Anda di halaman 1dari 18

DAFTAR ISI

A. PENDAHULUAN

1. Gambaran Umum Metode

2. Standar Acuan Metode

3. Gambaran Umum Lokasi Metode

B. METODE

1. Alat yang Digunakan

2. Material dan Personil

3. Flowchart

4. Urutan Pelaksanaan

C. LAPORAN PEKERJAAN PEMANCANGAN

D. QHSE

1. Aspek Pengendalian Mutu

2. Aspek Pengendalian K3

E. PRODUKTIFITAS

F. LANGKAH STRATEGIS

G. ASPEK RISIKO
A. PENDAHULUAN
1. Gambaran Umum Metode

Metode pile driving merupakan metode yang biasa atau yang paling banyak

digunakan dalam konstruksi. Metode pile driving ini mengandalkan hammer sebagai

alat untuk memancang tiang ke dalam tanah.

Prinsip kerja dari metode ini adalah hammer yang memiliki berat tertentu

diangkat ke atas dengan ketinggian yang tertentu pula, kemudian hammer dijatuhkan

menimpa kepala tiang pancang. Dilakukan begitu terus berulang hingga tiang

pancang mencapai ke tanah keras.

Terdapat 3 jenis alat pancang yang menggunakan hammer yaitu hammer pile

driver, diesel hammer pile driver dan drop hammer pile driver. Ketiganya memiliki

prinsip kerja yang sama, yang membedakan hanya pada mesin penggeraknya.

Berikut dijelaskan bagian-bagian alat yang disertai dengan perbedaaan dari ketiga

alat tersebut:

a. Hammer Bagian ini biasanya terbuat dari baja masif/pejal yang berfungsi sebagai

palu untuk memukul atau menumbuk tiang agar masuk terpancang ke dalam

tanah.

b. Leader Bagian ini merupakan jalan (truck) untuk bergeraknya hammer ke atas

sampai pada tinggi jatuh tertentu.

c. Penggerak hammer. Pada bagian penggerak hammer ini-lah terdapat perbedaan

dari ketiga alat tersebut, yaitu:

1) Penggerak hammer pada alat drop hammer pile driver adalah tali atau kabel.

Tali digunakan untuk menarik hammer ke atas sehingga tinggi tertentu

kemudian tali dilepas dan hammer jatuh tertumbuk ke atas kepala tiang

secara gravitasi.
2) Penggerak hammer pada alat diesel hammer pile driver adalah mesin diesel

atau mesin uap/steam. Terdapat dua tipe alat diesel hammer pile driver ini,

yaitu single-acting hammer dan double-acting hammer. Pada single-acting

hammer, mesin diesel yang digunakan hanya untuk menarik atau

mengangkat hammer ke atas ketinggian tertentu, lalu kemudian untuk

menumbukkan hammer dilakukan secara gravitasi. Sedangkan pada double-

acting hammer, mesin diesel yang digunakan berfungsi untuk mengangkat

hammer sekaligus menumbukkan hammer ke tiang pancang sehingga

kekuatan tumbukan lebih kuat dibandingkan dengan single-acting hammer

dan drop hammer.

3) Penggerak hammer pada alat hydraulic hammer pile driver adalah suspensi

hydraulic. Prinsip kerjanya hampir sama dengan alat diesel hammer, namun

yang jadi perbedaan adalah tenaga penggerak hammer tersebut. Pada

diesel hammer mengandalkan tanaga diesel atau uap untuk menggerkkan

hammer, sedangakan pada hydraulic hammer memanfaatkan tekanan cairan

hidrolik yang terdapat pada suspensi hydraulic-nya

2. Standar Acuan Metode

a. Spesifikasi Teknis Jalan Bebas Hambatan dan Jalan Tol Divisi 10 – Struktur

Beton

b. Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat No

31/SE/M2015, Tentang Pedoman Pemilihan Alat Pemancangan Tiang

Pondasi Jembatan
3. Gambaran Umum Lokasi Metode

Pemancangan dengan diesel hammer pile driving tidak efektif digunakan pada

area yang rawan kebisingan dan getaran minimum seperti area perumahan,

perkotaan dan area sekitar pipa gas/minyak karena metode ini menghasilkan suara

bising dan getaran yang tinggi.

Metode pemancangan menggunakan alat hammer pile drving hanya digunakan

pada wilayah tertentu, untuk lokasi yang lain di sekitar pemukiman dipakai Hidraulic

Static Pile Driving (HSPD) yang tidak menimbulkan getaran dan suara bising.
B. METODE
1. Alat yang Digunakan
a. Diesel Hammer Pile Driving, tipe palu Singgle Acting Drop Hammer,

Berat palu harus lebih besar dari 2,2 ton atau 0,5 x total berat pancang + 500

Kg. Perhitungan berat palu minum yang digunakan adalah sebagai berikut :

Diketahui :

Total Panjang Pancang = 30 m

Berat Pancang dia 60 cm = 0.393 ton/m

Berat Palu = 0,5 x total berat pancang + 0,5 Ton

= 0,5 x 30 x 0,393 + 0,5

= 6, 395 Ton  Digunakan 6.5 ton

b. Waterpass

c. Digital Theodolite

d. Alat Las dilengkapi dengan volt meter dan amper meter, harus berfungsi baik

e. Genset

f. APD dan peralatan keselamatan penunjang

2. Material
a. Tiang pancang

b. Kawat las kelas AWS E 7016

1) Diameter 2-3 mm untuk lapis pertama

2) Diameter 3-4 mm untuk lapis kedua

c. Tabung kawat las


3. Flowchart

4. Urutan Pelaksanaan
a. Persiapan

1) Jalan masuk proyek untuk mobilisasi alat pancang tidak terhalang bidang

kerja, tumpukan puing bekas bangunan atau material proyek. Jalan tetap
padat saat dilewati trailer yang membawa alat pancang dan material

dengan aman. Lebar pintu proyek minimal 8 meter.

2) Lokasi pancang harus bersih dari semak, rumput, sampah atau material

lainnya yang bisa mengganggu proses pemancangan.

3) Tanah dilokasi pancang dapat menahan beban kerja alat pancang.

4) Ijin pemancangan pondasi harus diselesaikan oleh pemberi tugas sebelum

mobilisasi alat/material.

b. Mobilisasi Alat Pancang

1) Alat pancang dikirim dalam beberapa bagian setelah persiapan lahan

yang disebutkan selesai.

2) Tiang pancang dikirim ke lokasi proyek menggunakan trailer dengan

kapasitas ± 50 ton.

3) Tiang pancang diturunkan dari trailer dengan service crane atau crane

pada alat pancang

4) Tumpukan tiang pancang diletakkan sedekat mungkin dengan titik

pancang untuk menghindari resiko patah akibat terlalu banyak

pemindahan.

5) Tiang ditumpuk di lapangan datar dan padat.

6) Penumpukan tiang maksimal 3 lapis dengan ganjal kayu (5/10) pada jarak

20% dari panjang bentang yang diukur dari setiap ujung.

c. Penentuan Titik Pancang

1) Penentuan titik-titik pancang dilakukan oleh tim surveyor pemberi tugas.

2) Penentuan titik pancang dilaksanakan dengan patok kayu atau besi yang

dibenamkan minimal 20 cm kedalam tanah padat.


3) Akurasi titik pancang harus dijaga dari pergeseran akibat hantaman tiang,

trailer atau terinjak kaki alat pancang.

d. Prosedur Kerja Pemancangan

1) Pile diangkat dan diposisikan sesuai rencana

2) Pile ditegakkan sehingga benar-benar mencapai posisi vertikal dari 2 sisi

monitor, positioning dibantu dengan Theodolite dan klem bawah dikunci

supaya posisi Pile tidak berubah.

3) Pile diletakan pada titik pancang dan dipandu oleh surveyor dari 2 arah.

Harus lurus dan tidak miring (maksimal kemiringan ± 1%)

4) Setelah pile dalam posisi titik pancang, kemudian dilakukan

pemancangan.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada ilustrasi dibawah ini.

e. Penyambungan Tiang Pancang


Penyambungan Spun Pile dilaksanakan dengan cara pengelasan, metode

pengelasan adalah “Single V with full penetration weld“ (Diameter 2-3 mm untuk

lapis pertama & Diameter 3-4 mm untuk lapis kerdua).

Semua pekerjaan pengelasan harus sesuai dengan standar. Hal yang harus

diperhatikan saat proses pengelasan sambungan tiang pancang yaitu :

1) Perhatikan Amper meter selama pengelasan supaya cukup

2) Kawat las selalu didalam tabung

Tiang Pancang sebelum disambung dan selama pengelasan harus dipegang

erat-erat dengan sling dan suatu konstruksi klem yang cukup kaku untuk

menjamin bahwa sumbu segmen tiang pancang yang disambung berada dalam

satu garis lurus. Untuk mempercepat proses penyambungan, pengelasan

dilakukan oleh dua orang bersamaan.

Pengujian keutuhan sambungan pengelasan dapat dikerjakan dengan

penetran test yang ditaburkan pada permukaan pengelasan. Setelah selang

antara waktu 5 menit, jika pada pelaburan penetran terlihat adanya garis hitam

(alur rambut) menandakan bahwa pada daerah pengelasan tersebut terdapat

keretakan sehingga perlu dilakukan pengelasan ulang.

Peralatan yang digunakan adalah mesin las listrik yang kapasitasnya

memadai untuk menghasilkan kualitas pengelasan yang ditentukan. Elektroda

yang digunakan adalah kawat las dengan tipe yang telah dipersyaratkan dalam

spesifikasi Teknik, atau disesuaikan dengan rekomendasi produsen dan strength

plat baja.
Ilustrasi Pekerjaan Penyambungan Tiang Pancang

Foto hasil penyambungan dilampirkan dalam laporan pemancangan untuk

setiap titik pancang.

f. Pile Driven Record (PDR)

Pemancangan dilaksanakan sampai dengan kedalaman desain atau

rekomendasi konsultan. Hasil Pile Driven Record (PDR) dimasukkan dalam

laporan pekerjaan pemancangan. Hal yang tercatat dalam PDR adalah

1) Elevasi eksisting ground,

2) Elevasi top tiang pancang

3) Jumlah Pukulan

4) Kalendering

5) Dll
g. Pemotongan Spun Pile

Selesai pemancangan tiang pancang harus dipotong sesuai ketinggian yang

direncanakan, pemotongan tiang pancang beton dipotong pada cutoff level +

panjang stek, kemudian antara cut off level sampai pemotongan dibongkar untuk

mendapatkan stek. Untuk menghindari retak pada tiang pancang akibat proses

pemotongan tiang, maka pada level cut off tiang digerinda keliling (alat potong)

tetapi tidak boleh memutuskan besi tulangannya.

Ilustrasi Pekerjaan Pemotongan Tiang Pancang

Dilanjutkan dengan bongkaran sehingga diperoleh stek besi yang mencukupi

panjangnya.
h. Isian Tiang Pancang

Selesai pemotongan diperlukan penutupan lubang pipa dan penambahan stek

besi (isian tiang pancang) dengan plat sepatu 6 mm yang dilas besi tulangan

untuk stek, selanjutnya dimasukkan kedalam lubang pipa pancang dan di cor.

Ilustrasi Pekerjaan Isian Tiang Pancang


C. LAPORAN

PEMANCANGAN
Laporan-laporan terkait pekerjaan pemancangan tiang pancang yang harus dibuat

sebagai laporan hasil pekerjaan yang diakui, adalah sebegai berikut:

1. Buku Laporan Pemancangan yang dibuat untuk setiap pier / abutment

2. Pile Driven Record (PDR) di setiap titik dan disetujui pengawas / konsultan

3. Dokumentasi Foto di setiap titik Test Penetran dan disetujui pengawas /

konsultan

4. Dokumentasi Foto disetiap sambungan tiang ditiap titik dan disetujui oleh

pengawas / konsultan
D. QHSE
1. ASPEK PENGENDALIAN MUTU

Permukaan area pemancangan harus bebas dari bahan-bahan yang dapat

mengakibatkan pergeseran, seperti oli, minyak, dll.

2. ASPEK PENGENDALIAN K3

a) Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) wajib digunakan selama

pemancangan berlangsung.

b) Saat pengelasan, pekerja menggunakan APD khusus pengelasan.

c) Jika cuaca mendung atau hujan dan terindikasi bahaya petir maka pekerjaan

dihentikan.

d) Penempatan rambu-rambu k3 di sekitar area pemancangan.

E. PRODUKTIFITAS
1. Perhitungan produktifitas pekerjaan lifting pile

Diketahui :

Durasi lingting = 3 menit

Jumlah Tiang = 1 batang

Volume Aktivitas
Produktivitas Lifting=
Durasi Lifting

1 Batang
Durasi Pekerjaan= =0.33 btg /menit
3 mnt

2. Perhitungan produktifitas pekerjaan welding

Pekerjaan Pengelasan dilakukan oleh 2 orang dengan waktu yang dibutuhkan

selama 5 menit, tiang pancang yang digunakan adalah spun pile diameter 60 cm,

sehingga Panjang pengelasannya adalah 188,57 cm. produktivitas pengelasan

adalah sebagai berikut

Diketahui :

Durasi pengelasan = 5 menit

Jumlah Tukang = 2 Org

Panjang Pengelasan = 188, 57 cm

Volume Aktivitas
Durasi Las x 2 ( tukang )=
Produktivitas Pengelasan

188 , 57 cm
5 mnt x 2 ( tukang )=
Produktivitas Pengelasan

188 , 57 cm
Produktivitas Pengelasan= =18.86 cm/menit
5 mnt

3. Perhitungan produktifitas pekerjaan cutting pile


Pekerjaan cutting pile dilakukan oleh 2 orang dengan waktu yang dibutuhkan

selama 17 menit. Setelah pemotongan selesai maka tiang pancang yang telah

dipotong dicabut dengan cara ditarik oleh crane. Pencabutan tiang sisa ini

membutuhkan waktu selama 3 menit. Jadi total waktu yang dibutuhkan untuk

pekerjaan ini adalah 20 menit untuk setiap titik pancang. Produktivitas cutting pile

adalah sebagai berikut :Diketahui :

Durasi Pekerjaan = 20 Menit

Jumlah Tukang = 2 Org

Panjang Pemotongan = 188, 57 cm

Volume Aktivitas
Durasi Cutting x 2 (tukang )=
Produktivitas Pengelasan

188 ,57 cm
20 mnt x 2 ( tukang )=
Produktivitas Pengelasan

188 , 57 cm
Produktivitas Pengelasan= =9.43 cm/menit
20 mnt
F. LANGKAH STRATEGIS
1. Faktor Cuaca

Faktor cuaca perlu dipertimbangkan karena pekerjaan pengecoran tidak dapat

dilaksanakan dalam kondisi hujan tanpa adanya perlindungan dari air hujan.

2. Pembagian Wilayah Kerja

Untuk pekerjaan dengan volume yang besar, pekerjaan sebaiknya dibagi

menjadi beberapa lokasi pekerjaan sehingga dapat melakukan pekerjaan secara

paralel dan waktu pekerjaan menjadi lebih efisien

3. Membuat Squence atau Arah Pergerakan Alat Kerja

Membuat sequence pekerjaan seperti untuk mengetahui target dan pergerakan

alat, agar tidak terjadi idle alat dan keterlambatan pekerjaan

4. Monitoring

Pekerjaan harus selalu dilaporkan produksinya setiap harinya sehingga

pekerjaan dapat termonitor yang kemudian hasil monitoring dapat dijadikan dasar

melakukan evaluasi dan rencana pekerjaan selanjutnya.


G. ASPEK RESIKO
JENIS POTENSI
No. UPAYA PENGENDALIAN
PEKERJAAN BAHAYA

1. Pekerjaan - Tertimpa Pile - Memastikan adanya Ijin Kerja sebelum melakukan

Lifting Pile - Sling Putus pekerjaan lifting pile

- Memastikan lokasi aman dari gangguan atau

disediakan lokasi aman untuk pekerja

2. Pekerjaan - Tertimpa Alat - Memastikan adanya Ijin Kerja sebelum melakukan

Climping dan - Terjepit Alat pekerjaan Climping dan Piling

Piling - Menggunakan APD sesuai pekerjaan yang

dilakukan

3. Pekerjaan Terkena Cipratan - Memastikan adanya Ijin Kerja sebelum melakukan

Joint Pile Las pekerjaan Joint Pile (Welding)

(Welding) - Menggunakan APD sesuai pekerjaan yang

dilakukan

4. Pekerjaan Terkena pecahan - Memastikan adanya Ijin Kerja sebelum melakukan

Cutting Pile cuting pile pekerjaan Cutting Pile

- Menggunakan APD sesuai pekerjaan yang

dilakukan

Anda mungkin juga menyukai