Anda di halaman 1dari 3

Paradigma “Participating Victim” dalam Kasus Investasi Bodong yang sangat paradox

Jika kalian korban investasi bodong baca ini!!!

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total kerugian investasi bodong pada tahun 2022
mencapai Rp. 109, 67 Triliun, padahal jika kita lihat tahun 2018 hingga 2021 total kerugian
investasi bodong hanya Rp 13,84 Triliun. Dengan nominal sebanyak itu kepikiran ngga si
bagaimana nasib korban nya.

Putusan kasus Crazy Rich Donny Salmanan menambah daftar panjang penyelesaian
kasus investasi bodong yang merugikan korban. Dari kasus investasi bodong yang sudah-sudah,
kita bisa tau bahwa terdapat pola yang sama yaitu kerugian nasabah investasi bodong tidak
dianggap sebagai kerugian korban atau lebih tepatnya nasabah investasi bodong tidak dianggap
sebagai korban, bahkan hakim dalam kasus Crazy Rich Indra Kenz saja secara terang-terangan
menyebut korban sebagai pejudi, bagaimana bisa begitu?

Pada dasarnya seseorang berinventasi guna untuk mencari keuntungan dari sesuatu yang
diinvestasikan di sebuah lembaga investasi. Munculnya fenoma Crazy Rich dan gelombang investasi

Dalam kajian ilmu viktimologi, pada dasarnya sebuah viktimisasi tidak hanya berpusat
pada perilaku pelaku kejahatan saja, namun keikutsertaan korban dalam viktimisasi juga dapat
terjadi. Korban mempunyai status partisipan aktif maupun pasif dalam suatu kejahatan,
memainkan berbagai macam peranan yang mempengaruhi sebagaimana terjadinya kejahatan
tersebut. Pelaksana peran korban dipengaruhi oleh situasi dan kondisi tertentu langsung atau
tidak langsung. Korban dapat berperan dalam keadaan sadar maupun tidak sadar, secara
langsung maupun tidak langsung, secara bersama-sama maupun sendiri. Bahkan dalam
terjadinya kegiatan tertentu pihak korban dikatakan ikut bertanggungjawab.

Pada umumnya, jikat kita lihat korban investasi bodong menjadi nasabah investasi
dengan mengharapkan reward (bunga, deviden, pembagian hasil keuntungan) yang sebenarnya
tidak masuk akal. Oleh karena nya itu sesuai dalam kategori yang dijelaskan van hentig yaitu
korban investasi bodong dalam kategori rentan karena termasuk orang yang berpikiran pendek
dan atau orang yang serakah.
Relasi antara korban dan pelaku kejahatan dipelajari melalui dua kajian, yang pertama;
tingkat kerentanan korban. Hans Von Hentig meyakini bahwa kontribusi korban terhadap
kejahatan sedikit banyak berasal dari karakteristik ataupun posisi sosial yang dimiliki oleh
korban yang merupakan kondisi yang sudah ‘given’, alias dia tidak punya kekuasaan untuk
mengontrolnya. Posisi sosial tersebut melahirkan kerentanan (vulnerability) di mana individu
tersebut potensial menjadi korban kejahatan. Selain anak-anak, ada tiga belas kelompok
menurut Von Hentig yang rentan menjadi korban kejahatan, antara lain: (1) remaja; (2)
perempuan; (3) orang tua/ lansia; (4) orang dengan keterbelakangan mental: (5) imigran; (6)
minoritas (7) orang yang berpikiran pendek; (8) orang yang depresi; (9) orang yang serakah;
(10) orang yang senang menyendiri dan tertutup; (11) orang yang zalim dan senang menyiksa;
(12) orang yang asusila/ ceroboh; dan (13) orang yang dikucilkan.

Kedua; tingkat kealpaan korban. Kealpaan korban merujuk pada situasi di mana korban
secara sadar atau tidak telah turut berkontribusi terhadap viktimisasi ataupun kejahatan yang
terjadi pada dirinya. Karena korban investasi bodong berpikiran pendek. Para nasabah tidak
perduli akan risiko yang mereka akan terima pada saat menginvestasikan uangnya kepada
perusahaan, yang para nasabah perhatikan hanyalah mendapatkan keuntungan dari investasi
yang mereka berikan kepada perusahaan.

Peranan korban dalam terjadinya tindak pidana, Stephen Schafer mengatakan pada
prinsipnya terdapat 7 (tujuh) tipologi korban, yaitu (Mansur & Elisatris, 2007):

Participating Victims, yaitu seseorang yang tidak berbuat tetapi dengan sikapnya justru
mendorong dirinya menjadi korban
Pada kasus investasi ilegal misalnya. Para korban mengindahkan risiko yang sebetulnya
diketahui sebelumnya, namun besarnya nilai bunga yang ditawarkan perusahaan
mengakibatkan korban melupakan apa yang seharusnya dilakukan.

Selfvictimizing Victims, yaitu mereka yang menjadi korban karena kejahatan yang
dilakukannya sendiri

Mengenai peranan Korban terhadap viktimisasi kegiatan investasi ilegal, Pada umumnya
korban mengharapkan reward (bunga, deviden, pembagian hasil keuntungan) yang sebenarnya
tidak masuk akal. Maka dapat disimpulkan bahwa peranan korban investasi ilegal ialah
Participating victims, adalah mereka yang bersikap tidak peduli atau perilaku lain yang
menyebabkan mereka menjadi korban atau mereka yang dengan perilakunya memudahkan
dirinya menjadi korban karena keinginan korban untuk mendapatkan keuntungan. Para
nasabah tidak perduli akan risiko yang mereka akan terima pada saat menginvestasikan
uangnya kepada perusahaan, yang para nasabah perhatikan hanyalah mendapatkan
keuntungan dari investsi yang mereka berikan kepada perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai