukan
pengukuran dan pengambilan data.
3. Praktikan mampu menentukan alat yang akan digunakan sesuai dengan
kondisi lapangan.
II. Alat dan Bahan
1. Theodolite
2. Theodolite T-0
3. Waterpass
4. Rambu UKur
5. Statif
6. GPS Garmin
7. Meteran
8. Alat Tulis (Kertas, Pulpen, Papan Dada)
III. Prosedur Praktikum
1. Pertama-tama pelajari kembali tata cara penggunaan alat perpetaan (Theodo-
lite, Theodolite T-0, Waterpass, dan GPS).
2. Selanjutnya siapkan terlebih dahulu rancangan pengukuran (lintasan, dan
titik-titik lokasi pengukuran).
3. Mulailah pengukuran pada titik 0 (titik ikat).
4. Siapkan alat-alat yang dibutuhkan (penggunaan alat disesuaikan dengan
kondisi lapangan).
5. Tentukan koordinat titik pengukuran dengan menggunakan GPS.
6. Setelah titik koordinat ditentukan, mulailah lakukan pengukuran sesuai den-
gan prosedur alat yang digunakan.
7. Catat data-data yang didapatkan pada tabel hasil pengukuran.
8. Lakukan hal yang sama disetiap titik nya.
IV. Tugas Pendahuluan
1. Sebutkan jenis-jenis alat perpetaan yang sudah kalian pelajari dan jelaskan
lah karakteristik dari masing-masing alat tersebut!
2. Jelaskan secara singkat langkah-langkah penggunaan alat-alat perpetaan di-
atas!
3. Sebutkan faktor-faktor yang menjadi penentu alat yang akan digunakan
pada saat melakukan pengukuran di lapangan!
MODUL VI
Pembuatan Peta Kontur Elevasi Manual
I. Tujuan Praktikum
V. Tugas Pendahuluan
Daftar Pustaka
file.upi.edu. (n.d).Garis Kontur dan Sifat Interpolasinya. Diakses pada 8 Agustus 2022,
dari http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND.TEKNIK_SIPIL/
196410181991011-ISKANDAR_MUDA_P/BAB_XIII_GARIS_KONTUR.pdf