Capaian Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen Dan Budi Pekerti
Capaian Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen Dan Budi Pekerti
DIREKTORAT JENDERAL
BIMBINGAN MASYARAKAT KRISTEN
KEMENTERIAN AGAMA RI
TAHUN 2021
Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
atas kasih dan karunia-Nya, sehingga penyusunan naskah Capaian Pembelajaran Mata Pelajaran
Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti dapat diselesaikan dengan baik. Pelaksanaan tugas
penyusunan capaian pembelajaran dalam rangka penyederhanaan Kurikulum 2013 mata pelajaran
Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti dilaksanakan berdasarkan SK Dirjen Bimas Kristen No.
230 Tanggal 20 Mei 2020.
Dokumen ini disusun berdasarkan hasil diskusi tim pengembang kurikulum sesuai dengan
dinamika yang ada pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Indonesia pada umumnya.
Dinamika dalam dunia pendidikan sesuai dengan prioritas dalam pembangunan nasional yang
dituangkan secara yuridis formal dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
Tahun 2005-2025 yaitu mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya,dan
beradab berdasarkan falsafah Pancasila. RPJPN Tahun 2005-2025 ini kemudian dijabarkan dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, Pada Bab 4 diarahkan
untuk meningkatkan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing, dengan 7 (tujuh) agenda
pembangunan.
Agenda pembangunan di bidang pendidikan diarahkan pada peningkatan mutu dan pemerataan
pendidikan, serta revolusi mental dan pembangunan kebudayaan. Revolusi mental sebagai gerakan
kebudayaan memiliki kedudukan penting dan berperan sentral dalam pembangunan untuk mengubah
cara pandang, sikap, dan perilaku yang berorientasi pada kemajuan dan kemodernan, dilaksanakan
secara terpadu yang bertumpu pada: 1. Revolusi mental dalam sistem pendidikan; 2. Revolusi mental
dalam tata kelola pemerintahan; dan, 3. Revolusi mental dalam sistem sosial. Bersamaan dengan itu
penerapan revolusi mental diperkuat melalui upaya pemajuan dan pelestarian kebudayaan,
memperkuat moderasi beragama.
Penyusunan capaian pembelajaran mata pelajaran Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti
didasarkan pada Kurikulum 2013 yang terdiri atas dua elemen, yaitu: Allah Tritunggal dan Nilai-nilai
Kristiani. Untuk memudahkan pemahaman siswa dan guru, dua elemen tersebut dijabarkan menjadi
empat elemen dengan sub-elemennya masing-masing. Elemen pembelajaran sebagai pilar dalam
pengembangan materi pembelajaran, yaitu: 1. Allah berkarya; 2. Manusia dan Nilai-nilai Kristiani; 3.
Gereja dan Masyarakat Majemuk; dan, 4. Alam dan Lingkungan Hidup. Penyusun capaian
pembelajaran berdasarkan elemen dan sub-elemen pembelajaran menjadi komponen dasar bagi
penyederhanaan kurikulum mata pelajaran Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti secara
berkelanjutan dan berjenjang dari kelas 1 sampai kelas 12. Elemen dan sub elemen tersebut juga
Page | i
Versi 31 Maret 2021
diperuntukkan sebagai masukan berharga untuk menentukan hakikat, tujuan, standar kompetensi
ulusan, standar isi, standar proses, standar penilaian, dan implementasi prinsip moderasi beragama
dalam kehidupan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu Tim Penyederhanaan Kurikulum yang telah
menyumbangkan waktu, tenaga, dan pemikiran dalam penyusunan capaian pembelajaran mata
pelajaran Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti ini. Kiranya jerih dan juang kita semua,
menjadi berkat bagi peningkatan kualitas sumber daya generasi muda Kristen.
Direktur Jenderal
Bimbingan Masyarakat Kristen
Page | ii
Versi 31 Maret 2021
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Lata Belakang 1
B. Landasan Yuridis 5
C. Tujuan Penyederhanaan Kurikulum ------------------------------------------ 6
BAB IV PENUTUP 19
Daftar Pustaka 20
Page | iii
Versi 31 Maret 2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan agama yang memberikan penekanan pada pembentukan iman, takwa dan akhlak
mulia menyiratkan bahwa pendidikan agama bukan hanya bertujuan mengasah kecerdasan
spiritual dan iman juga aspek ketaatan pada ajaran agama. Namun lebih dari itu, pendidikan
agama harus mampu membentuk manusia yang manusiawi. Jadi, mengukur keberimanan siswa
tidak hanya dilihat dari ketakwaan dan ketaatan pada ajaran agama serta pengetahuan secara
kognitif melainkan apakah siswa telah menjadi manusia yang manusiawi. Keberadaan Indonesia
sebagai negara dan bangsa yang didirikan di atas keberagaman membutuhkan topangan dari
rakyatnya yang menyadari adanya keberagaman itu, mampu menerima dan menghargai
keberagaman yang ada dan itu harus dibuktikan melalui sikap yang manusiawi yang terukur dalam
tindakan hidup.
Page | 1
Versi 31 Maret 2021
kemampuan mengambil keputusan dalam menghadapi masalah-masalah moral; 6. Self-knowledge
(kemampuan untuk mengenal atau memahami diri sendiri). Kemampuan ini paling sulit untuk
dicapai, tetapi perlu untuk pengembangan moral. (Lickona, 1991).
Kedua, moral feeling (perasaan moral), meliputi enam aspek penting, yaitu: 1. Conscience
(kata hati atau hati nurani), yang memiliki dua sisi, yakni sisi kognitif (pengetahuan tentang apa
yang benar) dan sisi emosi (perasaan wajib berbuat kebenaran); 2. Self-esteem (harga diri). Jika
kita mengukur harga diri sendiri berarti kita menilai diri sendiri. Jika menilai diri sendiri berarti
merasa hormat terhadap diri sendiri; 3. Empathy (kemampuan untuk mengidentifikasi diri dengan
orang lain, atau seolah-olah mengalami sendiri apa yang dialami oleh orang lain dan dilakukan
orang lain); 4. Loving the good (cinta pada kebaikan), yang merupakan bentuk tertinggi dari
karakter, termasuk menjadi tertarik dengan kebaikan yang sejati. Jika orang cinta pada kebaikan,
maka mereka akan berbuat baik dan memiliki moralitas; 5. Self-control (kemampuan untuk
mengendalikan diri sendiri), dan berfungsi untuk mengekang kesenangan diri sendiri; dan, 6.
Humility (kerendahan hati), yaitu kebaikan moral yang kadang-kadang dilupakan atau diabaikan,
pada hal ini merupakan bagian penting dari karakter yang baik. (Lickona, 1991)
Ketiga, moral action (tindakan moral), meliputi tiga aspek penting, yaitu: 1. Competence
(kompetensi moral), yaitu kemampuan untuk menggunakan pertimbangan- pertimbangan moral
dalam berperilaku moral yang efektif; 2. Will (kemauan), yakni pilihan yang benar dalam situasi
moral tertentu, biasanya merupakan hal yang sulit; 3. Habit (kebiasaan), yakni suatu kebiasaan
untuk bertindak secara baik dan benar. (Lickona, 1991)
Tiga dimensi moralitas siswa ini, yaitu: moral knowing, moral feeling, dan moral action
hanya dapat diwujudkan dalam tindakan. Hal itu terwujud jikalau pembelajaran pendidikan agama
memberikan pengalaman belajar yang dibentuk dalam sebuah proses berpikir yang dapat
membangun daya kritis siswa. Dalil-dalil agama bukanlah sesuatu yang harus diterima secara
taken for granted namun harus diolah dalam suatu proses berpikir yang membutuhkan nalar atau
akal sehat. Pendidikan agama membutuhkan pembelajaran yang ditopang oleh akal sehat atau
common sense sehingga siswa tidak jatuh kedalam fatalisme beragama. Apa yang menurut
Thomas Groome seorang Teolog dan Pakar Pendidikan Agama Kristen, sebuah proses yang
terukur lewat praksis atau tindakan hidup. Bukan sekadar “tindakan” hidup namun sebuah proses
yang melibatkan diri manusia secara utuh, baik itu pikiran, perasaan, maupun keterampilan. Atau
menurut taksonomi Bloome, tujuan pendidikan meliputi ranah pengetahuan, sikap dan
keterampilan. Sejalan dengan itu, pemikiran tersebut di atas sesuai dengan prioritas dalam
pembangunan Nasional yang dituangkan secara yuridis formal dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025 (UU Nomor 17 Tahun 2007), yaitu
Page | 2
Versi 31 Maret 2021
mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab
berdasarkan falsafah Pancasila. RPJPN Tahun 2005-2025 ini kemudian dijabarkan dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang menegaskan
bahwa pembangunan pendidikan merupakan salah satu prioritas dari sebelas prioritas
pembangunan Kabinet Indonesia Bersatu II. RPJMN menyatakan bahwa tema prioritas
pembangunan pendidikan adalah peningkatan mutu pendidikan.
Page | 3
Versi 31 Maret 2021
individual maupun sosial. Pelayanan pendidikan agama Kristen sebagai perpanjangan tangan
gereja yang berfungsi sebagai penyemaian iman kristiani, pengembangan kedewasaan
spiritualitas, dan jadi pelaku Firman (bnd. Yakobus 1:22) serta menghasilkan buah (Yoh. 16:16).
Bagi masyarakat suatu bangsa, pendidikan merupakan suatu kebutuhan mendasar dan
menentukan masa depannya. Seiring dengan arus globalisasi, keterbukaan, serta kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi, pendidikan akan semakin dihadapkan dengan berbagai
tantangan dan permasalahan yang lebih kompleks. Pendidikan nasional perlu dirancang agar
mampu melahirkan sumber daya manusia yang andal, tangguh, unggul, dan kompetitif. Oleh
karena itu, kurikulum pendidikan kita pada umumnya dan pendidikan agama pada khususnya
perlu dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menjawab tantangan dan dinamika yang terjadi.
Umat manusia dihadapkan pada hal hal baru yang muncul begitu cepat sebagai tantangan
zaman yang harus dihadapi. Perubahan budaya, sosial, kemasyarakatan, gaya politik, arah hidup
dan lainnya merupakan implikasi dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dunia ini
tengah menghadapi wabah Covid 19 yang memengaruhi berbagai bidang kehidupan termasuk
pendidikan. Masyarakat didunia “dipaksa” untuk menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan
perubahan ini. Model pembelajaran konvensional yang dibatasi oleh ruang kelas tidak lagi dapat
dipertahankan. Dunia pendidikan dituntut untuk menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada.
Pemanfaatan teknologi bagi peningkatan mutu pembelajaran perlu semakin ditingkatkan. Sejalan
dengan itu desain kurikulum harus mampu menjawab tantangan perubahan yang ada. Oleh sebab
itu, dibutuhkan sistem pendidikan yang tidak hanya baik, tetapi juga memiliki muatan yang kuat
sebagai bekal dalam menghadapi perubahan-perubahan yang ada.
Mengacu pada latar belakang tersebut, maka dipandang perlu melakukan penyederhanaan
Kurikulum 2013 yang dapat dipergunakan dalam berbagai kondisi serta dalam menghadapi
berbagai perubahan dan dinamika masyarakat. Penyusunan capaian pembelajaran mata pelajaran
Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti didasarkan pada Kurikulum 2013 yang terdiri atas
dua elemen, yaitu: Allah Tritunggal dan Nilai-nilai Kristiani. Dua elemen tersebut masih sangat
umum dan belum dapat menggambarkan substansi pembelajaran Pendidikan Agama Kristen
secara sepsifik. Untuk itu, dalam penyederhanaan kurikulum, dirumuskan empat buah elemen dan
sub elemen yang dapat mengakomodir seluruh substansi pembelajaran Pendidikan Agama Kristen
dan Budi Pekerti pada jenjang SD, SMP, dan SMA.
Masing-masing. Elemen dan sub elemen merupakan pilar dalam pengembangan Capaian
Pembelajaran dan materi pembelajaran. Seluruh Capaian Pembelajaran dibentuk berdasarkan
Elemen dan Sub Elemen. Elemen dan Sub Elemen sebagai berikut:
Page | 4
Versi 31 Maret 2021
No. Elemen Sub Elemen
Allah Pencipta
Allah Pemelihara
1. Allah Berkarya
Allah Penyelamat
Allah Pembaharu
Hakikat Manusia
2. Manusia dan Nilai-Nilai kristiani
Nilai-Nilai Kristiani
Tugas panggilan Gereja
3. Gereja dan Masyarakat Majemuk
Masyarakat Majemuk
Alam Ciptaan Allah
4. Alam dan Lingkungan Hidup
Tanggung jawab Manusia Terhadap Alam
B. LANDASAN YURIDIS
Penyederhanaan Kurikulum Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti bertujuan untuk:
1. Memenuhi amanat undang-undang untuk menghasilkan kurikulum yang berkualitas dalam
menghasilkan sumber daya manusia yang handal;
2. Melakukan penyederhanaan pada elemen kurikulum 2013 untuk memudahkan pemahaman
guru dan siswa;
3. Melakukan kajian berdasarkan pengalaman empiris dalam perumusan elemen dan sub
elemen pembelajaran;
4. Merevisi substansi yang ”overlapping” agar proses pembelajaran dapat menghasilkan
generasi yang berkualitas dan berkarakter;
5. Mempermudah guru dalam mengajar sehingga tidak sekadar pengalihan pengetahuan, tetapi
pembentukan karakter bagi revolusi mental;
6. Mengintegrasikan Agenda ke-4 Pembangunan Nasional dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024 tentang Revolusi Mental dan
Pembangunan Kebudayaan, khususnya moderasi beragama;
7. Mengurangi beban siswa dalam proses pembelajaran, agar proses pembelajaran dapat
terlaksana secara aktif, iInovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan; dan
8. Mengaktualisasikan pendidikan agama sebagai wadah penyemaian nilai-nilai kristiani
melalui reposisi, revitalisasi, dan reaktualisasi implementasi spiritualitas mewujudkan
berkepribadian matang secara intelektual, emosional, spiritualitas, dan berkarakter.
Page | 6
Versi 31 Maret 2021
BAB II
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
Sebagai implementasi Pasal 31, Undang Undang Dasar 1945, lahir Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menegaskan bahwa
“Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”. Secara khusus, ketentuan penyelenggaraan pendidikan agama sebagaimana diatur dalam
Pasal 12 ayat (1), butir a menegaskan: “setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak
mendapatkan pendidikan sesuai agama yang dianutnya dan diajar oleh pendidik yang seagama.”
Kenyataan ini mengisyaratkan bahwa begitu serius pemerintah memperjuangkan pendidikan
sebagai indikasi keberhasilan suatu bangsa dan negara.
Pendidikan Kristen yang tertuang dalam PP No. 55 Tahun 2017, tentang Pendidikan
Agama dan Pendidikan Keagamaan memiliki 2 (dua) bentuk pendidikan, yaitu: Pendidikan
Agama, dan Pendidikan Keagamaan. Secara khusus, Pendidikan Agama dalam hal ini Pendidikan
Agama Kristen dan Budi Pekerti, disajikaan dalam bentuk mata pelajaran pada semua jalur, jenis,
dan jenjang pendidikan. Pasal 2 Ayat (1) dan (2), menyatakan bahwa “Pendidikan agama
berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan
antar umat beragama.” Selanjutnya, Pendidikan agama bertujuan untuk berkembangnya
kemampuan siswa dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang
menyerasikan penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Implementasi
Page | 7
Versi 31 Maret 2021
pendidikan agama Kristen adalah membentuk kepribadian manusia yang matang secara
intelektual, emosional, spiritual, dan berkarakter.
Page | 8
Versi 31 Maret 2021
dan memelihara lingkungan hidup;
5. Mampu memahami hak dan kewajibannya sebagai warga gereja dan warga negara serta
cinta tanah air;
6. Membangun manusia Indonesia yang mampu menghayati imannya secara bertanggung
jawab dan berakhlak mulia serta menerapkan prinsip moderasi beragama dalam masyarakat
majemuk;
7. Membentuk siswa menjadi anak-anak dan remaja Kristen yang memiliki kedewasaan
berpikir, berkata-kata dan bertindak sehingga menampakkan karakter kristiani;
8. Membentuk sikap keterbukaan dalam mewujudkan kerukunan intern dan antara umat
beragama, serta umat beragama dengan pemerintah;
9. Memiliki kesadaran dalam mengembangkan kreativitas dalam berpikir dan bertindak
berdasarkan Firman Allah; dan
10. Mewujudkan peran nyata di tengah keluarga, sekolah, gereja dan masyarakat Indonesia
yang majemuk.
Pendidikan Agama Kristen (PAK) di Indonesia berlangsung dalam keluarga, gereja dan
lembaga pendidikan formal. Pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen di lembaga pendidikan
formal menjadi tanggung jawab utama Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen,
Kementerian Agama, Kementrian Pendidikan Nasional dan Gereja. Oleh karena itu kerjasama
yang bersinergi antara lembaga-lembaga tersebut perlu terus dibangun.
Secara holistik capaian pembelajaran dan lingkup materi mengacu pada empat elemen
tersebut di atas dan selalu diintegrasikan dengan Alkitab. Elemen-elemen tersebut mengikat
capaian pembelajaran dan materi dalam satu kesatuan yang utuh pada semua jenjang. Pada elemen
Allah Berkarya siswa belajar tentang Tuhan Allah yang diimaninya, Allah Pencipta, Pemelihara,
Penyelamat, dan Pembaru. Pada Elemen Manusia dan Nilai-nilai Kristiani siswa belajar tentang
hakikat manusia sebagai ciptaan Allah yang terbatas. Dalam keterbatasannya, manusia diberi hak
dan tanggung jawab oleh Allah sebagai insan yang telah diselamatkan. Pada elemen Gereja dan
Masyarakat Majemuk siswa belajar tentang hidup bergereja dan bermasyarakat yang memiliki
Page | 9
Versi 31 Maret 2021
hak dan kewajiban yang harus dipenuhi sebagai warga gereja dan warga negara, tanggung jawab
terhadap Tuhan dan terhadap bangsa dan negara. Pada elemen Alam dan Lingkungan Hidup, siswa
belajar membangun harmonisasi dengan alam, bahwa manusia memiliki tanggung jawab dalam
menjaga, memelihara serta melestarikan alam ciptaan Allah. Implementasi berbagai elemen dan
sub elemen di atas, proses penalarannya bersumber dari Kitab Suci. Siswa belajar membaca dan
merenungkan Kitab Suci yang berisi pengajaran iman Kristen sebagai acuan dalam kehidupan.
Capaian pembelajaran (CP) ditempatkan dalam fase-fase menurut usia dan jenjang
pendidikan yang dikelompokkan dalam kelas, yaitu:
Fase A : untuk SD kelas 1-2;
Fase B : untuk SD kelas 3-4;
Fase C : untuk SD kelas 5-6;
Fase D : untuk SMP kelas 7-9;
Fase E : untuk SMA kelas 10; dan
Fase F : untuk SMA kelas 11-12.
Perumusan capaian pembelajaran (CP) mencerminkan kompetensi sikap spiritual, sosial,
pengetahuan, dan keterampilan yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga mencerminkan
kemampuan siswa secara holistik dalam semua ranah tujuan pembelajaran. Jadi rumusan CP
menggambarkan penghayatan nilai-nilai iman Kristen dan pembentukan karakter kristiani dalam
interaksi dengan sesama, alam lingkungannya, dan Tuhannya.
Siswa memahami kasih Allah melalui keberadaan dirinya yang istimewa serta berterima
kasih pada Allah dengan cara merawat tubuh, memelihara lingkungan sekitarnya, menjaga
kerukunan di rumah dan sekolah, serta toleran dengan sesama yang berbeda dengan dirinya.
Diharapkan siswa mampu memahami kasih Allah melalui keberadaan dirinya di dalam keluarga,
sekolah, dan lingkungan terdekatnya. Pada kelas awal tingkat SD di kelas 1 dan 2 pemahaman
siswa tentang Allah masih cukup abstrak. Karena itu, siswa membutuhkan visualisasi atau
perwujudan dari sesuatu yang dapat menunjukkan siapa Allah itu. Mereka akan lebih mudah
memahami siapa Allah dengan melihat keberadaan dirinya. Dengan demikian Allah yang mereka
kenal adalah Allah yang menciptakan manusia dan semua anggota tubuh untuk dipakai dengan
benar sesuai dengan fungsinya yaitu untuk tujuan mulia.
Page | 10
Versi 31 Maret 2021
Fase B: (Umumnya kelas 3-4)
Setelah mempelajari mengenai Allah Maha kasih yang berkarya dalam dirinya pribadi,
keluarga, sekolah, dan lingkungan sosial masyarakat yang terdekat dengannya, siswa juga belajar
mengenal karya Allah melalui ciptaan lainnya. Manusia dan seluruh ciptaan yang ada di alam
memerlukan pemeliharaan Allah. Langit dan bumi beserta isinya, tumbuhan, hewan peliharaan,
hewan yang bebas di alam, benda langit pada saat siang dan malam, berbagai gejala alam seperti
cuaca, peristiwa siang dan malam, angin, hujan, petir semua dalam pemeliharaan Allah. Dengan
mempelajari semua kebesaran Allah itu, siswa hendaknya memiliki sikap mengasihi sesama,
memelihara lingkungan, takluk, tunduk, dan taat pada kuasa Allah serta percaya kepada-Nya.
Siswa mengakui kemahakuasaan Allah yang hadir melalui berbagai peristiwa dalam
kehidupannya. Dengan mengakui kemahakuasaan Allah, siswa memahami Allah yang
Mahakuasa itu mengampuni dan menyematkan manusia melalui Yesus Kristus. Pemahaman
terhadap keselamatan yang diberikan Allah kepada manusia memotivasi siswa untuk memahami
arti pertobatan dan hidup dalam pertobatan. Hidup dalam pertobatan ditunjukkan melalui
bersahabat dengan semua orang, berbela rasa, tolong-menolong tanpa membeda- bedakan suku
bangsa, budaya dan agama, juga memelihara alam dan lingkungan di sekolah.
Selanjutnya pada fase ini, siswa memahami bahwa Allah Pencipta hadir dalam kehidupan
masyarakat. Pemahaman itu diwujudkan dengan mempraktikkan sikap peduli kepada sesama.
Siswa juga belajar dari teladan tokoh-tokoh Alkitab yang berkaitan dengan pertobatan dan
menjadi manusia baru. Dalam terang manusia baru siswa menerapkan nilai- nilai Kristiani dalam
interaksi dengan sesama untuk membangun kepekaan terhadap bentuk- bentuk ketidakadilan
termasuk didalamnya ketidakadilan terhadap mereka yang berkebutuhan khusus, ketidakadilan
terhadap alam dan lingkungan hidup.
Fase ini merupakan fase akhir dari pendidikan di SD, siswa mempersiapkan diri untuk
masuk ke jenjang SMP. Oleh karena itu siswa dibekali dengan pemahaman mendasar tentang
Allah yang tidak pernah absent dari kehidupan manusia. Pemahaman ini memberikan penguatan
pada siswa untuk lebih mendalami kasih Allah dalam hidupnya. Kelak ketika di SMA mereka
dapat bertumbuh menjadi manusia yang dewasa secara holistik.
Siswa memahami karya Allah dalam Yesus Kristus yang menyelamatkan umat manusia
dan dunia. Manusia berada dalam kuasa pemeliharaan Allah. Allah memelihara manusia oleh
kuasa-Nya, menyelamatkannya melalui pengorbanan Yesus Kristus, dan memperbarui oleh
kuasa Roh Kudus. Siswa menyadari bahwa karya Allah yang dirasakan dalam hidupnya harus
Page | 11
Versi 31 Maret 2021
diwujudkan dalam ucapan syukur. Pernyataan syukur diwujudkan dalam bentuk kasih terhadap
Allah dan kasih terhadap sesama manusia. Siswa mempraktikkan sikap hidup sebagai orang
benar, beriman, dan berpengharapan. Pada fase ini siswa mampu mewujudkan pemahaman iman
melalui pengakuan akan Allah Penyelamat yang berkarya dalam seluruh aspek kehidupan. Sikap
hidup yang diselamatkan membuat siswa senantiasa menyadari bahwa dirinya diselamatkan oleh
Allah. Sebagai orang yang telah diselamatkan, siswa hendaknya hidup dengan penuh kasih,
sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan,
penguasaan diri (Gal. 5:22-23). Sebagai implementasi dari keselamatan, manusia terhisap dalam
persekutuan dengan Allah, yang terpanggil untuk bersaksi dan melayani. Hal ini tampak ketika
siswa hidup sebagai manusia yang dapat mempertanggungjawabkan pikiran, perkataan dan
perbuatan sebagai pribadi dan bagian dari komunitas di sekolah, keluarga, gereja, dan
masyarakat. Siswa mampu memahami karya Allah melalui dan dalam pertumbuhan gereja.
Dalam interaksi antar sesama dan berkarya dalam berbagai situasi, siswa akan memelihara
lingkungan hidup sebagai amanah untuk menjaga keutuhan ciptaan dan wujud tanggung jawab
umat yang diselamatkan.
Siswa bertumbuh sebagai manusia dewasa secara holistik, baik secara biologis, sosial
maupun spiritual dan keyakinan iman. Aktualisasi pribadi yang dewasa harus didukung oleh
kesadaran akan kemahakuasaan Allah. Sisa bersyukur dan kritis dalam menghadapi berbagai
persoalan hidup termasuk dalam menyikapi konsekuensi logis perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Sejalan dengan pertumbuhan menjadi dewasa, maka siswa memiliki hidup baru
dalam Kristus. Menjadi manusia baru dibuktikan dengan cara mengembangkan kesetiaan, kasih,
keadilan dan bela rasa terhadap sesama serta memiliki perspektif baru terhadap pemeliharaan
dan perlindungan alam. Praktik hidup sebagai manusia dewasa yang sudah hidup baru
diwujudkan juga dalam pemahamannya terhadap keluarga dan sekolah sebagai lembaga
pendidik utama. Hidup sebagai manusia dewasa juga dibuktikan melalui komitmen dan praktik
hidup yang berpihak pada penyelamatan alam. Terus membaharui diri dan membangun
pemahaman yang komprehensive mengenai nilai-nilai iman kristen yang diwujudkan dalam
praktik kehidupan.
Pada fase F siswa telah mencapai tahap sebagai manusia dewasa dan memiliki hidup baru,
maka pada fase ini, siswa terus berproses menjadi lebih dewasa terutama dalam menjalankan
tanggung jawab sosial kemasyarakatan. Identitas siswa sebagai remaja Indonesia yang beragama
kristen ditampakkan melalui tanggung jawab sebagai anggota gereja dan warga negara. Pada
fase ini siswa memiliki tanggung jawab sosial kemasyarakatan yang lebih luas, Yaitu; turut serta
Page | 12
Versi 31 Maret 2021
memperjuangkan keadilan, kebenaran, kesetaraan, demokrasi, hak azasi manusia serta moderasi
beragama. Siswa menjadi pembawa damai sejahtera dalam kehidupan tanpa kehilangan identitas.
Siswa memahami, menghayati, dan mewujudkan kedewasaan iman yang ditunjukkan melalui
kemampuan siswa beradaptasi dalam berbagai kondisi. Aktualisasi kedewasaan didukung
kesadaran akan adanya Allah yang berkarya, mencipta, memelihara, menyelamatkan dan
membarui manusia serta dunia sebagai kesadaran akan harkat kemanusiaan dan penerapan nilai-
nilai kristiani
Page | 13
Versi 31 Maret 2021
BAB III
CAPAIAN PEMBELAJARAN
BERDASARKAN FASE SESUAI ELEMEN DAN SUB ELEMEN
Page | 14
Page | 15
Page | 16
Page | 17
Page | 18
PENUTUP
Page | 19
Page | 20