Kelompok 3 - Askep Kehilangan & Berduka
Kelompok 3 - Askep Kehilangan & Berduka
Disusun Oleh :
1. Syamsiatu Rahmi (2230102)
2. Adelya Wulandari (2230094)
3. Siti Nurhaliza (2230093)
4. Ananda Agustin (2230098)
5. Chiristina Shilfilia Riberu (2230096)
6. Dian Natalia (2230101)
7. gracia naftalie (2230097)
8. Putri Setia Aprilia Nur Khotizah (2230099)
9. Olivia Sri Rahayu (2230021)
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Kehilangan,
Berduka, dan Kematian” dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Psikososial dan Budaya dalam
Keperawatan. Selain itu makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan pengetahuan tentang
Pasien kehilangan, beruduka, dan kematian dalam pemberi asuhan keperawatan bagi pembaca
dan juga penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ns., Khalinda Ziah Sibualamu, M.Kep
selaku dosen Mata Kuliah Psikososial dan Budaya dalam Keperawatan. Ucapan terima kasih
juga di sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan tugas makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan makalah ini perlu adanya bimbingan
atau arahan, serta saran dan kritik yang membangun demi perbaikan penulisan di masa yang
akan datang.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
2.3.6 Implikasi Kebutuhan Perawatan Pasien Menjelang Kematian............................................ 17
2.3.7 Hak-Hak Orang Menjelang Kematian................................................................................. 18
2.4 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Kehilangan, Berduka, dan Kematian ................................... 19
2.4.1 Kasus ................................................................................................................................... 19
2.4.2 Pengkajian ........................................................................................................................... 19
2.4.3 Diagnosis Keperawatan....................................................................................................... 23
2.4.4 Analisis Data ....................................................................................................................... 24
2.4.5 Intervensi Keperawatan....................................................................................................... 25
2.4.6 Implementasi Keperawatan ................................................................................................. 27
2.4.7 Evaluasi Keperawatan ......................................................................................................... 28
BAB III ....................................................................................................................................................... 30
PENUTUP .................................................................................................................................................. 30
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................................. 30
3.2 Saran ........................................................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 31
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Lahir, kehilangan,dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang
sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang. Kehilangan dan
berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu yang kurang enak
atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak
melibatkan emosi/ego dari diri yang bersangkutan atau disekitarnya. Pandangan- pandangan
tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi yang
demikian. Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam memberikan
asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi
menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap.
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan.
Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima
kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam
konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat,
ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat
besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius.
1
12. Apa saja tahapan proses berduka ?
13. Apa saja faktor yang mempengaruhi berduka ?
14. Apa pengertian tentang kematian ?
15. Apa saja tanda-tanda fisiologis menjelang kematian ?
16. Bagaimana penyebab kematian pada sel tubuh ?
17. Bagaimana tingkat pengetahuan kematian berdasarkan fase pertumbuhan?
18. Apa saja perubahan fisik pada kematian ?
19. Bagaimana kebutuhan perawatan mejelang kematian ?
20. Apa saja hak-hak orang menjelang kematian ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi kehilangan
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan
3. Mengetahui tipe-tipe kehilangan
4. Mengetahui jenis-jenis kehilangan
5. Mengetahui rentang respon kehilangan
6. Mengetahui tanda dan gejala kehilangan
7. Mengetahui pengertian berduka
8. Mengetahui etiologi berduka
9. Mengetahui klasifikasi berduka
10. Mengetahui penyebab dan gejala berduka
11. Mengetahui teori proses berduka
12. Mengetahui tahapan proses berduka
13. Mengetahui faktor yang mempengaruhi berduka
14. Mengetahui pengertian kematian
15. Mengetahui tanda-tanda fisiologis menjelang kematian
16. Mengetahui penyebab kematian pada sel tubuh
17. Mengetahui tingkatan pengettahuan kematian berdasarkan fase pertumbuhan
18. Mengetahui perubahan fisik pada kematian
19. Mengetahui kebutuhan perawatan menjelang kematian
20. Mengetahui hak-hak orang menjelang kematian
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Kehilangan
a. kehilangan atau kematian, tapi sering merasakan kecemasan akibat kehilangan objek dan
terpisah dari orang tua.
b. Hubungan personal: ketika rasa kehilangan melibatkan individu lain, berkualitas dan arti
hubungan yang hilang akan mempengaruhi respon terhadap berduka. Dukungan sosial
dalam pemulihan dar rasa kehilangan dan berduka.
c. Membantu perawat memahami secara lebih baik damapak dirasa kehilangan pada prilaku
kesehatan dan kesejahteraan klien. Tekanan akbibat kematian yang tidak diharapkan dan
tiba-tiba memberikan tantangan yang berbeda dibanding dengan kematian karena penyakit
kronis.
d. Stress koping: pengalaman hidup memberikan strategi koping yang digunakan sesorang
untuk mengatasi tekanan rasa kehilangan. Ketika strategi koping yang biasanya tidak
berhasil individu memerlukan strategi yang baru.
e. Status sosial ekonomi: status, sosial ekonomi mempengaruhi kemampuan sesorang.
3
2.1.3 Tipe – Tipe Kehilangan
a. Actual Loss. Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama
dengan individu yang mengalami kehilangan. Contoh: kehilangan anggota badan, uang,
pekerjaan, anggota keluarga.
b. Perceived Loss (Psikologis). Kehilangan Sesuatu yang dirasakan oleh individu
bersangkutan namun tidak dapat dirasakan/dilihat oleh orang lain. Contoh Kehilangan
masa remaja, lingkungan yang berharga.
c. Anticipatory Loss. Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi. Individu
memperlihatkan perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan yang akan
berlangsung. Sering terjadi pada keluarga dengan klien (anggota) menderita sakit
terminal.
4
2.1.5 Rentang Respon Kehilangan
Respon atau keadaan seseorang yang mengalami kehilangan dapat di kategorikan menjadi 5.
Kategori tersebut antara laian:
5
depresi, adanya gejala fisik yang berat, keinginan untuk bunuh diri. Berdasarkan respon klien,
tanda dan gejala pada klien dengan berduka diantaranya, respon kognitif: tidak logis, konsentrasi
rendah, tidak mampu mengambil keputusan, gangguan bicara, flight of idea, ambivalen, pesimis,
menyalahkan diri sendiri, kehilangan rasa tertarik, bingung, tidak mampu mengendalikan emosi.
Respon afektif: cemas, euphoria, kesedihan berlarut, marah, curiga berlebihan, defensive,
kesepian, bersedih, putus asa, merasa bersalah, menyangkal perasaan. Respon fisiologis: masalah
tidur, perubahan selera makan, psikosomatik, penyakit fisik, libido menurun. Respon perilaku:
mondar-mandir, insight kurang, tidak bisa kontrol diri, penampilan tidak sesuai, perilaku
diulang-ulang, geliusah, negativism, melakukan pekerjaan tidak tuntas, kataton, agitasi. Respon
sosial: komunikasi kurang, acuh dengan lingkungan, kemampuan sosial menurun, paranoid,
personal hygiene kurang, sulit interaksi, penyimpangan seksual, menarik diri.
Menurut NANDA berduka merupakan respon yang normal pada seseorang. Berikut adalah
jenis-jenis berduka menurut beberapa ahli kesehatan jiwa:
1. Berduka normal
Jenis berduka ini muncul kepada perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal terhadap
kehilangan. Contoh dari berduka normal adalah kesedihan, kemarahan, menangis,
kesepian, dan menarik diri.
2. Berduka antisipasif
6
Peristiwa berduka ini lebih mengarah ke proses melepaskan diri dan muncul sebelum
terjadi peristiwa kehilangan atau kematian. Contoh dari berduka antisipasif adalah
seseorang terdiagnosis penyakit terminal/kronis, seseorang akan mengalami sidang
perceraian.
3. Berduka yang rumit
Pada peristiwa ini seseoarang cenderung sulit untuk maju ke fase berikutnya dimana fase
normal. Pada fase ini terlihat peristiwa berduka yang tiada akhir dan dapat mempengaruhi
hubungan dengan orang lain.
4. Berduka tertutup
Peristiwa ini lebih kearah seseorang mengalami berduka akibat kehilangan yang tidak
dapat diakui secara terbuka. Kondisi tersebut seperti seseorang yang meninggal akibat
penyakit HIV/AIDS, ibu yang kehilangan kematian anak kandungnya.
7
c. Berduka Disfungsional/Berpompilasi
Dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap berikutnya yaitu tahap
kedukaan normal Masa berkabung seolah-olah tidak kunjung berakhir dan dapat
mengancam hubungan orang yang bersangkutan dengan orang lain.
d. Berduka tertutup
Yang juga dikenal sebagai berduka marginal atau tidak didukung, ketika hubungan
mereka dengan orang yang sudah meninggal tidak disetujui secara sosial, tidak dapat
diakui secara terbuka didepan umum, atau terlihat kurang signifikan Kedudukan akibat
kehilangan yang tidak dapat diakui secara terbuka. Contohnya:Kehilangan pasangan
karena AIDS. Anak mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan
anaknya di kandungan atau ketika bersalin.
Kebanyakan orang akan mengalami kematian orang yang dicintai karena penyakit, bencana,
kecelakaan, perang, pembunuhan atau bunuh diri. Meskipun berduka tidak bisa dihindari,
peristiwa berduka menyebabkan penderitaan psikologis yang parah, dan kadang-kadang
mengubah cara hidup seseorang secara drastic (Leblanc et al., 2016; Milic et al., 2017;
Nakajima, 2018).
Gejala utama berduka meliputi mati rasa, tidak percaya pada kematian ataupun kehilangan,
marah, merasakan ketidak adilan, menimbulkan tangisan, kekosongan perasaan, rasa sakit
emosional yang intensif, dan ketidakmampuan untuk mengalami suasana hati yang positif
(Eisma, 2018; Leblanc et al., 2016; Milic et al., 2017; Nakajima, 2018).
8
2.2.5 Teori Proses Berduka
Menurut Schulz (1978), proses berduka meliputi tiga tahapan, yaitu fase awal,
pertengahan, dan pemulihan.
a. Fase awal
Pada fase awal seseoarang menunjukkan reaksi syok, tidak yakin, tidak percaya, perasaan
dingin, perasaan kebal, dan bingung. Perasan tersebut berlangsung selama beberapa hari,
kemudian individu kembali pada perasaan berduka berlebihan. Selanjutnya, individu
merasakan konflik dan mengekspresikannya dengan menangis dan ketakutan. Fase ini akan
berlangsung selama beberapa minggu.
b. Fase pertengahan
Fase kedua dimulai pada minggu ketiga dan ditandai dengan adanya perilaku obsesif.
Sebuah perilaku yang yang terus mengulang-ulang peristiwa kehilangan yang terjadi.
c. Fase pemulihan
Fase terakhir dialami setelah tahun pertama kehilangan.
Individu memutuskan untuk tidak mengenang masa lalu dan memilih untuk melanjutkan
kehidupan. Pada fase ini individu sudah mulai berpartisipasi kembali dalam kegiatan sosial.
9
menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menyerang orang lain, menolak
pengobatan, bahkan menuduh dokter atau perawat tidak kompeten.
c. Tahap Tawar-Menawar (bergining)
Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadi kehilangan dan dapat
mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus atau terang-terangan seolah-olah
kehilangan tersebut dapat dicegah, Individu mungkin berupaya untuk melakukan tawar-
menawar dengan memohon kemurahan Tuhan
d. Tahap Depresi (depression)
Pada tahap ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang-kadang bersikap
sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, rasa tidak berharga, bahkan
bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik yang ditunjukkan. Antara lain menolak
makan, susah tidur, letih, turunnya dorongan libido dan lain lain
e. Tahap Penerimaan (acceptance)
Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang berpusat pada
objek yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah menerima kenyataan
kehilangan yang dialaminya dan mulai memandang ke depan. Apabila individu dapat
menerima dengan perasaan damai, maka dia dapat mengakhiri proses berduka serta dapat
mengatasi perasaan kehilangan secara tuntas.
a. Perkembangan Manusia
Usia klien dan tahap perkembangan memengaruhi respons terhadap berduka. Misalnya,
anak-anak tidak dapat memahami rasa kehilangan atau kematian, tetapi sering merasakan
kecemasan akibat kehilangan objek dan terpisah dari orang tua.
b. Hubungan personal
Ketika rasa kehilangan melibatkan individu lain, kualitas dan arti hubungan yang hilang
akan memengaruhi respons terhadap berrduka. Ketika suatu hubungan antara dua individu
10
telah menjadi sangat dekat dan terjalin dengan baik, maka dapat dimengerti bahwa individu
yang hidup sulit untuk melanjutkan hidupnya.
c. Sifat dari Rasa Kehilangan
Menggali arti suatu rasa kehilangan yang dimiliki klien dapat membantu perawat
memahami secara lebih baik dampak dari rasa kehilangan pada perilaku, kesehatan, dan
kesejahteraan klien. Rasa kehilangan yang paling jelas biasanya menstimulasi respons
pertolongan dari individu lain.
d. Strategi Koping
Pengalaman hidup membentuk strategi koping yang digunakan seseorang untuk mengatasi
tekanan karena rasa kehilangan. Klien pertama-tama bergantung pada strategi koping yang
mereka kenal ketika mengalami tekanan akibat rasa kehilangan. Ketika strategi koping
yang biasanya tidak berhasil, individu memerlukan strategi koping yang baru.
Pengungkapan emosi (pelepasan, atau membicarakan tentang perasaan seseorang) telah
dipandang sebagai cara yang penting untuk beradaptasi dengan rasa kehilangan.
e. Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi memengaruhi kemampuan seseorang untuk memasukkan dukungan
dan sumber daya untuk beradaptasi dengan rasa kehilangan dan respons fisik terhadap
tekanan. Ketika individu kekurangan sumber daya finansial, pendidikan, atau pekerjaaan,
beban kehilangan menjadi berlipat.
f. Budaya dan Etnik
Budaya seseorang dan struktur sosial lainnya (misalnya keluarga atau keanggotaan
keagamaan) memengaruhi Interpretasi terhadap rasa kehilangan, membangun
pengungkapan berduka yang diterima, serta menyelenggarakan stabilitas dan struktur di
tengah kekacauan dan rasa kehilangan
g. Kepercayaan Spiritual dan Keagamaan
Penanganan penyakit secara serius pada klien biasanya melibatkan intervensi medis untuk
memulihkan atau menjaga kesehatan. Sebagai rangkaian praktik kedua, strategi yang
transformatif, mengakui keterbatasan hidup, dan membantu individu yang sekarat
menemukan arti dalam penderitaan sehingga mereka dapat melampaui atau melangkah
lebih ke depan, keberadaan diri mereka.
h. Harapan
11
Suatu komponen spiritualitas multidimensi, mendorong dan memberikan rasa nyaman bagi
individu yang mengalami tantangan personal. Pengharapan memberikan individu
kemampuan untuk melihat kehidupan memiliki arti serta tujuan.
2.3.1Pengertian Kematian
Berdasarkan Atoilah dan Kusnadi (2013), tahapan menjelang kematian merupakan masa
terakhir individu sesuai dengan konsepsi waktu dimana pasien bisa meninggal dirumahnya
sendiri atau tempat lain. Berkabung yaitu proses tindakan yang ujungnya mengakhiri berduka.
Berkabung dipengaruhi oleh budaya, keyakinan spiritual dan kebiasaan.
a. Pernafasan
Cheyne Stokes Breathing adalah suatu keadaan dimana pernafasan tidak stabil dimana bisa
cepat atau lambat. Kedua ekstrimitas atas dan bawah terasa dingin dikarenakan berkurangnya
sirkulasi peripheral dan makin lama-makin tidak berguna. Jantung dan Otak perlu waktu yang
banyak untuk menyuplai peredaran darah daripada organ tubuh lainnya. Oksigen yang tidak
cukup dalam darah untuk sampai ke otak bisa membuat pasien koma. Kedua extrimitas kelihatan
burik dan tidak ada sensasi rasa karena sirkulasi peripheral tidak berfungsi. Karena sirkulasi
peripheral tidak berfungsi, maka tekanan darah menurun. Nadi di radialis teraba lemah, cepat dan
tidak teratur serta lama-kelamaan hilang kemudian denyut jantung apikal bisa terdengar sebentar
saja. Pasien mengalami hypoxia dan gelisah. Didalam kerongkongan timbul dahak yang banyak
dan refleks menelan menghilang di hatang tenggorokan (Atoilah dan Kusnadi, 2013).Tujuan
pertama membantu pasien yang akan meninggal adalah mempertahankan jalan pernafasan
terbuka dengan kriteria hasil pasien bisa bernafas lebih nyaman dan tidak terlampau takut dengan
intervensi berikan pasien posisi nyaman, bersihkan lobang hidup bersih, beri suction dan berikan
oksigen tambahan. Pasien sering mengalami pernafasan Kussmaul dimana saat pasien
mengalami asidosis, takiapnea, pernafasan dipaksa dan dalam. Pernafasan Kussmaul bisa
berubah menjadi cheyne-stokes bila pasien mengalami gagal jantung. Tanda gejala pernfasan
cheyne-stokes adalah pasien mengalami apnea (henti nafas) dan hiperapnea (nafas cepat) secara
12
bergantian. Saat menjelang pasien meninggal, apnea lebih panjang secara bertahap (Caroline dan
Mary, 2014).
b. Eliminasi
Pasien bisa memakai kolostomi, ileostomi, ureterostomi atau kateter indwelling, Pasien juga
tidak dapat mengendalikan fungsi usus atau perkemihan sehingga pasien bisa mengalami
inkontinensia urine daripada inkontinensia feses. Perawat harus menjaga kulit daerah
perkemihan dan bokong tetap bersih dan kering agar melindungi dari kulit yang rusak, infeksi,
bau dan ketidaknyaman. Ada beberapa pasien tidak bisa buang air kecil selama 8 jam sehingga
keluarga perlu memberitahu ke tim medis agar segera diberi intervensi. Dalam beberapa kasus,
ada pasien yang tidak dapat buang air besar karena kurang makan, usus terganggu, kurang
olahraga dan efek samping obat. Intervensi yang dilakukan adalah memberikan pelunak feses
secara rutin, observasi buang air besar dan melapor bila tidak ada buang air besar setelah
pemberian laksatif dan bila ada rasa nyeri perut hebat. Pasien diare bisa saja terjadi karena efek
samping obat atau kurangnya makan makanan padat, obstruksi usus atau penggunaan laksatif
berlebihan atau proses penyakit itu sendiri. Perawat harus membantu pasien dalam
membersihkan area bokong agar tetap bersih dan kering (Caroline dan Mary, 2014). Saat pasien
akan meninggal, bissing usus-pun berhenti dan tidak bisa buang air besar. Sirkulasi darah ke
ginjal berkurang dan pemasukan minuman berkurang sehingga mengakibatkan tidak bisa buang
air besar dan produksi urine tidak banyak. Sirkulasi tidak bekerja sehingga keringat keluar lewat
pori-pori tubuh yang mengakibatkan kedua ektrimitas dingin (Atoilah dan Kusnadi, 2013).
Pasien bisa memakai kolostomi, ileostomi, ureterostomi atau kateter indwelling, Pasien juga
tidak dapat mengendalikan fungsi usus atau perkemihan sehingga pasien bisa mengalami
inkontinensia urine daripada inkontinensia feses. Perawat harus menjaga kulit daerah
perkemihan dan bokong tetap bersih dan kering agar melindungi dari kulit yang rusak, infeksi,
bau dan ketidaknyaman. Ada beberapa pasien tidak bisa buang air kecil selama 8 jam sehingga
keluarga perlu memberitahu ke tim medis agar segera diberi intervensi. Dalam beberapa kasus,
ada pasien yang tidak dapat buang air besar karena kurang makan, usus terganggu, kurang
olahraga dan efek samping obat. Intervensi yang dilakukan adalah memberikan pelunak feses
secara rutin, observasi buang air besar dan melapor bila tidak ada buang air besar setelah
pemberian laksatif dan bila ada rasa nyeri perut hebat. Pasien diare bisa saja terjadi karena efek
13
samping obat atau kurangnya makan makanan padat, obstruksi usus atau penggunaan laksatif
berlebihan atau proses penyakit itu sendiri. Perawat harus membantu pasien dalam
membersihkan area bokong agar tetap bersih dan kering (Caroline dan Mary, 2014). Saat pasien
akan meninggal, bissing usus-pun berhenti dan tidak bisa buang air besar. Sirkulasi darah ke
ginjal berkurang dan pemasukan minuman berkurang sehingga mengakibatkan tidak bisa buang
air besar dan produksi urine tidak banyak. Sirkulasi tidak bekerja sehingga keringat keluar lewat
pori-pori tubuh yang mengakibatkan kedua ektrimitas dingin (Atoilah dan Kusnadi, 2013).
Seseorang yang akan meninggal, sering sekali tidak mau makan dan minum tetapi perawat
bisa memberikan makanan atau minuman dalam jumlah kecil, jernih dan dingin seperti contoh
jus, gelatin dan potongan es. Bila kondisi lebih berlanjut, maka perawat dapat memasang
Nasogastrik tube (NGT) dan memberikan makanan melalui selang atau nutria parenteral
(Caroline dan Mary, 2014).
Bila keadaan pasien berlanjut lebih parah, maka bissing usus melemah sehingga abdomen
kembung. Berat badan menurun karena nutrisi yang diperlukan tidak masuk ke dalam tubuh.
Mulut tidak bisa menutup dan bibir kering. Refleks-refleks menelan dan mengatup tidak ada lagi
(Atoilah dan Kusnadi,2013).
d. Suhu Tubuh
Kedua extrimitas atas dan bawah terasa dingin karena sirkulasi darah ke peripheral menurun.
Sedangkan, Suhu tubuh meningkat sehingga mengakibatkan pasien gelisah (Atoilah dan
Kusnadi, 2013). Sehingga perawat perlu memperhatian Lingkungan kamar pasien dengan
mengkontrol AC atau pemanas kamar, jendela kamar dibuka agar udara kamar bersirkulasi
dengan baik dan pencahayaan agak redup agar pasien tidak silau dan dapat istirahat (Caroline
dan Mary, 2014).
e. Stimulus
Bila pasien semakin mendekati kematian, penglihatan semakin lama semakin tidak jelas dan
pasien akan berfokus ke sinar yang didalam ruangan. Refleks kedip mata hilang dan mata terlihat
menerawang. Tetapi untuk pendengaran, pasien masih mendengar pembicaraan yang pelan, jelas
14
dan sederhana. Indera perasa tidak berfungsi, wajah mungkin bisa dirasakan tetapi bibir hilang
rasa dan susah digerakkan sehingga berbicara tidak bisa (Atoilah dan Kusnadi, 2013).
Saat menjelang kematian, perawat perlu membersihkan mata dengan mengelap dari dalam
kearah luar agar tetap lembab. Pasien perlu dimandikan, rambut dikeramasi dan diberikan
perawatan mulut sehingga menstimulasi pasien tetap nyaman. dan bersih. Bila pasien memakai
drainase atau balutan, maka perawat perlu memberikan perawatan setiap hari agar tetap bersih
dan tidak berbau (Caroline dan Mary, 2014).
f. Mobilitas
Pasien akan susah bergerak dan pindah posisi sehingga membutuhkan bantuan dari tenaga
medis atau orang lain untuk memindahkannya. Bagian kulit dimana tulang bertemu akan mudah
sobek dan luka karena berat badan yang menurun, oksigen di dalam darah menurun dan nutrisi
yang kurang dari kebutuhan tubuh (Atoilah dan Kusnadi, 2013). Pasien yang akan meninggal
tidak bisa mengatakan tidak nyaman dengan posisinya, maka perawat harus sering mengganti
posisi pasien dengan rasional mengurangi kerusakan kulit dan menolong pasien mengambil nafas
lebih mudah. Pasien bisa diberi posisi semi fowler atau ortopnea dengan menggunakan bantal.
Bila intervensi tidak dilakukan, bisa membuat pasien merosot turun atau bungkuk ke depan
sehingga memberikan tekanan ke dada dan otot pernafasan dan akhirnya pasien susah bernafas
(Caroline dan Mary, 2014).
g. Nyeri
Dalam beberapa pasien penyakit kronis, dokter memberikan obat nyeri secara teratur
sehingga pasien akan merasa nyaman dan mewujudkan masa menjelang kematian lebih mudah.
Perawat bisa melakukan intervensi hypnosis diri, teknik relaksasi nafas dalam, distraksi,
pemberian minyak esensial dan penggunaan herbal. Tindakan keperawatan ini diberikan dengan
tujuan agar nyeri menjadi ringan atau tidak ada sehingga memberi tanda bahwa tanda kematian
sudah mendekat (Caroline dan Mary,2014).
Bila tanda kematian semakin mendekat, pasien tidak merasakan rasa nyeri sehingga bila mau
diberikan obat nyeri, sebaiknya diberikan ke pembuluh darah. Bukan lewat otot atau kulit karena
sirkulasi peripheral tidak berjalan dengan baik dan akhirnya obat tidak terserap dengan baik
(Atoilah dan Kusnadi, 2013).
15
2.3.3 Penyebab Kematian pada Sel Tubuh
Kematian terjadi apabila bagian organ tubuhyang penting tidak berguna untuk memenuhi
kebutuhan oksigen, cairan, nutrisi, eliminasi dan suhu tubuh. Sel-sel tubuh lambat laun tidak
dapat berfungsi dan akhirnya meninggal dunia. Bila sel-sel mati dalam organ, organ tidak dapat
berfungsi untuk mencukupi kebutuhan kointuinitas kehidupan dan lambat laun pasien itu akan
meninggal dunia (Atoilah dan Kusnadi, 2013).
16
2.3.5 Perubahan Fisik Pada Kematian
a. Menjelang kematian
Tekanan darah menurun drastic dibawah normal, Respiration rate tidak teratur, pulse dan
temperature meningkat tajam. Respiration rate berhenti sebelum kontraksi jantung namun
jantung tidak akan memompa lagi sesaat setelah paru-paru tidak dapat menjalankan tugasnya
dalam pernafasan. Pupil mata tidak sensitif lagi terhadap sinar dan kaku.
b. Setelah kematian
Terjadi algor mortis dimana suhu tubuh mulai menurun dibawah normal dengan cepat sesuai
dengan suhu ruangan dalam 24 jam dan tubuh teraba dingin. Terjadi rigor mortis dimana terjadi
gerakan otot tubuh yang tersentak-sentak dan akhirnya kaku karena kekurangan pembakaran
(adenosine triposfat, ATP) dalam sel tubuh yang mati dan terurai serta melepaskan enzim yang
lambat laun menghancurkan urat-urat jaringan otot dalam keadaan rigor mortis yang terkontraksi
dan otot-otot mulai mengendur. Kulit terlihat biru lebam karena darah berada pada jaringan
sebelah bawah contoh pada bokong dan punggung. Bila menggunakan electroencephalogram
dalam waktu 24 jamyang digunakan dalam tanda kematian pada otak pasien. Perawat
memberikan perawatan menutup mata dan mulut pasien sebagai tanda hormat bagi pasien dan
kebiasaan pasien seperti tidur nyenyak merupakan sesuatu yang diharapkan dalam kematian.
17
c. Kebutuhan Harga Diri
Pasien yang akan mengalami penyakit kronis dan akan meninggal, akan mengalami
perubahan fisik karena penyakit yang di derita atau operasi. Pasien tersebut akan merasa
di hargai, bila perawat atau tenaga medis lainnya memberikan waktu dalam perawata
fisik ke pasien itu
d. Aktualisasi Diri
Pasien yang akan meninggal, ingin melakukan sesuatu yang bermanfaat sebelum
kematian menjemputnya. Pasien ingin ikut serta dalam kegiatan yang berguna bagi
masyarakat contoh ikut serta dalam penelitian atau pasien melakukan sesuatu yang dapat
membantu orang lain yang mengidap penyakit kronis yang sama.
18
2.4 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Kehilangan, Berduka, dan Kematian
2.4.1 Kasus
Ny. S 1 bulan yang lalu mengalami berduka yaitu suaminya meninggal dunia. Sejak itu klien
mengatakan susah tidur, susah makan dan sering teringat suaminya. Klien merasa takut jika
sendirian. Merasa sendiri. Masih merasa tidak percaya kalau suaminya sudah meninggal. Merasa
bersalah karena merasa kurang maksimal dalam memberikan pelayanan kepada suaminya saat
suaminya sakit. Klien mengalami susah tidur, ada banyak pikiran, terkadang klien murung atau
menangis sendiri dan klien sering merasa was-was atau kuatir. Klien merasa bersalah karena
kurang maksimal dalam memberikan pelayanan selama suaminya sakit, merasa tidak berguna,
susah makan, terasa berdebar-debar dan mengatakan banyak pikiran.
2.4.2 Pengkajian
Pengkajian asuhan keperawatan pada pasien kehilangan, beduka dan kematian antara lain:
19
5. Observasi dan pemeriksaan fisik: data yang didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik dengan
pendekatan IPPA: inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi yaitu keadaan umum lemah, merasa
pusing, merasa berdebar-debar susah tidur, nafsu makan berkurang.
6. Pengkajian pola kesehatan fungsional Gordon yang meliputi persepsi dan manajemen
kesehatan, metabolism nutrisi, eliminasi – ekskresi, aktivitas latihan, istirahat tidur,
penilaian kognitif – perseptual, konsep diri, hubungan peran, seksualitas – reproduktif,
toleransi mengatasi stress, pola keyakinan nilai.
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Suku / Bangsa : Batak
Status Perkawinan : Janda
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Jeruk No. 20
b. Riwayat Kesehatan
20
c. Pengkajian Masalah Emosional
21
ingat anda dibanding kebanyakan
orang?
12. Apakah anda pikir bahwa hidup Ya
anda sekarang ini Tidak
menyenangkan?
13. Apakah anda merasa tidak Ya
berharga seperti perasaan anda Tidak
saat ini?
14. Apakah anda merasa peuh Ya
semangat? Tidak
15 Apakah anda merasa bahwa Ya
keadaan anda tidak ada harapan? Tidak
16. Apakah anda pikir bahwa orang Ya
lain lebih baik keadaanya dari Tidak
pada anda?
d. Data Fokus
22
memberikan pelayanan kepada - BB: 45 kg
suaminya, saat suaminya sakit. - TB: 155 cm
- pasien merasa tidak berguna
- pasien merasa berdebar-debar
- pasien mengatakan banyak
pikiran
23
2.4.4 Analisis Data
DO:
- Pasien tampak sedih
- Pasien tampak murung
- Pasien terkadang menangis sendiri
2. DS: D.0100 Kehilangan
- Pasien merasa sedih dan tidak percaya jika Risiko pasangan hidup
suaminya meninggal Distres (suami)
- Pasien merasa bersalah karena merasa kurang Spiritual
maksimal memberikan pelayanan kepada
suaminya, saat suaminya sakit.
- pasien merasa tidak berguna
24
2.4.5 Intervensi Keperawatan
Nama Pasien / Umur: Ny. S / 55 Tahun
Edukasi
- Jelaskan kepada
pasien bahwa
sikap
25
mengingkari,
marah, tawar
menawar sepresi
dan menerima
adalah wajar
menghadapi
kehilangan
- Anjurkan
mengekspresikan
perasaan tentang
kehilangan
- Ajarkan melewati
proses berduka
secara bertahap.
12 2. Risiko Distress Luaran Utama: Intervensi Utama:
Maret Spiriual b.d Status Spiritual Dukungan
Perkembangan
23 Kehilangan pasangan
Tujuan: Spiritual
hidup d.d Pasien Setelah dilakukan
merasa sedih dan tidak tindakan Terapeutik
keperawatan - Sediakan
percaya jika suaminya lingkungan yang
selama 2x24 jam
meninggal. Pasien diharapkan status tenang untuk
refleksi diri
merasa bersalah spiritual pasien
- Fasilitasi
membaik dengan mengidentifikasi
karena merasa kurang
kriteria hasil: hambatan dalam
maksimal memberikan - Verbalisasi pengenalan diri
pelayanan kepada perasaan
bersalah Edukasi
suaminya, saat menurun (5) - Anjurkan
suaminya sakit. - Verbalisasi membuat
penerimaan komitmen spiritual
Pasien merasa tidak meningkat (5) berdasarkan
berguna - Verbalisasi keyakinan dan
menyalahkan nilai
diri sendiri - Anjurkan
menurun (5) berpartisipasi
dalam kegiatan
ibadah dan
meditasi.
26
2.4.6 Implementasi Keperawatan
27
8. Ajarkan Melewati Proses Berduka Secara Bertahap
Hasil:
- Pasien dapat memahami perasaan kehilangan nya dengan baik
- Pasien terlihat mau melewati proses berduka secara bertahap
12 Maret 1. Sediakan Lingkungan Yang Tenang Untuk Refleksi Diri Perawat
2
2023 2. Anjurkan Berpartisipasi Dalam Kegiatan Ibadah Dan
Meditasi
J. 08.50- Hasil:
10.00 - Pasien Merasa Lebih Tenang Dan Relaks, Dengan Rasa
Kecemasan Pasien Membaik
28
O:
- Pasien tampak sedih
- Pasien tampak murung
- Pasien terkadang menangis sendiri
- Pasien tampak khawatir
TTV
- TD: 150/70 mmhg
- N: 76x/menit
- S: 36,6 oC
- RR: 21x/menit
- BB: 45 kg
TB: 155 cm
A:
- Masalah Keperawatan Berduka Sudah Teratasi
- Masalah Resiko Distress Spiritual Belum Teratasi
P:
Intervensi Dukungan Perkembangan Spiritual
Dilanjutkan
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kehilangan adalah pengalaman perasaan terpisah dari sesuatu atau seseorang yang
dianggap penting (Townsend & Morgan2018)Kehilangan dapat diartikan sebagai suatu
pengalaman emosionalpsikologis, atau fisik dari perpisahan atau ketidakmampuan untuk
mengakses sesuatu atau seseorang yang dianggap penting atau bernilai (Townsend & Morgan,
2018).
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan ketika seseorang mengalami suatu
kehilangan yang kemudian dimanifestasikan dalam bentuk perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak
nafas, susah tidur, dan lainsebagainya.Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian
kehilangan.
Berdasarkan Atoilah dan Kusnadi (2013), tahapan menjelang kematian merupakan masa
terakhir individu sesuai dengan konsepsi waktu dimana pasien bisa meninggal dirumahnya
sendiri atau tempat lain. Berkabung yaitu proses tindakan yang ujungnya mengakhiri berduka.
Berkabung dipengaruhi oleh budaya, keyakinan spiritual dan kebiasaan.
3.2 Saran
Setiap orang harus dapat menerima suatu kehilangan terhadap seseorang dan selalu
mensyukuri suatu kehilangan atau berduka. Peran perawat adalah untuk mendapat gambaran
tentang perilaku kehilangan atau berduka, mengenali pengaruh kehilangan atau berduka
terhadap perialku serta memberikan dukungan dalam bentuk empati.
30
DAFTAR PUSTAKA
Darwis, & Syaipuddin. (2022). Psikososial dan Budaya Keperawatan. Bnayumas: Wawasan
Ilmu.
Fatmayanti, A. (2022). KEBUTUHAN DASAR MANUSIA. Padang: PT. GLOBAL EKSEKUTIF
TEKNOLOGI.
Imelisa, R., & Wisnusakti, K. (2021). Keperawatan Kesehatan Jiwa Psikososial. Tasikmalaya:
EDU PUBLISHER.
Nyumirah, S., & Anggaraini, Y. (2019). Psikososial dan Budaya Dalam Keperawatan. Jakarta
Timur: Rizmedia Pustaka Indonesia.
Rias, Y. A., & Ratnasari, F. (2021). Psikososial dan Budaya Dalam Keperawatan. Bandung:
Media Sains Indonesia.
Rozana, R. (2022). Asuhan keperawatan gerontik berduka. Mojokerto: Stikes Bina Sehat.
Solehudin, & Yunike. (2022). Keperawatan Jiwa: Get Press.
supprapti, E., Yansyah, A., & Astuti, Y. (2023). KONSEP KEPRERAWATAN DASAR. Jambi:
SONPEDIA.COM.
Wahyuni, S. (2022). KEPERAWATAN JIWA. Cirebon: Rumah Pustaka.
Zaini, M. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa Masalah Psikososial . Yogyakarta: CV BUDI
UTAMA.
31
32