Anda di halaman 1dari 38

ASISTEN LABORATORIUM

MODUL PRAKTIKUM
PERPETAAN

LABORATORIUM KOMPUTASI DAN INSTRUMENTASI GEOFISIKA


PROGRAM STUDI GEOFISIKA UNIVERSITAS PADJADJARAN
2022
MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 2

MODUL I
Teknik Peta Kompas dan Kompas Geologi

I. Tujuan Praktikum

1. Memahami cara mengukur azimuth dan back Azimuth.


2. Mampu memahami dan menghitung sudut peta dan sudut kompas, dengan
informasi perubahan variasi magnetis dari peta.
3. Mampu menentukan koordinat atau kedudukan suatu titik di lapangan pada
peta dengan menggunakan metode intersection dan resection.
4. Memahami bagian-bagian dari kompas geologi.
5. Memahami cara menentukan arah lapisan (strike) dan kemiringan lapisan
batuan (dip).
6. Mengetahui cara pengolahan data kompas geologi untuk menentukan jarak
datar, beda tinggi, koreksi beda tinggi, dan ketinggian suatu titik.

II. Alat dan Bahan

1. Alat Tulis dan hitung


2. GPS Garmin 60
3. Kompas bidik
4. Kompas geologi
5. Papan jalan
6. Penggaris
7. Protaktor
8. Peta Topografi Wilayah Jatinangor dan sekitarnya (disiapkan oleh asisten)

III. Teori Dasar

3.1. Orientasi Peta


Orientasi peta adalah kegiatan menyamakan kedudukan peta dengan
medan sebenarnya. Pada keperluan orientasi ini, kita perlu mengenal tanda-
tanda medan yang ada di lokasi. Pengetahuan dan pengamatan terhadap
peta yang dimilikisangat berperan dalam kegiatan ini. Mengenal titik titik
ektrim atau lokasi unik seperti puncak gunung, pertigaan jalan, jalan, danau,
dan sebagainya.
Langkah-langkah orientasi peta adalah sebagai berikut.
1. Mencari tempat terbuka agar dapat melihat tanda-tanda yang menarik.
2. Meletakan peta pada bidang datar.
3. Meletakan kompas di atas peta dan mensejajarkan antara arah utara
peta dan utara kompas.
4. Mengamati titik atau tanda yang mearik di sekliling, lalu temukan area
tersebut pada peta. Lakukan langkah ini untuk beberapa titik yang
berbeda.

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 3

3.2. Mengukur Azimuth dan Back Azimuth


Terdapat tiga macam azimuth yang sering dijumpai, azimuth selalu di-
dasarkan pada arah utara baik, yaitu:
a. Azimuth Sebenarnya, yaitu besar sudut yang dibentuk antara utara sebe-
narnya dengan titik sasaran.
b. Azimuth Magnetis, yaitu sudut yang dibentuk antara utara kompas den-
gan titik sasaran (Sudut Kompas).
c. Azimuth Peta, yaitu besar sudut yang dibentuk antara utara peta dengan
titik sasaran (Sudut Peta).
Back azimuth adalah besar sudut kebalikan atau ke belakang dari azimuth.
Cara menghitungnya adalah sebagai berikut :
a. Sudut kompas > 180 derajat, maka sudut azimuth dikurangi 180 dera-
jat.
b. Sudut kompas < 180 derajat, maka sudut azimuth ditambah 180 derajat.
c. Sudut kompas = 180 derajat, maka back azimuth adalah 0 derajat.
3.3. Bagian-Bagian Kompas

Gambar 1. Kompas Geologi

3.4. Inklinasi dan Deklinasi


Inklinasi adalah kecondongan jarum kompas yang disebabkan oleh perbe-
daan letak geografi suatu daerah terhadap kutub bumi. Sudut kecondon-
gan akan hampir 0 (horizontal) apabila kita berada di dekat atau di seki-
tar ekuator, dan semakin bertambah besar apabila mendekati kutub-kutub
bumi. Dengan demikian, maka tiap tempat di atas bumi ini akan mempun-
yai sudut inklinasi yang berbeda-beda. Pada dasarnya, sebelum kompas ge-
ologi itu dapat digunakan dengan baik, kedudukan jarum harus horizontal.
Untuk itu bisa digunakan beban (biasanya ada) yang dapat digeser sepan-
jang jarum kompas.
Deklinasi adalah sudut yang dibentuk oleh arah utara jarum kompas dan
arah utara sebenarnya (utara geografi), sebagai akibat dari tidak berhimpit-
nya titik utara magnet dan titik utara geografi. Besarnya deklinasi di suatu
daerah umumnya ditunjukkan pada peta topografi daerah tersebut. Un-
tuk menyesuaikan agar kompas yang akan dipakai menunjukkan arah utara
yang sebenarnya, lingkaran derajat pada kompas harus digeser dengan cara
memutar “adjusting screw” yang terdapat pada sisi kompas sebesar deklinasi
yang disebutkan.

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 4

3.5. Cara Menghitung Sudut Peta dan Sudut Kompas


Sudut peta adalah sudut yang dibentuk oleh dua buah garis, yaitu garis
utara peta dan garis yang menuju sasaran atau objek. Sedangkan sudut
kompas adalah sudut yang dibentuk oleh garus menuju utara magnetis dan
garis yang menuju sasaran atau objek.
A. Cara Mengukur Sudut Peta
Misalnya kita mengukur sudut peta dari titik A ke titik B di atas peta,
maka:
1. Tarik dua buah garis dari titik A, garis pertama menuju arah utara
peta, sedangkan garis berikutnya menuju ke arah sasaran, yaitu titik
B
2. Ukur sudut dari arah garis menuju arah utara peta ke garis yang
menuju titik B dengan busur derajat sesuai dengan arah perputaran
jam.
B. Cara Menghitung Sudut Peta dan Sudut Kompas
MENGHITUNG SUDUT PETA (1)
Diketahui :
• Peta : Gn Tangkuban Parahu
• Lembar Peta : No 39 / XXXIX – A
• Peta Skala : 1 : 50.000
• Peta dibuat tahu : 1947
• Increase : 2’/tahun
• Ikhtilaf Magnetis : 1◦ 20’ ke timur
• Ikhtilaf Peta : 20’ ke timur
• Sudut Kompas : 170◦
Ditanyakan :
• Berapa sudut petanya?
Jawab :

Sudut Peta = Sudut Kompas ± Ikhtilaf UP UM [SPM] 2010

UP UM [SPM] 1947 = 1M ± 1P
= 1◦ 20’ - 20’(*)
= 1◦
*Jika arah IP = IM maka dikurangkan dan sebaliknya

VM Increase = 2010 - 1947 = 63 tahun


= 2’× 63 tahun
= 125’
= 2◦ 6’
UP UM [SPM] 2010 = UP UM 47 ± VM
= 1◦ + 2◦ 6’ (**)
= 3◦ 6’
** Jika VM increase maka ditambahkan dan sebaliknya
Jadi sudut peta = sudut kompas ± UP UM [SPM] 2010

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 5

= 170◦ + 3◦ 6’
= 173◦ 6’
MENGHITUNG SUDUT PETA (2)
Diketahui :
• Peta : Bandung
• Peta dibuat tahu : 1959
• Increase : 2’/tahun
• Ikhtilaf Magnetis : 2◦ ke timur
• Ikhtilaf Peta : 28’ ke barat
• VM = 2’/tahun increase
• Sudut Kompas : 87◦
Ditanyakan :
• Berapa sudut petanya?
Jawab :

Sudut Peta = Sudut Kompas ± Ikhtilaf UP UM [SPM] 2010

UP UM [SPM] 1947 = 1M ± 1P
= US UM ± US UP
= 2◦ + 28’
= 2◦ 28’
VM Increase = 2010 - 1959 = 51 tahun
= 2’× 51 tahun
= 102’
= 1◦ 42’
UP UM [SPM] 2010 = UP UM 1947 ± VM [2010-1959]
= UP UM 1947 ± VM [2010-1959]
= 2◦ 28’ + 1◦ 42’
= 4◦ 10’
Jadi sudut peta = sudut kompas ± UP UM [SPM] 2010
= 870◦ + 4◦ 10’
= 91◦ 10’
3.6. Cara Melakukan Resection dan Intersection
Resection adalah menentukan kedudukan atau posisi kita di peta dengan
minimal menggunakan dua atau lebih tanda medan yang dikenali. Namun,
tidak selalu tanda medan harus selalu dibidik, jika kita berada di area yang
jelas atau mencolok pada peta seperti di tepi sungai, sepanjang jalan, atau
sepanjang suatu punggungan, maka dapat juga digunakan satu titik amat
saja.
Langkah-langkah resection adalah sebagai berikut.
1. Orientasikan peta dengan benar, kemudian lihat dan mengamati medan
sekitar.
2. Tandai kedudukan dari minimal dua titik ekstrim atau titik amat yang
sudah dikenali pada peta.
3. Bidik kompas ke titik ekstrim, tentukan nilai azimuth dan hitung nilai
back azimuth.

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 6

4. Hitung Sudut peta, menggunakan sudut kompas dari back azimuth dan
variari magnetis.
5. Tarik garis dari minimal dua titik ekstrim sebesar nilai sudut peta
6. Perpotongan garis, merupakan titik kita berada
Intersection adalah menentukan posisi suatu titik (benda) di peta dengan
menggunakan dua atau lebih tanda medan yang dikenali di lapangan. In-
tersection digunakan untuk mengetahui atau memastikan posisi suatu benda
yang terlihat di lapangan, tetapi sukar untuk dicapai. Pada intersection, kita
sudah yakin pada posisi kita di peta.
Langkah-langkah melakukan intersection adalah sebagai berikut.
1. Orientasikan peta dengan benar, kemudian lihat dan mengamati medan
sekitar.
2. Tentukan dan memastikan posisi awal akhir kita pada peta dengan baik.
3. Bidik kompas pada posisi awal ke titik ekstrim A, tentukan nilai azimuth
dan hitung nilai back azimuth.
4. Bidik kompas pada posis akhir ke titik ekstrim A, tentukan nilai azimuth
dan hitung nilai back azimuth.
5. Hitung sudut peta, menggunakan sudut kompas dari back azimuth dan
variasi magnetis.
6. Perpotongan garis perpanjangan dari dua sudut yang didapat adalah
posisi obyek yang dimaksud.
3.7. Pengukuran Terestris Metode Poligon
Metode Poligon adalah salah satu cara penentuan posisi horizontal banyak
titik, dimana titik satu dengan yang lainnya saling dihubungkan dengan
pengukuran sudut dan jarak sehingga membentuk rangkaian titik-titik poligon.
Jalur poligon ini minimal terdapat dua titik ikat (x,y) serta dua arah horizon-
tal yang terletak di ujung-ujung jalur pengukuran jarak. Metode poligon
dibagi menjadi beberapa macam.
3.8. Pembacaan Kompas Geologi Sistem Kuadran dan Azimuth
A. Sistem Azimuth
Pembagian skala pada sistem ini adalah 0◦ ˘360◦ . Kedudukan N (utara)
pada kompas adalah kedudukan 0◦ berimpit dengan 360◦ , kedudukan
S (selatan) pelurus N adalah kedudukan 180◦ , dan kedudukan E (timur)
adalah kedudukan 90◦ , kedudukan W (barat) adalah kedudukan 270◦ .
Posisi pembacaan arah N - E - S - W - N pada kompas, ditulis keba-
likan arah perputaran jarum jam. Pembacaan cara pembacaan azimuth
kompas geologi dibagi dua, yaitu:
a. Pembacaan azimuth barat, yaitu pambagian skala pembacaan az-
imuth kompas pada lingkaran datar membesarnya pembagian angka
dimulai dari kanan ke kiri.
b. Pembacaan azimuth timur, yaitu pambagian skala pembacaan az-
imuth kompas pada lingkaran datar membesarnya pembagian angka
dimulai dari kiri ke kanan.
B. Sistem Kuadran

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 7

Pembagian skala pada sistem ini adalah 0◦ − 90◦ . Skala Pembagian


0◦ − 90◦ mempunyai sistem pembacaan dengan kuadran. Kuadran 0◦ −
90◦ adalah skala pembacaan kuadran N – E dan S – E , N – W dan S –
W, berarti angka 0◦ , terletak pada pembacaan E (timur) dan W (barat).
Tulisan arah N – E – S – W – N, terbaca terbalik arah perputaran jarum
jam.
3.9 Pengukuran Menggunakan Kompas Geologi
A. Mengukur Strike dan Dip
Strike (arah jurus) adalah arah dari lapisan batuan yang terletak pada
bidang miring. Cara mendapatkan besar strike pada kompas adalah
dengan menempelkan sisi E (east), geser-geser, bersabarlah hingga gelem-
bung udara dalam Bull’s eye level masuk ke dalam lingkaran, jangan
langsung diotak-atik, tapi tunggu dulu hingga jarum kompas stabil (tidak
bergerak), terakhir amati sudut yang ditunjuk arah utara. Lalu tulislah
sesuai petunjuk N_◦ E.
Dip adalah kecondongan terbesar yang dibentuk oleh bidang miring
dan horizon. Cara mendapatkan besar dip pada kompas adalah den-
gan menempelkan sisi W (west) badan kompas usahakan membentuk
sudut 90◦ terhadap strike, Klinometer level diputar-putar sampai gelem-
bung udara berada di antara garis dalam clinometer level atau di tengah-
tengah, terakhir baca sudut dalam clinometer scale. Dengan cara yang
hamper sama kita juga dapat menentukan besar kemiringan slope un-
tuk menentukan beda tinggi.
i. Mengukur Plunge dan Trend
Cara mengukur Plunge sama seperti mengukur dip, namun karena
kita mengukur struktur garis maka pakai bantuan buku, atau papan
jalan untuk mempermudah, dengan jalan menempelkan sisi buku di
struktur garis dan melakukan pengukuran di sisi buku yang lain.
Cara mengukur Trend seperti mengukur strike, namun karena kita
mengukur struktur garis sulit dilakukan, maka kita memakai bantuan
buku, atau papan jalan untuk mempermudah, dengan cara menem-
pelkan sisi buku di struktur garis dan melakukan pengukuran di per-
mukaan datar yang ada di buku atau papan jalan tersebut.

IV. Prosedur Praktikum

4.1 Resection dan Intersection


1. Siapkan peralatan untuk praktikum.
2. Tentukan tiga titik yang berbeda namun satu garis lurus dengan arah
utara pada lapangan.
3. Membagi tugas kelompok (satu orang Compas-man, satu orang GPS-
man, satu orang pencatat data) untuk setiap titik pengamatan.
4. Lakukan proses kegiatan resection dan intersection dengan objek yang
diseuaikan.
5. Setiap lokasi pengamatan, di mark menggunakan GPS.
6. Menempatkan titik hasil pengamatan pada Peta RBI dan peta topografi.
4.2 Kompas Geologi

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 8

1. Siapkan alat untuk kegiatan praktikum.


2. Hindari kompas dari benda-benda yang berbahan magnet.
3. Periksa kelancaran jarum magnet.
4. Lakukan pengukuran strike, dip, dan slope di area yang telah ditentukan.
Pengukuran masing-masing titik dilakukan minimal sebanyak 5 kali.
5. Catat hasil pengukuran yang telah dilakukan.

V. Tugas Pendahuluan

1. Sebutkan fungsi dari kompas geologi!


2. Sebutkan perbedaan kompas geologi dengan kompas yang lain!
3. Apakah pengaruh inklinasi dan deklinasi terhadap kompas geologi?
4. Apakah yang dimaksud dengan titik triangulasi dan titik ekstrim?
5. Apakah yang dimaksud dengan sudut peta dan sudut kompas?

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 9

MODUL II
GPS dan Altimeter

I. Tujuan Praktikum

1. Memahami perangkat Global Positioning System dan dapat mengukur Koor-


dinat Geodetik (B,L) dan koordinat proyeksi UTM (X,Y).
2. Menganalisa ketelitian perangkat GPS.
3. Mahasiswa memahami cara penggunaan altimeter dan cara akuisi data den-
gan metode satu alat atau dua alat.
4. Mahasiswa memahami koreksi-koreksi yang ada pada altimeter.
5. Membandingkan keakuratan ketinggian antara GPS dan altimeter.

II. Alat dan Bahan

1. GPS Garmin 60 CSx


2. Altimeter
3. Papan dada
4. Kertas HVS
5. Kamera
6. Alat tulis
7. Alat hitung
8. Obeng
9. Thermometer
10. Tabel data

III. Teori Dasar

3.1. GPS
GPS (Global Positioning System) merupakan sistem yang berfungsi untuk
menentukan letak di permukaan bumi dengan bantuan penyelarasan sinyal
satelit, dengan 24 buah satelit yang beroperasi dan 3 satelit cadangan. Ada-
pun beberapa faktor yang mengurangi keakuratan GPS diantaranya adalah:
1. Hutan. Semakin lebat hutan, maka sinyal yang diterima akan semakin
berkurang.
2. Kondisi geografis
3. Air. GPS tidak dapat bekerja didalam air.
4. Alat-alat elektronik yang dapat mengeluarkan gelombang elektromag-
netik.
5. Gedung-gedung. Berada diantara dua buah gedung maupun didalam
gedung dapat menyebabkan keakuratan GPS berkurang.
6. Kaca film mobil, terutama yang mengandung metal.

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 10

Dalam menggunakan GPS diperlukan beberapa perawatan diantaranya,


kurangi guncangan pada GPS, cabut baterai apabila GPS tidak akan digu-
nakan dalam waktu yang lama.
Adapun petunjuk penggunaan GPS Garmin adalah sebagai berikut.
A. Menyalakan GPS
1. Tekan dan tahan tombol POWER, ketika unit menyala, akan ada
tampilan untuk halaman awal perangkat setelah itu diikuti oleh ha-
laman satelit.
2. Untuk mematikan GPS, tekan dan tahan tombol POWER.

Gambar 1. Halaman awal perangkat GPS


B. Menginialisasi GPS
Sebelum GPS siap untuk dioperasikan, kita perlu melakukan inisial-
isasi GPS. Hal ini diperlukan untuk menstabilkan satelit GPS. Proses ini
harus dilakukan di lapangan atau wilayah terbuka. Langkah-langkah
menginisialisasi GPS adalah sebagai berikut.
1. Tekan dan tahan tombol POWER untuk menyalakan GPS.
2. Posisikan antena GPS mengahadap ke atas, ketika GPS penerima
sedang mencari sinyal, maka pesan “locating satellites” akan digan-
tikan dengan “acquiring satellites” sampai sinyal cukup untuk menen-
tukan lokasi tersebut.
3. Tekan dan lepaskan tombol PAGE hingga halaman map tampil. Sekarang
kamu siap untuk menggunakan GPS.
C. Menandai wilayah di GPS (Waypoint marking)
1. Tekan dan tahan tombol MARK sampai mark waypoint page muncul.
Setelah itu beri nama untuk lokasi yang akan disimpan.
2. Untuk menyimpan titik koordinat, pilih OK dan tekan ENTER atau
untuk merubah informasi dari mark waypoint page, pilih nama koor-
dinat yang telah disimpan dan tekan ENTER untuk membuka key-
pad pada layar. Setelah mengganti informasi pilih OK dan tekan
ENTER.

Gambar 2. Halaman mark waypoint


D. Mengedit waypoint
1. Tekan FIND untuk membuka find menu.

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 11

2. Pilih menu WAYPOINT dan tekan ENTER untuk membuka halaman


waypoint.
3. Pilih WAYPOINT yang kalian ingin edit dan tekan ENTER.
4. Lihat setiap titik dan gunakan WAYPOINT SYMBOL CHART dan
keypad alfa-numerik untuk melakukan perubahan.
E. Menghapus waypoint
1. Tekan FIND untuk membuka find menu.
2. Pilih menu WAYPOINT dan tekan ENTER untuk membuka hala-
man waypoint.
3. Pilih waypoint yang kamu ingin hapus dan tekan ENTER.
4. Pilih YES dan tekan ENTER untuk menghapus waypoint.
Dalam menentukan posisi dengan GPS dapat dilakukan dengan 2 cara
yaitu metode absolut dan metode differensial (Astrini dan Oswald, 2012).
A. Metode Absolut
Metode absolut merupakan penentuan posisi menggunakan GPS den-
gan 1 alat penemerima GPS. Salah satu karakteristik dari metode ab-
solut adalah receiver GPS menerima sinyal serta menghitung jarak ke
satelit.
B. Metode Relatif
Metode relatif atau metode differensial merupakan metode penentuan
posisi suatu titik relatif terhadap titik lain yang telah diketahui koor-
dinatnya, pengukurannya dilakukan pada dua titik secara bersamaan
dengan selang waktu tertentu.
3.2. Altimeter
Altimeter merupakan suatu alat ukur yang digunakan untuk mengukur
ketinggian suatu titik dari permukaan laut. Pada prinsipnya, penguku-
ran tinggi barometris adalah penentuan ketinggian yang didasarkan atas
adanya hubungan antara ketinggian dengan tekanan udara, dan pada pen-
gukuran dengan altimeter yang akan diukur adalah tekanan udaranya sedan-
gkan yang ditentukan adalah ketinggiannya.
Berikut adalah cara pengambilan data menggunakan altimeter
1. Pengukuran dimulai pada titik yang telah diketahui ketinggiannya, mis-
alnya titik tinggi, titik triangulasi, dan lain-lain. Ketinggian yang dike-
tahui misalnya mempunyai nilai 1200 m.
2. Set alat sesuai dengan ketinggian yang telah diketahui (1200 m). Cara
mengeset alat, yakni:
a. Putar knop (warna hitam) ke kanan sampai dengan jarum kecil yang
berada di atas (di antara tanda – dan +) berada di tengah-tengah.
b. Putar baut dengan menggunakan obeng (–) sampai dengan jarum
penunjuk bergerak ke angka 1200 m.
c. Setelah selesai, kunci alat tersebut dengan cara memutar knop (warna
hitam) ke kiri sampai maksimum (jarum kecil yang berada di atas
diantara tanda – dan +, posisinya berada tidak di tengah).
3. Pengukuran harus membentuk loop (pengukuran tertutup), yaitu pen-
gukuran dimulai dari titik triangulasi (1200 m) kemudian bergerak ke

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 12

titik-titik ukur, setelah itu kembali lagi ke titik trianggulasi (1200 m).
Tujuan dari pengukuran looping yaitu agar datanya bisa di koreksi.
4. Cara menggunakan altimeter, yaitu putar knop (warna hitam) ke kanan
sampai dengan jarum kecil yang berada di atas (di antara tanda – dan
+) berada di tengah-tengah.
5. Setelah jarum tersebut berada di tengah, baca hasil pengukuran yang
ditunjukkan oleh jarum penunjuk (jarum yang panjang). Alat ini mem-
punyai ketelitian 2 m (satu strip atau satu bagian garis mempunyai ni-
lai 2 m. Jika beda tinggi antara 2 titik kurang dari 2m, maka nilai kedua
titik tersebut mempunyai nilai yang sama. Setelah selesai kunci kembali
alat tersebut dengan cara memutar knop (warna hitam) ke kiri sampai
maksimum.
6. Alat ini mempunyai kesalahan pengukuran kurang dari 5 m (jika pen-
gukurannya baik). Kesalahan pengukuran tersebut bisa diperkecil den-
gan cara dikoreksi dengan koreksi temperatur, koreksi tekanan udara,
waktu, dan lain-lain.
7. Dalam satu loop pengukuran dengan menggunakan alat altimeter ini,
sebaiknya tidak lebih dari 2 jam.
8. Jika pengukuran tidak ingin dikoreksi maka pengukurannya tidak perlu
membentuk loop.
Catatan: Setelah selesai pengukuran jangan lupa alat harus dikunci den-
gan cara memutar knop (warna hitam) ke kiri sampai maksimum.
Sedangkan cara pengukuran dengan dua buah altimeter dengan satu ba-
sis adalah sebagai berikut.
1. Pengukuran dimulai dari titik yang telah diketahui ketinggiannya, mis-
alnya titik triangulasi. Selain itu bisa juga ditentukan dari titik base sta-
tion (BS) dimana ketinggiannya telah diturunkan dari nilai ketinggian
titik triangulasi.
2. Pengukuran menggunakan dua altimeter (altimeter diam dan altimeter
bergerak).
3. Diperlukan alat ukur pelengkap, yaitu:
a. Dua buah termometer.
b. Dua buah arloji.
4. Ketika pengukuran awal dimulai, kedua altimeter diset pada angka ket-
inggian yang sama pada titik BS tersebut. Di titik BS, altimeter dibaca
secara berurutan, yakni altimeter diam – altimeter bergerak – altimeter
diam.
5. Selama pengukuran, altimeter diam ditempatkan di titik awal penguku-
ran atau base station (BS).
6. Altimeter diam dibaca secara periodik (setiap 10 menit sekali) selama
pengukuran.
7. Altimeter bergerak dibawa ke setiap titik ukur. Setelah semua titik diukur
ketinggiannya dengan menggunakan altimeter bergerak, maka penguku-
ran selanjutnya harus kembali lagi ke tiik awal (BS). Jadi pengukuran-
nya berbentuk looping, artinya pengukuran dimulai dan diakhiri di titik
yang sama.

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 13

8. Pada setiap titik ukur, selain harga ketinggian dari altimeter, dibaca juga
harga temperatur pada termometer dan waktu pada arloji.
9. Pengukuran harus dilakukan di alam terbuka dan terlindung dari terik
matahari.
10. Selama pengukuran kondisi atmosfer harus sama untuk setiap tempat.
11. Diasumsikan bahwa perubahan tekanan udara pada setiap titik adalah
berbanding lurus dengan lamanya pengukuran (dihitung dari titik awal).

IV. Prosedur Pengukuran

1. Siapkan alat-alat yang digunakan untuk praktikum.


2. Lakukan kalibrasi pada altimeter di lokasi yang telah ditentukan.
3. Lakukan waypoint marking pada lokasi yang telah ditentukan. Catat titik
koordinat dan elevasi yang tertera pada GPS.
4. Pada titik pengukuran pertama, plot posisi dengan menggunakan GPS.
5. Buka kunci altimeter kemudian baca ketinggiannya.
6. Catat ketinggian yang tertera pada altimeter.
7. Kunci kembali altimeter ke posisi semula.
8. Lakukan pengukuran ketinggian dan waypoint marking pada lokasi selanjut-
nya yang diberikan oleh asisten.

V. Tugas Pendahuluan

1. Jelaskan pengertian dari koordinat geodetis dan Universal Transform Merca-


tor (UTM)!
2. Jelaskan fungsi utama dari GPS dan fungsi pelengkap lainnya!
3. Apa itu elipsoid referensi? Sebutkan elipsoid referensi yang digunakan di
Indonesia?
4. Sebutkan kelebihan dan kekurangan dari GPS?
5. Apakah perbedaan altimeter dan barometer?
6. Mengapa atimeter harus dikoreksi?
7. Jelaskan penggunaan altimeter dengan satu alat dan dua alat!

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 14

Daftar Pustaka
Astrini, R. & Oswald, P. (2012). Modul Pelatihan Quantum GIS Tingkat Dasar Untuk
Pemetaan Evakuasi Tsunami. GIZ- Decentralization as Contribution to Good
Governance / BAPPEDA Provinsi NTB : Mataram.

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 15

MODUL III
Theodolite dan Waterpass

I. Tujuan Praktikum

1. Praktikan mampu mengetahui theodolite dan fungsinya.


2. Praktikan mampu mengetahui bagian – bagian dari alat theodolite.
3. Praktikan mampu memahami cara melakukan pengukuran poligon tertutup,
menghitung elevasi, jarak miring, jarak datar, beda tinggi, dan titik koordi-
nat.

II. Alat dan Bahan

1. Theodolit
2. Rambu Ukur
3. Statip
4. Unting - unting
5. Alat tulis, Busur, Mistar (segitiga) dan kalkulator

III. Teori Dasar


Theodolit merupakan alat ukur tanah yang digunakan untuk mengukur sudut
secara horizontal dan sudut secara vertikal. Pada dasarnya bentuk theodolit
yaitu berupa teleskop yang dapat digerakan ke atas atau ditegakan yang ditem-
patkan pada suatu piringan. Teleksop tersebut dapat diputar ke kiri maupun
kanan sehingga disebut dengan pengukuran horizontal. Theodolite ini mampu
mengukur sampai dengan ketelitian yang sangat tinggi. Theodolite dibedakan
menurut kontruksinya, sistem pembacaannya dan kelasnya.

a. Berdasarkan konstruksinya
1. Theodolit Reiterasi (Theodolit Tipe Sumbu Tunggal).
Theodolit Reiterasi, skala mendatar yang bersatu dengan klep sehingga
sudut mendatarnya tidak bisa diatur. Theodolite yang termasuk ke
dalam jenis ini adalah theodolite type T0 (wild) dan type DKM-2A (Kern).
2. Theodolit Repetisi (Theodolit Tipe Sumbu Ganda)
Theodolit Repetisi, Theodolit yang dapat diatur mengelilingi sumbu
tegak sehingga dapat ditentukan ke arah yang diinginkan. Theodolit
yang termasuk ke dalam jenis ini adalah Theodolit type TM 6 dan TL
60-DP (Sokkisha), TL 6-DE (Topcon), Th-51 (Zeiss).
b. Berdasarkan sistem pembacaannya
1. Theodolit sistem bacaan dengan Index Garis.
2. Theodolit sistem bacaan dengan Nonius.
3. Theodolit sistem bacaan dengan Micrometer.
4. Theodolit sistem bacaan dengan Koinsidensi.
5. Theodolit sistem bacaan dengan Digital.
c. Berdasarkan tingkat ketelitian

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 16

1. Theodolit Presisi (Tipe T3).


2. Theodolit Satu Sekon (Tipe T2).
3. Theodolit Sepuluh Sekon (Tipe TM-10C).
4. Theodolit Satu Menit (Tipe T0).
5. Theodolit Sepuluh Menit (Tipe DK-1).

Cara mengoperasikan alat ukur theodolite :

1. Longgarkan bagian sekrup pengunci perpanjangnnya.


2. Tinggikan hingga setinggi dada. Setelah tingginya sejajar dada, kencangkan
kembali sekrup pengunci perpanjangannya.
3. Bentuk kaki statif menjadi berbentuk segitiga sama sisi.
4. Injak pedal kaki statifnya.
5. Atur bagian ketinggian statif agar tribar platnya mendatar.
6. Pindahkan theodolite ke tribar plat.
7. Kuatkan skrup pengunci centering yang ada di theodolite.
8. Atur bagian nivo kotak agar bagian sumbu pertama bisa berdiri tegak (ver-
tikal) yang dilakukan dengan cara menggerakkan bagian sekrup pendatar
yang ada di tiga sisi alat ukur secara beraturan.
9. Atur nivo tabung agar posisi sumbu keduanya bisa mendatar dengan cara
yang sama seperti mengatur sekrup sumbu pertama.
10. Tempatkan theodolite dengan cara melonggarkan sekrup pengunci centering-
nya kemudian geser ke kiri atau kanan sampai tepat di tengah titi ikat (BM)
yang bisa diketahui dengan melihat dari centering optic.
11. Uji kedudukan garis bidik menggunakan bantuan tanda T di dinding.
12. Periksaan ketepatan nilai index di sistem skala lingkaran.

3.1 Pengukuran Poligon


Pengukuran poligon bertujuan untuk menetapkan koordinat dari titik – titik
sudut yang diukur. Bagian – bagian yang diukur yaitu panjang sisi – sisi poligon,
besar sudut titik – titik ukur poligon, dan besar sudut miring titik – titik ukur
poligon. Pengukuran poligon tersebut memiliki kegunaan yaitu untuk untuk
membuat kerangka peta dari pada peta, Pengukuran titik-titik tetap pada daerah
tertentu seperti lubang bukaan pada daerah pertambangan, jalan raya, jalan kereta
api, saluran irigasi, terowongan, dan lain – lain.
Bentuk pengukuran poligon ada 2 macam, yaitu bentuk poligon tertutup
dan bentuk poligon terbuka. Pada pengukuran poligon tertutup, titik awal akan
menjadi titik akhir pengukuran (lihat gambar 3.1).

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 17

Gambar 1. Bentuk pengukuran Tertutup

Keterangan:
P1 = Titik awal dan akhir pengukuran
β 1 → β 8 = Sudut titik ukur poligon
• = Titik ukur poligon
P1 Q = Garis bidik azimuth awal
△ = Titik triangulasi (diketahui koordinat dan ketinggiannya dari muka air laut)
= Garis ukur poligon
Bentuk Poligon Tertutup Ada 2 bagian :

• Bagian poligon tertutup terikat titik tetap


• Bagian poligon tertutup tak terikat titik tetap

1. Bagian Poligon Tertutup Terikat Titik Tetap


Pada pengukuran poligon tertutup terikat titik tetap, titik awal akan
menjadi titik akhir pengukuran. Koordinat dan ketinggian setiap titik ukur
dari permukaan air laut bisa ditentukan (lihat gambar 3.2).

Gambar 2. Peta Poligon Tak terikat Titik Tetap

Dalam perhitungan dan penggambarannya diperlukan perhitungan -


perhitungan dan ketentuan yang berlaku dalam pembuatan peta, diantaranya
:

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 18

a. Ditentukan bidang datumnya (elipsoide, geoid)


b. Ditentukan bidang proyeksinya (Universe Transverse Mercator, Keru-
cut)
c. Ditentukan sistim koordinatnya
d. Ditentukan azimuth garis polygon
e. Ditentukan azimuth garis utara bumi, magnit, grid dan deklinasi mag-
nit
f. Ditentukan skala peta Dalam penggambaran petanya dilakukan den-
gan cara:
• Titik ukur polygon diplot dengan sistim koordinat
• Digambar berdasarkan jarak dan azimuth (kurang teliti).
2. Bagian Poligon Tertutup Tak Terikat Titik Tetap

Pada pengukuran poligon tertutup tak terikat titik tetap, titik awal akan men-
jadi titik akhir pengukuran namun koordinat dan ketinggiannya setiap titik ukur
dari permukaan air laut tidak bisa ditentukan. Yang dapat diukur pada poligon
tertutup tak terikat titik tetap yaitu panjang sisi – sisi poligon, besar sudut mir-
ing antar dua titik ukur, dan besar sudut titik – titik ukur poligon. Dalam perhi-
tungan dan penggambarannya tidak diperlukan perhitungan - perhitungan dan
ketentuan yang berlaku dalam pembuatan peta, seperti :

a. Tidak ditentukan bidang datumnya (elipsoide, geode)


b. Tidak ditentukan bidang proyeksinya (Universe Transverse Mercator, keru-
cut)
c. Tidak ditentukan sistim koordinatnya
d. Tidak ditentukan utara bumi, utara grid dan utara magnit
Dalam penggambaran petanya cukup dilakukan:
• Skala peta ditentukan
• Jarak sisi-sisi poligon
• Besar sudut-sudut titik ukur poligon

Gambar 3. Pengukuran Poligon Tertutup Tak terikat Titik Tetap

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 19

Keterangan:
P1 = Titik awal dan akhir pengukuran
β 1 → β 8 = Sudut titik ukur poligon
• = Titik ukur poligon
= Garis ukur poligon

IV. Pengolahan Data

1. Sudut dalam (beta)


a. Sudut dalam

β = SH depan − SH belakang( jika β bernilai negati f maka ditambah 360)


(1)
b. Faktor koreksi

[(n − 2) × 180] − Σβ
Fk = (2)
Σβ
c. Sudut dalam terkoreksi

β′ = β + Fk.β (3)
2. Azimuth (alpha)

α12 = αtitik ikat − 180 + β0 (4)


untuk azimuth selanjutnya gunakan

αn = back azimuth αn−1+ β n (5)

αn−1+ − 180 + β n (6)


NOTE :
Untuk sudut dalam dan azimuth jika negatif maka +360
Untuk azimuth, jika 360 maka menjadi azimuth -360

3. Slope / Kemiringan

γ = 90◦ − SV (7)
4. Perhitungan Jarak
Jarak optis dihitung dengan persamaan :

J0 = (ba − bb) × 100 (8)

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 20

Gambar 4. Pembacaan Benang Jarak Pada Rambu Ukur

Keterangan :
ba = Benang atas
bb = Benang bawah
bt = Benang tengah
100 = Konstanta
jd = Jarak datar
ba - bb = Jarak optis pada rambu ukur

Gambar 5. Benang Diafragma dalam Teropong

Keterangan :
ba, bb = benang jarak (untuk menentukan jarak)
bt = benang tengah horizontal (untuk menentukan garis bidik beda tinggi)
bv = benang tengah vertical (untuk menentukan garis bidik sudut horizon-
tal)
Jo = (ba – bb) × 100 = (2 -1,8) × 100 = 20 m

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 21

Gambar 6. Kedudukan Benang Diafragma pada Rambu Ukur

5. Perhitungan Sudut Miring


• Sudut Miring Zenith
Sudut miring zenith dihitung dari bidang vertical 90

Gambar 7. Bagan Lingkaran Vertikal / Sudut Miring Zenit


• Sudut Miring Nadir
Sudut miring nadir dihitung dari bidang vertical = 0◦

Gambar 8. Bagan Lingkaran Vertikal / Sudut Miring Nadir


• Sudut miring nadir ke sudut miring zenit
Sudut miring nadir ke sudut miring zenith, persamaannya :
α Z = 90◦ - α N Keterangan :
α Z = Sudut Zenith
α N = Sudut nadir

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 22

90◦ = konstanta

• Sudut miring zenith ke sudut miring nadir


Sudut miring zenit ke sudut miring nadir, persamaannya :
α N = 90◦ - α Z
6. Perhitungan Jarak Normal dan Datar Dengan Sudut Miring Nadir
• Jarak normal dapat dihitung dengan persamaan:
Pada rambu ukur:

jn = (ba˘bb) × cosα (9)


Pada permukaan tanah :

jn = (ba˘bb) × cosα × 100 (10)


• Jarak datar dihitung dengan persamaan:

jd = jn × cosα = jo × (cosα)2 (11)


7. Perhitungan Jarak Normal dan Datar Dengan Sudut Miring Zenit
• Jarak normal dapat dihitung dengan persamaan:

Pada rambu ukur:

jn = (ba˘bb) × sinα (12)


Pada permukaan tanah :

jn = (ba˘bb) × sinα × 100 (13)


• Jarak datar dihitung dengan persamaan:

jd = jn × sinα = jo × (sinα)2 (14)


8. Perhitungan Beda Tinggi Antar Titik Ukur
Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan:

∆h = Jd · tanγ (15)

9. Perhitungan ketinggian di titik n (Hn)

Hn = Hn − 1 + ∆h (16)

10. Perhitungan koordinat


a. Selisih sumbu x
∆ x = Jd · sinα (17)
b. Faktor koreksi
Σ∆ x+ + Σ∆ x−
FK = (18)
|Σ∆ x+ | + |Σ∆ x− |
c. ∆ x Terkoreksi
∆′x = ∆ x + FK.∆ x (19)

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 23

d. Xn (Koordinat pada sumbu x)

Xn = Xn−1 + |∆′x (20)

V. Prosedur Pengukuran
Lakukan pengukuran poligon tertutup dengan cara sebagai berikut :

1. Lakukan pengukuran azimuth dari titik P1 ke titik Q dengan menggunakan


alat T0 (Nol), jika tidak ada bisa menggunakan kompas geologi. Jika titik
Q tersebut berupa titik trianggulasi atau titik tinggi, maka tidak perlu di-
lakukan pengukuran azimuth dengan T0, azimuthnya nanti dihitung berdasarkan
data koordinat (x,y) di titik tersebut.
2. Setelah itu lakukan pengukuran dari P1 → P8 , P1 → P2 , P2 → P1 , P2 → P3
dan seterusnya sampai titik terakhir (looping) P8 → P7 , P8 → P1 . Pola
pengukuran diatas menggunakan sudut dalam kanan, jika pengukurannya
menggunakan sudut dalam kiri (berlawanan arah jarum jam) tidak masalah
/ diperbolehkan.

Gambar 9. Pengukuran Poligon Tertutup

3. Data yang harus dicatat ketika pengukuran :


• Catat azimuth titik P1 → Q, jika titik Q berupa titik tinggi / trianggulasi,
maka catat koordinatnya (X, Y).
• Tinggi alat (ukur tinggi alat dari bagian tengah teropong ke permukaan
tanah).
• Pembacaan benang tengah (nilai benang tengah sebaiknya sama dengan
tinggi alat, hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam perhitungan).
• Pembacaan benang atas
• Pembacaan benang bawah
4. Lakukan pengolahan data dengan menggunakan rumus persamaan yang
telah ditentukan.
5. Setelah selesai mengolah data plot koordinat dan ketinggiannya seperti gam-
bar 4.16. Jika gambarnya tidak membentuk poligon, maka ada kemungki-
nan salah melakukan perhitungan atau salah ketika pengukuran (membaca
sudut horizontal).

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 24

VI. Tugas

1. Buatlah gambar poligon dengan menggunakan sekala 1 : 1000 atau 1 : 500


(proporsional). Poligon digambar berdasarkan data koordinat masing-masing
titik.
2. Plot ketinggian dari masing-masing titik poligon yang telah dibuat
3. Hitunglah luas area poligon yang telah diukur tersebut.

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 25

MODUL III
WATERPAS
I. Tujuan Praktikum
1. Memahami cara melakukan pengukuran beda tinggi dengan menggunakan
waterpas.
2. Memahami cara pengolahan data waterpas (menghitung jarak, beda tinggi,
koreksi beda tinggi, dan ketinggian titik pengukuran).
3. Memahami cara membuat penampang.
II. Alat dan Bahan
1. Waterpass
2. Rambu Ukur
3. Statip
4. Tabel Pengamatan
5. Alat tulis, Mistar, dan kalkulator
III. Teori Dasar
Metode sipat datar adalah metode penentuan beda tinggi yang sangat teliti
dibandingkan dengan metode barometris (altimeter / barometer), theodolit, dan
t-nol. Alat ukur yang digunakan pada pengukuran beda tinggi metode sipat
datar adalah waterpas (level), dimana garis bidiknya dalam keadaan mendatar.
Beda tinggi antara dua titik pada waterpas adalah selisih antara dua bidang
datar yang melewati kedua titik yang diukur. Pengukuran beda tinggi adalah
pengukuran yang bertujuan untuk menentukan beda tinggi antar titik-titik atau
tinggi suatu titik secara relatif terhadap bidang acuan tertentu. Bidang acuan
(datum) untuk menentukan tinggi titik-titik di permukaan bumi adalah tinggi
muka laut rata-rata (mean sea level) atau pun titik lokal yang sudah diketahui ket-
inggiannya.
Waterpass (penyipat dasar) merupakan suatu alat ukur tanah yang digunakan
untuk mengukur beda tinggi antara titik - titik saling berdekatan. Beda tinggi
tersebut ditentukan dengan garis-garis visir (sumbu teropong) horizontal yang
ditunjukan ke rambu-rambu ukur yang vertical Sutardi, I. (2013). Prinsip kerja
dari alat ukur waterpass yaitu, garis bidik kesemua arah harus mendatar, se-
hingga membentuk bidang datar atau horizontal dimana titik – titik pada bidang
tersebut akan menunjukkan ketinggian yang sama.

Gambar 1. Bagian-bagian Waterpas Tipe Jungkit

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 26

Gambar 2. Bagian-bagian Waterpas Tipe Otomatis

Cara mengoperasikan alat ukur Waterpass :

1. Memasang alat di atas kaki tiga


Alat ukur waterpass tergolong ke dalam Tripod Levels yaitu dalam peng-
gunaannya harus terpasang diatas kaki tiga. Hal yang harus diperhatikan
adalah :
a. Kedudukan dasar alat waterpass dengan dasar kepala kaki tiga harus
pas, sehingga waterpass terpasang di tengah kepala kaki tiga
b. Kepala kaki tiga umumnya berbentuk menyerupai segi tiga, oleh karena
itu sebaiknya tiga sekrup pendatar yang ada di alat ukur tepat di bentuk
segi tiga tersebut
c. Pemasangan sekrup di kepala kaki tiga pada lubang harus cukup kuat
agar tidak mudah bergeser apalagi sampai lepas sekrup penghubung
kaki tiga dan alat terlepas
2. Mendirikan alat (Set up)
Mendirikan alat adalah memasang alat ukur yang sudah terpasang pada
kaki tiga tepat di atas titik pengukuran dan siap untuk dibidikan, yaitu su-
dah memenuhi persyaratan berikut :
a. Sumbu satu sudah dalam keadaan tegak, yang diperlihatkan oleh ke-
dudukan gelembung nivo kotak ada di tengah
b. Garis bidik sejajar garis nivo, yang ditunjukkan oleh kedudukan gelem-
bung nivo tabung ada di tengah atau nivo U membentuk huruf U.
3. Membidikan alat
Membidikan alat merupakan kegiatan dengan mengarahkan teropong
ke sasaran yang akan dibidik, memfokuskan diafragma agar terlihat dengan
jelas, memfokuskan bidikan agar objek yang dibidik terlihat jelas dan ter-
akhir menepatkan benang diafragma tegak dan diafragma mendatar tepat
pada sasaran yang diinginkan.
4. Membaca hasil bidikan Ada 2 hasil bidikan yang dapat di baca yaitu :
a. Pembacaan benang atau pembacaan rambu
Pembacaan benang atau pembacaan rambu adalah bacaan angka
pada rambu ukur yang dibidik yang tepat dengan benang diafragma
mendatar dan benang stadia atas dan bawah. Bacaan yang tepat den-
gan benang diafragma mendatar biasa disebut dengan Bacaan Tengah

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 27

(BT), sedangkan yang tepat dengan benang stadia atas disebut Bacaan
Atas (BA) dan yang tepat dengan benang stadia bawah disebut Bacaan
Bawah (BB). Karena jarak antara benang diafragma mendatar ke benang
stadia atas dan bawah.

BA − BT = BT − BB (21)

1
BT = ( BA − BB) (22)
2
b. Pembacaan sudut
Waterpass seringkali juga dilengkapi dengan lingkaran mendatar
berskala, sehingga dapat digunakan untuk mengukur sudut mendatar
atau sudut horizontal. Ada 2 satuan ukuran sudut yang biasa digu-
nakan, yaitu :
1. Satuan Derajat
Pada satuan ini satu lingkaran dibagi kedalam 360 bagian, setiap
bagian dinyatakandengan 1 derajat (1°), setiap derajat dibagi lagi
menjadi 60 bagian, setiap bagian dinyatakan dengan 1 menit (1’)
dan setiap menit dibagi lagi kedalam 60 bagian dan setiap bagian
dinyatakan dengan 1 detik (1”).
2. Satuan grid
Pada satuan ini satu tingkatan dibagi kedalam 400 bagian, se-
tiap bagian dinyatakan dengan 1 grid (1g), setiap grid dibagi lagi
menjadi 100 bagian, setiap bagian dinyatakan dengan 1 senti grid
(1cg) dan setiap senti grid dibagi lagi kedalam 100 bagian dan se-
tiap bagian dinyatakan dengan 1 senti grid (1ccg).

IV. Pengolahan Data

1. Jarak antar titik ukur


Jarak antar titik ukur dihitung dengan persamaan :

J = (ba − bb) × 100

dengan ba : benang atas, bb : benang bawah


2. Beda Tinggi Antar Titik Ukur
Beda tinggi antar titik ukur dihitung dengan persamaan:

t = tb ˘tm

dengan : tb = benang tengah belakang, tm = benang tengah muka


3. Koreksi Beda Tinggi
(Σt+) − (Σt−)
hp =
(Σt+) + (Σt−)
dengan :
Σt+=Jumlah beda tinggi positif
Σt−=Jumlah beda tinggi negatif

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 28

4. Menghitung Ketinggian Titik Ukur Terhadap Permukaan Air Laut


Ketinggian titik ukur tehadap permukaan air laut, persamaannya adalah:

Hn = Hn − 1 + tn

dengan :
Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari.
Hn − 1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggiannya dari per-
muaan air laut.
tn = Beda tinggi antar titik ukur.

V. Prosedur Pengukuran
Lakukan pengukuran Waterpas Terbuka Tak Terikat Titik Tetap dengan cara
sebagai berikut :

Gambar 3. Pola Pengukuran Sipat Datar / Waterpas

1. Pasang alat pada titik yang telah ditentukan (titik 1), kemudian lakukan
leveling sampai dengan gelembung nivo berada ditengah.
2. Tegakkan rambu ukur pada titik yang telah ditentukan (titik 0 dan titik 2).
3. Arahkan alat waterpas pada rambu ukur yang posisinya di depan alat (titik
2) kemudian catat harga benang tengah muka, benang atas muka, dan be-
nang bawah muka.
4. Putar alat waterpas 180◦ kemudian arahkan pada rambu ukur yang po-
sisinya dibelakang alat (titik 0) kemudian catat harga benang tengah be-
lakang, benang atas belakang, dan benang bawah belakang.
5. Pindahkan alat pada titik selanjutnya (titik 3), lakukan pengukuran kembali
dengan cara seperti pada no. 1 s.d. 4 (lihat gambar 3).
6. Pindahkan kembali alat pada titik berikutnya (titik 5), lakukan pengukuran
kembali dengan cara seperti pada no. 1 s.d. 4 (lihat gambar 3).

Catatan : untuk menentukan jarak antar titik tidak diperbolehkan menggunakan


meteran, tetapi harus berdasarkan hasil pengukuran waterpas dan rambu ukur.

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 29

MODUL IV
THEODOLITE T-0

I. Tujuan Praktikum
1. Praktikan diharapkan memahami cara melakukan pengukuran menggunakan
Theodolite T-0 dan membuat lintasan geofisika.
II. Alat dan Bahan
1. Theodolite - Kompas ( T-0 )
2. Rambu Ukur
3. Kaki Tiga Statif
4. Unting-Unting
5. Alat Tulis
III. Teori Dasar
The Wild T0 pertama kali diproduksi pada tahun 1932 dan hanya mengalami
dua perubahan sampai produksi dihentikan pada tahun 1990. Model yang di-
tampilkan di sini adalah dari seri pertama yang berlangsung hingga tahun 1972
dan berasal dari sekitar tahun 1956 ( Ahrend, Prijskoerant 22 Meten , 1962).
Alat Theodolit-Kompas/T0 selain digunakan untuk pengukuran poligon da-
pat juga digunakan untuk pengukuran lintasan geofisika. Untuk membuat lin-
tasan geofisika cara pengukurannya lebih sederhana disbanding pengukuran poligon
Dalam pengukuran poligon pengamat bisa langsung mengukur beberapa titik
dengan arah azimuth yang berbeda-beda.Sedangkan dalam pengukuran lintasan
geofisika, pengamat mengukur satu arah dengan azimuth yang sama pada be-
berapa titik yang telah ditentukan interval jarak datarnya.
IV. Tata cara menggunakan Theodolite Kompas ( T-0)
Cara mengoperasikan alat ukur Theodolite T-0 :
1. Memasang alat di atas kaki tiga
Alat ukur Theodolite T-0 tergolong ke dalam Tripod Levels yaitu dalam
penggunaannya harus terpasang diatas kaki tiga. Hal yang harus diper-
hatikan adalah :
a. Kedudukan dasar alat Theodolite T-0 dengan dasar kepala kaki tiga
harus pas, sehingga waterpass terpasang di tengah kepala kaki tiga
b. Kepala kaki tiga umumnya berbentuk menyerupai segi tiga, oleh karena
itu sebaiknya tiga sekrup pendatar yang ada di alat ukur tepat di bentuk
segi tiga tersebut
c. Pemasangan sekrup di kepala kaki tiga pada lubang harus cukup kuat
agar tidak mudah bergeser apalagi sampai lepas sekrup penghubung
kaki tiga dan alat terlepas
2. Mendirikan alat (Set up)
Mendirikan alat adalah memasang alat ukur yang sudah terpasang pada
kaki tiga tepat di atas titik pengukuran dan siap untuk dibidikan, yaitu su-
dah memenuhi persyaratan berikut :

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 30

a. Sumbu satu sudah dalam keadaan tegak, yang diperlihatkan oleh ke-
dudukan gelembung nivo kotak ada di tengah
b. Garis bidik sejajar garis nivo, yang ditunjukkan oleh kedudukan gelem-
bung nivo tabung ada di tengah atau nivo U membentuk huruf U.
3. Membidikan alat
Membidikan alat merupakan kegiatan dengan mengarahkan teropong
ke sasaran yang akan dibidik, memfokuskan diafragma agar terlihat dengan
jelas, memfokuskan bidikan agar objek yang dibidik terlihat jelas dan ter-
akhir menepatkan benang diafragma tegak dan diafragma mendatar tepat
pada sasaran yang diinginkan.
4. Membaca hasil bidikan Ada 2 hasil bidikan yang dapat di baca yaitu :
a. Pembacaan benang atau pembacaan rambu
Pembacaan benang atau pembacaan rambu adalah bacaan angka
pada rambu ukur yang dibidik yang tepat dengan benang diafragma
mendatar dan benang stadia atas dan bawah. Bacaan yang tepat den-
gan benang diafragma mendatar biasa disebut dengan Bacaan Tengah
(BT), sedangkan yang tepat dengan benang stadia atas disebut Bacaan
Atas (BA) dan yang tepat dengan benang stadia bawah disebut Bacaan
Bawah (BB). Karena jarak antara benang diafragma mendatar ke benang
stadia atas dan bawah.
b. Pembacaan sudut
Theodolite seringkali juga dilengkapi dengan lingkaran mendatar
berskala, sehingga dapat digunakan untuk mengukur sudut horizontal
dan sudut vertikal. Untuk pembacaan sudut berada di gambar dibawah.

Gambar 1. Bagian Bagian Thedolite T-0


(Sumber: Frick, 1979)

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 31

Gambar 2. Tampak Samping Theodolite Wild T-0


(Sumber: Frick, 1979)

V. Pembacaan Skala Horizontal dan Vertikal

Gambar 3. Sudut Vertikal dan Horizontal


(Sumber: Frick, 1979)

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 32

Gambar 4. Sudut Horizontal

1 skala = 1°
Pembacaan = 190°40’ 00”

Gambar 5. Sudut Vertikal

1 Skala = 10°
Pembacaan = 106°4’

V. Prosedur Pengukuran

a. Lakukan pengukuran dari P1 a,b,c,d, kemudian catat :

• Tinggi alat, ukur tinggi alat dari bagian tengah teropong ke permukaan
tanah.
• Arahkan teropong ke rambu ukur, kemudian himpitkan benang tengah sama
dengan tinggi alat (hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam perhitun-
gan).
• Pembacaan benang atas, pembacaan benang bawah, dan pembacaan be-
nang tengah.
• Azimuth titik P1 → a,b,c,d
• Sudut vertikal titik P1 → a,b,c,d

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 33

b. Setelah selesai pindah ke titik lainnya, dan lakukan prosedur pengukuran seperti
diatas. Jumlah titik pengukuran disesuaikan dengan kondisi lokasi.

2. Lakukan pengukuran lintasan geofisika dengan cara sebagai berikut :

1. Lintasan geofisika yang akan dibuat misalnya Lintasan geolistrik sounding 1-D,
banyaknya titik pengukuran per lintasan 7 titik dan jarak antar titik 25m.

2. Untuk lintasan A, pertama alat berdiri di titik GL-7 (Utara) dan rambu ukur di
sebelah selatan

3. Arahkan teropong ke arah selatan, dengan azimuth yang telah ditentukan mis-
alnya 180◦ NE, dan kunci teropong tersebut agar tidak berputar ke arah kanan
atau ke arah kiri.

4. Geser rambu ukur ke arah selatan sekitar 10m, selanjutnya arahkan teropong
ke arah rambu tersebut, kemudian hitunglah jarak optisnya. Jika jarak optis-
nya masih jauh selisihnya dengan interval titik geolistrik misalnya -3m, maka
geser kembali rambu tersebut sekitar 3m, setelah itu hitunglah jarak optisnya,
jika ternyata bedanya tinggal sedikit, hitunglah jarak datarnya. Jika sudah tepat,
maka tandailah titik tersebut dengan patok dan dikasih label (GL-6).

5. Untuk menentukan titik GL-5 lakukan prosedur seperti nomor d. Apabila setelah
digeser ternyata sudah tidak bisa melihat rambu karena adanya undulasi atau
terhalang dedaunan, maka geser alat tersebut ke titik GL-6 dan lakukan pen-
gukuran kembali dengan prosedur seperti no. d.

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 34

Daftar Pustaka
Frick, H, (1979), Ilmu dan Alat Ukur Tanah, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

www.dehilster.info/geodetic_instruments/1956_wild-t0_boussole-theodolite.
php

Radio Astronomy Laboratoty U.S Goverment Property , UNIVERSAL THEODOLITE


WILD T2 MODEL 1956 , Wild Heerbrug LTD , Switzerland

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 35

MODUL V
Pengukuran Data Elevasi

I. Tujuan Praktikum
1. Praktikan mampu memahami karakteristik dari alat-alat perpetaan yang
akan digunakan pada saat pengukuran.
2. Praktikan mampu mengoperasikan alat-alat perpetaan untuk melakukan
pengukuran dan pengambilan data.
3. Praktikan mampu menentukan alat yang akan digunakan sesuai dengan
kondisi lapangan.
II. Alat dan Bahan
1. Theodolite
2. Theodolite T-0
3. Waterpass
4. Rambu UKur
5. Statif
6. GPS Garmin
7. Meteran
8. Alat Tulis (Kertas, Pulpen, Papan Dada)
III. Prosedur Praktikum
1. Pertama-tama pelajari kembali tata cara penggunaan alat perpetaan (Theodo-
lite, Theodolite T-0, Waterpass, dan GPS).
2. Selanjutnya siapkan terlebih dahulu rancangan pengukuran (lintasan, dan
titik-titik lokasi pengukuran).
3. Mulailah pengukuran pada titik 0 (titik ikat).
4. Siapkan alat-alat yang dibutuhkan (penggunaan alat disesuaikan dengan
kondisi lapangan).
5. Tentukan koordinat titik pengukuran dengan menggunakan GPS.
6. Setelah titik koordinat ditentukan, mulailah lakukan pengukuran sesuai den-
gan prosedur alat yang digunakan.
7. Catat data-data yang didapatkan pada tabel hasil pengukuran.
8. Lakukan hal yang sama disetiap titik nya.
IV. Tugas Pendahuluan
1. Sebutkan jenis-jenis alat perpetaan yang sudah kalian pelajari dan jelaskan
lah karakteristik dari masing-masing alat tersebut!
2. Jelaskan secara singkat langkah-langkah penggunaan alat-alat perpetaan di-
atas!
3. Sebutkan faktor-faktor yang menjadi penentu alat yang akan digunakan
pada saat melakukan pengukuran di lapangan!

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 36

MODUL VI
Pembuatan Peta Kontur Elevasi Manual

I. Tujuan Praktikum

1. Mampu melakukan pengolahan data hasil pengukuran.


2. Mampu mendapatkan data elevasi dari setiap titik pengukuran.
3. Mampu memahami sifat-sifat garis kontur.
4. Mampu memahami cara menentukan interval kontur.
5. Mampu membuat peta kontur dari data elevasi hasil pengukuran di lapan-
gan.

II. Alat dan Bahan

1. Data hasil pengukuran alat perpetaan di lapangan.


2. Alat tulis dan hitung.
3. Penggaris.
4. Kertas HVS.
5. Pensil warna.

III. Teori Dasar


Garis kontur merupakan garis khayal pada peta yang menghubungkan titik-
titik dengan ketinggian yang sama (file.upi.edu, n.d). Pembuatan garis kontur
dalam pemetaan topografi merupakan salah satu bagian penting dalam meny-
atakan keadaan relief dari suatu bentuk permukaan tanah atau permukaan bumi
(spada.uns.ac.id, 2020). Garis kontur memiliki jarak satu sama lainnya yang
disebut dengan interval kontur. Berikut merupakan persamaan yang digunakan
dalam menentukan interval kontur:
1
Interval kontur = × skala peta
2000

Penggunaan persamaan di atas dalam praktik di lapangan tidak berlaku mut-


lak. Karena selain tergantung kepada skala peta, interval kontur juga dipen-
garuhi oleh keadaan atau kondisi lapangan. Oleh sebab itu, dalam penggam-
baran kontur, harus diperhatikan pula beberapa hal, seperti skala peta, kondisi
lapangan dan tujuan pemetaan.
Garis kontur mempunyai beberapa sifat di bawah ini:

1. Berbentuk kurva tertutup.


2. Tidak bercabang.
3. Tidak berpotongan.
4. Menjorok ke arah hulu jika melewati sungai.
5. Menjorok ke arah jalan menurun jika melewati permukaan jalan.
6. Garis kontur yang rapat menunjukan keadaan permukaan tanah yang terjal.

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 37

7. Garis kontur yang jarang menunjukan keadaan permukaan yang landai.

Cara menggambar garis kontur dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Hitung interval kontur berdasarkan persamaan interval kontur.


2. Tarik garis kontur dengan interval hasil hitungan tersebut pada peta kerja.
3. Untuk daerah-daerah yang terjal, pada umumnya garis-garis kontur akan
merapat bahkan berhimpitan sehingga akan mengganggu detail topografi
di daerah tersebut. Untuk menghindari hal tersebut, maka interval kontur
di daerah tersebut harus diperbesar (misalnya dua kali lipat hasil hitungan
di atas) sedemikian rupa sehingga tidak akan mengganggu detail topografi
yang ada.
4. Untuk daerah-daerah yang landau, pada umumnya akan terjadi keadaan
yang berlawanan dengan kondisi di atas (no. 3), yaitu garis kontur akan san-
gat renggang sekali (bahkan bisa menghilang) sehingga beberapa relief yang
kecil tidak dapat digambarkan. Keadaan ini berakibat negatif terhadap pe-
makai peta yang memerlukan data relief topografi rinci, sehingga akan ter-
jadi kesalahan penafsiran. Untuk menghindari masalah ini, maka interval
kontur di daerah tersebut harus diperkecil (misalnya 21 kali hasil hitungan
di atas) sedemikian rupa sehingga kontur yang bernilai kecil dapat digam-
barkan. Dengan demikian, maka relief yang kecil akan muncul.

IV. Prosedur Praktikum

1. Mengolah data hasil pengukuran menggunakan software Microsoft Excel


berdasarkan rumus yang disediakan oleh asisten sehingga didapat data el-
evasi.
2. Memindahkan data elevasi setiap titik pada kertas A3 sesuai dengan koor-
dinatnya.
3. Menentukan interval kontur berdasarkan persamaan interval kontur.
4. Menarik garis kontur dengan interval hasil hitungan tersebut pada peta
kerja.
5. Mewarnai garis kontur sesuai dengan intervalnya.
6. Membuat scale bar sesuai dengan interval kontur.

V. Tugas Pendahuluan

1. Apakah manfaat dari garis kontur?


2. Sebutkan macam-macam garis kontur?
3. Jelaskan kelemahan-kelemahan garis kontur topografi?
4. Gambarlah sifat-sifat garis kontur!

Dosen Pengampu dan Asisten


MODUL PRAKTIKUM PERPETAAN 38

Daftar Pustaka
file.upi.edu. (n.d).Garis Kontur dan Sifat Interpolasinya. Diakses pada 8 Agustus 2022,
dari http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND.TEKNIK_SIPIL/
196410181991011-ISKANDAR_MUDA_P/BAB_XIII_GARIS_KONTUR.pdf

spada.uns.ac.id. (n.d). Garis Kontur. Diakses pada 8 Agustus 2022, dari


https://spada.uns.ac.id/pluginfile.php/155335/mod_resource/content/1/09_
GARIS%20KONTUR_2020.pdf

Dosen Pengampu dan Asisten

Anda mungkin juga menyukai