Narator : Jauh dimasa lalu, di Sulawesi Selatan berdirilah Kerajaan Luwu sebuah Kerajaan yang subur
dan makmur, seluruh rakyatnya hidup dalam kecukupan hal ini dikarenakan raja mereka yaitu Datu
Luwu adalah seorang raja yang arif dan bijaksana, Tak hanya kerajaan yang makmur Datu Luwu juga
dikaruniai seorang putri yang cantik, ia adalah Putri Tandampalik, berita kecantikan putri Tandampalik
telah tersebar keseluruhan pelosok negeri.
Suatu ketika datanglah utusan Raja Bone, para utusan ini berlayar menggunakan kapal yang besar,
setelah berhari-hari berlayar, akhirnya mereka pun sampai di Kerajaan Luwu.
Utusan Raja Bone (Aswin) : Salam hormat Baginda, hamba merupakan utusan dari Raja Bone. Maksud
kedatangan hamba mampir kemari adalah untuk menyampaikan salam serta lamaran dari putra Raja
Bone untuk Putri Tandampalik, Paduka kami Raja Bone bermaksud menikahkan putra kerajaan dengan
Putri Tandampalik
Narator :
Datu Luwu pun berpikir sejenak, hukum adat di Luwu tidak memperbolehkan putri Luwu menikah
dengan pemuda dari negeri lain.
Namun jika ia menolak pinangan ini, ia khawatir akan terjadi peperangan dengan kerajaan Bone.
Datu Luwu (Reza) : Wahai utusan, perlu kalian ketahui bahwa di kerajaan Luwu ini berlaku sebuah
hukum adat yaitu seorang putri Luwu tidak boleh menikah dengan pemuda dari negeri lain. Maka dari
itu, tolong sampaikan kepada raja kalian, supaya aku diberi waktu beberapa hari untuk memikirkan
lamaran tersebut.
Utusan Raja Bone (Aswin) : Baiklah paduka, akan ku sampaikan pesan paduka, hamba mohon pamit.
Narator : beberapa hari kemudian, kerajaan Luwu gempar karena sebuah kejadian.
Putri Tandampalik (Sila) : (*bangun tidur ) AAAA! ada apa dengan kulitku! kenapa tiba-tiba jadi begini?!
(Ucapnya kebingungan)
Datu Luwu (Reza) : Kenapa berteriak? ada apa putriku? (Tanya raja kebingungan)
Putri Tandampalik (sila) : tidak ayahanda (*sambil mengangkat kedua tangannya) . Kemarin aku masih
baik-baik saja, pagi ini semua bintik tiba-tiba saja muncul
Tabib (Riyan) : Maafkan hamba Datuk, hamba sudah berusaha sekuat tenaga, dan mencoba segala cara,
namun tiada obat yang bisa menyembuhkan penyakit Tuan Putri
Datu Luwu (Reza) : APA?! BUKANKAH KAU TABIB PALING HEBAT DI KERAJAAN!
Tabib (Riyan): Maafkan hamba, hamba pun tidak yakin apakah penyakit ini pernah ada atau tidak, ada,
hamba baru sekali ini melihatnya dan hamba khawatir ini adalah penyakit menular baginda
Datu Luwu (sila) : Putriku... . Ayah telah menimbang-nimbang sebelum penyakit ini menular dan demi
keselamatan seluruh rakyat di negeri ini, relakah engkau jika ayah mengasingkanmu ke daerah lain?
Putri Tandampalik (Sila) : Jika itu adalah jalan yang terbaik, aku menerima keputusan ayahanda
Datu Luwu (Sila) : Sebelum kau pergi, bawalah ini sebagai tanda bahwa ayah tidak melupakanmu. Ini
adalah keris pusaka kerajaan, jagalah dengan baik-baik (*ucapnya sambil memberikan keris itu ke Putri
Tandampalik)
Putri Tandampalik (Sila) : Baik ayah.., aku tau bahwa ayah melakukan ini demi rakyat, aku juga percaya ,
ayah sangat sayang padaku
Datu Luwu (Reza) : Sekali lagi aku minta maaf putriku, terimakasih atas pengertiannya.
Narator : Ketika fajar mulai menyingsing, segala persiapan telah selesai dilakukan, putri Tandampalik
pun pergi untuk mengasingkan diri, dan ia hanya ditemani beberapa dayang dan pengawal Datuk Luwu
pun mengantarkan kepergian anaknya dengan perasaan sedih
Pengawal (Tino) : Siap paduka, saya akan menjaga tuan putri dengan baik..
Narator : Kapal pun mulai berlayar, berhari-hari mereka mengarungi samudera, terkadang hujan badai
yang ganas menghadang perjalanan mereka. Hingga akhirnya mereka pun tiba di sebuah pulau asing
Pengawal (Tino) : sepertinya pulau ini kosong dan belum terjamak oleh manusia tuan putri
Putri Tandampalik (sila) : Iyaa, sepertinya begitu, tidak ada siapa-siapa di sini
Dayang ( Anggun) : Wah.., pulau ini cocok untuk kita tuan putri
Narator : mereka pun segera mencari tempat yang berteduh.
Dayang (Anggun) : Ahahahaha, oh disini ada buah Wajo (*sambil mengambil buah Wajo dari pohonnya)
tuan putri cobalah, ini sudah masak, sepertinya enak sekali (*sambil memberikan buah Wajo ke putri)
Putri Tandampalik (sila) : Tidak apa pengawal, mulai sekarang kita akan hidup bersama, jangan sungkan
lagi padaku, akanku beri nama pulau ini pulau Wajo, karena buah Wajo ini seperti menyambut
kedatangan kita.
Narator : mereka pun akhirnya mendirikan rumah di dekat pohon Wajo tersebut, dan hidup mandiri
dengan penuh kesederhanaan.
Putri Tandampalik (sila) : ahahaha, aku hanya mencobanya, tapi ternyata susah juga ya (*mereka semua
tertawa bersama)
Narator : Hingga tak terasa sampir setahun mereka tinggal di pulau Wajo. Suatu hari Putri Tandampalik
duduk ditepi danau dan setelah berbulan-bulan diasingkan penyakit Putri Tandampalik pun mulai
membaik
Putri Tandampalik (Sila) : HAH!? (kaget) kau mirip dengan kerbau, tapi.. kenapa kamu putih, apakah ada
kerbau putih?? (ucapnya kebingungan)
Narator : Tiba-tiba kerbau itu menjilati tubuh putri yang penuh dengan bintik hitam, ajaib!! Bintik itu
dalam sekejap menghilang
Putri Tandampalik (sila) : wahh, aku tidak percaya ini, tapi ini sungguh luar biasa, penyakitku sembuh.
Kerbau putih terimakasih atas bantuanmu
Dayang (Anggun) : Tuan putri apa yang terjadi!? penyakit anda sudah sembuh
Putri Tandampalik (Sila) : Tolong rawat kerbau ini dengan baik, dia telah menyembuhkan penyakitku,
kalian berdua tidak boleh menyembelihnya
Dayang (Anggun) : Baik tuan putri, kami senang sekali tuan putri sudah sembuh
Narator : beberapa hari kemudian, pulau Wajo kedatangan beberapa pemburu yang di pimpin olah
Putra Mahkota Kerajaan Bone, pangeran Bone. Pangeran Bone sedang asyik berburu jadi temani oleh
Andai guru paccanringeng saking asyiknya berburu putra mahkota terpisah dari rombongan dan tersesat
di hutan
Pangeran Bone (Abshon) : Ahh, sepertinya ini bukan jalur yang aku tadi lewati, bagaimana mungkin aku
bisa tersesat ( pangeran kebingungan sambil melihat sekitarnya)
Narator : Setelah berjalan lama, akhirnya Pangeran Bone melihat sebuah pondok di tengah hutan milik
putri Tandampalik. Ia pun menghampirinya karna hari sudah malam
Pangeran Bone (Abshon) : Wah ada rumah di sini, artinya ada orang di sana, lebih baik aku minta tolong
dengannya untuk beristirahat sebentar
ohh, ada pondok di sini, untunglah, mungkin saja mereka bisa membantuku (ucap pangeran lega)
Pangeran Bone (Abshon) : Gadis cantik, aku tersesat dan kebetulan aku menemukan pondok ini, aku
harap kamu mau membantuku, aku harus segera kembali ke pantai
Putri Tandampalik (Sila) : Silakan masuk tuan, istirahatlah sebentar, nanti akan kamu antar tuan ke tepi
pantai.
Narator : Sang pangeran menerima tawaran tuan putri, ia pun masuk ke dalam pondok untuk
beristirahat sejenak
Putri Tandampalik (Sila) : hah!! (Terkejut) anda adalah pangeran Bone!? Maafkan jika kamu tadi bersikap
kurang sopan
Pangeran Bone (Abshon) : Terimakasih sudah membantuku, siapakah namamu? Dan kenapa kau ada di
pulau terpencil ini?
Putri Tandampalik (Sila) : Saya adalah Putri Tandampalik dari Luwu, karna penyakit yang saya derita saya
harus tinggal di sini, namun sekarang ini saya sudah sembuh (jelasnya)
Narator : Dalam sekejap keduanya tampak akrab, sang pangeran nampak tertarik akan kecantikan dan
kelembutan Putri Tandampalik , begitu pula Putri Tandampalik yang tertarik akan tutur bahasa yang
halus dan kerendahan hati sang Pangeran.
Pangeran Bone (Abshon) :Tuan Putri, saya sungguh tertarik pada tuan putri, apakah tuan Putri bersedia
ikut denganku dan menjadi istriku?
Putri Tandampalik (Sila) : Ahhh, mengenai itu tunggu sebentar (*taun putri pergi untuk mengambil
sesuatu), bawalah ini
Narator : Putri pun menyodorkan keris pusaka yang dulu di berikan ayahnya
Putri Tandampalik (Sila) : Bawalah ini dan berikan pada ayahku, jika ayahku menerima keris pusaka ini,
maka akanku terima tawaran pangeran
Pangeran Bone (Abshon) : Baiklah tuan Putri, akanku serahkan pusaka ini pada Raja dan ku pastikan Raja
menerimanya, tunggulah kedatanganku
Narator : Setelah itu, pangeran pun bergegas menuju Kerajaan Luwu untuk bertemu dengan Datuk
Luwu. Perjalanan berhari-hari dengan lalui dengan semangat. Sesampainya di Kerajaan Luwu, sang
Pangeran pun menceritakan pertemuannya dengan Putri Tandampalik
Pangeran Bone (Abshon) : Baginda Raja, maafkan jika saya lancang, sebelum ini saya sudah meminta ke
pada Tuan Putri secara langsung agar ia mau menjadi istriku, tapi ia menitipkan ini padaku. Putri berkata
jika Raja mau menerima keris ini kembali dan memberikan restu, maka ia bersedia menjadi istriku
(*sambil menunjukkan keris pusaka itu kepada Datuk Luwu)
Narator : Pangeran pun menyarankan keris pusaka itu kepada Datuk Luwu
Narator : Melihat kelembutan tutur bahasa Putra Mahkota untuk meminang putrinya begitu kuat, Datuk
Luwu pun menjadi kagum kepada Pangeran
Datuk Luwu (Reza) : Apa yang harus aku lakukan serang, baiklah kuterima pusaka ini (*ucapnya sambil
mengambil keris pusaka tersebut)
Datuk Luwu (Reza) : Dan aku terima lamaranmu untuk putriku, Pangeran
Narator : Raja dan Pangeran berlayar ke Pulau Wajo untuk bertemu Putri Tandampalik.
Datuk Luwu (Reza) : PUTRIKU... AYAH DATANG MENJEMPUT MU NAK...
Datuk Luwu (Reza) : Maafkan ayah nak, ayah telah membuangmu ke tempat terpencil seperti ini
(ucapnya menyesal)
Putri Tandampalik (Sila) : Tidak ayah, aku justru berterimakasih rakyat tidak tertular dengan penyakitku
dan aku bisa hidup mandiri di sini
Narator : Akhir cerita mereka pun kembali ke Kerajaan Luwu dan pernikahan antara Putri Tandampalik
dan sang Pangeran Putra Mahkota Kerajaan Bone pun di gelar, mereka hidup bahagia selamanya.
Narator : pesan moral dari cerita ini adalah berjiwa besar dan rela berkorban demi kepentingan orang
banyak adalah sifat yang mulia. Inilah sifat Putri Tandampalik yang patut untuk dicontoh.
Cerita rakyat Putri Tandampalik ini mengandung pesan moral tentang kesabaran dan keikhlasan. Dalam
kisah ini digambarkan sosok Putri Tandampalik yang tetap sabar dan ikhlas menerima cobaan dari Tuhan
hingga akhirnya kesabaran itu berbuah indah.
Selain itu, cerita rakyat ini juga menggambarkan tentang pentingnya saling menghargai sesama makhluk.
Bentuk penghargaan sang Putri yang melarang menyembelih kerbau putih karena telah
menyembuhkannya hingga kini masih tetap dipercaya oleh sebagian masyarakat Bugis, khususnya di
Wajo.