Anda di halaman 1dari 5

NAMA:RITA SOFIANI

NIM: 052443139

PENDAPAT STEPHEN BAILEY

Ada beberapa tujuan yang terkandung di dalam pembuatan dan pengembangan peri. Tujuan-
tujuan tersebut antara lain untuk mengen pembuatan dan pengembangan bubungan baru dan
untuk memberikan kejelasan logika akan atanan dan hubungan juan teori tidak sesederhana
ini. Bahkan suatu teori yang yang bany resepi sebe terbatas, kadangkala mempunyai
konsekuensi yang luar biasa. Di samping itu, jangan dilupakan bahwa pembuatan dan
pengembangan teori memakan wang yang amat panjang. Teori-teori di bidang fisika, biologi,
kimia dan astronomi mencapai tingkat kesahihannya setelah melewati masa tiga abad lebih.
Jadi ada proses evolusioner dalam "memperkuat sesuatu teori. Apalagi dengan teori-teori
administrasi publik, yang wajah modernnya baru muncul di awal abad kedua puluh ini.

Administrasi publik sering kali dirumuskan sebagai usaha manusia melalui pemerintah untuk
memanfaatkan sumber-sumber alami dan manusiawi, dengan tujuan untuk menyesuaikan
legitimasi sasaran dengan konstitusi. Di Amerika Serikat sasaran- sasaran yang mempunyai
legitimasi politik, dipandang sebagai penafsiran modern dari Deklarasi Kemerdekaan dan
Pembukaan Undang-Undang Dasar. Hal ini hanyalah untuk memberikan penegasan bahwa di
mana pun administrasi publik selalu dipengaruhi Cultur sosialnya. Tujuan teori administrasi
publik adalah untuk memperbaiki proses emerintahan. Dalam kaitannya dengan tujuan ini,
ada perhatian yang besar terhadap andangan-pandangan kemanusiaan dan kesahihan dalil-
dalil yang dikembangkan oleh nu-ilmu sosial dan ilmu perilaku.

Stephen Bailey mengajukan empat kategori teori yang dapat dipergunakan untuk
memperbaiki proses pemerintahan, yakni: descriptive- explanatory theories, normatives
theories, assumptive theories dan instrumental theories.

1. Teori Deskriptif Eksplanatori (Descriptive-Explainatory Theory) Kalau kita mempelajari


kandungan administrasi publik, maka akan terlihat di
dalamnya begitu banyak hukum, institusi, dan perilaku. Keanekaragaman isi yang terkandung
itu akan makin bertambah jika dikaitkan dengan lingkungan nasionalnya, sehingga orang
menjadi pesimis untuk dapat mengabstraksikan dalil administrasi yang cukup sahih dan
mampu memperjelas (eksplanatori) gejala yang diamatinya. Misal kita mengambil salah satu
konsep yang dominan di kalangan administrasi publik sebagai dalil teoritis, yaitu: konsep
hierarki. Berangkat dari bukti-bukti sejarah dan kenyataan masa kini, orang mengembangkan
hubungan-hubungan di dalam organisasi dan perilaku, dengan asumsi yang diambil dari
analogi geometrik. Pada waktu belakangan ini, analogi geometrik telah dijabarkan.
Sementara bentuk-bentuk piramidal makin disederhanakan. Namun dalam perkembangan
selanjutnya orang menyadari bahwa dinamika organik, terutama yang menyangkut otorita dan
hierarki, adalah sulit jika semata-mata dijelaskan dengan analisis geometrik saja.

2. Teori Normatif

Tujuan teori normatif adalah untuk menetapkan keadaan di masa depan. Dalam administrasi
publik, teori normatif mencerminkan satu utopia. Misalnya dengan mengatakan bahwa
seorang birokrat mencurahkan segenap hidupnya untuk melayani masyarakat. Norma-norma
yang diperlukan nampaknya dimaksudkan untuk mewujudkan tujuan-tujuan seperti efisiensi,
sikap responsif, akuntabilitas, ekonomis, moral pekerja, desentralisasi, kejujuran etis,
komunikasi internal, inovasi, demokrasi partisipatif, rentang pengawasan dan sebagainya.

3. Teori Asumtif

Andaikata teori deskriptif dan normatif telah dibangun secara jelas dan telah disetujui di
kalangan luas, keduanya baik sendiri maupun bersama-sama, tidak akan berhasil dalam
menuntun perbaikan praktek administrasi. Banyak ahli mengamati bahwa teori administrasi
publik telah lalai dalam menerangkan dan memberi tahu mengenai dalil-dalil asumtif. Di sini
yang dimaksudkan dengan dalil-dalil yang mengartikulasi asumsi-asumsi dasar mengenai
tabiat artikulasi manusia dan kepatuhan institusional, merupakan asumsi dasar pandangan
kaum utopis. Kenisbian utopia dicerminkan tidak hanya pada keadilan surgawi, tetapi juga
tidak realistiknya asumsi-asumsi mereka mengenai peluang untuk mengatur tabiat manusia.
Kaum utopis di satu sisi termasyhur karena keyakinannya bahwa mereka dapat membuat
sejarah, tetapi di sisi lain merupakan tragedi bahwa mereka sama sekali tidak mampu
memahami sejarah. Dalam ilmu-ilmu perilaku berbagai kegiatan telah dilakukan berdasarkan
teori-teori asumtif, misalnya, teori motivasi dan teori difusi. Bagi para ahli teori administrasi
publik, sebenarnya tersedia bahan-bahan yang telah disajikan oleh para penganut psikologi
Freud dan studi- studi mengenai binatang manusia. Adalah benar bahwa sedikit sekali studi
sejarah dan sosiologi mengenai ketertinggalan dan perubahan institusional dihubungkan
dengan nama-nama Madison, Weber, Brinton, Laswell, dan Selznick. Tokoh-tokoh ini diakui
sebagai peletak dasar-dasar kegunaan teori-teori asumtif.

Teori Instrumental

Jika teori deskriptif berkaitan dengan "apa" dan "mengapa", teori normatif Derkenaan dengan
"apa yang seharusnya" dan "yang baik", teori asumtif berhubungan engan "pra-kondisi" dan
"kemungkinan-kemungkinan", maka teori instrumental erkaitan dengan "bagaimana" dan
"kapan". Teori instrumental adalah perwujudan

dari dalil "jika--kemudian". Makna dari dalil ini tersirat dalam contoh-contoh berikut. ka
sistem administrasi berjalan menurut sesuatu jalan karena sebab ini dan itu,

jika desentralisasi akan memperbaiki penampilannya dalam mencapai sesuatu sasaran, jika
manusia dan institusi dianggap penurut, kemudian: apakah teknik, alat dan waktunya yang
diperlukan bagi suatu kemajuan.

Teori administrasi publik seharusnya berguna dalam menjawab pertanyaam tersebut di atas,
tetapi kenyataannya kegunaan tersebut jarang sekali nampak. Misalnya ada buku berjudul
Dimensi Baru Administrasi Negara, setelah dibaca-baca isinya jaul lebih kecil dari pada
judulnya. Kasus-kasus yang ditampilkan oleh Inter Universit Case Program dan biografi
administrasi telah menguraikan bagaimana perubahan administrasi terjadi di masa-masa
lampau, tetapi tidak menjelaskan bagaimana ha tersebut bisa terjadi. Untunglah bahwa "The
Public Administration Service" tela menerbitkan banyak pedoman mengenai "bagaimana
mengerjakannya". Hal inilah yam mungkin menyebabkan tumbuhnya pengakuan bahwa
konsultan manajemen yang ba bersifat canggih.

jika desentralisasi akan memperbaiki penampilannya dalam mencapai sesuatu sasaran, jika
manusia dan institusi dianggap penurut, kemudian: apakah teknik, alat dan waktunya yang
diperlukan bagi suatu kemajuan.
Teori administrasi publik seharusnya berguna dalam menjawab pertanyaam tersebut di atas,
tetapi kenyataannya kegunaan tersebut jarang sekali nampak. Misalnya ada buku berjudul
Dimensi Baru Administrasi Negara, setelah dibaca-baca isinya jaul lebih kecil dari pada
judulnya. Kasus-kasus yang ditampilkan oleh Inter Universit Case Program dan biografi
administrasi telah menguraikan bagaimana perubahan administrasi terjadi di masa-masa
lampau, tetapi tidak menjelaskan bagaimana ha tersebut bisa terjadi. Untunglah bahwa "The
Public Administration Service" tela menerbitkan banyak pedoman mengenai "bagaimana
mengerjakannya". Hal inilah yam mungkin menyebabkan tumbuhnya pengakuan bahwa
konsultan manajemen yang ba bersifat canggih Strategi Inkrementalisme Terpisah Seperti
halnya dengan Dye, Presthus juga mengakui bahwa pendekatan inkrementalis semula
dikembangkan oleh Charles E. Lindblom. Menurut pemikiran inkrementalis, proses kebijakan
paling mudah dipahami apabila kebijakan publik kita pandang sebagai sejumlah keputusan
yang tidak dikaitkan satu sama lain. Setiap masalah yang harus dihadapi oleh pembuat
keputusan harus diasingkan dari keputusan- keputusan yang lain. Pada dasarnya, Lindblom
menginginkan agar kebijakan dibuat dalam pengertian yang lebih kuantitatif, teknologis dan
administratif daripada sebagai prinsip dari penentuan nilai yang berbeda. Perhatian
dicurahkan secara individual, tanpa memperhatikan problem dan kebijakan yang terdahulu.
Sekiranya terjadi perubahan, maka perubahan itu harus dilihat sebagai proses evolusioner
gradual, bukan sebagai inovasi radikal.

4. Kebijakan sebagai Variabel Independen

Banyak ahli yang mempersoalkan nilai kerangka konseptual, yang semata-mata


memperlakukan kebijakan sebagai hasil atau sebagai variabel dependen dalam kebijakan
publik. Analis-analis yang dilakukan Theodore Lowi, Lewis Forman, Robert Salisbury, dan
John Heinz, menghasilkan perumusan kembali studi kebijakan. Apa yang mereka
kembangkan memungkinkan pengujian yang lebih kritis terhadap hubungan-hubungan
spesifik antara isi kebijakan dengan tipe kebijakan atau proses politik. Banyak masalah yang
begitu kompleks yang harus diperhatikan dalam menerapkan pendekatan kebijakan sebagai
independent variable. Pendekatan ini harus mengamati tipologi proses kebijakan yang
berlaku dalam satu sistem politik dan administrasi. Pada sisi lain, pendekatan ini hendak
menjelaskan bahwa tidak ada satu kebijakan pun yang dapat menampung, apalagi
memuaskan, semua tuntutan.

Anda mungkin juga menyukai