Perang Gerilya merupakan terjemahan dari bahasa Spanyol: guerrilla yang
secara harafiah berarti perang kecil. Perang gerilya adalah perang yang dilakukan secara sembunyi sembunyi, penuh kecepatan, sabotase dan biasanya dalam kelompok yang kecil tapi sangat fokus dan efektif. . A.H. Nasution yang pernah menjabat pucuk panglima Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Darat (TNI-AD) menuliskan di buku "Pokok-pokok Gerilya". Bagi tentara perang gerilya sangatlah efektif. Mereka dapat mengelabui,menipu atau bahkan melakukan serangan kilat. Taktik ini juga sangat membantu dan manjur saat menyerang musuh dengan jumlah besar yang kehilangan arah dan tidak menguasai medan. Kadang taktik ini juga mengarah pada taktik mengepung secara tidak terlihat (invisible). Sampai sekarang taktik ini masih dipakai teroris untuk sembunyi. Jika mereka menguasai medan mereka dapat melakukan: penahanan sandera, berlatih, pembunuhan, hingga menjadi mata-mata. Dan musuh dapat melakukan nomaden, yaitu berpindah-pindah dan menyerang secara bersembunyi tanpa ketahuan oleh lawan.Tokoh besar Indonesia dalam taktik gerilya adalah Jendral Soedirman. Jendral Soedirman membuat Belanda tidak bisa menang melawan pasukan gerilya Indonesia saat itu. Taktik ini kemudian dipakai oleh Ho Chi Minh dalam Perang Vietnam sehingga Vietnam Utara menang telak melawan Vietnam Selatan dan Amerika Serikat. Taktik Gerilya juga digunakan banyak pasukan resistensi, seperti Pasukan Resistensi Spanyol dibawah pendudukan Napoleon Bonaparte. Taktik gerilya kurang lebih berlangsung secara diam diam, mematikan musuh dalam serangan kejutan. Sehingga menjebak musuh adalah hal yang paling utama dalam taktik gerilya. Perang Gerilya diyakini sudah ada sejak tahun 3100 sebelum masehi. Seebelum adanya taktik Perang Konvensional. Strategis China, Sun Tzu, menyarankan penggunaan Gerilya dalam buku "Art of war" (Seni dari Perang) miliknya. Melansir dari kelaspintar.id, latar belakang dari perang ini yaitu kedatangan Belanda kembali ke Indonesia. Benda mendatangi beberapa wilayah, termasuk Jawa. Tujuan kedatangan Belanda yaitu untuk melemahkan militer Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, Belanda menyerang Yogyakarta melalui serangan udara dan darat. Tanggal 19 Desember 1948, Yogyakarta berhasil di kuasai Belanda. Bahkan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia pada saat itu ditangkap pihak Belanda. Hal tersebut yang membuat Jenderal Soedirman memutuskan meninggalkan Yogyakarya untuk bergerilya. Selama gerilya, Jenderal Soedirman dan pasukannya berjalan untuk berpindah-pindah tempat. Mereka berjalan melewati sungai, gunung, lembah, dan hutan. Dalam perjalanan tersebut, para pejuang juga melakukan penyerangan ke pos Belanda. Strategi perang gerilya yang dilakukan Jenderal Soedirman bertujuan untuk memecah konsentrasi pasukan Belanda. Kondisi tersebut ternyata efektif untuk membuat Belanda kewalahan, terlebih penyerangan tersebut dilakukan secara tiba-tiba dan cepat. Taktik ini membuat TNI dan rakyat yang bersatu berhasil menguasai keadaan dan medan pertempuran. Puncak perlawanan rakyat Indonesia terjadi pada 1 Maret 1949 serentak di semua wilayah Indonesia dan berhasil memukul mundur Belanda.