Anda di halaman 1dari 3

Nama: Sofia Khumaila

Nim: B10020241
Mata Kuliah: Victimology (C)

1.The completely innocent victim yaitu korban yang samasekali tidak bersalah
2.The victim with minor guilt and the victim due to his ignorance yaitu korban dengan kesalahan
kecil dan korban yang disebabkan kelalaian
3.The victim as guilty as the offender and voluntary victim yaitu korban sama salahnya dengan
pelaku dan korban sukarela
4. The victim more gulty than the offender yaitu korban kesalahannya lebih besar daripada pelaku
5.The most guilty victim and the victim as is guilty alo ne yaitu korban yang sangat salah dan
korban sebagai satu-satunya yang bersalah
6. The simulating victim and the imagine as victim yaitu korban pura-pura dan korban imajinasi

CONTOH KASUS:
The victim with minor guilt and the victm due to his ignorance”,
yakni “ korban dengan kesalahan kecil dan korban yang disebabkan kelalaian ” . Termasuk pula
salah satu tipologi dari Steven Schafer adalah “ precipitative victims ” , yakni pelaku melakukan
kejahatan karena tingkah laku yang tidak hati-hati dari korban mendorong pelaku melakukan
kejahatan.
pada dasarnya merupakan kualifikasi peranan korban yakni korban dengan kesalahan kecil dan
korban yang disebabkan kelalaian. Korban di sini tidak menyadari bahwa dirinya membuat
kesalahan kecil yakni tidak hati-hati atau waspada, di mana hal tersebut justru membawa akibat
yang besar.
Kedua, kelemahan biologis dan psikologis, dalam hal ini yakni usia tua lebih berisiko menjadi
korban (lebih mudah dilumpuhkan), perempuan lebih berisiko menjadi korban, sumberdaya
manusia yang kurang, perasaan takut terlebih dahulu atau mudah takut saat digertak pelaku. Salah
satu nya faktor pribadi, di sini termasuk faktor biologis (usia, jenis kelamin, kesehatan, terutama
kesehatan jiwa). Hentig membagi tipe korban menjadi 13 (tiga belas) macam, salah satunya adalah
“The Old”, bahwa orang tua mempunyairisiko menjadi korban atas tindak pidana terhadap harta
kekayaan.
Di sisi lain terdapat kelemahan, pada jasmaninya atau terkadang mentalnya yang mulai lemah.
Termasuk pula salah satu tipologi dari Steven Schafer adalah “Biologically weak victims”, yakni
siapa saja yang secara fisik atau mental lemah, misalnya orang yang sangat muda atau sangat tua
dan orang yang tidak sadar menjadi target kejahatan. Salah satu tipe korban menurut Hans Von
Hentig adalah “ The Female ” , yakni wanita merupakan korban dengan bentuk kelemahan lain,
bahwa di samping lemah jasmaninya (apabila dibandingkan dengan pria dan pelakunya biasanya
juga pria) wanita juga diasumsikan mempunyai dan/atau memakai barang-barang seperti perhiasan
yang mempunyai nilai ekonomis tinggi.

The completely innocent victim yaitu korban yang samasekali tidak bersalah,
peristiwa terorisme seperti yang terjadi di Sibolga, pemukiman padat penduduk pada 2019 lalu,
lebih banyak menimbulkan korban (non fisik) dibandingkan dengan peristiwa yang terjadi ditempat
lainnya. Lokasi peristiwa lainnya yakni, tempat wisata, rumah peribadatan, hutan, fasiltas umum,
hotel dan kedutaan. Bila merujuk dari dampak yang dialami para korban, sebagian besar korban
mengalami luka, hilang atau rusak harta benda atau hilangnya nyawa.

Korban pada peristiwa terorisme ini lebih banyak dialami oleh masyarakat dibandingkan oleh
aparatur sipil negara. Dan sebagian besar korbannya berprofesi sebagai wiraswasta, karyawan
swasta, ibu rumah tangga, petani, dan pelajar/mahasiswa serta profesi lainnya. Sementara dari
aparatur sipil negara, korban terbanyak dari anggota Polri dan 1 korban berstatus menteri.

Terhadap 489 orang Korban / Saksi tersebut telah diberikan program perlindungan sebanyak 1010
yang meliputi perlindungan fisik, perlindungan/bantuan hukum, bantuan biaya hidup, rehabilitasi
medis, psikologis dan psikososial, pemenuhan hak prosedural, dan fasilitasi permohonan
kompensasi.

Terkait dengan kompensasi LPSK telah berhasil melaksanakan pembayaran kompensasi bagi 61
orang Korban dalam 12 peristiwa serangan terorisme dengan total pemberian kompensasi sebesar
Rp. 4.281.587.424,-(Empat Miliar Dua Ratus Delapan Puluh Satu Juta Lima Ratus Delapan Puluh
Tujuh Ribu Empat Ratus Dua Puluh Empat Rupiah). Masih terdapat 7 peristiwa Terorisme dengan
182 Korban dimana Kompensasinya telah diputus oleh Pengadilan namun masih menunggu
pelaksanaan pembayarannya.

Kompensasi merupakan hak korban terorisme. PP 35/2020 telah mengatur pemberian kompensasi
bagi tiga kelompok korban yakni, korban terorisme masa lalu, korban paska UU 5/2018 dan WNI
korban terorisme di luar negeri. Untuk korban terorisme paska UU 5/2018 disahkan, kompensasi
diberikan berdasarkan putusan pengadilan, begitu pula untuk korban terorisme di luar negeri.
Sedangkan kompensasi kepada korban terorisme masa lalu pemberian kompensasi langsung
disampaikan LPSK tanpa putusan pengadilan. Namun, pembayaran kompensasi pada 3 kelompok
korban itu seluruhnya dilaksanakan oleh LPSK.

Pemberian hak-hak bagi WNI korban terorisme di luar negeri merupakan, usulan LPSK dalam
pembahasan draft PP 35/2020, terinspirasi atas peristiwa terorisme yang terjadi di Selandia Baru,
Maret 2019 lalu. Perlindungan kepada korban terorisme di luar negeri ini merujuk kepada Pasal 4
UU 15/2003 yang mengatur tentang peristiwa terorisme di luar negeri terhadap orang, fasilitas
Indonesia termasuk kediaman diplomatik Indonesia, di atas kapal atau pesawat yang berbendera
Indonesia.

PP 35/2020 ini telah menjadi penantian bagi korban terorisme masa lalu. Karena melalui PP ini
korban terorisme masa lalu akan mendapatkan kompensasi dari negara melengkapi bantuan medis,
psikologis dan psikososial yang selama ini telah diberikan LPSK.

Saat ini LPSK tengah menunggu persetujuan Menteri Keuangan atas skema kompensasi yang akan
diberikan kepada korban terorisme masa lalu. Draft skema kompensasi ini telah LPSK ajukan sejak
tahun lalu.

Anda mungkin juga menyukai