Anda di halaman 1dari 5

Perpu Ciptaker Bukan Gejala Otoritarianisme Tapi Totalitarianisme Terbalik

Menjelang tahun baru 2023, Presiden yang kita cintai memberikan kado tahun baru
untuk masyarakat agar lebih giat lagi bekerja demi menghadapi kerasnya tahun 2023. Kado
tersebut berupa diterbitkan nya Perppu Ciptakerja.

Tentu saja kado tersebut ditolak mentah-mentah masyarakat karena dinilai isinya masih
merugikan pekerja bahkan lebih buruk dari sebelumnya. Mengingat 3 tahun silam, Mahkamah
Konstitusi udah mengembalikan UU Ciptaker ke pabrik Pembuat Undang-Undang untuk
diperbaiki karena dinilai produknya cacat prosedural. MK juga berpesan bagi Pembuat Undang-
Undang untuk memperbaiki UU Ciptaker dengan partisipasi masyarakat (meaningfull
participation) dalam pembahasannya hingga akhir tahun 2023, kalo tidak maka dinyatakan
Inkonstitusional Permanen. Alih alih diperbaiki bersama, Presiden malah dengan arogansinya
mengemas ulang sendiri UU Ciptaker melalui Perppu yang justru makin problematis. Hal
tersebut menimbulkan pertanyaan dari berbagai kalangan, hal ihwal kegentingan apa sampai-
sampai Presiden menggunakan hak subjektifnya untuk melawan perintah MK “the guardian of
constitution”.

Alibi Pemerintah Berani Melawan MK

Berbagai pihak telah memprediksi kondisi perekonomian tahun 2023 akan diliputi
dengan ketidakpastian yang tinggi, entah itu ibu Menkeu, lembaga internasional, para elit
global, atau mungkin bapak-bapak sepemancingan yang saling berbisik-bisik tentang hal yang
sama dari entah kapan. Ketidakpastian kondisi global tersebut disebabkan mulai dari perang
yang belum usai, pengaruh dari climate change dan bencana, kemudian krisis baik itu di sektor
pangan, di sektor energi, maupun di sektor keuangan. Hal tersebut menjadi dalih pemerintah
untuk menerbitkan UU Ciptaker melalui Perppu.

Menko Airlangga menegaskan pentingnya Perpu Cipta sebagai langkah antisipatif atas
ketidakpastian tersebut. Langkah antisipatif tersebut berupa kepastian hukum untuk menarik
investor yang dihadirkan melalui Perrpu Cipta Kerja. Investasi yang ditargetkan pemerintah
mencapai Rp1.400 triliun pada tahun 2023, dan diharapkan dapat mendorong lapangan
pekerjaan.

Ahli hukum tata negara, mbak Bivitri Susanti menilai bahwa alasan pemerintah justru
terkesan bahwa pemerintah terlalu memaksaan kegentingan, seharusnya Perppu diterbitkan
ketika benar-benar terjadi situasi kegentingan memaksa dan krisis. Oleh karenanya YLBHI
berpendapat bahwa penerbitan Perppu ini jelas bentuk pembangkangan, pengkhianatan atau
kudeta terhadap Konstitusi RI, dan merupakan gejala yang makin menunjukkan otoritarianisme
pemerintahan Joko Widodo. Tapi ini bukan tentang Otoritarianisme.
Totalitarianisme Terbalik adalah sebuah istilah yang diperkenalkan oleh seorang filsuf
politik kontemporer, Sheldon Woolin, dalam bukunya Democracy Incorporated : Managed
Democracy and the Specter of Inverted Totalitarianism, yang menggambarkan bentuk
pemerintahaan Amerika Serikat masa kini.

Bukan turunan dari "totalitarianisme versi klasik" yang dulu digunakan pakde Hitler
dimana negara dipandang sebagai tokoh utama yang memiliki kekuatan yang sah untuk dapat
memonopoli tatanan sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Dalam Totalitarianisme Terbalik yang
menjadi tokoh utama nya adalah pemilik modal yang biasanya di wakili oleh Korporasi.
Totalitarianisme Terbalik didefinisikan sebagai sistem demokrasi yang didominasi dan dipelintir
oleh pemilik modal, sehingga ekonomi lebih berkuasa daripada politik.

Anak Kandung dari Anti Demokrasi dan Kapitalisme yang Hidup dalam Demokrasi

Woolin berpandangan bahwa sistem Totalitarianisme Terbalik yang terjadi pada


Amerika saat ini tidak lahir dari Demokrasi, tetapi lahir dari “bias” Demokrasi. Kemajuan
demokrasi terbukti lambat, menanjak, selamanya tidak akan sempurna. Indonesia pun
mengalami hal yang sama, mulai dari Era Demokrasi Terpimpin, Demokrasi Pancasila Era Orde
Baru hingga sekarang Demokrasi Pasca Reformasi.

Konsep demokrasi sebagaimana kita pahami sekarang ini, yaitu yang identik dengan
pemilihan umum (pemilu), sistem kekuasaan yang terdesentralisasi, dan hak-hak juga
kebebasan dasar (basic rights and liberties) seperti kebebasan sipil dan politik yang semua itu
demi kesejahteraan rakyat.

Namun demokrasi yang identik dengan kebebasan justru rentan terhadap kebebasan itu
sendiri (“apa pun terjadi”), karena kebebasan besar yang dibolehkannya, secara inheren rentan
terhadap kekacauan, ketidaksetaraan dan cenderung menyebabkan kelas-kelas berpemilik.
Pada akhirnya pihak anti-demokrasi yang hidup dalam demokrasi justru
memperluas/mempelintir makna demokrasi yang dimana tidak terbatas pada hanya pada
masalah kebebasan partisipasi individu dalam politik saja, namun kebebasan juga berlaku untuk
hubungan sosial, budaya, dan bahkan sekalipun ekonomi.

Jika dulu Adam Smith berpandangan bahwa kegiatan ekonomi adalah bentuk kekuatan
yang terdesentralisasi dijalankan menuju pada arah kemakmuran bersama, dalam artian secara
rasional tidak ada yang berkuasa semua pihak sama-sama untung, pebisnis atau perusahaan
akan memaksimalkan keuntungan dalam produksi barang atau jasa, sedangkan individu atau
konsumen akan memaksimalkan utilitas dan kepuasan dalam menggunakan suatu produk atau
jasa. Namun dalam beberapa abad terakhir ekonomi justru berevolusi, di mana kekuatan
tersebar di antara para aktor ekonomi dengan cepat memberi bentuk kekuatan yang
terkonsentrasi. Adam Smith sekarang bergabung dengan Charles Darwin, bahwa dalam
perjalanan panjang evolusi, pemilik modal lah yang terkuat.

Totalitarianisme Terbalik justru bukanlah melawan demokrasi tetapi untuk mengelola


demokrasi dan juga mengeksploitasinya demi mendapatkan keuntungan pribadi. Woolin
memberikan gambaran bagaimana Totalitarianisme Terbalik tersebut dapat mengeksploitasi
beberapa elemen demokrasi dengan menggabungkan bentuk-bentuk kekuatan dalam
demokrasi itu sendiri, antara lain; ekonomi bisnis, industri media dari hulu ke hilir, civil society
dan berakhir pada negara itu sendiri.

Makanya di masa kini tidak kaget apabila kita menemui konglomerat yang super-duper
kaya, memiliki mayoritas saham di salah satu platform media, kemudian dia tergabung dalam
anggota partai bahkan pemilik partai itu sendiri. Tentu apabila semua kekuatan itu dia miliki
maka negara akan dalam genggaman tangan.

Seperti Karl Marx, tidak kurang, berulang kali ditekankan, kapitalisme pada dasarnya
adalah kekuatan revolusioner.

Upaya Menipu Publik Dengan Ancaman

Saat ini Elit Pemerintahan berupaya menipu publik tentang ancaman ketidakpastian
kondisi global terhadap bangsa. Elit Pemerintahan percaya bahwa kebutuhan yang paling
mendesak saat ini adalah mendirikan pemerintahan yang kuat secara ekonomi untuk dapat
bertahan dan melindungi masyarakat dalam ketidakpastian kondisi global saat ini dengan cara
mempromosikan pertumbuhan ekonomi melalui investasi dan mendorong lapangan pekerjaan.
Sehingga menghalalkan segala tindakan melanggar batasan konstitusional untuk mengatasi
ancaman tersebut dengan diobjekkan dalam kebijakan Perppu Ciptaker.

Alih-alih memperkuat ekonomi untuk melindungi masyarakat justru Perppu Ciptaker


memperluas kekuatan Pemilik Modal atas masyarakat. Nining, Ketua Kongres Aliansi Serikat
Buruh Indonesia (KSBI) berpendapat bahwa terdapat penghapusan beberapa hak pekerja dalam
Perpu Cipta Kerja seperti hak cuti panjang, kepastian kerja, dan hak pesangon.

Yaaa tau sendiri lah kenapa bisa seperti itu, analoginya gini aja deh, nek kowe butuh aku
yoo kowe kudu manut ro aku. Feri Amsari, Akademisi dan Direktur Pusat Studi Konstitusi
(PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas bahkan menilai bahwa Perrpu Ciptaker sejatinya
untuk investor. Karena seperti yang sudah disampaikan oleh Menko Airlangga, bahwa Perppu
ini adalah bentuk kepastian ekonomi investasi, yaa akhirnya yang diuntungkan investor.

Kalo pendapat saya hal semacam ini adalah sebagai bantalan untuk menyelamatkan Elit
Pemerintahan dan Pemilik Modal dari siklus endemik kapitalisme yang cukup dihajar habis-
habisan pandemi Covid19. Perlu kita sadari bahwa setelah pandemi Covid19 menyerang adalah
kepemilikan terkonsentrasi di tangan yang semakin sedikit.

Seperti yang disampaikan mba Fatia, KontraS bahwa alibi pemerintah hanya sebagai
akal-akalan pemerintah semata demi memuluskan agenda pemerintahan, utamanya dalam
memuluskan pembangunan dan investasi.

Kelalaian Kita Pupuk Subur Totalitarianisme Terbalik

Berbeda dengan bentuk klasik totalitarianisme, yang secara terbuka membual niat
mereka untuk memaksa masyarakat mereka ke dalam totalitas negara, Totaliterisme terbalik
tidak secara jelas dikonseptualisasikan sebagai ideologi layaknya komunisme, fasisme atau
diobjekkan dalam kebijakan publik yang mengekang kebebasan masyarakat. Namun terdapat
kelalaian tertentu, ketidakmampuan untuk mengambil serius sejauh mana pola konsekuensi
mungkin mengambil bentuk tanpa telah dipersepsikan sebelumnya. 

Dalam totalitarianisme terbalik, sumber daya alam dan makhluk hidup mengalami


komodifikasi dan eksploitasi sehingga warga negara dapat dibodohi dan dimanipulasi agar
menyerahkan kebebasan serta partisipasi politiknya melalui konsumerisme dan
sensasionalisme berlebihan. Hal tersebut merupakan sarana untuk menciptakan dan
menyebarkan budaya yang mengajarkan konsumen untuk menyambut perubahan dan
kesenangan pribadi sembari menerima kepasifan politik.

Tentu saja hal tersebut hanya akal-akalan pemerintah semata demi memuluskan agenda
pemerintahan, terutama terkait pembangunan dan investasi yang ditargetkan mencapai
Rp1.400 triliun pada tahun 2023.

Dalam Perppu Cipta Kerja juga tidak mengatur batasan kriteria pekerjaan yang
dapat dipekerjakan secara alih daya atau outsourcing. Merujuk pada UU
Ketenagakerjaan, pekerjaan alih daya dibatasi hanya untuk pekerjaan di luar kegiatan
utama atau yang tidak berhubungan dengan proses produksi. Dengan begitu, ketentuan
ini dinilai bisa memberikan peluang bagi perusahaan alih daya untuk bisa memberikan
berbagai tugas kepada pekerja.

Feri Amsari, Akademisi dan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas
Hukum Universitas Andalas menilai bahwa Perppu Ciptaker sejatinya untuk investor,
pasalnya, sebagaimana apa yang disampaikan oleh Menko Airlangga, bahwa Perppu ini
adalah bentuk kepastian ekonomi investasi, dan ekonomi investasi yang diuntungkan
adalah investor.

Anda mungkin juga menyukai