Anda di halaman 1dari 5

Penggunaan dan Tata Tulis Ejaan: Pelafalan, Pemakaian

Huruf, dan Pemisahan Suku Kata

Dasar yang paling baik untuk melambangkan bunyi ujaran atau bahasa adalah satu bunyi ujaran
yang membedakan arti dilambangkan dengan satu lambang tertentu. Lambang yang dipakai
untuk mewujudkan bunyi ujaran itu biasa disebut huruf. Dengan huruf-huruf itulah manusia
dapat menuliskan gagasan yang semula hanya disampaikan secara lisan.
Keseluruhan peraturan tentang cara menggambarkan lambang-lambang bunyi ujaran dalam
suatu bahasa termasuk masalah yang dibicarakan dalam ejaan. Yang dimaksud dengan ejaan
adalah cara melafalkan dan menuliskan huruf, kata, unsur serapan, dan tanda baca. Bahasa
Indonesia menggunakan ejaan fonemik, yaitu hanya satuan bunyi yang berfungsi dalam bahasa
Indonesia yang dilambangkan dengan huruf.
Ejaan yang berlaku dalam bahasa Indonesia sekarang menganut sistem ejaan fonemis, yaitu satu
bunyi dilambangkan dengan satu tanda (huruf). Akan tetapi, kenyataannya masih terdapat
kekurangan. Kekurangan tersebut terlihat pada adanya fonem (bunyi) yang masih dilambangkan
dengan dua tanda, yaitu /ng/, /ny/, /kh/, dan /sy/. Sebaliknya, ada dua fonem yang
dilambangkan dengan satu tanda saja, yaitu /e/ pepet dan /e/ taling. Hal ini dapat menimbulkan
hambatan dalam penyusunan ejaan bahasa Indonesia yang lebih sempurna.
A. Pelafalan
Salah satu hal yang diatur dalam ejaan ialah cara pelafalan atau cara pengucapan dalam bahasa
Indonesia. Pada akhir-akhir ini sering kita dengar orang melafalkan bunyi bahasa Indonesia
dengan keraguan. Keraguan yang dimaksud ialah ketidakteraturan pengguna bahasa dalam
melafalkan huruf. Kesalahan pelafalan dapat terjadi karena lambang (huruf) diucapkan tidak
sesuai dengan bunyi yang melambangkan huruf tersebut.
Kaidah pelafalan bunyi bahasa Indonesia berbeda dengan kaidah bunyi bahasa lain, terutama
bahasa asing, seperti bahasa Inggris, bahasa Belanda, dan bahasa Jerman. Dalam bahasa
tersebut, satu bunyi yang dilambangkan dengan satu huruf, misalnya /a/ atau /g/, dapat
diucapkan dengan berbagai wujud bunyi bergantung pada bunyi atau fonem yang ada di
sekitarnya. Lain halnya dengan bahasa Indonesia, ketentuan pelafalan yang berlaku dalam
bahasa Indonesia cukup sederhana, yaitu bunyi-bunyi dalam bahasa Indonesia harus dilafalkan
sesuai dengan apa yang tertulis. Tegasnya, lafal dalam bahasa Indonesia disesuaikan dengan
tulisan.
Perhatikan contoh berikut!
-teknik Lafal yang salah: tehnik Lafal yang benar: teknik [t e k n i k]
-tegel Lafal yang salah: tehel Lafal yang benar: tegel [t e g e l]
-energi Lafal yang salah: enerhi, enersi, enerji Lafal yang benar: energi [e n e r g i]
Masalah lain yang sering muncul dalam pelafalan ialah mengenai singkatan kata dengan huruf.
Sebaiknya pemakai bahasa memperhatikan pelafalan yang benar seperti yang sudah dibakukan
dalam ejaan.
Perhatikan pelafalan berikut!
-TV Lafal yang salah: [tivi] Lafal yang benar: [t e ve]
-MTQ Lafal yang salah: [emtekyu], [emtekui] Lafal yang benar: [em te ki]
Hal yang perlu mendapat perhatian ialah mengenai pemakaian dan pelafalan huruf pada
penulisan dan pelafalan nama diri. Di dalam kaidah ejaan dikatakan bahwa penulisan dan
pelafalan nama diri, yaitu nama orang, badan hukum, lembaga, jalan, kota, sungai, gunung, dan
sebagainya disesuaikan dengan kaidah ejaan yang berlaku, kecuali kalau ada pertimbangan lain.
Pertimbangan yang dimaksud ialah pertimbangan adat, hukum, agama, atau kesejahteraan,
dengan kebebasan memilih apakah mengikuti Ejaan Republik (Soewandi) atau Ejaan yang
Disempurnakan. Jadi, pelafalan nama orang dapat saja diucapkan tidak sesuai dengan yang
tertulis, bergantung pada pemilik nama tersebut.
Demikian pula halnya dengan pelafalan unsur kimia, nama minuman, atau nama obat-obatan,
bergantung pada kebiasaan yang berlaku untuk nama tersebut. Jadi, pemakai bahasa dapat saja
melafalkan unsur tersebut tidak sesuai dengan yang tertulis. Hal tersebut memerlukan
kesepakatan lebih lanjut dari pakar yang bersangkutan.
Perhatikan contoh berikut!
- coca Lafal yang benar: cola [ko ka ko la]
- HCI Lafal yang benar: [Ha Se El]
- CO2 Lafal yang benar: [Se O2]
Kaidah pelafalan yang perlu dibicarakan di sini ialah pelafalan bunyi /h/. Pelafalan bunyi /h/ ada
aturannya dalam bahasa Indonesia. Bunyi /h/ yang terletak di antara dua vokal yang sama harus
dilafalkan dengan jelas, seperti pada kata mahal, pohon, luhur, leher, sihir. Bunyi /h/ yang
terletak di antara dua vokal yang berbeda dilafalkan dengan lemah atau hampir tidak
kedengaran, seperti pada kata tahun, lihat, pahit. Bunyi /h/ pada kata seperti itu umumnya
dilafalkan dengan bunyi luncur /w/ atau /y/, yaitu tawun, liyat, payit. Aturan ini tidak berlaku
bagi kata-kata pungut karena lafal kata pungut disesuaikan dengan lafal bahasa asalnya, seperti
kata mahir, lahir, kohir, kohesi.
B. Pemakaian Huruf
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan menggunakan 26 huruf didalam abjadnya, yaitu
mulai dengan huruf /a/ sampai dengan huruf /z/. Beberapa huruf di antaranya, yaitu huruf
/f/, /v/, /x/, dan /z/, merupakan huruf serapan dan sekarang huruf-huruf tersebut dipakai
secara resmi di dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian, pemakaian huruf itu tetap
dipertahankan dan jangan diganti dengan huruf lain.
Contoh:
- fakta tidak boleh diganti dengan pakta
- aktif tidak boleh diganti dengan aktip
- valuta tidak boleh diganti dengan paluta
- pasif tidak boleh diganti dengan pasip
- ziarah tidak boleh diganti dengan jiarah, siarah
Meskipun huruf-huruf serapan sudah dimasukkan ke dalam bahasa Indonesia, harus kita ingat
ketentuan pemakaian huruf /q/ dan /x/. Huruf /q/ hanya dapat dipakai untuk nama istilah
khusus, sedangkan untuk istilah umum harus diganti dengan huruf /k/. Demikian pula huruf /x/
dapat dipakai untuk lambang, seperti xenon, sinar x, x, + y. Huruf /x/ apabila terdapat pada
tengan kata dan akhir kata diganti dengan huruf gugus konsonan /ks/.
Contoh:
- Quran tetap ditulis Quran (nama)
- aquarium harus ditulis dengan akuarium
- quadrat harus ditulis dengan kuadrat
- taxi harus ditulis dengan taksi
- complex harus ditulis dengan kompleks
Huruf /k/ selain untuk melambangkan bunyi /k/, juga digunakan untuk melambangkan bunyi
huruf hamzah (glotal). Ternyata masih ada pengguna bahasa yang menggunakan tanda ‘ain’ /’/
untuk bunyi hamzah (glotal) tersebut.
Contoh:
- ta’zim harus diganti dengan taksim
- ma’ruf harus diganti dengan makruf
- da’wah harus diganti dengan dakwah
- ma’mur harus diganti dengan makmur
C. Pemisahan Suku Kata
Setiap suku kata bahasa Indonesia ditandai oleh sebuah vokal. Huruf vokal itu dapat didahului
atau diikuti oleh huruf konsonan. Persukuan atau pemisahan suku kata biasanya kita dapati pada
penggantian baris, yaitu terdapat pada bagian akhir setiap baris tulisan. Pengguna bahasa tidak
boleh melakukan pemotongan kata berdasarkan kepentingan lain, misalnya mencari kelurusan
baris pada pinggir baris setiap halaman atau hanya untuk memudahkan pengetikan. Penulisan
harus mengikuti kaidah-kaidah pemisahan suku kata yang diatur dalam Ejaan yang
Disempurnakan seperti berikut ini.
1) Apabila di tengah kata terdapat dua vokal berurutan, pemisahan dilakukan di antara vokal
tersebut. Contoh:
Main ma-in, taat ta-at
1. Apabila di tengan kata terdapat dua konsonan berurutan, pemisahan dilakukan di antara
kedua konsonan tersebut. Contoh :
ambil am-bil undang un-dang
2. Apabila di tengan kata terdapat konsonan di antara dua vokal pemisahannya dilakukan
sebelum konsonan. Contoh:
bapak ba-pak sulit su-lit
3. Apabila di tengah kata terdapat tiga atau empat konsonan, pemisahannya dilakukan di antara
konsonan pertama dan konsonan kedua. Contoh:
bangkrut bang-krut instumen in-stru-men
4. Imbuhan termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk partikel yang biasanya ditulis
serangkai dengan kata dasarnya, penyukuannya dipisahkan sebagai satu kesatuan. Contoh:
minuman mi-num-an bantulah ban-tu-lah
5. Pada akhir baris dan awal baris tidak diperkenankan ada huruf yang berdiri sendiri, baik vokal
maupun konsonan. Contoh:
Salah
ikut j-
uga
masalah i-
tu
Benar
ikut ju-
ga
masalah
itu
6. Tanda pemisah (tanda hubung) tidak diperkenankan diletakkan di bawah huruf dan juga tidak
boleh berjauhan dengan huruf, tetapi diletakkan di samping kanan huruf.
Contoh:
Salah Benar
pengam
bilan.
bela -
jar
Benar
pengam-
bilan .
bela-
jar
. Partikel

1. Partikel –lah , -kah dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.

Misalnya :

a. Bacalah buku itu baik-baik !

b. Apakah yang tersirat vdalam surat itu ?

c. Apatah gunanya bersedih hati ?

2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.

Misalnya :

a. Apa pun permasalahannya, dia dapat mengatasinya dengan bijaksana.

b.Hendak pulang tengah malam pun sudah ada kendaraan.

c. Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah datang ke brumahku.

d. Jika Ayah membaca di teras, Adik pun membaca ditempat itu.

Catatan :

Partikel pun pada gabungan yang vlazim dianggap padu ditulis serangkai

dengan kata yang mendahuluinya.

Misalnya :

a. Adapun sebab – sebabnya belum diketahui.


b. Bagaimanapun juga, tugas itu akan diselesaikannya.

c. Baik laki – laki maupun perempuan ikut berdemonstrasi.

d. Sekalipun belum selesai, pekerjaannya dapat dijadikan pegangan.

e. Walaupun sederhana, rumah itu tampak kelihatan asri.

3. Partikel per yang berarti ‘demi’, ‘tiap’, atau ‘mulai’ ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.

Misalnya :

a. Mereka masuk ke dalam ruang satu per satu.

b. Harga kain itu Rp50.000,00 per helai.

c. Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per Januari.

Catatan :

Partikel per dalam bilangan pecahan yang ditulis dengan huruf yang dituliskan serangkai dengan kata
yang mengikutinya.

Anda mungkin juga menyukai