Anda di halaman 1dari 9

TANTANGAN DAN PERMASALAHAN

VIKTIMOLOGI DI INDONESIA

Dr. WISHNU DEWANTO. S.H.,M.H

1
PERMASALAHAN SECARA UMUM

▪Viktimologi pada mulanya difokuskan mempelajari tentang korban kejahatan (special victimology). Hal tersebut terjadi
akibat ketidakpuasan dari beberapa ahli krimonologi yang mempelajari kejahatan dengan berfokus dari sudut pandang
pelaku. Mempelajari sudut pandang korban kejahatan tentunya tidak akan lepas dari mempelajari tentang kejahatan itu
sendiri.

▪Viktimologi sudah semestinya tidak memberikan batasan mengenai ruang lingkupnya yaitu yang terdapat pada hukum
pidana maupun ruang lingkup yang terdapat pada sisi kriminologi. Viktimologi memfokuskan lingkupnya pada pihak yang
menjadi korban. Seseorang dapat menjadi korban karena kesalahan si korban itu sendiri; peranan si korban secara
langsung atau tidak langsung; dan tanpa ada peranan dari si korban. Adanya korban tanpa peranan dari si korban dapat
terjadi karena keadaan, yaitu sifat, keberadaan, tempat maupun karena faktor waktu.

2
PERMASALAHAN KORBAN

▪Setiap pihak korban akan merasakan dampak negatif berupa kerugian dan/atau penderitaan akibat tindak pidana yang
menimpanya, khsusnya korban tindak pidana kekerasan. Kerugian dan/atau penderitaan ini dapat diklasifikasikan menjadi
tiga meliputi: luka fisik; kerugian materi; dan kerugian sosial serta psikologis. Pada beberapa jenis tindak pidana dapat
pula dijumpai berbagai kerugian dan/atau penderitaan yang dirasakan sekaligus.

▪Walau demikian, dengan berlakunya KUHAP yang diundangkan melalui Undang-Undang No. 8 tahun 1981 yang
memungkinkan penggabungan gugatan ganti kerugian dari korban dengan perkara pidananya sendiri sebagaimana diatur
dalam Pasal 98 sampai Pasal 101, dapat dianggap sebagai awal diperhatikannya korban dalam proses pidana.

3
KLASIFIKASI PERMASALAHAN KORBAN
KEKERASAN
1. Luka Fisik

Luka fisik yang diderita korban, termasuk yang mudah terlihat dibandingkan dengan jenis penderitaan lainnya.
Ini mempunyai dampak yang bervariasi sesuai dengan tingkat keseriusan luka yang diderita korban. Untuk
penganiayaan ringan yang hanya menyebabkan sakit kepala, luka goresan kecil, cenderung tidak begitu
dihiraukan sebagai luka fisik.

Korban cenderung cenderung akan merasakan sebagai penderitaan yang serius apabila menderita luka fisik
yang berat dan sangat ternganggu aktivitas kerja atau hingga tidak berfungsinya salah satu atau beberapa
anggota badan dan menjadikan cacat seumur hidup.

4
KLASIFIKASI PERMASALAHAN KORBAN
KEKERASAN
2. Kerugian Materi

Tindak pidana terhadap harta kekayaan antara lain pencurian biasa, pencurian dengan kekerasan
mengakibatkan kerugian bagi korban di bidang materi berupa uang dan hilangnya pendapatan yang seharusnya
diperoleh maupun properti lainnya. Misalnya hilangnya perhiasan, sepeda motor, kaca-kaca jendela yang
pecah, pintu yang dirusak, serta kerusakan barang-barang lain yang ditimbulkan atas tindak pidana yang
terjadi.

Di samping kerugian yang diderita saat terjadinya tindak pidana, untuk beberapa jenis tindak pidana kerugian
materi masih dapat dideritanya setelah tindak pidana terjadi, berupa pengeluaran biaya transport dan
akomodasi yang harus dikeluarkan selama proses penyelesaian perkara.
5
KLASIFIKASI PERMASALAHAN KORBAN
KEKERASAN
3. Dampak Sosial dan Psikologis

Dampak sosial dan psikologis yang paling terasa terjadi pada korban tindak pidana seksual khususnya
perkosaan. Korban perkosaan sering menjadi sorotan dan pengunjingan serta penguncilan oleh masyarakat
sekeliling. Banyak di antara korban karena merasa malu kemudian memutuskan untuk berdiam di rumah,
berhenti sekolah atau berhenti kerja sebagai akibat reaksi sosial di sekitarnya. Pada akhirnya ia akan tersaing
dari dunia sekelilingnya. Ini merupakan wujud kerugian sosial yang diderita. Oleh karena itu banyak di antara
korban semacam itu kemudian meninggalkan lingkungan sosialnya, pindah ke lain tempat yang dianggap aman
dari perhatian masyarakat.

6
KLASIFIKASI PERMASALAHAN KORBAN
KEKERASAN
4. Lamanya Penderitaan

Beberapa penelitian telah dilakukan terhadap lamanya dampak kerugian dan/atau penderitaan yang dialami
korban akibat tindak pidana. Secara umum berdasarkan hasil wawancara menunjukan bahwa korban
mengalami penderitaan yang dapat berkelanjutan.

Dalam hal ini menunjukan prosentase lama pengaruh yang diderita korban. Pengaruh tersebut dibedakan
menjadi kerugian keuangan, pengaruh fisik, dan pengaruh psikologis. Sebagai tambahan, disertkan pula tiga
kategori lainnya. “any effect” mencakup semua kategori, “Possible emotional need” mencakup semua pengaruh
yang mungkin mempengaruhi keuangan korban.

7
TANTANGAN PENGHUKUMAN TANPA
HAKIM MENURUT ILMU VIKTIMOLOGI
▪ Penghukuman Tanpa Hakim adalah merupakan tindakan sewenang-wenang oleh pelaku kejahatan tanpa
memperhitungkan segala resiko atau hak-hak hukum dari korban itu sendiri. Oleh karena itu kebijakan dalam
suatu aturan hukum harus mempunyai warna yang jelas, karena dengan tidak adanya kepercayaan terhadap
para penegak hukum akibatnya para pencari keadilan memberikan warna hukum tersendiri.

▪Dalam masa reformasi pencari keadilan selalu bentrok dengan para penegak hukum, bentrokan tersebut dipicu
oleh karena para penegak hukum dalam melakukan penyelidikan maupun penyidikan indikasinya selalu
mempertahankan oknum-oknum mempunyai materi yang memadai atau yang mampu, sedangkan si pencari
keadilan mengharapkan kebenaran dan kepastian hukum serta keadilan sebagaimana diamanatkan dalam
Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat (2) yaitu “tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
8
KESIMPULAN
▪Pengertian korban yang mendasari lahirnya kajian Viktimologi pada awalnya terbatas pada korban kejahatan.

Dengan demikian, Viktimologi, bukan saja berkaitan dengan korban kejahatan, tetapi juga ada korban dalam

artian perdata. Oleh karena itu, hal yang sangat lazim apabila ilmu ini akan memberikan keseimbangan bagi

korban dalam mendapatkan penyelesaian ganti rugi, meskipun masalah ini belum ada pengaturan

▪secara eksplisitdan tegas. Ada dua upaya yang dapat dilakukan kaitannya antara eksistensi Viktimologi dalam

penyelesaian pelaksanaan ganti rugi, yakni; Pertama, pihak korban diajak bermusyawarah dan kedua, dituntut

melalui pengadilan.

Anda mungkin juga menyukai