Anda di halaman 1dari 55

Pengembangan Bahan

Ajar Cetak

IR. MAYA SARAH, S.T., M.T., PHD, IPM


LEMBAGA INOVASI KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN
Alokasi Waktu
• Penyampaian Materi (90 menit)
• Tugas: Pengembangan Bahan Ajar Cetak
(50 menit)
• Diskusi dan Refleksi (10 menit)
Capaian Pelatihan:
Setelah mengikuti materi ini, peserta
pelatihan akan dapat menerapkan kiat-
kiat dalam Mengembangkan Bahan Ajar
Cetak
Pengertian
Bahan ajar Ajar
Bahan Ajar adalah segala
bentuk bahan yang digunakan
untuk membantu Dosen dalam
melaksanakan kegiatan
pembelajaran baik dalam
bentuk tertulis maupun yang
tidak tertulis
Mengapa seorang Dosen perlu
mengembangkan Bahan Ajar?

• Bahan Ajar harus menyesuaikan Kurikulum yang


berlaku
• Bahan Ajar harus memenuhi karakteristik target
sasaran
• Bahan Ajar harus memenuhi tuntutan pemecahan
masalah
Tujuan dan
Manfaat • Menyediakan bahan ajar yang sesuai
dengan tuntutan kurikulum
Penyusunan
• Membantu mahasiswa dalam
Bahan Ajar memperoleh alternatif bahan ajar
diluar buku teks yang sulit diperoleh
terutama untuk Program Studi
tertentu
• Membantu Dosen/Tim Dosen dalam
melaksanakan pembelajaran
Prinsip Pengembangan Bahan Ajar
Mulai Repetisi Umpan Balik
• Mudah → Sulit • Memperkuat • Memberi penguatan
• Konkret → Abstrak pemahaman terhadap pemahaman
mahasiswa

Motivasi Bertahap Hasil


• Faktor penentu • Step by step • Mengetahui hasil akan
keberhasilan belajar mendorong
tercapainya tujuan
Jenis
Bahan Ajar
Bahan Ajar Cetak
Bahan pembelajaran cetak diartikan sebagai
perangkat bahan yang memuat materi pelajaran untuk
memenuhi Capaian Pembelajaran yang dituangkan
dengan menggunakan teknologi cetak.
Tujuan dari pengembangan Bahan Ajar Cetak

1. Menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan


kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan
mahasiswa,
2. Mengembangkan bahan ajar yang efektif sehingga mampu
meningkatkan minat belajar dan minat baca
3. Mengetahui kelayakan bahan ajar yang dikembangkan.
Hal-hal yang musti diperhatikan saat
menyusun Bahan Ajar Cetak
• susunan tampilan
• bahasa yang mudah
• menguji pemahaman
• stimulan
• kemudahan dibaca
• materi instruksional
Evaluasi dan Revisi Bahan Ajar Cetak
• Kelayakan isi
• Kebahasaan
• Penyajian
Kelayakan Isi

Kesesuaian Kesesuaian Kesesuaian


dengan Kurikulum dengan tingkat dengan
dan Kompetensi perkembangan kebutuhan bahan
Bidang Ilmu Mahasiswa ajar

Kesesuaian
Kebenaran Manfaat untuk
dengan nilai moral
substansi materi penambahan
dan nilai-nilai
pembelajaran wawasan
sosial
Komponen Kebahasaan

• Keterbacaan
• Kejelasan informasi
• Kesesuaian dengan kaidah Bahasa Indonesia yang
baik dan benar
• Pemanfaatan bahasa secara efektif dan efisien
(jelas dan singkat)
Komponen Penyajian
• Kejelasan tujuan (indikator) yang ingin dicapai
• Urutan sajian
• Pemberian motivasi, daya Tarik
• Interaksi (pemberian stimulus dan respon)
• Kelengkapan informasii
Metode Pengembangan
Bahan Ajar Cetak
(1) Model Discovery Learning

Model pembelajaran penemuan (discovery learning) merupakan suatu model


pembelajaran yang mengaitkan permasalahan yang terjadi di dunia nyata.
Masalah tersebut digunakan sebagai suatu konsep bagi mahasiswa untuk berpikir
kritis dan terampil dalam pemecahan masalah, serta untuk memperoleh
pengetahuan.

Untuk mencapai tujuan kurikulum pembelajaran pada proses belajar mengajar


maka perlu didukung media dan bahan ajar yang baik yaitu bahan ajar yang
mampu menarik, sesuai dengan zaman dan tidak menyimpang dari kurikulum.
Alur Pengembangan dalam Penelitian

Potensi dan Masalah


Pengumpulan Data
Desain Produk
Validasi Desain
Revisi Desain
Uji Coba Produk
Revisi Produk
Jenis data yang diperoleh dalam pengembangan bahan ajar akan berupa data
kuantitatif dan kualitatif. Data kualitatif berupa nilai-nilai yang didapatkan dari
angket, sehingga dapat diketahui layak atau tidak layaknya bahan ajar yang
dikembangkan berupa buku cetak. Ditambah dengan data kuantitatif berupa
tanggapan atau komentar, kritik dan saran dari subyek coba. Dengan data-data
tersebut, dapat diketahui bahwa bahan ajar tersebut perlu dilakukian revisi atau
tidak. Proses pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket.

Data yang telah terkumpul akan dianalisis untuk mengetahui kualitas produk
pengembangan yang dihasilkan. Data-data tentang produk yang dikembangkan,
yaitu aspek materi dalam bahan ajar dan tampilan produk bahan ajar yang akan
digunakan untuk merevisi produk. pengumpulan data dilakukan dengan cara
memberi angket kepada ahli media, ahli materi, pengajar, dan peserta didik.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis secara
deskriptif dengan langkah-langkah sebagai berikut :

Pengumpulan data kasar diperoleh


dari validasi ahli materi, ahli
media, pengajar dan mahasiswa.

Tabulasi semua data yang diperoleh dari


penilaian menggunakan skala likert. Skala likert
dikembangkan oleh Rensis Likert yang sering
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat,
persepsi, dari responden terhadap suatu objek.
Pada tahap ini penilaian data dalam bentuk
kualitatif menjadi kuantitatif.
Hasil penelitian dan pengembahan Buku Ajar Cetak Komputer dan Jaringan
Dasar dengan model Discovery Learning yang dilakukan oleh Meidy, dkk (2018)
telah dikembangkan dan divalidasi oleh beberapa ahli yaitu:
(1) ahli materi diperoleh 94,1%,
(2) ahli media diperoleh 93,54%,
(3) uji coba kelompok kecil diperoleh 80,4%,
(4) uji coba kelompok besar diperoleh 91,96%, dan rata-rata keseluruhan
diperoleh 90,79%.

Hasil rata-rata yang diperoleh dari keempat validator menyatakan bahwa buku
ajar yang dikembangkan ini dinyatakan layak digunakan sebagai bahan ajar
dalam proses pembelajaran tanpa harus dilakukan revisi.
(2) Model Hannafin & Peck

Model pengembangan Hannafin & Peck merupakan salah satu model desain
pembelajaran sistematik yang terdiri dari tiga fase, yaitu fase analisis keperluan,
fase desain, dan fase pengembangan dan implementasi.

Dalam penelitian pengembangan ini, produk pengembangan yang dihasilkan


berupa bahan ajar. Produk yang dihasilkan dalam pengembangan ini memiliki
kekhasan atau keistimewaan tertentu. Misalnya, bahan ajar yang dihasilkan dalam
pengembangan ini akan memberikan tantangan-tantangan bagi mahasiswa untuk
belajar (challenge), bukan sekadar menerima informasi (reception). Bahan ajar
yang dimaksud adalah berupa bahan ajar yang disusun secara sistematis agar
mudah dipelajari oleh mahasiswa
Ada pun langkah-langkah model rancangan pembelajaran menurut Hannafin &
Peck adalah:

(1) Analisis (analyze)

(2) Perancangan (design)

(3) Pengembangan (development)

(4) Implementasi (implementation)

(5) Evaluasi (evaluation)


Fase pertama dari model Hannafin dan Peck (1988) adalah analisis
kebutuhan. Fase ini diperlukan untuk mengidentifikasi kebutuhan
dalam mengembangkan suatu media pembelajaran termasuk di
dalamnya tujuan dan objektif media pembelajaran yang dibuat,
pengetahuan dan kemahiran yang diperlukan oleh kelompok
sasaran, peralatan dan keperluan media pembelajaran.

Fasa kedua dari model Hannafin dan Peck adalah fase desain. Di
dalam fase ini informasi dari fase analisis dipindahkan ke dalam
bentuk dokumen yang akan menjadi tujuan pembuatan media
pembelajaran.

Fase ketiga dari model Hannafin dan Peck adalah fase pengemba-
ngan dan implementasi pembelajaran.
Model pengembangan bahan ajar Hannafin & Peck Model merupakan salah
satu model desain pembelajaran sistematik. Pada tingkat desain materi
pembelajaran dan pengembangan, sistematik sebagai aspek prosedural
pendekatan sistem telah diwujudkan dalam banyak praktik metodologi
untuk desain dan pengembangan teks, materi audiovisual, dan materi
pembelajaran berbasis komputer. Pemilihan model ini didasari atas
pertimbangan bahwa model ini dikembangkan secara sistematis dan
berpijak pada landasan teoretis desain pembelajaran.
Contoh:
Dalam Fase I Analisis Kebutuhan (Needs assess)
pengembangan
bahan ajar mata Fase ini diperlukan untuk mengidentifikasi kebutuhan dalam
pelajaran mengembangkan suatu media pembelajaran termasuk tujuan dan
rencana objektif media pembelajaran yang dibuat, pengetahuan dan
anggaran biaya kemahiran yang diperlukan oleh kelompok sasaran, peralatan dan
yang dilakukan keperluan media pembelajaran.
oleh Suryana,
dkk (2014),
prosedur
pengembangan Fase II Perancangan (Design)
yang dilakukan
terdiri dari Di dalam fase ini informasi dari fase analisis dipindahkan ke
beberapa fase: dalam bentuk dokumen yang akan menjadi tujuan pembuatan
media pembelajaran. Hannafin dan Peck menyatakan fase desain
bertujuan untuk mengidentifikasikan dan mendokumenkan
kaedah yang paling baik untuk mencapai tujuan pembuatan
media tersebut.
Fase III Pengembangan (Development/Implement)

Aktivitas yang dilakukan pada fase ini ialah penghasilan diagram


alur, pengujian, serta penilaian formatif dan penilaian sumatif.
Dokumen story board akan dijadikan landasan bagi pembuatan
diagram alir yang dapat membantu proses pembuatan media
pembelajaran.

Fase IV Implementasi (Implementation)

Hasil pengembangan diterapkan dalam pembelajaran untuk


mengetahui pengaruhnya terhadap kualitas pembelajaran yang
meliputi keefektifan, kemenarikan, dan efisiensi pembelajaran.
Fase V Evaluasi (Evaluation)

Tahap terakhir adalah melakukan evaluasi (evaluation) yang


meliputi evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif
dilakukan untuk mengumpulkan data pada setiap tahapan yang
digunakan untuk penyempurnaan dan evaluasi sumatif dilakukan
pada akhir program untuk mengetahui pengaruhnya terhadap hasil
belajar peserta didik dan kualitas pembelajaran secara luas.

Tingkat validitas bahan ajar diketahui melalui hasil analisis kegiatan uji coba yang
dilaksanakan melalui beberapa tahap, yakni:
(1) review oleh ahli isi bidang studi,
(2) review oleh ahli desain dan rencana anggaran biaya (disesuaikan dengan materi
bahan ajar cetak),
(3) uji coba perorangan, dan
(4) uji coba lapangan.
Data-data yang dikumpulkan melalui pelaksanaan evaluasi formatif dikelompokkan
menjadi empat bagian, yaitu:
(1) data evaluasi tahap pertama berupa data hasil uji ahli isi mata pembelajaran,
ahli media pembelajaran, dan ahli desain pembelajaran,
(2) data evaluasi tahap kedua berupa data hasil uji coba lapangan, berupa data
hasil review guru pembina mata pembelajaran Rencana anggaran biaya dan
siswa.

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian


pengembangan ini adalah angket dan pedoman wawancara. Angket dan pedoman
wawancara digunakan untuk mengumpulkan data hasil review dari ahli isi bidang
studi, ahli media pembelajaran, dan ahli desain pembelajaran, siswa saat uji coba
perorangan, siswa dan guru pembina mata pelajaran saat uji lapangan.
Uji perorangan merupakan bagian dari evaluasi formatif yang bertujuan mencari
informasi guna meningkatkan kualitas bahan ajar dari sudut pandang siswa.
Melalui penilaian siswa dapat diidentifikasi kesalahan-kesalahan yang masih ada
pada bahan ajar. Disamping itu, pengembang akan memperoleh saran dan
komentar tentang tingkat kesulitan siswa dalam memahami isi bahan ajar.

Uji coba lapangan merupakan tahapan implementasi bahan ajar dalam kondisi
sebenarnya. Uji lapangan dapat dikatakan sebagai uji realitas (reality adalah
check). Karena memang uji lapangan dilakukan di akhir menjelang suatu produk
atau media pembelajaran disebarluaskan atau dipasarkan untuk digunakan oleh
penggunanya.
Hasil uji coba pengembangan bahan ajar cetak menggunakan model Hannafi & Peck untuk mata
pelajaran rencana anggaran biaya menunjukkan bahwa bahan ajar yang dikembangkan dapat
meningkatkan kesiapan belajar siswa dan rujukan guru untuk mengembangkan materi pelajaran.

Bahan ajar sebagai produk pengembangan dilengkapi dengan panduan siswa, panduan guru dan
media pembelajaran, sehingga merupakan satu paket pembelajaran.

• Hasil review ahli isi terhadap bahan ajar panduan siswa adalah 65%
• Hasil review ahli isi terhadap bahan ajar panduan guru adalah 80%
• Hasil review ahli desain terhadap bahan ajar panduan siswa adalah 85%
• Hasil review ahli desain terhadap bahan ajar panduan guru adalah 86,7%
• Hasil review ahli media terhadap bahan ajar panduan siswa adalah 90%
• Hasil penilaian subjek coba perorangan menunjukkan bahwa tingkat persentase bahan
ajar adalah 84,83%.
Tercapainya kualifikasi baik dipengaruhi oleh bebarapa faktor.

Pertama, dikaji dari aspek Kedua, dikaji dari aspek


implementasi, bahan ajar mudah appropriatenses (kecocokan
diterapkan karena tipe dengan lingkungan) bahan ajar
pengetahuan yang dapat digunakan di sekolah untuk
dimplementasikan adalah pembelajaran klasikal dan di
pengetahuan prosedural. rumah untuk belajar mandiri.

Dalam pembelajaran klasikal, guru dan bahan ajar berbagi peran memfasilitasi
peserta didik membangun pengetahuan. Apabila peserta didik merasa kurang
pemahamannya, peserta didik dapat mengulang tutorial yang diinginkan, dan
guna mencapai pemahaman yang mendalam peserta didik dapat mengimplemen-
tasikan pengetahuan melalui tugas-tugas di akhir bab.
(3) Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan kelompok-


kelompok kecil yang terdiri atas 4-6 orang yang memiliki latar belakang yang
berbeda. Penilaian pada pembelajaran kooperatif dilakukan terhadap kelompok,
setiap kelompok yang berprestasi akan mendapat penghargaan. Dengan demikian,
setiap anggota kelompok akan memiliki ketergantungan positif.

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang melatih siswa


untuk dapat bekerjasama. Salah satu tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah
untuk mengajarkan keterampilan bekerjasama dan kolaborasi (keterampilan sosial)
kepada siswa.

Contoh penerapan model ini adalah penelitian kelayakan materi ajar IPA
menggunakan model pembelajaran kooperatif berorientasi lingkungan lahan basah
yang dilakukan oleh Aini, dkk (2018).
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini yaitu validitas
ditentukan berdasarkan hasil validasi para validator praktisi dan akademisi dengan
instrument validitas berupa lembar validasi yang diisi oleh validator, kepraktisan
ditentukan berdasarkan hasil pengamatan keterlaksanaan RPP pada kegiatan belajar
mengajar di kelas menggunakan materi ajar yang dikembangkan oleh pengamat
dengan instrumen kepraktisan berupa lembar pengamatan keterlaksanaan RPP yang
diisi oleh pengamat, dan efektivitas ditentukan berdasarkan hasil belajar siswa yang
meliputi hasil belajar produk diukur menggunakan tes hasil belajar berupa pretest-
posttest dan hasil belajar proses diukur menggunakan lembar kerja siswa yang dinilai
sesuai dengan rubrik penilaian keterampilan proses sains.

Materi ajar yang dikembangkan berupa materi ajar cetak yang disesuaikan dengan
model pembelajaran kooperatif dengan berisi muatan keterampilan sosial yang
diharapkan untuk dicapai siswa. Materi ajar yang telah dikembangkan kemudian
dilakukan validasi dan uji coba kelas untuk menentukan kelayakannya.
Tingkat validitas hasil pengembangan mengacu pada kesesuaiannya dengan
Validitas landasan teoretik pengembangannya. Materi ajar yang dikembangkan valid
dengan kategori valid berdasarkan penilaian validator praktisi dan akademisi.
Validitas materi ajar yang dikembangkan ditentukan berdasarkan hasil validasi
para validator. Validator terdiri atas dua orang validator akademisi dan satu orang
validator praktisi.

Beberapa kriteria dalam memilih materi ajar yang baik diantaranya sebagai
berikut:
(1) isi materi ajar sesuai dengan tujuan pembelajaran;
(2) bentuk dan tingkat kesulitan materi ajar sesuai dengan kebutuhan siswa;
(3) materi ajar benar-benar baik dalam penyajian faktualnya;
(4) materi ajar menggambarkan latar belakang dan suasana yang sesuai dengan
siswa;
(5) materi ajar mudah penggunaannya;
(6) materi ajar cocok dengan gaya belajar siswa;
(7) lingkungan dimana materi ajar digunakan harus tepat sesuai dengan jenis
media yang digunakan.
Kepraktisan materi ajar yang dikembangkan ditentukan berdasarkan
Kepraktisan keterlaksanaan RPP pada kegiatan belajar mengajar di kelas menggunakan
materi ajar. Keterlaksanaan RPP diamati oleh dua orang pengamat. Suatu
produk pengembangan dikatakan praktis jika dapat diterapkan dilapangan dan
tingkat keterlaksanaannya termasuk berkategori baik. Suatu produk
pengembangan dikatakan praktis apabila mudah dan dapat dilaksanakan.

Efektivitas
Efektivitas materi ajar yang dikembangkan ditentukan berdasarkan hasil belajar
siswa yang meliputi hasil belajar produk dan hasil belajar proses. Hasil belajar
produk berupa penguasaan materi diperoleh melalui tes hasil belajar (THB)
berupa pretest dan posttest. Suatu produk pengembangan dikatakan efektif jika t
ujuan pembelajaran dapat tercapai melalui penggunaan produk pengembangan t
ersebut.
Pencapaian keterampilan sosial ditentukan berdasarkan hasil lembar penilaian
Pencapaian diri (self assesment) yang dinilai sendiri oleh siswa. Model pembelajaran
Keterampilan kooperatif efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial dan mencapai
hasil belajar akademik. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Teams Games
Sosial Tournament (TGT) dapat meningkatkan keterampilan sosial siswa.
Berdasarkan hasil pengembangan dan uji coba kelas, diperoleh simpulan bahwa
materi ajar IPA menggunakan model pembelajaran kooperatif berorientasi
lingkungan lahan basah layak untuk digunakan dalam pembelajaran. Hal ini
ditentukan berdasarkan hasil temuan penelitian sebagai berikut:
1. Validitas materi ajar yang dikembangkan tergolong valid dengan kategori
valid berdasarkan hasil penilaian praktisi dan akademisi.
2. Kepraktisan materi ajar yang dikembangkan tergolong praktis dengan
kategori baik berdasarkan hasil pengamatan keterlaksanaan RPP.
3. Efektivitas materi ajar yang dikembangkan tergolong efektif, berdasarkan
hasil belajar produk dengan kategori sedang dan hasil belajar proses dengan
kategori baik.
(4) Mind Mapping

Pengembangan bahan ajar cetak berbasis mind mapping sangat membantu


peserta didik dalam memahami materi yang disampaikan oleh Dosen karena mind
mapping bisa digunakan untuk membantu penulisan essai atau tugas-tugas yang
berkaitan dengan penguasaan konsep.

Mind mapping bisa digunakan untuk membentuk, memvisualisasikan, mendesain,


mencatat, memecahkan masalah, membuat keputusan, merevisi dan
mengklarifikasi topik utama, sehingga mahasiswa mengerjakan tugas-tugas yang
banyak sekalipun. Mahasiswa diharapkan mengetahui inti masalah, kemudian
membuat peta pikirannya masing-masing sesuai dengan kreativitas mereka.
Pembelajaran mind mapping adalah pembelajaran yang mempelajari konsep atau
teknik mengingat sesuatu dengan bantuan mind mapping (menggunakan peta
konsep, pencatatan materi belajar dituangkan dalam bentuk diagram yang
membuat simbol, gambar dan warna yang saling berhubungan).

Contoh penelitian pembelajaran mind mapping adalah pengembangan bahan


ajar cetak pendidikan agam islam yang dilakukan oleh Haeril, dkk (2021).

Sama seperti model-model sebelumnya, jenis penelitian pengembangan bahan


ajar dengan model ini adalah penelitian pengembangan untuk menghasilkan
produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut. Pengembangan bahan
ajar ini mengacu pada ADDIE model yang terdiri dari 5 tahap yaitu analysis,
design, development, implementation, dan evaluation. Data dikumpulkan melalui
metode observasi, angket dan tes hasil belajar dengan instrument pedoman
observasi, pedoman angket dan tes hasil belajar. Data dianalisis untuk
menentukan tingkat kevalidan, kepraktisan dan kefektifan dari produk yang telah
dikembangkan.
Mutu produk-produk pendidikan ditunjukkan dari sudut pandang pengembangan
materi pembelajaran, tetapi juga mempertimbangkan tiga aspek mutu (validitas,
kepraktisan, dan keefektifan) dapat digunakan pada rangkaian produk pendidikan
yang lebih luas. Buku ajar dikatakan valid apabila hasil analisis sesuai dengan
kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Tingkat kevalidan diukur dengan
menggunakan rating scale di mana data mentah yang diperoleh berupa angka
kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif.

Untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran, dapat dilihat dari aspek tes
hasil belajar. Suatu bahan ajar dapat dikatakan efektif jika:
1. Rata-rata peserta didik aktif dalam aktivitas pembelajaran,
2. Rata-rata peserta didik efektif dalam keefektifan relatif penguasaan bahan
pengajaran, dan
3. Respon guru dan peserta didik terhadap modul pembelajaran pada kategori
baik/positif.
Hasil pengembangan bahan ajar Pendidikan agama islam dengan model mind mapping
menunjukkan bahwa :
1. Berdasarkan validasi yang dilakukan validator didapatkanlah hasil keavalidan yaitu, kevalidan
kelayakan isi, kevalidan kebahasaan, kevalidan sajian, dan kevalidan kegrafisan;
2. Kepraktisan data modul berada pada kategori baik sekali karena skor yang diperoleh dari rata-
ratanilai respon peserta didik adalah 85% dengan rentang 81%-100%; dan
3. Hasil uji efektivitas diperoleh nilai R = 6.81. Data yang diperoleh tersebut ber-arti R > 1.

Berdasarkan uji coba yang telah dilakukan maka kriteria keefektifan tercapai dengan jumlah
siswa yang mencapai ketuntasan sebanyak 16 orang (dari 20 siswa). Selain itu berdasarkan
hasil dari angket respon yang diberikan kepada guru dan siswa diperoleh respon positif.

Dari hasil analisis observasi proses pembelajaran terdapat nilai 90% dalam kategori yang
baik sehingga model pembelajaran mind mapping merupakan salah satu metode
pembelajaran kooperatif yang cukup baik digunakan dalam proses pembelajaran.
(5) Model 4-D

Model 4-D dikembangkan oleh Thiagarajan, Semmel, dan Semmel. Secara


keseluruhan model ini memiliki empat tahap, yaitu pendefinisian (define),
perancangan (design), pengembangan (develop), dan penyebaran (disseminate).

Contoh penggunaan model 4-D adalah pada pengembangan bahan ajar cetak
berbasis komunikasi visual bermuatan lokal pada tema peduli terhadap makhluk
hidup untuk SD kelas IV yang dilakukan oleh Primadi (2017). Pada penelitiannya,
model tersebut diadaptasi menjadi tiga tahapan yaitu pendefinisian, perancangan,
dan pengembangan.
Tahap pendefinisian dilakukan untuk menetapkan dan mendefinisikan syarat-
syarat pengembangan. Secara umum, dalam tahap ini dilakukan analisis
Pendefinisian kebutuhan pengembangan dan syarat-syarat pengembangan produk yang
disesuaikan dengan kebutuhan pengguna melalui beberapa kegiatan, yaitu:

a) Analisis Ujung Depan


Langkah ini dilaksanakan dengan studi pendahuluan dan studi literatur.
Pengembangan bahan ajar cetak ini dilaksanakan berdasarkan pada analisis
kebutuhan yang disimpulkan setelah mendapat beberapa informasi mengenai
kondisi lingkungan sekitar dan proses pembelajaran di sekolah. Pada tahap
pengumpulan informasi, peneliti melakukan observasi pada proses pembelajaran.
Selain melakukan observasi di sekolah, peneliti perlu melakukan studi lapangan
di lingkungan sekitar sekolah untuk mengetahui permasalahan apa yang perlu
diangkat dalam pembelajaran.
b) Analisis Siswa
Tahap analisis ini merupakan telaah mengenai karakteristik siswa melalui
pengamatan langsung dan studi pustaka. Langkah tersebut dilakukan peneliti
untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik siswa. Di samping itu,
peneliti juga membutuhkan informasi mengenai karakteristik bahan ajar yang
akan digunakan sebagai media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik
siswa.

c) Analisis Kurikulum
Peneliti perlu menganalisis dan mengkaji kurikulum yang digunakan dalam
proses pembelajaran karena kurikulum memuat kompetensi maupun
keterampilan yang harus dicapai siswa. Tahap analisis ini meliputi dua komponen
tahapan, yaitu analisis konsep dan analisis tugas. Peneliti menganalisis kurikulum
berdasarkan materi yang dikembangkan. Pengembangan materi tersebut didasar
kan pada kompetensi inti dan kompetensi dasar yang tertuang dalam standar isi
kurikulum.
d) Analisis Materi
Materi yang dikembangkan tersebut disesuaikan dengan kompetensi-kompetensi
pada jenjang tingkat sekolah. Pengembangan materi disesuaikan dengan
kurikulum yang digunakan pada jenjang tingkat tersebut.
Perancangan
Tahapan perancangan (design) merupakan langkah yang dilakukan setelah
tahapan pendefinisian selesai dilakukan. Tahap perancangan dapat dilakukan
dalam tiga tahapan, yaitu pemilihan media, pemilihan format berdasarkan kriteria,
dan rancangan awal produk.

a) Pemilihan Media
Pemilihan media buku cetak ini didasarkan atas pertimbangan bahwa buku cetak
merupakan bahan ajar yang paling umum digunakan di lapangan berdasarkan
hasil observasi dan wawancara sebelumnya. Di samping itu, aspek kemudahan
penggunaan buku cetak juga menjadi pertimbangan pemilihan media jenis ini. H
al tersebut karena belum semua guru dapat dengan mahir menggunakan media j
enis lain, misalnya media yang berbasis multimedia.
b) Pemilihan Format berdasarkan Kriteria
Format buku cetak yang dikembangkan peneliti mengacu pada rambu-rambu
tema yang telah ditentukan dalam Kurikulum. Sedangkan untuk format penyajian
buku, peneliti mengadaptasi format kriteria buku yang memenuhi syarat
kelayakan sesuai dengan pedoman pengembangan bahan ajar menurut BSNP
sebagai acuan. Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam pengembangan
bahan ajar tersebut adalah aspek kegrafikan, aspek penyajian, aspek isi, dan
aspek kebahasaan.

c) Rancangan Awal Produk


Pengembangan bahan ajar yang dilakukan oleh peneliti menghasilkan rancangan
awal produk berupa buku ajar pelengkap tematik. Pada tahap ini juga dilakukan
pembuatan desain buku.
Tahap pengembangan bahan ajar terdiri dari tahap validasi ahli dan uji coba
Pengembangan
pengembangan. Tahap validasi ahli dibagi menjadi dua, yaitu validasi ahli materi
dan ahli media. Uji coba pengembangan terbagi menjadi dua tahapan, yaitu uji
coba kelompok kecil (terbatas) dan uji coba lapangan (luas).

Hasil validasi ahli materi dan ahli media disesuaikan dengan standar yang
digunakan oleh BSNP meliputi aspek kelayakan isi, kelayakan bahasa, kelayakan
kegrafikan, dan kelayakan penyajian.

Selain melakukan uji validasi dengan ahli, produk bahan ajar yang dikembangkan
juga mendapat respon guru kelas sebagai praktisi. Respon yang diberikan oleh
praktisi berupa tanggapan mengenai produk bahan ajar yang dikembangkan
secara menyeluruh.
Pada uji coba terbatas melibatkan responden guru dan siswa. Responden diminta
untuk menggunakan produk bahan ajar berupa buku cetak yang dikembangkan
peneliti dengan mengikuti kegiatan pembelajaran. Setelah selesai menggunakan
produk bahan ajar, responden mengisi angket yang telah disediakan oleh peneliti.

Adanya keterbatasan dan kelemahan bahan ajar yang umum digunakan pada
penggunaan ilustrasi yang tidak komunikatif menjadi bahan pertimbangan peneliti
untuk mengembangkan produk bahan ajar yang komunikatif dan sesuai dengan
karakteristik tingkat sekolah siswa. Unsur-unsur visual ditata dan diatur
sedemikian rupa sehingga menghasilkan layout yang harmonis dan
menyenangkan. Tampilan yang menarik bertujuan untuk menitikberatkan
ketersampaian pesan atau informasi berupa materi pembelajaran kepada siswa.
Materi yang bersifat fakta maupun konsep memerlukan media agar siswa mudah
dalam memahami materi.
Bahan ajar yang dikembangkan pada penelitian ini memuat materi muatan lokal
berupa kondisi serta permasalahan yang terjadi di lingkungkan kawasan pantai ke
dalam pembelajaran sebagai upaya penanaman sikap kepedulian terhadap
kelestarian lingkungan dengan menekankan pada penggunaan unsur-unsur
dalam komunikasi visual berupa komik, gambar, kartun, poster, foto, serta
karikatur pada setiap kegiatan pembelajaran dengan memperhatikan kesesuaian
dan keterkaitannya dengan materi.

Bahan ajar dilengkapi dengan soal-soal latihan berupa kuis yang bervariasi,
kegiatan sains, proyek sains, juga dilengkapi berbagai rubrik serta artikel untuk
menambah wawasan dan sumber pendukung, pemberian variasi tugas yang
menyenangkan yang berkaitan dengan materi yang diajarkan, serta percobaan
tentang fenomena-fenomena alam yang berkaitan dengan tema.
Hasil validasi ahli materi pada aspek kelayakan isi dan bahasa mendapatkan skor
rata-rata 4,05 dan 3,84 dengan kategori baik. Hasil validasi ahli media pada
aspek kelayakan kegrafikan dan penyajian mendapatkan skor rata-rata 4,06 dan
4,00 dengan kategori baik. Hasil angket respon guru mendapatkan skor 4,22
dengan kategori sangat baik. Hasil uji coba kelompok kecil (terbatas) mendapat-
kan skor rata-rata 4,16 dengan kategori baik. Hasil uji coba lapangan (luas)
mendapatkan skor rata-rata 4,44 dengan kategori sangat baik.

Bahan ajar cetak berbasis komunikasi visual bermuatan lokal pada tema Peduli
terhadap Makhluk Hidup subtema Ayo Cintai Lingkungan untuk SD kelas IV
yangdikembangkan menggunakan model 4-D secara konseptual telah memenuhi
kriteria kelayakan bahan ajar ditinjau dari aspek isi, bahasa, kegrafikan, dan
penyajian.
Terima Kasih
PENUGASAN
• Lakukan pengembangan bahan ajar cetak secara berkelompok.
Pilih salah satu metode yang ada
• Pembagian peran dalam 1 kelompok:
Ahli dibidang pertanian (nama 1)
Ahli Media (1 orang)
Uji coba perorangan
Uji coba kelompok besar

Anda mungkin juga menyukai