Anda di halaman 1dari 15

HANINDYA, et al / STUDI KASUS KONFLIK BERAGAMA PADA

Studi Kasus Konflik Beragama Pada Anak Yang Berasal Dari Keluarga Beda Agama

A Case Studi About Religious Conflict Within Children in


Multireligion Family
Afny Hanindya, Istar Yuliadi, Nugraha Arif Karyanta

Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran


Universitas Sebalas Maret

ABSTRAK
Pengaruh lingkungan, terutama keluarga sangatlah dominan bagi perkembangan keberagamaan
seseorang. Pada keluarga beda agama, anak diajarkan pada dua buah ajaran agama berbeda, yakni ajaran agama
yang dianut oleh ayah dan ajaran agama yang dianut oleh ibu. Kondisi keberagamaan tersebut memungkinkan
terjadinya konflik beragama dalam diri anak yaitu berupa suatu pergumulan yang terjadi di dalam diri individu
terkait dengan permasalahan agama yang diyakininya Tujuan utama dari penelitian ini yakni untuk mengetahui
proses konflik beragama yang terjadi pada anak yang berasal dari keluarga beda agama beserta resolusi dari
konflik beragama tersebut.
Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan rancangan studi kasus yang diharapkan dapat menggali
data secara mendalam serta mengembangkan pemahaman mengenai konflik beragama pada anak yang berasal
dari keluarga beda agama. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam (in
depth interview) dan observasi. Jumlah subjek dalam penelitian ini berjumlah dua orang yang merupakan anak
yang berasal dari keluarga beda agama serta dua orang significant other yang merupakan orang terdekat dari
anak tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik beragama yang dialami oleh anak yang berasal dari keluarga
beda agama disebabkan oleh adanya dua ajaran agama berbeda yang ditanamkan oleh kedua orangtua. Jenis
konflik yang terjadi pada kedua subjek penelitian hampir sama yakni adanya konflik intrapersonal dan konflik
interpersonal. Dalam penelitian ini, kedua subjek mengalami kebingungan dalam hal pemilihan agama yang akan
dianut. Di satu sisi, subjek tersebut ingin melaksanakan perintah agama sesuai dengan agama yang dianut oleh
salah satu orangtua, namun di sisi lain subjek merasa sungkan pada orangtua yang berlainan agama dengannya.
Adanya dominasi dari salah satu orangtua membuat anak merasa takut dalam memutuskan agama yang akan
dianutnya kelak sehingga konflik beragama yang dialami pun berlangsung dalam waktu yang cukup lama.

Kata Kunci : Konflik Beragama, Keluarga Beda Agama

PENDAHULUAN Indonesia. Hal ini merujuk pada pasal 2 UU


Perkawinan No. 1 tahun 1974 yang menyatakan
Indonesia merupakan salah satu negara yang
“Perkawinan adalah sah apabila dilakukan
memiliki masyarakat pluralistik dengan
menurut agamanya masing-masing dan
beragam suku dan agama. Kondisi keberagaman
kepercayaannya itu”.
seperti ini menyebabkan terjadinya interaksi
sosial dengan kelompok-kelompok masyarakat
Berkaitan dengan perkawinan beda agama,
yang berbeda yang mungkin berlanjut pada
Rusli dan Tama (1986) mengemukakan bahwa
hubungan perkawinan. Meskipun telah jelas
perkawinan beda agama merupakan ikatan lahir
adanya larangan yang tercantum dalam Undang-
dan batin antara seorang pria dengan wanita
Undang, perkawinan beda agama masih sering
yang karena berbeda agama menyebabkan
dijumpai dalam kehidupan masyarakat

156
HANINDYA, et al / STUDI KASUS KONFLIK BERAGAMA PADA

tersangkutnya dua peraturan yang berlainan Hal tersebut mengakibatkan faktor pemicu
mengenai syarat-syarat dan tata cara konflik dalam keluarga beda agama bertambah
pelaksanaan perkawinan sesuai dengan hukum satu yakni adanya perbedaan keyakinan di
agamanya masing-masing, dengan tujuan dalam keluarga yang pada nantinya akan
membentuk keluarga ideal dan kekal mengakibatkan konflik tersendiri.
berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
Kasus-kasus mengenai keluarga beda agama
memiliki masalah yang biasanya lebih
Data statistik menunjukkan bahwa perkawinan
bervariasi dan kompleks dari permasalahan
beda agama di Indonesia semakin meningkat
yang dihadapi dalam keluarga seagama.
jumlahnya beberapa tahun belakangan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Berdasarkan data yang diperoleh dari Achmad
Pratiwi (2010) permasalahan yang dihadapi oleh
Nurcholish, Yayasan Harmoni Mitra Madania
keluarga beda agama meliputi permasalahan
yang dimilikinya telah menerima konseling
dengan latar belakang agama, hubungan dengan
pasangan beda agama sebanyak lebih dari 1000
keluarga, pelaksanaan ibadah, seksualitas,
pasangan serta membantu menikahkan pasangan
kehidupan sehari-hari, serta permasalahan
beda agama di Indonesia sejumlah 282
mengenai pola asuh anak. Selain itu, salah satu
pasangan. Angka tersebut diperoleh sejak
permasalahan dalam keluarga beda agama yakni
Januari tahun 2004 hingga Maret 2012 lalu.
adanya konflik perasaan (batin) dalam diri anak
Sama seperti perkawinan pada umumnya, (Yosepinata, 2012).
perkawinan beda agama tersebut pada akhirnya
Pengaruh lingkungan, terutama keluarga
akan membentuk suatu keluarga. Keluarga yang
memang sangat dominan bagi perkembangan
dihasilkan dari perkawinan beda agama biasa
keberagamaan seseorang. Konflik beragama
disebut dengan keluarga beda agama (interfaith
dalam diri anak yang berasal dari keluarga beda
family). Keluarga beda agama merupakan
agama sangatlah mungkin terjadi. Pernyataan
sekelompok orang yang terkait melalui
tersebut senada dengan hasil penelitian
hubungan (pernikahan, adopsi, ataupun
mengenai komitmen beragama yang dilakukan
kelahiran) yang saling berbagi satu sama lain
oleh Hikmatunisa dan Takwin (2007) yang
serta para anggota keluarganya memiliki
menyatakan bahwa 10,8% dari subjek penelitian
kepercayaan atau menganut agama yang
tergolong dalam kategori informed rejection
berbeda (Alden, 2010).
atau mengetahui namun kurang meyakini ajaran
Keluarga beda agama memiliki fungsi dan agamanya. Pada kategori informed rejection
tujuan yang sama dengan keluarga seagama tersebut keseluruhan berasal dari anak keluarga
pada umumnya. Perbedaan yang tampak yakni beda agama. Jika pada kepemilikan agama telah
hanya status dari pasangan suami istri yang terjadi pada masa anak-anak, maka pada masa
memiliki agama yang berlainan satu sama lain. remaja dan dewasa akan terjadi pergumulan

157
HANINDYA, et al / STUDI KASUS KONFLIK BERAGAMA PADA

agama atau konflik beragama pada diri anak DASAR TEORI


tersebut. Oleh sebab itu kemudian muncul
Keluarga
pertentangan dalam diri individu tersebut
Keluarga merupakan unit terkecil dalam
tentang keyakinan (agama) yang dianutnya.
masyarakat. Keluarga terdiri dari seorang
Keragu-raguan yang terjadi dalam diri remaja
kepala keluarga dan beberapa anggota. Chaplin
dan dewasa itu berpeluang menimbulkan
(2006) mengemukakan bahwa keluarga
konflik internal yang memunculkan pergumulan
merupakan suatu kelompok individu yang
dalam diri individu tersebut terkait dengan
terkait oleh ikatan perkawinan atau darah yang
pertanyaan mana yang baik dan mana yang
secara khusus mencakup ayah, ibu, dan anak.
buruk serta mana yang benar dan mana yang
salah. Keluarga Beda Agama
Konflik kejiwaan yang terjadi pada diri Keluarga beda agama (multireligion family)
seseorang mengenai keagamaan mempengaruhi merupakan sekelompok orang yang terkait
sikap keberagamaannya. Konflik dalam hal melalui hubungan (pernikahan, adopsi, ataupun
beragama memang menjadi hal yang serius, kelahiran) yang saling berbagi satu sama lain
apabila individu yang bersangkutan tidak dapat serta para anggota keluarganya memiliki
menyelesaikan konflik yang terjadi (Idrus, kepercayaan atau menganut agama yang
2006). Lebih lanjut, ketidakmampuan untuk berbeda (Alden, 2010).
menyelesaikan konflik yang terjadi pada satu Kehidupan dalam keluarga tidak selalu berjalan
tahap, akan mengganggu perkembangan pada dengan mulus. Masalah akan selalu timbul
tahap berikutnya. Oleh sebab itu, dampak dari selama kehidupan berjalan. Begitu pula halnya
adanya konflik dalam beragama ini dapat dengan keluarga beda agama. Keluarga beda
mempengaruhi sikap seseorang terhadap agama agama memiliki permasalahan yang cukup
seperti taat, fanatik maupun agnotis hingga kompleks bila dibandingkan dengan keluarga
atheis. yang seagama. Salah satu permasalahan dalam
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di keluarga beda agama yakni adanya konflik
atas, maka penelitian ini bermaksud untuk perasaan (batin) dalam diri anak (Yosepinata,
mengetahui konflik beragama yang terjadi pada 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan
anak yang berasal dari keluarga beda agama. oleh Nurhayati (dalam Viemilawati, 2002),
Hal tersebut menjadi alasan dilakukannya konflik yang terjadi pada keluarga beda agama
penelitian kualitatif ini dengan judul Studi terbagi menjadi dua, yakni konflik sebelum
Kasus Konflik Beragama Pada Anak Yang adanya pernikahan serta konflik yang terjadi
Berasal Dari Keluarga Beda Agama. setelah adanya pernikahan. Konflik yang terjadi
sebelum adanya pernikahan biasanya berupa
sulitnya mendapatkan ijin dari kedua orangtua
untuk melangsungkan perkawinan beda agama,

158
HANINDYA, et al / STUDI KASUS KONFLIK BERAGAMA PADA

sedangkan konflik yang terjadi setelah adanya teknik pemecahan dan perangsangan untuk
pernikahan biasanya berupa konflik batin dalam mencapai tingkat konflik yang diinginkan.
diri karena rasa bersalah dan menyesal telah Thomas (dalam Riggio & Parter, 1990)
melaksanakan pernikahan yang dilarang oleh mengemukakan bahwa terdapat lima jenis
ajaran agama, seringnya mendapat komentar strategi penyelesaian konflik yang dilakukan
negatif dari orang lain terkait status pernikahan oleh individu, yaitu competition,
beda agama, serta adanya masalah dalam hal accomodation, compromise, collaboration, dan
pemilihan agama pada anak yang pada nantinya avoidance.
akan mendatangkan konflik beragama dalam
Konflik Beragama Pada Anak Yang Berasal
diri anak tersebut.
Dari Keluarga Beda Agama.

Konflik Pada keluarga beda agama, konflik beragama


Dalam setiap hubungan antara individu akan dalam diri anak di dalamnya sangatlah mungkin
selalu muncul konflik, tidak terkecuali dalam terjadi. Hal ini dikarenakan terdapatnya lebih
hubungan keluarga. Lewin (dalam Shaw & dari satu agama yang menjadi landasan dalam
Conztanzo, 1982) menjelaskan konflik sebagai keluarga tersebut, serta adanya lebih dari satu
suatu keadaan yang memiliki daya-daya ajaran agama yang diajarkan kepadanya.
bertentangan arah dan dalam keadaan kekuatan Pernyataan ini senada dengan hasil penelitian
yang hampir sama. Hal tersebut menyebabkan yang dilakukan oleh Hikmatunisa dan Takwin
individu merasa bimbang untuk mengambil (2007) yang menyatakan bahwa 10,8% dari
keputusan dari permasalahan yang ada. subjek penelitian tergolong dalam kategori
informed rejection atau mengetahui namun
Wahyudi (2008) mengemukakan ada lima jenis
kurang meyakini ajaran agamanya. Pada
konflik menurut subjeknya, yakni konflik
kategori informed rejection tersebut
intrapersonal, konflik interpersonal, konflik
keseluruhan berasal dari anak keluarga beda
antar individu dan kelompok, konflik antar
agama. Hal ini mungkin disebabkan oleh
kelompok dalam organisasi yang sama, serta
sosialisasi pengetahuan agama dari kedua
konflik antar organisasi
orangtua baik namun anak kurang bisa
Berkaitan dengan konflik yang dialami oleh meyakini karena anak memiliki referensi
seorang individu, setiap individu memiliki cara pengetahuan pembanding (agama lain) atau
yang berbeda dalam menghadapi dan merasa sungkan terhadap orangtua yang
menyelesaikan suatu konflik. Hal tersebut berlainan agama dengan dirinya (Viemilawati,
dikenal dengan istilah manajemen konflik. 2002).
Robbins (1996) mengemukakan bahwa
Konflik ini terkait dengan perkembangan
manajemen konflik merupakan penggunaan
rasionalitas yang dialami oleh individu remaja

159
HANINDYA, et al / STUDI KASUS KONFLIK BERAGAMA PADA

dan dewasa sehingga muncul pertentangan beserta resolusi konflik yang digunakannya
dalam diri individu tersebut tentang keyakinan
Operasionalisasi
(agama) yang dianutnya. Perbedaan agama dari
Dalam konteks penelitian ini, konflik dalam
kedua orangtua pun turut berpengaruh terhadap
beragama dioperasionalkan sebagai
konflik beragama yang terjadi dalam diri
pergumulan yang terjadi di dalam diri individu
individu remaja dan dewasa tersebut.
terkait dengan permasalahan agama yang
Kebimbangan yang terjadi dalam diri remaja
diyakininya hingga pada taraf pengambilan
dan dewasa itu berpeluang menimbulkan
keputusan untuk memilih.
konflik internal yang memunculkan
pergumulan dalam diri individu tersebut terkait Subjek penelitian
dengan pertanyaan mana yang baik dan mana Subjek Penelitian ini adalah dua orang anak
yang buruk serta mana yang benar dan mana yang memiliki karakteristik :
yang salah. 1. Berasal dari keluarga beda agama
METODE PENELITIAN 2. Pernah atau sedang mengalami konflik
beragama
Rancangan Penelitian
3. Bersedia menjadi subjek penelitian dengan
Metode penelitian yang digunakan dalam
menandatangani lembar kesepakatan yang
penelitian ini adalah penelitian kualitatif.
ada.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah
penelitian studi kasus. Selain itu, dilakukan juga pengumpulan data
terhadap pihak lain yakni orang atau pihak
Secara khusus, metode yang digunakan dalam
yang mengetahui permasalahan yang diangkat
penelitian ini adalah desain penelitian studi
dalam penelitian ini, namun tidak terlibat
kasus, karena menganalisis secara lebih
langung dalam permasalahan, dalam hal ini
mendalam mengenai konflik beragama pada
diwakili oleh kerabat dekat subjek yang
anak dari keluarga beda agama
selanjutnya disebut dengan significant other.
Data studi kasus menggunakan Teknik
Penelitian ini menggunakan metode purposive
Pengumpulan yang “utama” yaitu wawancara
sampling.
mendalam dengan subjek penelitian.
Metode Pengambilan Data
Fokus Penelitian
Metode pengumpulan data yang dilakukan
Penelitian ini difokuskan pada konflik dalam dalam penelitian ini adalah dengan wawancara,
beragama pada anak dari keluarga beda agama observasi, dan riwayat hidup.
untuk mendapatkan gambaran yang jelas
Teknik Analisis Data
mengenai proses konflik beragama yang
Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan
dialami oleh anak dari keluarga beda agama

160
HANINDYA, et al / STUDI KASUS KONFLIK BERAGAMA PADA

dengan mengikuti teknik analisis data interaktif mengalami konflik beragama seperti yang
Miles dan Huberman. Menurut Miles dan tengah dialami saat ini. Sedari kecil, status
Huberman (1992), analisis data terdiri dari tiga agama yang diyakini oleh A adalah agama
alur kegiatan yang terjadi secara bersama, Kristen. Kendati beragama Kristen, A tetap
yakni: Reduksi Data, Penyajian Data, dan mendapatkan pendidikan mengenai agama
Verifikasi atau penarikan kesimpulan. Islam yang diterima dari ayah sehingga A
mendapatkan dua buah ajaran agama berbeda
Teknik Keabsahan Data
dari kedua orangtua, yakni ajaran agama Islam
Penelitian ini menggunakan teknik pemeriksaan
dan ajaran agama Kristen.
keabsahan data yang didasarkan atas empat
Pola pendidikan agama yang diterima oleh A
kriteria, yakni:
seperti ini tidaklah menjadi masalah bagi
1. Kriteria Derajat Kepercayaan (credibility)
dirinya. Menginjak usia kelas enam SD, A
2. Kriterium Keteralihan (transferability)
merasa bahwa sikap keberagamaan yang
3. Kriterium Kebergantungan (dependability)
dijalani oleh dirinya selama ini tidaklah benar.
4. Kriterium Kepastian (confirmability)
Hal ini dikarenakan adanya seorang teman yang
mempertanyakan sikap keberagamaannya yang
HASIL- HASIL tergolong tidak biasa. Dari kejadian tersebutlah
Berikut ini merupakan tabel data subjek yang A mulai mempertanyakan kebenaran sikap
digunakan dalam penelitian: keberagaman yang selama ini ia jalani. Tak
Tabel 1. disangka, pertanyaan seorang temannya saat itu
Karakteristik Subjek Penelitian
Kedudukan Inisia Jenis Usia Agama Pekerjaan membuatnya mengalami konflik beragama
l Kelamin
Subjek I A Laki-laki 24 Kristen Pegawai selama bertahun-tahun hingga saat ini. Di satu
tahun
Subjek II D.W Laki-laki 24 Islam Pegawai sisi, A ingin menjalankan satu buah ajaran
tahun
S.O I B Laki-laki 54 Islam Wiraswasta agama seperti yang biasa dilakukan oleh orang
tahun
S.O II A.N Perempuan 21 Islam Ibu rumah pada umumnya, namun di sisi lain A merasa
tahun tangga
takut akan mengecewakan salah satu orangtua.
Seiring dengan berjalannya waktu, konflik
Subjek 1 (A)
beragama yang dialami oleh A pun belum juga
Latar Belakang Belakang Terjadinya Konflik
terselesaikan. Kecenderungan dalam diri A
Beragama
untuk berpindah menjadi seorang Muslim pun
A terlahir dari keluarga beda agama yakni
kian bertambah, namun diiringi pula dengan
seorang ayah yang beragama Islam dan seorang
konflik beragama yang dialami. A semakin
ibu yang beragama Kristen. A sendiri tidak
bingung untuk mengambil keputusan agama
pernah menyangka bahwa dua buah ajaran
yang akan dipilihnya, yakni apakah akan tetap
agama yang ditanamkan oleh kedua
bertahan dengan agama Kristen yang telah
orangtuanya ini dapat membuat dirinya

161
HANINDYA, et al / STUDI KASUS KONFLIK BERAGAMA PADA

diyakini sejak kecil, ataukah agama Islam salah satu agama saja, namun A merasa takut
seperti yang mulai disukainya belakangan ini. mengecewakan salah satu orangtua. Hal ini
berlangsung sampai bertahun-tahun hingga saat
Kehidupan beragama sebelum terjadinya
ini. Adapun dampak dari konflik beraga yang
konflik
tidak terselesaikan ini adalah A menjadi lebih
Saat kecil, A merasa senang dengan adanya dua
pendiam dan cenderung menghindar tatkala
buah ajaran agama yang diajarkan oleh kedua
ditanyakan mengenai keputusan yang akan
orangtua. A mengatakan bahwa hal ini
diambil olehnya.
menyebabkan dirinya dapat merayakan dua hari
besar keagamaan sekaligus. Dalam hal Subjek 2 (DW)
kehidupan agama, A mengaku bahwa dirinya Latar Belakang Terjadinya Konflik Beragama
menjalankan dua buah ajaran agama, yakni D.W terlahir dari keluarga beda agama yakni
Islam dan Kristen, misalnya saja A melakukan seorang ayah yang beragama Kristen dan
ibadah shalat lima waktu namun juga tetap seorang ibu yang beragama Islam. D.W tidak
beribadah ke Gereja pada hari Minggu. pernah menyangka bahwa dua buah ajaran
agama yang ditanamkan oleh kedua
Kehidupan saat terjadinya konflik
orangtuanya sejak berusia dini ini dapat
Pada saat terjadinya konflik beragama tersebut,
membuat dirinya mengalami konflik beragama
A mengatakan bahwa dirinya baru menginjak
seperti yang pernah dialami. Sedari kecil, status
kelas 6 SD. Konflik ini bermula saat ada
agama yang diyakini oleh D.W adalah agama
seorang rekan yang menanyakan perihal sikap
Islam. Kendati beragama Islam, D.W tetap
keberagamaan dirinya yang dianggap kurang
mendapatkan pendidikan mengenai agama
biasa dalam norma masyarakat sekitar. Dari
Kristen yang diterima dari ayah dan keluarga
situlah A mulai mempertanyakan kebenaran
besar ayah yang tinggal di Semarang sehingga
sikap keberagamaan yang selama ini
D.W mendapatkan dua buah ajaran agama
dijalankannya sedari kecil.
berbeda dari kedua orangtua, yakni ajaran
Pada saat terjadinya konflik, A mengatakan agama Islam dan ajaran agama Kristen.
bahwa dirinya merasa bingung dan dilema. Pola pendidikan agama yang diterima oleh D.W
Kebingungan yang dialami oleh A menjurus ke seperti ini tidaklah menjadi masalah bagi
arah pemilihan agama yang hendak dianutnya dirinya pada saat itu. Menginjak usia kelas
kelak. Sewaktu mengalami konflik tersebut, A enam SD, D.W merasa bahwa sikap
semakin berusaha untuk mempelajari kedua keberagamaan yang dijalaninya sedari kecil
ajaran agama Islam dan Kristen. Hal ini merupakan suatu hal yang keliru. Hal ini
dimaksudkan agar A dapat memilih agama dikarenakan adanya seorang teman yang
yang terbaik baginya di kemudian hari. A mempertanyakan sikap keberagamaan yang
mengatakan bahwa dirinya ingin menganut dijalankan oleh dirinya cenderung tidak biasa.

162
HANINDYA, et al / STUDI KASUS KONFLIK BERAGAMA PADA

Dari kejadian tersebutlah D.W mulai agama, DW mengaku bahwa dirinya


mempertanyakan kebenaran sikap keberagaman menjalankan dua buah ajaran agama, yakni
yang selama ini ia jalani. Tak disangka, Islam dan Kristen, misalnya saja pada saat
pertanyaan seorang temannya saat itu berada di Boyolali, dirinya melakukan perintah
membuatnya mengalami konflik beragama agama Islam, namun sewaktu di Semarang
selama kurang lebih 2-3 tahun. Di satu sisi, D.W dirinya menjalankan ajaran agama Kristen..
ingin menjalankan satu buah ajaran agama
Kehidupan Saat Terjadinya Konflik Beragama
seperti yang biasa dilakukan oleh orang pada
Pada saat terjadinya konflik beragama tersebut,
umumnya, namun di sisi lain D.W merasa takut
DW mengatakan bahwa dirinya berada pada
akan mengecewakan ibu ataupun keluarga besar
kelas 6 SD. Sama seperti yang terjadi pada A,
dari pihak ayah di Semarang. Konflik beragama
konflik yang terjadi pada DW pun bermula saat
yang dialami oleh D.W sempat membuat dirinya
ada seorang rekan yang menanyakan perihal
merasa tidak percaya diri dan menarik diri dari
sikap keberagamaan dirinya yang dianggap
pergaulan dengan teman-temannya.
kurang biasa dalam norma masyarakat sekitar.
Kondisi ekonomi keluarga yang semakin
Dari situlah dirinya mulai mempertanyakan
memburuk pun membuat D.W memutar otak
kebenaran sikap keberagamaan yang selama ini
agar dapat menemukan jalan keluar dari
dijalankannya. Pada saat terjadinya konflik,
permasalahan yang tengah dialami sekaligus
DW mengaku bahwa dirinya merasa bingung
memperbaiki kondisi ekonomi keluarga yang
untuk memilih salah satu dari dua buah ajaran
semakin menurun. D.W sempat berniat untuk
agama yang diajarkan kepadanya. D.W
berpindah agama menjadi seorang Kristiani agar
mengatakan bahwa dirinya ingin menganut
hidupnya terjamin seperti saran dari seorang
salah satu agama saja, namun merasa takut
Pendeta, namun hal tersebut diurungkan
mengecewakan ibu dan keluarga besar ayah di
olehnya sehingga dirinya kembali dihadapkan
Semarang.
oleh konflik beragama yang menuntut dirinya
untuk memilih satu dari dua ajaran agama yang Pada saat terjadinya konflik tersebut, D.W
dianut olehnya. berusaha untuk mencari jalan keluar dengan
cara meminta bantuan dari seorang sepupu
Kehidupan Beragama Sebelum Terjadinya yang memiliki latar belakang sama dengan
Konflik
dirinya. Selain itu, D.W juga meminta bantuan
Sama seperti A, pada saat kecil, DW merasa
dari seorang kerabat dekat untuk mengatasi
senang dengan adanya dua buah ajaran agama
konflik yang dialami. Hal ini dilakukan oleh
yang diajarkan oleh kedua orangtua. DW
DW guna meminimalisir dampak yang
mengatakan bahwa hal ini menyebabkan
dirasakan olehnya akibat konflik beragama
dirinya dapat merayakan dua hari besar
yang tengah dialami. Adapun dampak dari
keagamaan sekaligus. Dalam hal kehidupan

163
HANINDYA, et al / STUDI KASUS KONFLIK BERAGAMA PADA

konflik beragama yang tengah dialami yakni subjek II, menjadikan diri kedua subjek lebih
DW menjadi kurang percaya diri jika tengah terbuka terhadap kedua ajaran agama Islam dan
berinteraksi dengan oarang lain. Selain itu, Kristen. Subjek cenderung menerima semua
dirinya pun menjadi ragu-ragu setiap hendak ajaran agama baik ajaran agama Islam maupun
membuat keputusan. ajaran agama Kristen.
Penanaman nilai moral dan keagamaan dalam
keluarga menjadi penting kedudukannya dalam
PEMBAHASAN
hal terjadinya konflik beragama pada anak yang
Latar Belakang Terjadinya Konflik berasal dari keluarga beda agama. Pada
Beragama dasarnya, keluarga berfungsi untuk
Seperti halnya permasalahan lainnya, konflik menanamkan nilai moral dan agama pada anak.
beragama pada anak yang berasal dari keluarga Pada kasus keluarga beda agama, anak akan
beda agama pun memiliki alasan atau latar diarahkan kepada dua ajaran agama yang
belakang terjadinya konflik beragama. Adapun berbeda. Hal ini diakui oleh subjek pertama dan
latar belakang terjadinya konflik beragama ini subjek kedua yang sama-sama mendapatkan
dipengaruhi oleh tiga hal, yakni : penanaman arahan mengenai dua ajaran agama yang
nilai moral dan keagamaan dalam keluarga, berbeda. Penanaman nilai moral dan keagamaan
kebebasan memilih agama, serta lingkungan yang seperti ini diterima oleh subjek sedari kecil
sosial masyarakat (Starbuck, dalam Rakhmat, hingga saat ini.
2009). Selain adanya penanaman nilai moral dan
Proses penerimaan pengetahuan, pembiasaan, keagamaan dalam keluarga yang berbeda satu
dan berbagai bentuk sosialisasi nilai-nilai sama lain, konflik beragama ini juga
keagamaan baik di rumah, keluarga, ataupun dilatarbelakangi oleh kebebasan memilih agama
lingkungan sosial masyarakat merupakan yang diberikan oleh kedua orangtua. Orangtua
faktor-faktor yang membentuk perilaku yang membebaskan anaknya dalam hal
keagamaan subjek. Hal ini sesuai dengan salah pemilihan agama, biasanya cenderung
satu fungsi keluarga menurut Berms (dalam menimbulkan konflik beragama dalam diri anak
Lestari, 2011) yakni sosialisasi/ edukasi yang tersebut. Hal ini dikarenakan bahwa anak
menyatakan bahwa keluarga merupakan sarana tersebut akan melakukan pemilihan diantara dua
untuk transmisi nilai, keyakinan, sikap, agama yang diajarkan itu. Anak akan merasa
pengetahuan, keterampilan, dan teknik dari bingung karena merasa sungkan dengan kedua
generasi sebelumnya ke generasi yang lebih orangtua. Subjek pertama mengatakan bahwa
muda. agama yang diyakini saat ini merupakan agama
Pada sisi lain, adanya kebebasan beragama yang pilihan dirinya sendiri dan juga dirinya
diberikan oleh kedua orangtua subjek I dan diberikan kebebasan yang luas dari kedua

164
HANINDYA, et al / STUDI KASUS KONFLIK BERAGAMA PADA

orangtua untuk memilih agama yang Konflik Beragama


dikehendaki oleh kedua orangtua (W.1.S.I.186- Seiring bertambahnya usia, kemampuan kognitif
191, W.1.S.I.194-197). Pada subjek II, agama dan keterampilan anak pun bertambah.
yang diyakini saat ini pun merupakan agama Meluasnya interaksi sosial memungkinkan anak
pilihan dirinya sendiri setelah melalui proses mengenal dan melakukan proses belajar sosial
yang sangat panjang. Sama seperti subjek I, dari berbagai figur seperti teman, sahabat, guru
pemilihan agama yang dilakukan oleh subjek II dan orang dewasa lainnya. Hasil interaksi sosial
ini pun berasal dari campur tangan ibu yang dengan teman serta kerabat lainnya, biasanya
telah mengajarkan nilai-nilai keagamaan sedari membuat anak tersadar bahwa dua ajaran agama
kecil. Subjek II juga mengatakan bahwa dirinya yang dijalani pada saat itu cenderung “tidak
diberikan kebebasan dari kedua orangtua untuk biasa”. Anak pun akan dihadapkan pada
memilih agama yang dikehendaki. permasalahan mengenai agama yang akan
Konflik beragama dalam diri anak yang berasal dipilihnya. Pada saat itulah, akan muncul
dari keluarga beda agama juga dilatarbelakangi konflik beragama sebagai dampak adanya dua
oleh lingkungan sosial masyarakat yang berada ajaran agama berbeda yang diarahkan pada anak
di sekitarnya. Kehidupan tradisi keagamaan tersebut. Pernyataan ini senada dengan hasil
yang berada di sekitarnya turut mempengaruhi penelitian yang dilakukan oleh Hikmatunisa dan
konflik beragama yang dialami. Pada subjek Takwin (2007) yang menyatakan bahwa 10,8%
pertama, lingkungan sosial masyarakat di dari subjek penelitian tergolong dalam kategori
sekitar mayoritas beragama Islam, baik yang informed rejection atau mengetahui namun
berada di sekitar rumah ataupun teman-teman kurang meyakini ajaran agamanya. Pada
yang dimiliki. Subjek pertama mengatakan kategori informed rejection tersebut,
bahwa walaupun mayoritas dari lingkungan keseluruhan berasal dari anak keluarga beda
sosial masyarakat di sekitar beragama Islam, agama. Perbedaan agama yang dianut oleh
masyarakat tersebut dinilai kurang dalam hal kedua orangtua mengakibatkan anak merasa
menjalankan ajaran agama. Pada subjek kedua, kebingungan untuk memilih ajaran agama yang
lingkungan sosial masyarakat di sekitar pada nantinya akan diikuti oleh anak tersebut.
beragama Islam, namun hal ini menjadi Berdasarkan teori konflik yang dikemukakan
berbeda ketika subjek berada di Semarang yang oleh Wahyudi (2008) , konflik beragama yang
mayoritas beragama Kristen. Subjek kedua pun berasal dari keluarga beda agama termasuk ke
menilai lingkungan sosial masyarakat di dalam konflik intrapersonal, yakni konflik
sekitarnya kurang taat dalam menjalani ajaran individu dengan dirinya sendiri. Anak yang
agama. berasal dari keluarga beda agama memiliki
keinginan untuk melaksanakan perintah agama
dan menuruti keinginan orangtua, namun

165
HANINDYA, et al / STUDI KASUS KONFLIK BERAGAMA PADA

adanya perbedaan agama yang ditanamkan oleh agama yang akan dipilih olehnya sebagai jalan
kedua orangtua sejak kecil membuat anak keluar dari konflik beragama yang dialami.
merasa bimbang. Konflik intrapersonal yang Konflik beragama yang terjadi pada subjek I
terjadi pada anak yang berasal dari keluarga dan subjek II pada dasarnya hampir mirip. Pada
tergolong ke dalam approach-approach conflict subjek I, jenis konflik yang terjadi yakni adanya
(konflik mendekat-mendekat) karena masing- kebingungan karena adanya dua ajaran agama
masing memiliki tujuan positif. Dalam hal ini, berbeda yang diajarkan oleh ayah dan ibu
tujuan tersebut yakni keinginan untuk menjadi (W.2.S.I.041-045, W.2.S.I.145-150). Subjek I
penganut agama yang taat serta seorang anak merasa bingung untuk mengikuti agama yang
yang patuh pada kedua orangtua. Konflik dianut oleh ibu ataukah agama yang dianut oleh
intrapersonal yang terjadi dalam diri anak yang ayah. Selain itu, subjek merasa dilema jika
berasal dari keluarga beda agama erat kaitannya harus memilih salah satu diantara ayah dan ibu.
dengan religious doubt (keraguan beragama). Subjek juga mengatakan bahwa dirinya merasa
Adanya dua buah ajaran agama yang takut akan mengecewakan salah satu diantara
ditanamkan oleh kedua orangtua semenjak kecil kedua orangtuanya saat dirinya memberikan
membuat anak yang berasal dari keluarga beda keputusan (W.2.S.I.059-061, W.2.S.I.099-105).
agama meragukan kebenaran dari ajaran agama Konflik beragama yang dialami oleh subjek I
yang telah ditanamkan tersebut. Religious doubt mengakibatkan dirinya merasa bingung, dilema
yang terjadi terus menerus dan tidak dan takut hingga saat ini, namun subjek juga
menemukan jawaban akan menimbulkan mengatakan bahwa konflik beragama yang
masalah, salah satunya adalah hilangnya dialami oleh dirinya pun turut memberikan
keyakinan. dampak positif, yakni memiliki banyak teman
Berdasarkan teori konflik yang dikemukakan dan dapat menghormati teman yang berlainan
oleh Wahyudi (2008), konflik beragama yang agama dengannya (W.2.S.I.298-309).
dialami oleh anak yang berasal dari keluarga Respon dari orang terdekat sangatlah
beda agama juga termasuk ke dalam konflik dibutuhkan oleh subjek saat mengalami konflik
interpersonal, yakni adanya perbedaan beragama. Orang terdekat dapat memberikan
kepentingan atau pendapat dengan individu lain. arahan ataupun mendampingi subjek selama
Dalam hal ini, adanya dominasi dari pihak ibu masa konflik beragama tersebut. Pada subjek I,
pada subjek I membuat dirinya sulit untuk orangtualah yang selalu mendampingi subjek
membuat keputusan agama yang akan dalam melewati konflik beragama yang dialami.
dipilihnya, sedangkan pada subjek II adanya Subjek mengatakan bahwa kedua orangtua
dominasi dari ibu dan keluarga besar ayah pun berusaha memahami dan mengerti mengenai
sempat membuatnya ragu untuk memutuskan konflik beragama yang dialami oleh subjek

166
HANINDYA, et al / STUDI KASUS KONFLIK BERAGAMA PADA

sebagai dampak dari adanya pernikahan beda mengenai konflik beragama yang dialami.
agama yang dilakukannya. Respon yang diberikan oleh pihak keluarga
Pada subjek II, konflik yang terjadi pun jenisnya dianggap oleh subjek sebagai “pendekatan”
adalah adanya kebingungan karena adanya dua agar subjek mengikuti ajaran agama sesuai
ajaran agama berbeda yang diajarkan oleh ayah dengan agama yang dianut oleh mereka.
dan ibu. Hal ini juga diperparah dengan keadaan
Resolusi Konflik Beragama
kondisi keuangan keluarga subjek yang
Keberadaan dari suatu konflik tidak otomatis
terbilang kurang saat subjek ingin melanjutkan
berdampak negatif terhadap hubungan maupun
sekolah (W.1.S.II.423-433, W.1.S.II.453-457).
individu yang terlibat. Konflik baru akan
Subjek II merasa terganggu dengan adanya
memiliki dampak negatif apabila tidak dikelola
konflik beragama, namun tidak sampai stres.
dengan baik. Berkaitan dengan konflik yang
Subjek II juga merasakan bingung mengenai
dialami oleh seorang individu, setiap individu
ajaran agama yang dijalani pada saat itu. Subjek
memiliki cara yang berbeda dalam menghadapi
sempat merasa tidak percaya diri pada saat itu.
dan menyelesaikan konflik. Hal tersebut dikenal
Akumulasi dari kebingungan yang tidak
dengan resolusi konflik. Seorang individu akan
terjawab ini memuncak pada suatu waktu dan
berusaha mengelola serta menyelesaikan konflik
berdampak negatif bagi kedua subjek, misalnya
yang dihadapi agar tidak berkembang dan
saja subjek I cenderung membiarkan konflik
meluas menjadi konflik yang lebih besar, serta
beragama tersebut terjadi hingga saat ini, dan
agar tetap berada pada level optimal. Ada lima
subjek II cenderung melakukan kenakalan
jenis strategi penyelesaian konflik yang
remaja seperti mabuk-mabukkan dan tawuran
dilakukan oleh individu, yakni competition,
serta perbuatan buruk lainnya sebagai sikap
compromise, collaboration, dan avoidance
protes atas keadaan yang menimpanya. Hal ini
(Riggio & Parter, 1990).
diakui subjek untuk menarik simpati dan
Subjek I belum mengetahui langkah yang akan
perhatian dari pihak orangtua dan keluarga.
diambil untuk menyelesaikan konflik beragama
Respon dari orang terdekat sangatlah
yang dialami sehingga dirinya cenderung
dibutuhkan oleh subjek saat mengalami konflik
melakukan avoidance (menghindar dari situasi
beragama. Orang terdekat dapat memberikan
konflik). Hal ini didukung oleh pernyataan
arahan ataupun mendampingi subjek selama
subjek I yang mengatakan bahwa dirinya belum
masa konflik beragama tersebut. Pada subjek II,
memikirkan sampai sejauh itu untuk
Bu M dan sepupu subjek yang memiliki latar
menyelesaikan konflik beragama yang dialami.
belakang sama yang selalu mendampingi
Subjek I mengatakan bahwa dirinya masih
subjek dalam melewati konflik beragama yang
membutuhkan waktu untuk berpikir dan belum
dialami. Selain dari sepupu dan Bu M, subjek
mengetahui waktu yang dibutuhkan untuk
juga mendapatkan respon dari pihak keluarga
menyelesaikan konflik tersebut. Subjek I juga

167
HANINDYA, et al / STUDI KASUS KONFLIK BERAGAMA PADA

berharap bahwa dirinya akan dapat adanya pertentangan dari dua macam
bertanggungjawab terhadap segala keputusan kebutuhan. Selain itu konflik beragama yang
yang diambilnya suatu saat nanti (W.2.S.I.155- dialami oleh anak yang berasal dari keluarga
158, W.2.S.1.175-182, W.2.S.2.187-196, beda agama juga merupakan konflik
W.2.S.I.282-285). interpersonal. Hal ini dikarenakan adanya
Subjek II mengatakan bahwa dirinya telah dominasi dari salah satu orangtua
menemukan solusi dari konflik beragama yang menjadikan anak tersebut merasa takut
dialami, yakni dengan memilih agama Islam. dalam memutuskan agama yang akan
Menurut subjek II, solusi yang diambil dianutnya kelak.
merupakan solusi yang terbaik. Saat telah
3. Jenis konflik yang terjadi berupa adanya
menemukan solusi dari konflik beragama yang
kebingungan dalam diri anak tersebut terkait
dialami, subjek II mengaku merasa lega dan
dengan pemilihan agama yang dianut. Di
puas. Subjek juga mengatakan bahwa dirinya
satu sisi, anak tersebut ingin melaksanakan
harus bertanggungjawab atas keputusan yang
perintah agama sesuai dengan agama yang
telah diambil, yakni dengan cara menjalankan
dianut oleh salah satu orangtua, namun di
ajaran agama Islam sepenuhnya.
sisi lain anak tersebut merasa sungkan
bahkan takut pada orangtua yang berlainan
PENUTUP
agama dengannya.
Kesimpulan
Konflik beragama dalam diri anak yang berasal 4. Ada dua cara yang biasanya dilakukan oleh
dari keluarga beda agama sangatlah mungkin anak tersebut dalam menyelesaikan konflik
terjadi dikarenakan terdapatnya lebih dari satu beragama yang dialami, yakni meminta
agama yang menjadi landasan dalam keluarga bantuan orang lain dengan cara
tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh dari menceritakannya kepada orang terdekat
penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa : seperti orangtua, sahabat, ataupun
mengkonsultasikannya dengan pemuka
1. Konflik beragama pada anak yang berasal agama tertentu; dan menyelesaikan konflik
dari keluarga beda agama disebabkan oleh beragama tersebut seorang diri dengan cara
adanya dua ajaran agama berbeda yang mencari informasi melalui berbagai media
ditanamkan oleh kedua orang tua kepada seperti buku dan siaran televisi.
anak tersebut.
Saran
2. Konflik beragama yang dialami oleh anak 1. Bagi Subjek
yang berasal dari keluarga beda agama Diharapkan bagi subjek agar lebih mencari
merupakan konflik intrapersonal, yakni informasi mengenai kedua ajaran agama
konflik yang terjadi di dalam diri akibat sebelum memutuskan agama yang akan

168
HANINDYA, et al / STUDI KASUS KONFLIK BERAGAMA PADA

dianut serta dapat bertanggungjawab atas


Idrus,Muhammad. 2006. Keraguan Kepada
semua keputusan ataupun pilihan yang telah
Tuhan Pada Remaja. Psikologika
ditentukan dengan cara menjalankan ajaran Vol.XI/No.21/22-36
agama yang dipilih sepenuhnya.
Lestari, Sri. 2012. Psikologi Keluarga
2. Bagi Orangtua Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik
dalam Keluarga. Jakarta : Kencana Prenada
Orangtua diharapkan mendampingi anak
Media Group
selama proses pencarian informasi mengenai
kedua ajaran agama serta dapat menerima Miles, Matthew and Huberman. 1992. Analisis
dan mendukung segala keputusan ataupun Data Kualitatif : Buku Sumber Tentang
Metode-metode Baru. Jakarta: Universitas
pilihan yang ditetapkan oleh anak di Indonesia-Press.
kemudian hari.
Pratiwi, Nine Is. 2010. Pola Asuh Anak Pada
Pernikahan Beda Agama. Skripsi. Jakarta:
3. Masyarakat
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.
Masyarakat diharapkan mampu membuka
pandangan mengenai keluarga beda agama Rakhmat, Jalaluddin, Prof.Dr.H. 2009.
serta tidak memandang negatif individu yang Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada
melakukan pernikahan beda agama.
Rigio, R.E & Parter, L.W. 1990. Introduction to
4. Bagi Peneliti Selanjutnya Industrial/ Organization Psychology.
London: Little Brown Higher Education
Diharapkan ada penelitian lanjutan yang
meneliti mengenai konflik beragama pada Robbins, S.P. 1996. Perilaku Organisasi:
Konsep, Kontroversi, dan Aplikasi Jilid 2.
anak yang berasal dari keluarga beda agama
Jakarta: PT. Prenhalindo
secara lebih mendalam agar diperoleh
Shaw, M.E & Constanzo, P.R. 1982. Theories
gambaran konflik beragama yang terjadi pada
Of Social Psychology. New York: McGraw
anak tersebut secara lebih mendalam dan Hill Company
komprehensif.
Tama, Rusli. 1986. Perkawinan Beda Agama
dan Masalahnya. Bandung : Sartika Dharma

DAFTAR PUSTAKA
Viemilawati, Jackie. 2002. Penghayatan dan
Pembentukan Identitas Agama pada Anak
Alden, Sparrow. 2010. Let’s Talk About dari Keluarga Beda Agama. Depok:
Interfaith Families. Boston: UUA Families Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
Chaplin, J.P. 2006. Kamus Lengkap Psikologi.
Jakarta: Raja Grafindo Persada Wahyudi. 2008. Manajemen Konflik dalam
Organisasi. Bandung: Alfabeta
Hikmatunisa, Mila &Takwin,Bagus. 2007.
Pengaruh Perbedaan Agama Orangtua
terhadap Psychological Well-Being dan
Komitmen Beragama Anak. Yosepinata, Yohan. 2012. Strategi Penyelesaian
Konflik Pada Keluarga Inti Beda Agama

169
HANINDYA, et al / STUDI KASUS KONFLIK BERAGAMA PADA

Dalam Pemilihan Agama Anak Di Usia


Remaja. Komunitas Vol. 1 - No. 1 / 2012-04

170

Anda mungkin juga menyukai