Anda di halaman 1dari 5

ASPEK HUKUM DALAM BISNIS

TUGAS INDIVIDU MINGGU KE-3

OBJEK DAN SUBJEK HUKUM

Oleh:

FADILA FENY- 041611233202

S1 MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2019
KASUS 1 : Indomaret Laporkan PT IBU Langgar Perjanjian Mutu Beras

Martahan Sohuturon, CNN Indonesia | Jumat, 25/08/2017 13:56 WIB

PT Indo Beras Unggul dilaporkan ke polisi karena diduga mengakali kualitas dan
varietas beras yang disuplai ke Indomaret. (ANTARA FOTO/Risky Andrianto). Jakarta,
CNN Indonesia -- Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menerima laporan dari emiten
pemilik jaringan minimarket PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (pemilik merek dagang
Indomaret) bahwa PT Indo Beras Unggul (IBU) melanggar perjanjian mutu beras.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Brigadir Jenderal Agung
Setya mengatakan, PT IBU dengan Indomaret telah menyepakati kontrak yang mengatur
pasokan beras dengan mutu, varietas, dan kemasan tertentu. Namun, lanjutnya, kualitas kelas
mutu beras yang dipasok PT IBU berada jauh di bawah kesepakatan dan varietasnya tidak
sesuai. “Dalam perjanjian kerja sama disepakati kalau kualitas yang akan digunakan adalah
kelas mutu dua, tapi ternyata PT IBU menggunakan kelas mutu lima yang jauh diperjanjikan
(downgrade),” ucap Agung di kantor sementara Bareskrim, Gambir, Jakarta Pusat pada
Jumat (25/8).

Agung menyampaikan, hal tersebut dilakukan PT IBU lewat perintah operasional


perusahaan (walking order) yang tidak sesuai dengan isi perjanjian kerja sama. Dengan
begitu, Agung menilai, perusahaan ritel turut menjadi pihak yang dirugikan oleh PT IBU.
Terlebih, menurutnya, PT IBU tidak hanya menjalin kerja sama dengan satu ritel saja.
Adapun produk beras yang disuplai PT IBU ke Indomaret antara lain merek Rojo Lele dan
Pandan Wangi.

“Mutu dua umpanya pecahan berasnya 15 persen. Kalau sudah 50 persen


(pecahannya) itu standar terendah,” kata Agung. Penyidik juga menemukan instruksi di
internal PT IBU untuk memproduksi beras yang tidak sesuai kontrak. “Jadi yang keluar dan
diterima adalah sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan,” kata dia.
Bareskrim telah menetapkan Direktur Utama PT IBU, Trisnawan Widodo, sebagai tersangka
kasus dugaan kecurangan terhadap konsumen.Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi
Humas Polri Komisaris Besar Martinus Sitompul mengatakan PT IBU diduga melakukan tiga
kecurangan terhadap konsumen. PT IBU merupakan produsen beras merek 'Maknyuss' dan
'Ayam Jago'. PT IBU diduga melakukan tiga kecurangan terhadap konsumen yakni tidak
mencantumkan kelas mutu beras pada label Standar Nasional Indonesia (SNI) 2008,
memproduksi beras yang tidak sesuai dengan kualitas SNI yang dicantumkan, serta
memberikan informasi yang menyesatkan terkait dengan informasi angka kecukupan gizi
(AKG).

Berdasarkan hasil penyidikan, Trisnawan bertanggung jawab atas dugaan pelanggaran


pidana yang dilakukan PT IBU. Ia akan dijerat dengan Pasal 382 bis KUHP, Pasal 144
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Pasal 62 UU Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen. Trisnawan terancam pidana 20 tahun penjara atau denda
sebesar Rp10 miliar. (gil)

ANALISIS OBJEK DAN SUBJEK HUKUM :

Subjek Hukum :

1. PT Indo Beras Unggul


2. Emiten pemilik jaringan minimarket PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (pemilik
merek dagang Indomaret)

Objek Hukum :

Dalam perjanjian kerja sama disepakati kalau kualitas yang akan digunakan adalah kelas
mutu dua, tapi ternyata PT Indo Beras Unggul menggunakan kelas mutu lima yang jauh
diperjanjikan.

Akibat Hukum :

Penjeratan dengan Pasal 382 bis KUHP, Pasal 144 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012
tentang Pangan, Pasal 62 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dan
terancam pidana 20 tahun penjara atau denda sebesar Rp10 miliar.
KASUS 2 : Korupsi Pertamina, Kejagung Periksa Karen Agustiawan

Oleh Martahan Sohuturon, CNN Indonesia | Jumat, 24/08/2018 05:46 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Kejaksaan Agung hari ini menjadwalkan pemeriksaan terhadap
mantan Direktur Utama PT Pertamina, Karen Agustiawan dalam kasus dugaan korupsi
investasi perusahaan di Blok Baster Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009.

Karen diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka pada kasus yang merugikan negara
Rp568 miliar tersebut. “Betul, jadwal pemeriksaannya hari ini,” kata Kepala Subdirektorat
Penyidikan Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung,
Sugeng Riyanta saat dikonfirmasi pada Kamis (23/8).

Namun, dia tidak menjelaskan alasan mengapa pemeriksaan Karen baru dilakukan pada hari
ini setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 22 Maret 2018. Sugeng juga mengaku belum
mengetahui apakah Karen akan memenuhi panggilan pemeriksaan ini atau tidak.

“Yang jelas sudah diagendakan pemeriksaan hari ini,” katanya. Karen Agustiawan telah
ditetapkan sebagai tersangka oleh tim penyidik Kejaksaan Agung sejak 22 Maret 2018.
Namun sejak saat itu, Karen belum pernah diperiksa kembali sebagai tersangka oleh tim
penyidik. Selain Karen, dalam kasus ini penyidik juga telah menetapkan Chief Legal Councel
and Compliance PT Pertamina, Genades Panjaitan dan Direktur Keuangan Pertamina,
Frederik Siahaan. Karen bersama dua tersangka itu juga sudah dicegah bepergian ke luar
negeri sejak 22 Maret 2018.

Sementara itu, mantan Manager Merger dan Investasi (MNA) pada Direktorat Hulu PT
Pertamina Bayu Kristanto sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka dan langsung
ditahan selama 20 hari oleh tim penyidik. Kasus ini bermula saat Pertamina melalui anak
perusahaannya, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan akuisisi saham sebesar 10
persen terhadap ROC Oil Ltd, untuk menggarap Blok BMG.

Perjanjian dengan ROC Oil atau Agreement for Sale and Purchase - BMG Project diteken
pada 27 Mei 2009. Nilai transaksinya mencapai USD31 juta. Akibat akuisisi itu, Pertamina
harus menanggung biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar
USD26 juta. Melalui dana yang sudah dikeluarkan setara Rp568 miliar itu, Pertamina
berharap Blok BMG bisa memproduksi minyak hingga sebanyak 812 barrel per hari.
Namun ternyata, Blok BMG hanya bisa menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia
Pte Ltd rata-rata sebesar 252 barel per hari.

Pada 5 November 2010, Blok BMG ditutup, setelah ROC Oil memutuskan penghentian
produksi minyak mentah. Alasannya, blok ini tidak ekonomis jika diteruskan produksi.

Investasi yang sudah dilakukan Pertamina akhirnya tidak memberikan manfaat maupun
keuntungan dalam menambah cadangan dan produksi minyak nasional.

Hasil penyidikan Kejagung menemukan dugaan penyimpangan dalam proses pengusulan


investasi di Blok BMG. Pengambilan keputusan investasi tanpa didukung feasibility study
atau kajian kelayakan hingga tahap final due dilligence atau kajian lengkap mutakhir. Diduga
direksi mengambil keputusan tanpa persetujuan Dewan Komisaris. Akibatnya, muncul
kerugian keuangan negara dari Pertamina sebesar USD31 juta dan USD26 juta atau setara
Rp568 miliar.

ANALISIS OBJEK DAN SUBJEK HUKUM :

Subjek Hukum :

1. Karen Agustiawan sebagai Eks Direktur Pertamina


2. Chief Legal Councel and Compliance PT Pertamina, Genades Panjaitan dan Direktur
Keuangan Pertamina, Frederik Siahaan.

Objek Hukum :

Pengambilan Keputusan tanpa persetujuan Dewan Komisaris. Akibatnya, muncul kerugian


keuangan negara dari Pertamina sebesar USD31 juta dan USD26 juta atau setara Rp568
miliar.

Anda mungkin juga menyukai