Anda di halaman 1dari 20

TUGAS AKHIR SEMESTER

KONSELING KELUARGA DALAM PERNIKAHAN BEDA AGAMA

KONSELING PRAKTEK (D)

FERNANDO SIBURIAN

712018111@student.uksw.edu

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

PENDAHULUAN

Pernikahanan adalah suatu peristiwa yang dapat memberikan kebahagian

kepada sepasang kekasih yang hendak menikah dalam membentuk suatu keluarga

baru. Kebahagian tersebut juga diharapkan dapat dirasakan oleh orangtua,

keluarga besar, bahkan teman-teman pihak yang akan menikah. Pelaksanaan

perkawinan atau pernikahan ini biasanya telah direncanakan dari jauh-jauh hari.

Perkawinan biasanya dilakukan oleh dua orang yang berbeda; berbeda jenis

kelaminnya, berbeda latar belakangnya, berbeda pendidikannya, berbeda sukunya,

dan seterusnya. Pada kenyataannya, perkawinan ada juga yang dilakukan oleh

orang- orang yang berbeda agama. Sebenarnya perbedaan itu bisa memperkaya,

tetapi bisa juga menimbulkan persoalan baru. Perkawinan beda agama bisa

mendatangkan persoalan kalau suami dan isteri yang menikah beda agama itu

berpegang pada agama mereka secara fanatik, tertutup, kaku, dan tidak bisa

toleran satu terhadap yang lain. Oleh karena itu, tujuan penelitian dalam artikel ini

ingin menjelaskan tentang pentingnya layanan konseling bagi yang sudah

menikah pasangan yang berbeda agama. Layanan konseling perlu dilakukan

karena masih ada pro dan kontra terkait beda agama pernikahan. Layanan

konseling perlu dilakukan untuk


membantu menyatukan hati bagi calon pasangan beda agama yang akan

memutuskan untuk menikah dan untuk pasangan yang sudah menikah. Hal ini

karena pasangan yang menikah dari beda agama pasti ada masalah, baik itu

sebelum memutuskan untuk menikah atau setelah menikah dan menjalani

kehidupan pernikahan. Peran konselor pernikahan agama dapat bertindak sebagai

moderator, konselor atau penasihat, serta penyelamat perkawinan dan hubungan

keluarga. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan

studi pustaka. Ini pendekatan yang diterapkan untuk menemukan konsep-konsep

yang terkait dengan pernikahan agama dengan tujuan menambah wawasan

bimbingan dan konseling di lingkungan masyarakat.

Rumusan masalah

1. Bagaimana mengatasi dampak dari pernikahan beda agama dilihat dari

perspektif Kristen dan teori Bowen dalam konseling keluarga?

2. Apa yang menjadi penyebab terjadinya pernikahan beda agama

menjadikan sebuah agama yang fanatic dan tertutup terhadap keluarga

atau kerabat disekitarnya?

3. Bagaimana pandangan Bowen terkait pernikahan beda agama akan

merusak keharmonisan dalam keluarga?

4. Bagaimana mempertahankan keharmonisan keluarga dalam pernikahan

beda agama?

Tujuan penelitian

1. Untuk membahas dampak dari penyebab terjadinya pernikahan beda

agama dilihat dari perspektif Kristen dan teori Bowen dalam konseling

keluarga.
2. Untuk membahas pandangan Bowen tentang pernikahan beda agama akan

merusak keharmonisan dalam keluarga.

3. Untuk menjawab mempertahankan keharmonisan keluarga dalam

pernikahan beda agama.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan dan melakukan wawancara

terhadap dua konseli yang melakukan pernikahan beda agama dengan pihak laki-

laki beragama Islam dan pihak perempuan beragama Kristen. Kedua pihak sudah

mengikat janji selama satu tahun dalam kepercayaan Islam dengan pihak

mempelai perempuan telah menerima untuk ikut agama suaminya. Mempelai

wanita menyampaikan bahwa sebelum menikah telah melakukan silahturahmi

antara laki- laki ke rumah orangtua perempuan dan perempuan ke rumah laki-laki

sehingga pengakuan yang didapat telah adanya restu dari kedua orangtua

mempelai. Dalam kehidupan berkeluarga selama satu tahun munculnya konflik

antara keluarga si perempuan dengan kedua orangtuanya keharmonisan tidak

terjadi antara keluarga. Dampak dari pernikahan beda agama yang membuat

keadaan serta kebiasaan berubah bahwa mempelai perempuan sudah lebih

mengikuti atau mematuhi perintah dari suaminya daripada ibunya sehingga

pengaruh dari perbedaan agama membuat munculnya kepanatikan keluarga

tersebut dengan keluarga pihak perempuan, hal yang panatik adalah tidak

memakan masakan yang tidak seagama, mengurangi kunjungan dengan orangtua

pihak perempuan. Dalam hal ini,


munculnya rumusan masalah terkait kurangnya kebersamaan, kasih sayang, cinta

dan jujur memelihara perasaan akibat dampak dari pernikahan beda agama

tersebut.

Konseling keluarga dalam proses pernikahan beda agama dapat

memberikan bimbingan dan bantuan sehingga konseli dapat menemukan jalan

keluar dengan sendirinya khususnya pada proses konseling dalam keluarga untuk

mencapai keharmonisan. Pada pernikahan beda agama berdasarkan teori Bowen

dengan pendekatan psikologi sosial sebagai kajian terapi secara naratif dan

mengarah pada pemecahan masalah berdasarkan relasional. Teori Bowen

berdasarkan praktik dan prinsip struktur pembentuk keluarga serta kelekatan yang

terbangun dalam keluarga yang diadopsi dari psikoanalisis. Terdapat lima model

konseling perkawinan yang menekankan pada relasi keluarga yaitu terapi keluarga

multigenerasi, strategis, eksperiensal, struktural, dan konstruktif (Bowen,

1978:7).1 Terapi keluarga multigenerasi memusatkan perhatian membantu

keluarga mengembangkan wawasan-wawasan kehidupan perkawinan. Pemikiran

utamanya diberikan pada pentingnya differentiating anggota keluarga.

Diferentiating memaparkan pada pembeda konsep intrapsikis dan interpersonal

pada keluarga (Bowen, 1978:8). Dinamika keluarga yang terbentuk pada

kehidupan perkawinan ditularkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Cara

untuk mengubah masalah kehidupan perkawinan dengan mengubah interaksi-

interaksi individu dengan

1
https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/konseling/article/download/Hasyim%20Hasanah/pdf
hal. 88, diakses pada 09 Juli 2021, Pukul 17:01 WIB.
keluarga asalnya.2 Kelekatan pada keluarga asal harus diputuskan sebagai upaya

diferensiasi diri karena dapat membebaskan kelekatan emosional yang justru akan

melahirkan konflik antar keluarga (Bowlby, 1964). Terapi keluarga strategis

adalah terapi yang mendasarkan pada pemanfaatan sibernetika untuk menjelaskan

dinamika keluarga. Konsep sibernetik memberikan keterangan masalah dalam

keluarga pada saat keluarga menunjukkan reaksi terhadap suatu masalah, dan

menerapkan solusi yang tepat atas masalah. Orientasi terapi yang dilakukan

adalah reframing (mengubah sudut pandang suatu perilaku). Konselor pada

konsep ini berperan sebagai konsultan ahli yang berfungsi memandu para

keluarga mengubah cara berperilaku dalam relasi dengan keluarga lainnya.

Layanan yang ada dalam terapi strategis mencakup pemberian nasihat, saran,

melatih, member tugas dan melakukan intervensi paradoks. Intervensi ini

merupakan proses reframing yang mengonotasikan masalah dan perilaku anggota

keluarga secara simtomatik. Terapi keluarga eksperiensial bermaksud untuk

memaknai eksistensi manusia (keluarga) berdasarkan pada pengalaman-

pengalaman pribadi. Pengalam-pengalaman pribadi ini membawa anggota

keluarga berhubungan dengan emosi-emosinya selama proses konseling. Orientasi

dasarnya mengedepankan adanya keyakinan, kearifan alamiah, komunikasi, emosi

yang jujur, akal yang kreatif, bersemangat, penuh cinta, dan bersifat produktif.

Keluarga yang sehat dalam pandangan teori ini adalah keluarga yang memberikan

keleluasaan individual, tidak mengabaikan kebersamaan, memiliki cukup rasa

aman, kasih sayang dan cinta, jujur memelihara

2
https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/konseling/article/download/Hasyim%20Hasanah/pdf
hal. 89, diakses pada 09 Juli 2021, Pukul 17:25 WIB.
perasaan, dan cukup memberikan kebebasan menjadi diri sendiri. Aspek

subjektivitas banyak berperan dalam proses terapi eksperiensial. Kondisi ini

dilatarbelakangi pada keyakinan bahwa individu dalam keluarga memiliki hak

menjadi diri sendiri. Proses terapi mengarahkan individu untuk aktif

berkomunikasi melalui emosi-emosinya, melakukan pengungkapan,

memunculkan ikatan keluarga, mengutamakan autentisitas.

Berdasarkan Teori Bowen yang telah dikemukakan dalam konseling

keluarga terkait beberapa terapi atau proses penyembuhan dalam melakukan

konseling keluarga terhadap pernikahan beda agama. Pendekatan Murray Bowen

terkenal dengan teori sistem keluarga. Pendekatan ini dianggap sebagai sesuatu

yang menjebatani pendangan-pandangan yang berorientasi psikodinamik dengan

pandangan-pandangan yang lebih menekankan pada sistem. Bowen

mengkonseptualisasikan keluarga sebagai sistem hubungan emosional. Bowen

mengemukakan, ada delapan konsep yang saling berpautan dalam menjelaskan

proses emosional yang terjadi dalam keluarga ini dan keluarga yang diperluas.

Landasan dasar teori Bowen adalah konsep diferensial diri. Konsep ini

berkembang di mana anggota keluarga dapat memisahkan fungsi intelektualnya

dengan emosionalnya. Dalam keadaan tegang, hubungan dua anggota keluarga

mempunyai kecenderungan untuk mencari anggota yang ketiga (melakukan

triangulasi) untuk menurunkan intensitas ketegangan dan memperoleh kembali

kestabilan. Sistem emosional keluarga inti, biasanya dibentuk oleh pasangan-

pasangan perkawinan yang mempunyai kemiripan tingkat diferensiasi. Jika sistem

tidak stabil, para pasangan mencari cara untuk mengurangi ketegangan dan

memelihara
keseimbangan. Posisi saudara kandung orang tua dalam keluarga asal mereka

memberikan tanda terhadap anak yang dipilihnya dalam proses projeksi keluarga.

Bowen menggunakan konsep emosional cutoff untuk menjelaskan bagaimana

sebagian anggota keluarga berupaya memutuskan hubungan dengan keluarga

mereka atas anggapan yang keliru bahwa mereka dapat mengisolasi diri mereka

dari kesatuan. Posisi saudara kandung dari setiap pasangan perkawinan akan

mempengaruhi interaksi mereka. Dalam pengembangan teorinya terhadap

masyarakat yang lebih luas, Bowen percaya bahwa tekanan-tekanan eksternal

yang kronis merendahkan tingkat berfungsinya diferensiasi masyarakat, hal itu

hasil pengaruh regresi masyarakat. Sebagai bagian konseling keluarga sistem

Bowen, wawancara evaluasi keluarga menekankan objektivitas dan netralitas.

Genogram- genogram itu membantu memberikan gambaran tentang sistem

hubungan keluarga kurang lebih tiga generasi. Secara sederhana, Bowen bekerja

secara hati-hati dan tenang dengan pasangan-pasangan perkawinan, berupaya

mengatasi perbedaan- perbedaan diantara mereka. Tujuannya adalah mengurangi

dan mengatasi kecemasan. Tujuan akhirnya adalah memaksimalkan diferensi diri

setiap orang di dalam sistem keluarga inti dan dari keluarga asalnya.

PEMBAHASAN

Pada proses konseling pastoral terhadap pasangan yang menikah beda agama

dapat dikaitkan dengan 5 fungsi dasar pastoral yang sepanjang waktu sekarang

berhasil dilakukan Menurut William A. Clebsch dan Charles R. Jaekle, yaitu:

menyembuhkan (healing), menopang (sustaining), membimbing (guiding),


mendamaikan (reconciling), dan memelihara.3 Adapun 5 fungsi dasar penjelasan

pastoral terhadap pernikahan beda agama adalah sebagai berikut:

1. Menyembuhkan4

Menyembuhkan adalah fungsi pastoral yang bertujuan mengatasi kerusakan

yang dialami orang dengan cara memperbaiki orang tersebut menuju keutuhan

dan membimbing orang ini mencapai keadaan yang lebih maju dari keadaan yang

sebelumnya. Pasangan beda agama bisa mengalami sakit hati atau luka batin kalau

orang tua mereka tidak menyetujui atau bahkan menolak mereka karena mereka

melakukan perkawinan beda agama. Sakit hati atau luka batin ini harus

disembuhkan dalam percakapan pendampingan pastoral.

2. Menopang5

Fungsi ini diwujudkan dengan menolong orang yang sakit atau terluka agar ia

dapat bertahan dan mengatasi keadaan, di mana perbaikan seperti keadaan

sebelumnya atau penyembuhan atas penyakitnya tidak mungkin lagi diusahakan

atau kemungkinannya sangat kecil sehingga tidak dapat diharapkan lagi.

Bagi pasangan beda agama, penopangan perlu dilakukan ketika hati mereka

terluka. Hati yang terluka bisa disebabkan karena penolakan dari orang tua,

mertua, atau anggota gereja lainnya. Hati yang terluka bisa juga terjadi ketika

pasangan beda agama ini mengalami konflik terus-menerus atau bahkan

penolakan dari pasangannya. Melalui penghiburan dan penguatan,

penopangan ini dapat

3
https://binus.ac.id/character-building/2021/02/pelayanan-pastoral-terhadap-anggota-keluarga-
kristen-dalam-perkawinan-beda-agama/ diakses pada 09 Juli 2021, Pukul 21:45 WIB.
4
Ibid,
5
Ibid,
dilakukan. Konseling pastoral atau support group dapat dipakai untuk membantu

mereka.

3. Membimbing6

Dalam pelayanan pastoral, yang dimaksud dengan fungsi membimbing adalah

menolong orang-orang yang sedang berada dalam kebingungan ketika mereka

harus mengambil keputusan-keputusan yang pasti di antara serangkaian alternatif

pikiran dan tindakan, ketika pilihan-pilihan itu dipandang mempengaruhi keadaan

jiwa mereka sekarang dan pada waktu yang akan datang.

Pasangan beda agama seringkali harus mengambil keputusan-keputusan yang

berarti bagi hidup mereka. Keputusan-keputusan itu misalnya keputusan untuk

melanjutkan pacaran mereka sampai ke jenjang perkawinan, untuk menentukan

pelaksanaan perkawinan mereka, untuk menghadapi kesukaran dan konflik yang

mereka hadapi, dan sebagainya. Pada masa-masa yang sulit seperti ini, seseorang

memang membutuhkan pendamping. Dalam hal ini, pelayan pastoral tidak boleh

membujuk, mengancam, apalagi memaksa. Pelayan pastoral juga tidak boleh

mengambil alih tanggung-jawab orang yang dilayani dalam mengambil

keputusan- keputusan yang berarti bagi hidup dan masa depannya.

4. Fungsi mendamaikan7

Fungsi pastoral di sini adalah berusaha membangun kembali hubungan yang

rusak antara manusia dengan sesamanya dan antara manusia dengan Allah. Dasar

pelayanan pendamaian sebenarnya terletak pada karya pendamaian Kristus.

6
https://binus.ac.id/character-building/2021/02/pelayanan-pastoral-terhadap-anggota-keluarga-
kristen-dalam-perkawinan-beda-agama/
7
Ibid,
Kristuslah yang telah mendamaikan manusia dengan Allah, manusia dengan

sesamanya, dan manusia dengan lingkungan hidupnya. Di dalam upaya

pendamaian, pengampunan memainkan peranan yang sangat penting.

Pasangan beda agama membutuhkan pendamaian kalau mereka mengalami

konflik dengan orang tua atau keluarga yang tidak merestui pernikahan mereka

karena alasan beda agama. Kalau hubungan mereka dengan saudara-saudara

seiman mereka terganggu, atau kalau hubungan mereka dengan Tuhan terganggu

karena pernikahan mereka itu, mereka juga perlu dibantu untuk berdamai kembali

dengan mereka.

5. Memelihara8

Fungsi pastoral ini bertujuan memampukan orang untuk mengem-bangkan

potensi-potensi yang diberikan Allah kepada mereka, di sepanjang perjalanan

hidup mereka dengan segala lembah, puncak, dan datarannya.

Pasangan beda agama memiliki potensi-potensi yang seringkali tidak mereka

sadari. Perbedaan agama mereka bisa menjadi salah satu sumber dialog yang

berguna bagi peningkatan kehidupan spiritual mereka masing-masing. Selain

pelayanan pastoral melalui percakapan atau konseling pastoral, kesaksian dari

pasangan beda agama yang bisa hidup harmonis dan sejahtera berguna untuk

menolog pasangan beda agama mengembangkan perkawinan mereka.

Pernikahan beda agama

8
https://binus.ac.id/character-building/2021/02/pelayanan-pastoral-terhadap-anggota-keluarga-
kristen-dalam-perkawinan-beda-agama/
Pernikahan merupakan salah satu tahap yang penting dalam siklus

kehidupan manusia. Suatu pernikahan akan membuat individu memperoleh

keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis maupun secara sosial untuk

membentuk suatu keluarga yang bahagia dan sejahtera. Sehingga dapat dipahami

secara mendalam bahwa pernikahan merupakan suatu ikatan yang sangat dalam

dan kuat sebagai penghubung antara seorang pria dengan seorang wanita dalam

membentuk suatu keluarga atau rumah tangga. Membentuk suatu keluarga

tentunya memerlukan suatu komitmen yang kuat di antara pasangan tersebut yaitu

bertujuan membangun keluarga yang bahagia. Tanpa adanya komitmen,

kebahagiaan dan keharmonisan akan sulit didapatkan. Masalah pernikahan seperti

ini terlihat jelas bukan hanya menjadi sekedar masalah pribadi dari mereka yang

akan melangsungkan pernikahan, tetapi juga sebagai suatu masalah yang

berkaitan dengan keagamaan yang erat sekali hubungannya dengan kerohanian

seseorang. Sebagai masalah keagamaan, karena setiap agama mempunyai aturan

sendiri- sendiri tentang pernikahan yang pada dasarnya bahwa pernikahan diatur

dan tunduk pada ketentuan-ketentuan dari ajaran agama yang dianut, terutama

permasalahan pernikahan beda agama.

(Dadang Kahmad, 2000), Mukti Ali menyatakan bahwa di dalam

masyarakat yang plural jika terjadi suatu pernikahan beda agama akan terdapat

pengalaman agama yang berbeda-beda yang berdampak pada penyiaran suatu

agama kepada orang lain atau keluarga.9 Artinya jika dikaitkan pada pernikahan,

permasalahan yang timbul dari pernikahan beda agama belum diatur secara tegas

9
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), hal 169.
dan pernikahan yang dilakukan dengan latar belakang yang sama juga tidak

menutup kemungkinan untuk menimbulkan permasalahan di dalamnya apalagi

jika pernikahan tersebut dilangsungkan oleh dua orang dari latar belakang yang

berbeda, akan banyak permasalahan dan benturan yang mungkin terjadi di

dalamnya. Pada awalnya pernikahan itu dilakukan karena kedua insan yang saling

mencintai, namun setelah menjalani kehidupan rumah tangga ternyata tidak

semulus yang diharapkan. Hal ini akan menimbulkan keragu-raguan bagi

pasangan yang akan melaksanakan pernikahan beda agama. Dalam mengatasi

keragu-raguan ini sebenarnya peran konselor sangat dibutuhkan karena keragu-

raguan dapat menjadi pemicu munculnya permasalahan dikemudian hari.

Pernikahan yang dilakukan dengan latar belakang yang sama juga tidak menutup

kemungkinan untuk menimbulkan permasalahan di dalamnya apalagi jika

pernikahan tersebut dilangsungkan oleh dua orang dari latar belakang yang

berbeda, akan banyak permasalahan dan benturan yang mungkin terjadi di

dalamnya.

Tidak jarang pernikahan yang dilakukan dari kedua pasangan yang

berbeda agama memicu perselisihan di antara keluarga kedua belah pihak.

Misalnya kehadiran seorang anak yang seharusnya menjadi tanda kebahagiaan

bagi keluarga ternyata malah akan semakin meperkeruh suasana, karena suami-

isteri yang memiliki perbedaan keyakinan akan sulit, bahkan terkadang saling

berebut menentukan kemana arah keyakinan sang anak nantinya apakah

mengikuti ayah atau Ibu. Tidak jarang pula pernikahan yang dilakukan dari kedua

pasangan yang berbeda agama memicu perselisihan di antara keluarga kedua

belah pihak.
Perselisihan, pertentangan dan konflik dalam suatu rumah tangga

merupakan sesuatu yang terkadang tidak bisa dihindari, tetapi harus dihadapi. Hal

ini karena dalam suatu pernikahan terdapat penyatuan dua pribadi yang unik

dengan membawa sistem keyakinan masing-masing berdasar latar belakang

budaya serta pengalaman yang berbeda-beda. Perbedaan yang ada tersebut perlu

disesuaikan satu sama lain untuk membentuk sistem keyakinan baru bagi keluarga

mereka. Tidak semua orang bisa mengatasi masalah pernikahannya sendiri,

terkadang banyak di antara mereka yang membutuhkan bantuan orang lain. Oleh

karena itu, layanan konseling sangat dibutuhkan untuk menyikapi masalah

pernikahan dalam keluarga, terutama dalam pernikahan beda agama yang

berkaitan dengan keyakinan seseorang.

Dari kemajemukan bangsa Indonesia khusunya bila dilihat dari segi

agama, dalam menjalani kehidupannya masyarakat Indonesia dihadapkan kepada

perbedaan-perbedaan dalam berbagai hal, di antaranya yaitu cara pandang hidup,

interaksi antar individunya dan lain sebagainya. Salah satu hal yang menjadi

perhatian adalah masalah hubungan antar umat beragama. Salah satu persoalan

dalam hubungan antar umat beragama ini adalah masalah pernikahan beda agama.

Perkawinan berbeda agama merupakan masalah yang sangat sulit untuk

dipecahkan tanpa penyelesaian dan penjelasan yang tuntas.

Konseling keluarga dalam mengatasi sebuah pernikahan beda agama

dilaksanakan bermaksud untuk mempertahankan suatu keluarga. Konselor

berpandangan bahwa dirinya tidak memiliki hak untuk memutuskan cerai atau

tidak sebagai solusi terhadap masalah yang dihadapi pasangan. Konseling

keluarga
dalam pernikahan dimaksudkan untuk membantu klien-kliennya untuk mengambil

langkah yang bijaksana dalam menghadapi problem rumah tangga. Dalam

konseling keluarga, konselor membantu klien (pasangan) untuk melihat realitas

yang dihadapi, dan mencoba menyusun keputusan yang tepat bagi keduanya.

Keputusannya dapat berbentuk menyatu kembali, berpisah, cerai, untuk mencari

kehidupan yang lebih harmonis, dan menimbulkan rasa aman bagi keduanya.

Pada dasarnya pasangan beda agama yang sedang merencanakan

pernikahan sudah tahu kemungkinan masalah dan tantangan yang akan muncul

dalam rumah tangga mereka, sehingga belum tentu mereka dapat menganalisis

kemungkinan masalah tersebut. Oleh karena itu perlu mendapat bimbingan dalam

membantu memecahkan masalah tersebut baik dalam masalah memantapkan hati

untuk melangsungkan pernikahan beda agama atau mempersiapkan mental untuk

menghadapi kemungkinan masalah pasca menikah. Dalam konseling keluarga

dalam menyikapi pernikahan beda agama ini konselor dihadapkan pada problem

perbedaan keyakinan atau pandangan hidup yang dapat menentukan keputusan

untuk menikah dengan perbedaan agama atau memutuskan untuk tidak menikah

dalam perbedaan agama dan keputusan tersebut ada pada klien.

Dalam teori Bowen tentang konseling keluarga, pihak yang menjadi

konselor dapat dilakukan oleh seseorang yang merupakan anggota keluarga inti

yang memiliki usia paling tua. Sehingga setiap permasalahan yang terjadi dalam

keluarga, konselor itu sendiri dapat membenahi pihak keluarga yang sedang

memiliki masalah. Tidak menutup kemungkinan pula menghadirkan konselor dari

luar yang bukan bagian dari keluarga namun mempunyai skill yang dapat menjadi
penengah di tengah keluarga yang berkonflik. Seperti hasil penelitian diatas

menunjukkan bahwa pernikahan beda agama merupakan sebuah permasalahan

yang dapat menimbulkan perpecahan satu sama lain pada keluarga mengingat

bahwa telah terjadi perbedaan keyakinan.

Dampak dari penyebab terjadinya pernikahan beda agama menurut teori

Bowen

Indonesia adalah negara yang terdiri dari banyak kemajemukan atau dapat

diartikan bahwa masyarakatnya heterogen yang terdiri dari berbagai macam-

macam suku, ras, dan juga agama. Hal ini sangat memberi pengaruh pada

kehidupan sehari-hari baik dalam menjalani relasi antar satu sama lain tanpa

membeda-bedakannya dan bahkan menjadi satu dalam ikatan.

Negara Indonesia yang adalah negara demokratis yang memberikan kebebasan

bagi masyarakatnya. Dengan begitu, tidak sedikit orang yang menggunakan

haknya untuk menentukan kehidupannya, salah satunya dalam hal memilih

pasangan hidup. Memilih pasangan hidup didasari karena adanya rasa kasih

sayang dan cinta yang tumbuh antara laki-laki dan perempuan. Terjadinya

pernikahan beda agama dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti; karena adanya

ikatan suka sama suka terhadap satu sama lain sekalipun berbeda keyakinan,

kurangnya pemahaman akan agama, keinginan pribadi tanpa dorongan dari pihak

lain, kurangnya pemahaman tentang hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia

sehingga menyamaratakan pemahaman tentang perkawinan dari berbagai agama,

bahkan karena hamil di luar nikah.


Munculnya persoalan kalau suami dan isteri yang menikah beda agama akan

berpegang pada agama mereka secara fanatik, tertutup, kaku, dan tidak bisa

toleran satu terhadap yang lain. Ketaatan orang terhadap agamanya memang harus

bisa kita pahami, karena peranan Tuhan begitu penting dalam kehidupan

perkawinan dan keluarga. Kehidupan dan pertumbuhan spiritualitas suami istri

juga tidak boleh dilupakan. Suami istri Kristen harus tetap hidup sebagai anak-

anak Tuhan yang taat kepada Tuhan di dalam kehidupan pernikahan mereka.

Karena itu berbagai upaya untuk mengembangkan spiritualitas dalam perkawinan

perlu dilakukan, antara lain melalui: doa, ibadah, dan pelayanan baik di dalam

gereja maupun kepada masyarakat. 10

Teori Bowen tentang Konseling keluarga

Menurut Bowen fokusnya pada pentingnya diferensiasi diri anggota keluarga

yang merangkum tentang perbedaan intelektual dan emosional dalam anggota

keluarga. Pada tahap diferensiasi diri diperlukan dalam pemecahan masalah dalam

keluarga dengan memilah diri dari intelektual dan emosional sehingga berfokus

pada kemampuan alamiah seorang diri tanpa ada percikan dari orang lain. Dalam

hal ini penulis memakai teori Bowen tentang level dari diferensiasi diri

berdasarkan usia manusia khususnya dalam membangun rumah tangga.

Pada usia 0-25 : seseorang berada pada usia ini dalam berkeluarga emosional

akan lebih mendominasi daripada rasionya sehingga menciptakan suasana yang

buruk seperti terjadinya pertengkaran akibat dari perbedaan pendapat terutama

pada

10
https://binus.ac.id/character-building/2021/02/pelayanan-pastoral-terhadap-anggota-
keluarga-kristen-dalam-perkawinan-beda-agama/
pernikahan yang pada dasarnya beda agama akan muncul sifat seperti ini karena

sudah melekatnya ajaran yang dipercayai sebelum menikah dan beralih pada

ajaran agama lain, memang pada dasarnya semua agama mengajarkan hal yang

baik tetapi selalu terdapat perbedaan antara agama yang satu dengan agama yang

lain.

Pada usia 25-50: seseorang yang berada pada usia ini emosionalnya masih

pada taraf dibimbing oleh orang lain terutama keluarganya yang memiliki waktu

yang lebih banyak. Ketika menyelesaikan permasalahan membutuhkan bantuan

dari orang lain atau topangan dari orang lain karena masih taraf pola pikir di usia

ini. Jika dikaitkan dengan pernikahan beda agama maka pada usia ini yang

menikah akan saling menopang antara suami dan istri karena sudah memiliki

pasangan hidup yang selalu mendampingi dan melengkapi satu sama lain

sehingga pernikahan pada skala usia ini menurut Bowen mengalami masa

melengkapi satu sama lain di dalam keluarga.

Pada usia 50-75: seseorang pada usia ini tidak lagi dipenuhi oleh emosional

karena sudah mempunyai banyak pengalaman dalam kehidupan lika-liku

bersosial. Jika dikaitkan dengan pernikahan beda agama berada pada usia ini akan

mengurangi pertengkaran karena sudah mempunyai potensi yang lebih kuat untuk

menghadapi segala persoalan di dalam keluarga.

Pada usia 75-100 : seseorang pada usia ini akan sangat teliti dalam

membedakan pikiran denga perasaan. Usia ini juga sangat berpotensi tinggi

mengambil keputusan ketika sudah memikirkan dengan matang. Maka dalam

kaitannya dengan pernikahan beda agama berdasarkan teori Bowen ini adalah

pernikahan beda agama


tidak lagi menjadi masalah atau berbicara soal pikiran dan perasaan terhadap

pasangan nya.

PENUTUP

Pernikahan pada dasarnya mengandung makna yang sangat luas namun

begitu pada intinya terjadinya pernikahan adalah untuk membentuk keluarga yang

bahagia, baik di dunia dan di akhirat. Kebahagian pernikahan itu terjadi karena

dengan pernikahan akan menyatukan dua hati yang berbeda menjadi satu untuk

saling melengkapi. Pernikahan memang harus dilakukan karena dalam kehidupan

sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan manusia yang lainnya dan ini

memang suatu kodrat kalau manusia adalah makhluk sosial yang selalu

membutuhkan orang lain. Sehingga dalam menjalin hubungan tersebut adalah

terbentuknya suatu pernikahan yang terjadi antara pria dan wanita. Namun tidak

ada satu pernikahan di dunia ini yang sempurna. Setiap pernikahan pasti memiliki

problem, baik probelam pranikah maupun pasca menikah. Salah satu problematika

yang masih menjadi pro dan kontra saat ini adalah problematika menikah beda

agama. Sehingga layanan konseling sangat dibutuhkan pada pasangan beda agama

yang akan menikah maupun yang sudah menikah.

Problematika pernikahan beda agama yang masih menjadi pro dan kontra

yaitu berkaitan dengan masalah hukum baik hukum agama maupun perundang-

undangan. Meskipun ada yang memperbolehkan pernikahan beda agama, tetapi

problem pernikahan belum dianggap selesai. Karena pasangan beda agama yang

memutuskan untuk menikah akan dihadapkan pada perbedaan keyakinan dan

pandangan hidup lainnya dalam membangun keluarganya. Layanan konseling


sangat penting untuk dilaksanakan dan dikembangkan karena pada dasarnya

konseling hadir untuk membantu dengan cara membimbing pasangan beda agama

dalam memantapkan hatinya untuk memutuskan menikah dan atau menyelesaikan

permasalahan pernikahan beda agama bagi yang sudah menikah. Peran konselor

dalam pernikahan beda agama yaitu sebagai mediator, pembimbing, dan

penyelamat hubungan pernikahan/kehidupan rumah tangga.


DAFTAR PUSTAKA

Engel, J. D. (2016). Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling. Jakarta:

BPK Gunung Mulia.

Engel, J. D. (2016). Konseling Pastoral dan Isu-isu Kontemporer. Jakarta:

BPK Gunung Mulia.

https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/konseling/article/download/Hasyi

m%20Hasanah/pdf

https://binus.ac.id/character-building/2021/02/pelayanan-pastoral-

terhadap-anggota-keluarga-kristen-dalam-perkawinan-beda-agama/

Anda mungkin juga menyukai