Anda di halaman 1dari 2

Jakarta (KR), Staf khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Said Didu mengatakan,

hasil audit forensik terhadap PT Pertamina Energy Trading Limited (Petral) menunjukkan bahwa benar
ada mafia migas, baik perorangan maupun secara kelembagaan. “Konfermasi itu membenarkan
adaanyaa mafia migas” kata Staf Khusus Menteri ESDM, Said Didu, kepada KR di Jakarta, Rabu (11/11).
Bahkan hampir semua aktivitas permainan migas di Petral selama ini terlacak. “Namanya kepegang
karena seluruh komunikasi termuka siapa email ke siapa, siapa SMS ke siapa, siapa telepon ke siapa
sudah jelas. Perusahaan mana yang diatur *tanda kutip* sudah jelas” paparnya. Said menilai, pemerintah
perlu bergerak cepat menuntaskan mafia migas tersebut agar tidak ada resistensi. Selain itu, Said tak
menampik adanya keterlibatan oknum PT Pertamina (Pesero) pada indikasi anomali pada pengadaan
Harga Bahan bakar Minyak (BBM). Seperti diketahui, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman
Said mengatakan ada pihakpihak ketiga telah mengintervensi bisnis Petral dengan mencurangi tender,
membocorkan kalkulasi harga Petral. Aktivitas pihak-pihak ketiga ini telah membuat potongan harga
pembelian minyak menyusut ke sekitar 30 sen sampai 1,50 dolar AS per barel. “Diskon-diskon yang
digunakan untuk menyandera oleh pihak-pihak ketiga ini sekarang telah kembali ke Pertamina” ujarnya.
Dikatakan rekanan baru Pertamina untuk membeli minyak, Integrated Supplay Chain (ISC), mendapat
harga yang lebih kompetitif, dengan penghematan efisiensi sebesar 130 juta dolar AS pada akhir kuartal
ketiga. Sebelumnya Direktur Pertamina Dwi Sutjipto mengatakan, Manajemen PT pertamina
menghabiskan dana sebesar 1 juta dolar AS atau sekitar Rp 13,7 milyar untuk melakukan audit forensik
terhadap Pertamina Energy Trading Limited (Petral) dan dua entitas usahanya. Yakni Pertamina Energy
Resources (PES) dan Zambesi Ltd. “Ini karena agak berbeda (antara) audit yang bersifat operasional
dan forensik. Tapi semuanya (penunjukkan auditor) telah melalui tender,” paparnya. Dilakukannya audit
forensik terhadap Petral dan dua entitas bisnisnya, untuk mendalami sejumlah transaksi pengadaan
minyak dan BBM impor yang dinilai janggal. Meski dinilai telah menghabiskan dana yang besar, hasil
audit forensik Korda Metha nyatanya tak menemukan adanya potensi kerugian negara. Bahkan Dwi
mengaku di dalam mekanisme audit forensik, hasil audit tidak mampu membuktikan pejabat internal
Pertamina yang disinyalir turut berperan dalam penentuan pemenang hingga pembocor rahasia
pelaksanaan tender. “Audit terhadap Petral, dilakukan oleh spesialis forensik Australia Korda Metha,
menunjukkan adanya intervensi pihak-pihak ketiga yang menyebabkan Pertamina membayar harga-
harga lebih tinggi untuk imporimpor bahan bakar dan minyak mentah,” tegasnya. Audit itu juga
menunjukkan bahwa volume yang diperdagangkan telah diatur dulu sebelumnya untuk membatasi
persaingan. Bahkan preferensi telah diberikan ke perusahaan-perusahaan minyak nasional. “Hal ini
memerlukan analisis hukum mengenai langkah-langkah yang harus diambil berikutnya, audit tersebut ,
yang menyangkut operasi-operasi Petral dari Januari 2012 sampai Mei tahun ini, tidak menunjukkan
berapa besar kerugian dalam periode ini,” tambahnya. Sementara menurut Direktur Keuangan
Pertamina, Arif Budiman menegaskan pasca rampungnya proses due dilligence dan audit forensik
manajemen Pertamina mengaku telah mengkaji beberapa kontrak dan piutang Petral kepada sejumlah
mitra bisnisnya. Ini ditandai dengan adanya upaya *wind down process* atau menghitung ulang rincian
bisnis terhadap dua entitas PES dan Zambesi Ltd yang ditargetkan bisa selesai pada akhir desember
mendatang. “Karena aset Petral akan diambil Pertamina. Saat ini piutang atas beberapa klim,” ujarnya.
Pasca dilakukannya due dilligence dan audit forensik oleh Pertamina aset bersih Petral (un-audit) hingga
Oktober 2015 kemarin berada dikisaran 483 juta dolar AS, atau menyusut 1,81 milyar dolar AS,
ketimbang posisinya sebelum dilakukan audit forensik diangka 2,3 milyar dolar AS pada Mei lalu. Petrla
sendiri masih memiliki piutang usaha mencapai 46,6 juta dolarAS, atau berkisar Rp 629 milyar. Dimana
piutang tersebut berasal dari denda keterlambatan pengiriman minyak (demurrage) yang belum
dibayarkan oleh mitra bisnisnya. (Kedaulatan Rakyat, Kamis Kliwon, 12 November 2015).
Berdasarkan kasus tersebut,
1. Siswa dalam kelompok mendiskusikan penyimpangan penyimpangan dalam pengadaan migas
dan BBM di PT Petral.
2. Dilihat dari segi etika pengadaan, kesalahan apa yang dilakukan oleh manajemen PT Petral?
3. Telusuri dalam internet, Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah apa saja yang dilanggar
oleh Manajemen PT Petral

Anda mungkin juga menyukai