Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI

OLEH :

Putu Diah Gita Paramita

NIM. P07120319083

PROGRAM PROFESI NERS


SEMESTER II

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI PROFESI NERS

TAHUN 2020
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. DEFINISI
Halusinasi didefinisikan sebagai seseorang yang merasakan stimulus
yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus suara,
bayangan, bau – bauan, pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011)
Menurut Stuart (2007) halusinasi adalah kesan respon dan pengalaman
sensori yang salah. Halusinasi juga dinyatakan sebagai persepsi klien
terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya klien
menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa rangsangan dari luar (Direja,
2011).
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu objek tanpa
adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh
pancaindra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa dimana
pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penciuman. Pasien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Yusuf, 2015). Pasien
gangguan jiwa mengalami peribahan dalam hal orientasi realitas. Salah satu
manifestasi yang muncul adalah halusnasi yang membuat pasien tidak dapat
menjalankan pemenuhan dalam kehidupan sehari – hari (Yusuf, 2015).
Jadi dapat disimpulkan bahwa halusinasi merupakan gangguan
persepsi seseorang yang melibatkan panca indra sehingga seseorang tersebut
mengalami suatu persepsi suatu hal tanda adanya stimulus atau rangsangan
dari luar.

1) Tahapan halusinasi menurut Kusumawati dan Hartono (2010 : 106) terdiri


dari 4 fase, yaitu :
a. Fase I (Comforting)
Comforting disebut juga fase menyenangkan, pada tahapan ini
masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik dari fase ini klien
mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian
yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Pada fase ini klien
berpeliraku tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika
sedang asik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
b. Fase II (Conndeming)
Pengalamin sensori menjijihkan dan menakutkan termasuk
dalam psikotik ringan. Karakteristik klien pada fase ini menjadi
pengalaman sensori menjijihkan dan menakutkan, kecemasan meningkat,
melamun dan berfikir sendiri menjadi dominan. Mulai dirasakan ada
bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu dan klien dapat
mengontrolnya. Perilaku klien pada fase ini biasanya meningkatkan tanda
– tanda sistem saraf otonom seperti peingkatan denyut jantung dan
tekanan darah. Klien asik dengan halusinasinya dan tidak dapat
membedakan realita.
c. Fase III (Controlling)
Controlling disebut juga ansietas berat, yaitu pengalaman
sensori menjadi berkuasa. Karakteristik klien meliputi bisikan, suara, isi
halusinasi semakin menonjol menguasai dan mengontrol klien. Klien
menjadi terbiasa dan tidak berdaya dengan halusinasinya, rentang
perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda – tanda fisik berupa
berkeringat, tremor, dan tidak mampu memenuhi perintah.
d. Fase IV (Conquering)
Conquering disebut juga fase panik yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik yang muncul
pada klien meliputi halusinasi berubah menjadi mengancam, memerintah
dan memerahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol,
dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain dan
lingkungan. Perilaku klien menunjukkan perilaku teror akibat panik,
potensi bunuh diri, perilaku kekerasanm agitasi, menarik diri atau
katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak
mampu berespon lebih dari satu orang.
2) Jenis Halusinasi
Menurut Yosep (2007 : 79) halusinasi dibagi menjadi 8 sebagai berikut.
a. Halusinasi pendengaran (auditif, akustik)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara
bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai
sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut
ditujukan pada penderita sehingga tidak jarang penderita bertengkar dan
berdebat dengan suara tersebut.
Suara tersebut dapat dirasakan berasal dari jauh atau dekat bahkan
mungkin datang dari bagian tubuh sendiri. Suara bisa menyenangkan,
menyuruh berbuat baik, tetapi dapat pula berupa ancaman, mengejek,
memaki atau bahkan yang menakutkan dan kadang-kadang mendesak /
memerintah untuk bebuat seperti membunuh dan merusak.
b. Halusinasi Penglihatan (visual, optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik). Biasanya
sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan
rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan.
c. Halusinasi penciuman (olfaktorik)
Halusinasi ini berupa mencium sesuatu bau tetentu dirasakan tidak
enak, melambungkan rasa bersalah pada penderita. Bau dilambangkan
sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebgai suatu kombinasi
moral.
d. Halusnasi pengecapan (gustatorik)
Walaupun jarang terjadi biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman, penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi gastorik
lebih jarang dari halusinasi gustatorik.
e. Halusinasi perabaan (taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak
dibawah kulit. Terutama pada keadaan delirium toksis dan skizofrenia.
f. Halusinasi seksual / halusinasi raba
Penderita merasa diraba dan diperkosa, sring pada skizofrenia dengan
waham kebesaran terutama mengenai organ-organ.
g. Halusinasi kinestik
Penderita merasa badanya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau
anggota badanya yang begerak-gerak, misalnya ’’phantom
phenomenon’’ atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak.
Sering pada skizofrenia dalam keadaan toksik tertentu akibat pemakaian
obat.
h. Halusinasi visceral
Timbulnya perasaan tertentu didalam tubuhnya.

2. Etiologi
1) Faktor Predisposisi
Menurut (Yosep, 2011) adalah:
1) Biologis
a) Genetik: Diturunkan melalui kromosom orangtua (kromosom
keberapa masih dalam penelitian). Diduga kromosom no.6 dengan
kontribusi genetik tambahan nomor 4, 8, 15 dan 22. Pada anak
yang kedua orangtuanya tidak menderita, kemungkinan terkena
penyakit adalah satu persen. Sementara pada anak yang salah satu
orangtuanya menderita kemungkinan terkena adalah 15%. Dan jika
kedua orangtuanya penderita maka resiko terkena adalah 35
persen. Kembar indentik berisiko mengalami gangguan sebesar
50%, sedangkan kembar fraterna berisiko mengalami gangguan
15%.
b) Kelainan fisik: Lesi pada daerah frontal, temporal dan
limbik.Neurotransmitter dopamin berlebihan, tidak seimbang
dengan kadar serotonin
c) Riwayat janin pada saat prenatal dan perinatal meliputi trauma,
penurunan oksigen pada saat melahirkan, prematur, preeklamsi,
malnutrisi, stres, ibu perokok, alkohol, pemakaian obat-obatan,
infeksi, hipertensi dan agen teratogenik. anak yang dilahirkan
dalam kondisi seperti ini pada saat dewasa (25 tahun) mengalami
pembesaran ventrikel otak dan atrofi kortek otak. Anak yang
dilahirkan dalam lingkungan yang dingin sehingga memungkinkan
terjadinya gangguan pernapasan
d) Nutrisi: Adanya riwayat gangguan nutrisi ditandai dengan
penurunan BB, rambut rontok, anoreksia, bulimia nervosa.
e) Keadaan kesehatan secara umum: misalnya kurang gizi, kurang
tidur, gangguan irama sirkadian, kelemahan, infeksi, penurunan
aktivitas, malas untuk mencari bantuan pelayanan kesehatan
f) Sensitivitas biologi: riwayat peggunaan obat halusinogen, riwayat
terkena infeksi dan trauma serta radiasi dan riwayat pengobatannya
g) Paparan terhadap racun : paparan virus influenza pada trimester
3 kehamilan dan riwayat keracunan CO, asbestos karena
mengganggu fisiologi otak.
1) Psikologis
a)Intelegensi: riwayat kerusakan struktur di lobus frontal dan
kurangnya suplay oksigen terganggu dan glukosa sehingga
mempengaruhi fungsi kognitif sejak kecil misalnya: mental
retardasi (IQ rendah).
(1) Gangguan keterampilan verbal akibat faktor komunikasi
dalam keluarga, seperti : Komunikasi peran ganda, tidak
ada komunikasi, komunikasi dengan emosi berlebihan,
komunikasi tertutup.

(2) Adanya riwayat gangguan fungsi bicara, akibatnya


adanya riwayat Stroke, trauma kepala.
(3) Adanya riwayat gagap yang mempengaruhi fungsi sosial
pasien
b) Moral : Riwayat tinggal di lingkungan yang dapat
mempengaruhi moral individu, misalnya lingkungan keluarga
yang broken home, konflik, Lapas.
c) Kepribadian: mudah kecewa, kecemasan tinggi, mudah putus
asa dan menutup diri
d) Pengalaman masa lalu :
(1) Orang tua yang otoriter dan selalu membandingkan
(2) Konflik orang tua sehingga salah satu orang tua terlalu
menyayangi anaknya.
(3) Anak yang dipelihara oleh ibu yang suka cemas, terlalu
melindungi, dingin dan tak berperasaan.
(4) Ayah yang mengambil jarak dengan anaknya
(5) Mengalami penolakan atau tindakan kekerasan dalam
rentang hidup klien baik sebagai korban, pelaku maupun
saksi.
(6) Penilaian negatif yang terus menerus dari orang tua.
e) Konsep diri : adanya riwayat ideal diri yang tidak realistis,
identitas diri tak jelas, harga diri rendah, krisis peran dan
gambaran diri negative

f) Motivasi: riwayat kurangnya penghargaan dan


riwayat kegagalan
g) Pertahanan psikologi: ambang toleransi terhadap stres rendah
dan adanya riwayat gangguan perkembangan
h) Self control: adanya riwayat tidak bisa mengontrol stimulus

yang datang, misalnya suara, rabaan, penglihatan, penciuman,


pengecapan, gerakan
2) Sosial cultural
a) Usia : Riwayat tugas perkembangan yang tidak selesai
b) Gender : Riwayat ketidakjelasan identitas dan kegagalan
peran gender
c) Pendidikan : Pendidikan yang rendah, riwayat putus sekolah
dan gagal sekolah
d) Pendapatan : Penghasilan rendah
e) Pekerjaan : Pekerjaan stresful, Pekerjaan beresiko tinggi
f) Status sosial : Tuna wisma, Kehidupan terisolasi
g) Latar belakang Budaya : Tuntutan sosial budaya seperti
paternalistik dan adanya stigma masyarakat, adanya
kepercayaan terhadap hal-hal magis dan sihir serta adanya
pengalaman keagamaan
h) Agama dan keyakinan : Riwayat tidak bisa menjalankan
aktivitas keagamaan secara rutin dan kesalahan persepsi
terhadap ajaran agama tertentu

i) Keikutsertaan dalam politik: riwayat kegagalan dalam politik


j) Pengalaman sosial : Perubahan dalam kehidupan, misalnya
bencana, perang, kerusuhan, perceraian dengan istri, tekanan
dalam pekerjaan dan kesulitan mendapatkan pekerjaan
k) Peran sosial: Isolasi sosial khususnya untuk usia lanjut,
stigma yang negatif dari masyarakat, diskriminasi, stereotype,
praduga negative.
2) Faktor Presipitasi
a. Nature
Enam bulan terakhir terjadi faktor faktor sebagai berikut :
a) Faktor biologis : kurang nutrisi, Ada gangguan kesehatan secara
umum (menderita penyakit jantung, kanker, mengalami trauma
kepala atau sakit panas hingga kejang- kejang), sensitivitas biologi
(terpapar obat halusinogen atau racun, asbestosis, CO).

b) Faktor psikologis : mengalami hambatan atau gangguan dalam


ketrampilan komunikasi verbal, ada kepribadian menutup diri, ada
pengalaman masa lalu tidak menyenangkan (misalnya: menjadi
korban aniaya fisik, saksi aniaya fisik maupun sebagai pelaku,
konsep diri yang negatif (harga diri rendah, gambaran citra tubuh,
keracuan identitas, ideal diri tidak realistis, dan gangguan peran),
kurangnya penghargaan, pertahanan psikologisrendah (ambang
toleransi terhadap stres rendah), self control (ada riwayat terpapar
stimulus suara, rabaan, penglihatan, penciuman dan pengecapan,
gerakan yang berlebihan dan klien tidak bisa mengontrolnya.
c) Faktor social budaya : usia, gender, pendidikan rendah/putus atau
gagal sekolah, pendapatan rendah, pekerjaan tidak punya, status
social jelek (tidak terlibat dalam kegiatan di masyarakat, latar
belakang budaya, tidak dapat menjalankan agama dan keyakinan,
keikutsertaan dalam politik tidak bisa dilakukan, pengalaman sosial
buruk, dan tidak dapat menjalankan peran sosial.
b. Origin
a) Internal:Persepsi individu yang tidak baik tentang dirinya, orang lain
dan lingkungannya.
b) Eksternal :Kurangnya dukungan keluarga, masyarakat, dan kurang
dukungan kelompok/teman sebaya.
c) Timing: stres terjadi dalam waktu dekat, stress terjadi secara
berulang-ulang/ terus menerus.
d) Number: Sumber stres lebih dari satu dan stres dirasakan sebagai
masalah yang sangat berat.

3. Rentang respon halusinasi :

ADAPTIF MALADAPTIF

- Pikiran logis - Kdang proses - Waham


- Persepsi akurat berpikir - Halusinasi
- Perilaku sesuai terganggu - Keruskan proses
- Emosi - Ilusi emosi
konsistensi - Perilaku - Perilaku tidak
dengan aneh/tidak terorganisasi
pengalaman sesuai - Isolasi sosial
- Hubungan sosial - Menarik diri
harmonis - Emosi
berlebihan
(Yosep 2011)

4. Tanda dan Gejala


Menurut SDKI (2017) tanda dan gejala yang dapat muncul pada pasien
halusinasi adalah sebagai berikut.
a. Gejala dan tanda mayor

Subjektif : Objektif :
1) Mendengar suara bisikan atau 1) Distorsi sensori
melihat bayangan 2) Respon tidak sesuai
2) Merasakan sesuatu melalui 3) Bersikap seolah melihat,
indera perabaan, penciuman, mendengar, mengecap,
perabaan atau pengecapan meraba, atau mencium sesuatu

b. Gejala dan tanda minor

Subjektif : Objektif :
1) Menyatakan kesal 1) Menyendiri
2) Melamun
3) Konsentrasi buruk
4) Disorientasi waktu, tempat,
orang atau situasi
5) Curiga
6) Melihat ke satu arah
7) Mondar – mandir
8) Bicara sendiri

5. Pohon Masalah

Isolasi sosial : menarik diri Clausa

Gangguan persepsi sensori : halusinasi Core Problem

Risiko mencederai diri, orang lain, lingkungan Effect

6. Penatalaksanaan Medis

Terapi farmakologi untuk pasien jiwa menurut Kusumawati & Hartono


(2010) adalah:
a. Anti psikotik
Jenis : Clorpromazin (CPZ), Haloperidol (HLP)
Mekanisme kerja : Menahan kerja reseptor dopamin dalam otak
sebagai penenang, penurunan aktifitas motoric, mengurangi insomnia,
sangat efektif untuk mengatasi : delusi, halusinasi, ilusi, dan gangguan
proses berfikir.
Efek samping :
1) Gejala ekstrapiramidal seperti berjalan menyeret kaki, postur
condong kedepan, banyak keluar air liur, wajah seperti topeng, sakit
kepala dan kejang.
2) Gastrointestinal seperti mulut kering, anoreksia, mual, muntah, berat
badan bertambah.
3) sering berkemih, retensi urine, hipertensi, anemia, dan dermatitis.

b. Anti Ansietas
Jenis : Atarax, Diazepam (chlordiazepoxide)
Mekanisme kerja : Meradakan ansietas atau ketegangan yang
berhubungan dengan situasi tertentu.
Efek samping :
1) Pelambatan mental, mengantuk, vertigo, bingung, tremor, letih,
depresi, sakit kepala, ansietas, insomnia, bicara tidak jelas.
2) Anoreksia, mual, muntah, diare, kontipasi, kemerahan, dan gatal-
gatal.

c. Anti Depresan
Jenis : Elavil, asendin, anafranil, norpamin, ainequan, ofranil,ludiomil,
pamelor, vivacetil, surmontil.
Mekanisme kerja : Mengurangi gejala depresi, penenang.
Efek samping :
1) Tremor, Gerakan tersentak-sentak, ataksia, kejang, pusing, ansietas,
lemas, dan insomnia.
2) Pandangan kabur, mulut kering, nyeri epigastrik, kram abdomen,
diare, hepatitis, icterus
3) retensi urine, perubahan libido, disfungsi erelsi.
d. Anti Manik
Jenis : Lithoid, klonopin, lamictal
Mekanisme kerja : Menghambat pelepasan scrotonin dan mengurangi
sensitivitas reseptor dopamine
Efek samping : sakit kepala, tremor, gelisah, kehilangan memori,
suara tidak jelas, otot lemas, hilang koordinasi.

e. Anti Parkinson
Jenis : Levodova, trihexpenidyl (THP)

Mekanisme kerja : Meningkatkan reseptor dopamine untuk


mengatasi gejala parkinsonisme akibat penggunaan obat antipsikotik,
menurunkan ansietas, irritabilitas.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajia merupakan tahapan awal dan dasar utama dalam proses


keperawatan, tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan
masalah atas permasalahan klien. Pengkajian yang dilakukan pada pasien
halusinasi meliputi data :
a. Identitas pasien meliputi nama, umur, enis kelamin, tanggal dirawat,
tanggal pengkaian, nomor rekam medis.
b. Faktor predisposisi menurut Stuart (2007) dapat mencakup :
1) Dimensi biologis
Meliputi abnormalitas perkembangan system syaraf, yang
berhubungan dengan respon neurobiology maladaptif yang
ditunjukan melalui hasil penelitian pencitraan, otak, zat kimia
otak,dan penenlitian pada keluarga yang melibatkan anak kembar
dan anak yang diadopsi yang menunjukan peran genetik pada
skizofrenia.
2) Psikologis
Teori psikodinamika untuk terjadinya respons neurobiologis yang
maladaptif belum didukung oleh penelitian.
3) Sosial budaya
Stress yang menumpuk dapat menunjang awitan skizofrenia dan
gangguan psikotik lain, tetapi tidak diyakini sebagai penyebab
utama gangguan.
c. Faktor presipitasi
stressor yang mencetuskan halusinasi bagi setiap individu
bersifat unik. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar maupun dalam.
Contoh stressor yang berasal dari luar antara lain serangan fisik,
kematian, dan lain-lain. Sedangkan stressor yang berasal dari dalam
antara lain putus hubungan dengan orang yang berate, kehilangan rasa
cinta, ketakutan terhadap penyakit fisik, dan lain-lain. Selain itu
lingkungan yang terlalu rebut, padat, kritikan, yang mengarah pada
penghinaan tindakan kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan.
d. Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan social dan
spiritual
e. Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas motorik,
alam perasaan, afek pasien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses
pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat kosentrasi dan
berhitung, kemampuan penilaian, dan daya tilik diri.
f. Mekanisme koping: koping yang dimiliki pasien baik adaptif maupun
maladaptive
g. Aspek medik yang terdiri dari diagnose medis dan terapi medis.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan .... (sesuai dengan jenis
halusinasi yang dialami pasien)
3. Rencana Asuhan Keperawatan

TGL/
DIAGNOSA KEP. TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
JAM
Gangguan persepsi TUM : Setelah ... x interaksi Bina hubungan saling percaya dengan : Hubungan saling
sensori Pasien diharapkan pasien dapat 1. Sapa klien dengan ramah dan baik percaya merupakan
mampu membina hubungan secara verbal dan non verbal. dasar untuk
mengontrol saling percaya dengan 2. Perkenalkan diri dengan sopan. kelancaran
halusinasi kriteria hasil : 3. Tanyakan nama lengkap klien hubungan interaksi
1. Ekspresi wajah dan nama panggilan yang selanjutnya.
TUK 1 : bersahabat, disukai klien.
Pasien dapat menunjukkan 4. Jelaskan tujuan pertemuan.
membina rasa senang, ada 5. Jujur dan menepati janji.
hubungan kontak mata, mau 6. Tunjukkan sikap empati dan
saling berjabat tangan, mau menerima klien apa adanya.
percaya menyebutkan nama, 7. Beri perhatian pada klien dan
mau menjawab salam, perhatikan kebutuhan dasar klien
mau duduk
berdampingan dengan
perawat, mau
mengutarakan
masalah yang
dihadapi.

TUK 2 : Setelah ... x interaksi 1. Adakan sering dan singkat secara 1. Kontak sering
Pasien dapat diharapkan pasien bertahap. dan singkat
mengenal mampu mengenal 2. Observasi tingkat laku pasien terkait selain upaya
halusinasi halusinasi dengan dengan halusinasinya. Bicara dan membina
kriteria hasil: tertawa tanpa stimulus, memandang hubungan saling
a) Pasien dapat ke kiri dan ke kanan seolah – olah percaya juga
menyebutkan waktu, ada teman bicara dapat
isi dan frekuensi 3. Bantu pasien mengenal memutuskan
timbulnya halusinasi. halusinasinya dengan cara : halusinasinya.
b) Pasien dapat a. Jika pasien yang sedang 2. Mengenal
mengungkapkan halusinasi tanyakan apakah ada halusinasi
perasaan terhadap suara yang di dengar. memungkinkan
halusinasinya. b. Jika pasien menjawab ada pasien untuk
lanjutkan apa yang akan menghindari
dikatakan. faktor timbulnya
c. Katakan bahwa perawat percaya halusinasi
pasien mendengar suara itu, 3. Mengenal
namun perawat sendiri tidak halusinasi
mendengarnya (dengan nada memungkinkan
sahabat tanpa menuduh/ pasien untuk
menghakimi) menghindari
d. Katakan pada pasien bahwa ada timbulnya
juga pasien lain yang sama halusinasi
seperti dia. 4. Dengan
e. Katakan bahwa perawat akan mengetahui
membantu pasien. waktu, isi dan
4. Diskusikan dengan pasien tentang : frekuensi
a. Situasi yang munculnya
menimbulkan/tidak halusinasi
menimbulkan halusinasi mempermudah
b. Waktu dan frekuensi terjadinya tindakan
halusinasi (pagi, siang, sore keperawatan
dan malam atau jika sendiri, yang akan
jengkel, sedih) dilakukan
5. Diskusikan dengan pasien apa yang perawat.
dirasakan jika terjadi halusinasi 5. Untuk
(marah, takut, sedih, tenang) beri mengidentifikasi
kesempatan mengungkapkan pengaruh
perasaan halusnasi pada
pasien.
TUK 3 : Setelah .... x interaksi 1. Identifikasi bersama pasien 1. Upaya untuk
Pasien dapat diharapkan pasien dapat tindakan yang dilakukan jika memutus siklus
mengontrol menilai kemampuan terjadi halusinasi (tidur, marah, halusinasi
halusinasinya yang digunakan dengan menyembunyikan diri sendiri dan sehingga
kriteria hasil: lain - lain) halusinasi tidak
1. Pasien dapat 2. Diskusikan manfaat cara yang berlanjut
menyebutkan digunakan pasien, jika bermanfaat 2. Reinforcement
tindakan yang beri pujian. dapat
biasanya dilakukan 3. Diskusikan cara baru untuk meningkatkan
untuk mengendalikan memutus/mengontrol timbulnya harga diri
halusinasinya halusinasi : pasien.
2. Pasien dapat a. Katakan “saya tidak mau 3. Memberikan
menyebutkan cara dengan kamu” pada saat alternatif
baru halusinasi muncul pilihan untuk
3. Pasien dapat memilih b. Menemui orang lain atau mengontrol
cara mengatasi perawat, teman atau anggota halusinasi
halusinasi seperti keluarga yang lain untuk 4. Memotivasi
yang telah bercakap – cakap atau dapat
didiskusikan dengan mengatakan halusinasi yang meningkatkan
pasien didengar. keinginan
4. Pasien dapat c. Membuat jadwal sehari – hari pasien untuk
mengetahui aktivitas agar halusinasi tidak sempat mencoba
kelompok muncul memilih salah
d. Meminta satu cara untuk
keluarga/teman/perawat, jika mengendalikan
tampak bicara sendiri halusinasi dan
4. Bantu pasien memilih cara dan dapat
melatih cara untuk memutus meningkatkan
halusinasi secara bertahap, misalnya harga diri
dengan : pasien.
a. Membersihkan rumah dan alat – 5. Memberi
alat rumah tangga kesempatan
b. Mengikuti keanggotaan sosial di kepada pasien
masyarakat (pengajian, gotong untuk mencoba
royong) cara yang telah
c. Mengikuti kegiatan olah raga di dipilih
kampung (jika masih muda) 6. Stimulasi
d. Mencari teman untuk mengobrol persepsi dapat
5. Beri kesempatan untuk melakukan mengurangi
cara yang telah dilatih. Evaluasi perubahan
hasilnya dan beri pujian jika interpretasi
berhasil realitas akibat
6. Anjurkan pasien mengikuti terapi halusinasi.
aktivitas kelompok, orientasi realita
dan stimulasi persepsi
TUK 4 : Setelah .... x interaksi 1. Membina hubungan saling percaya 1. Hubungan
Pasien dapat diharapkan Pasien dapat dengan menyebutkan nama, tujuan saling percaya
dukungan dukungan dari keluarga pertemuan dengan sopan dan merupakan
dari keluarga dengan kriteria hasil: ramah dasar untuk
dalam 1. Keluarga dapat saling 2. Anjurkan pasien menceritakan memperlancar
mengontrol percaya dengan halusinasinya kepada keluarga. hubungan
halusinasinya perawat. Untuk mendpatkan bantuan interaksi
2. Keluarga dapat keluarga dalam mengontrol selanjutnya.
menyebutkan halusinasinya. 2. Untuk
pengertian, tanda dan 3. Diskusikan halusinasinya pada saat mengetahui
tindakan untuk berkunjung tentang : pengetahuan
mengendalikan a. Pengertian halusinasi keluarga
halusinasi b. Gejala halusinasi yang dialami tentang
pasien halusinasi dan
c. Cara yang dapat dilakukan menambah
pasien dan keluarga untuk pengetahuan
memutus halusinasi keluarga cara
d. Cara merawat anggota merawat
keluarga yang berhalusinasi di anggota
rumah, misalnya beri kegiatan, keluarga yang
jangan biarkan sendiri, makan mempunyai
bersama, bepergian bersama. masalah
e. Beri informasi waktu follow halusinasi
up atau kapan perlu mendapat
bantuan : halusinasi tidak
terkontrol, dn resiko
mencederai diri, orang lain,
dan lingkungan.
TUK 5 : Setelah .... x interaksi 1. Diskusikan dengan klien dan 1. Dengan
Pasien dapat diharapkan pasien dapat keluarga tentang dosis dan frekuensi menyebutkan
memanfaatka memanfaatkan obat serta manfaat minum obat dosis, frekuensi
n obat dengan baik dengan 2. Anjurkan klien minta sendiri obat dan manfaat
dengan baik kriteria hasil : pada perawat dan merasakan obat diharapkan
1. Pasien dan manfaatnya. klien
keluarga dapat 3. Anjurkan klien untuk bicara dengan melaksanakan
menyebutkan dokter tentang mafaat dan efek program
manfaat, dosis samping obat yang dirasakan. pengobatan.
dan efek samping 4. Diskusikan akibat berhenti minum 2. Menilai
obat. obat tanpa konsultasi dengan dokter. kemampuan
2. Pasien dapat 5. Bantu klien menggunakan obat klien dalam
mendemonstrasikan dengan prinsip 5 benar (benar dosis, pengobatannya
penggunaan obat benar obat, benar waktunya, benar sendiri.
dengan benar. caranya, benar pasiennya). 3. Dengan
3. Klien mendapat mengetahui efek
informasi tentang samping klien
efek dan efek akan tahu apa
samping obat. yang harus
4. Klien dapat dilakukan
memahami akibat setelah minum
berhenti minum obat obat.
tanpa konsutasi. 4. Program
5. Klien dapat pengobatan
menyebutkan dapat berjalan
prinsip 5 benar dengan lancar.
penggunaan obat. 5. Dengan
mengetahui
prinsip
penggunaan
obat, maka
kemandirian
klien untuk
pengobatan
dapat
ditingkatkan
secara
bertahap.
DAFTAR PUSTAKA

Direja, A.H.S.2011.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta : Nuha


Medika

Kusumawati, F & Hartono, Y. 2010.Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta :


Salemba Medika

Stuart, G. W. dan Sundeen, S.J. 2013. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3.
Jakarta : EGC.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Jakarta: Dewan
Pengurus PPNI.

PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) : Definisi dan


Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Yosep, I.2011.Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi).Bandung : Refika Medika

Yosep, I.2007.Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi).Bandung : PT. Refika Aditama

Yusuf, Ah, PK, Rizky Fitryasari, dan Nihayati, Hanik Endang.2015. Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa.Jakarta : Salemba Medika
LEMBAR PENGESAHAN

Denpasar, Mei
2020
Clinical Teacher/CT Mahasiswa

I Wayan Candra, S.Pd.,S.Kep.,Ns.,M.Si. Putu Diah Gita Paramita


NIP. 196510081986031001 NIM. P07120319083

Anda mungkin juga menyukai