Anda di halaman 1dari 8

Translate Ver

a. Sejarah Awal Konflik Israel-Palestina.


Pada abad ke-1700 SM, mengikuti seruan Tuhan, tiga leluhur bangsa Yahudi, yakni,
Abraham, Isaac, dan Jacob, menetap di Kanaan, sebuah tempat yang mendekati wilayah yang
sekarang disebut Israel: tepi Barat Jalur Gaza, bagian dari Lebanon, Suriah, dan Yordania.
Wilayah tersebut kemudian diberi nama Tanah Israel, tanah perjanjian wilayah palestina atau
tanah suci. Pada tahun 1000 SM, Raja Saul mendirikan monarki Israel yang kemudian diperintah
oleh Raja David yang menjadikan Jerusalem sebagai Ibu Kota kerajaannya dan putranya, Raja
Solomon, yang merupakan seseorang yang membangun kuil pertama di Jerusalem setelah
kematiannya. Kuil tersebut bernama Kuil Solomon.
Pada masa pemerintahan Raja Sulaiman, monarki tersebut terpecah menjadi Kerajaan
Israel di bagian utara dengan Samaria sebagai ibu kotanya dan Kerajaan Judah di selatan dengan
Jerusalem sebagai ibu kotanya. Tanah tersebut menjadi rumah bagi mayoritas orang Yahudi
tetapi kemudian menjadi sasaran banyak penjajah. Penaklukan wilayah yang dilakukan oleh
berbagai golongan menyebabkan berkurangnya jumlah penduduk Yahudi di tanah tersebut secara
signifikan, salah satu penaklukan tersebut dilakukan oleh Kekaisaran Romawi yang memberikan
nama Palestina kepada Judah dengan tujuan untuk memutuskan hubungan Yahudi dengan Tanah
Israel. Pada masa Kristen sebagai suatu aliran, Yahudi akhirnya menjadi agama yang dominan
menjelang akhir Kekaisaran Romawi. Pada abad ke 7 terjadilah penaklukan yang dilakukan oleh
kaum Arab.
Awal penyebaran Islam, kubah batu yang di bangun di atas reruntuhan candi kedua
menjadikan Jerusalem sebagai kota suci ke tiga agama monoteistik, yakni, Yudaisme, Kristen,
dan Islam. Setelah umat Kristen di Jerusalem dianiaya secara intens oleh Turki Seljuk, sebuah
kerajaan di Asia Tengah dengan ambisi untuk memperluas wilayahnya, umat Kristen di Eropa
melancarkan beberapa perang Salib untuk mengembalikan kota suci ke tangan umat Kristen.
Selama perang tersebut, banyak orang Yahudi yang terbunuh. Dari abad ke 1517 hingga perang
dunia pertama, tanah suci dan sebagian besar daerah Timur Tengah diperintah oleh Kekaisaran
Ottoman, sebuah negara adidaya Islam. Tanah itulah secara tidak resmi disebut Palestina.
Pada saat yang bersamaan, tepatnya di daerah Eropa, semakin banyak orang Yahudi yang
bergabung dengan gerakan yang disebut Zionisme. Gerakan tersebut bertujuan untuk
menciptakan negara nasional Yahudi di tanah air kuno mereka. Maka pada dekade pertama abad
ke-20, puluhan ribu orang Yahudi pindah dari Eropa kembali ke wilayahnya.
b. Israel dan Palestina di bawah kekuasaan Inggris.
Perang pertama meledak dan berakhir dengan runtuhnya kekaisaran Ottoman. Inggris
kemudian memberikan kemerdekaan lebih untuk Irak dan Yordania serta wilayah yang masih
berada di bawah kendali Kekaisaran Ottoman. Selanjutnya terjadilah perang mandat Inggris
untuk Palestina, dimana Inggris berjanji untuk mendirikan tanah air nasional Yahudi berdasarkan
deklarasi Balfour yang mulai berlaku pada tahun 1923. Namun, ketegangan antara Yahudi dan
Arab yang sama-sama mengklaim tanah tersebut semakin meningkat dan bahkan berujung pada
aksi kekerasan pada tahun 1930an menyusul meningkatnya populasi kaum Yahudi di Palestina
karena ketakutan akan persekusi selama pemerintahan Nazi di Jerman. Dengan itu, Inggris
membatasi imigrasi Yahudi. Sebagai respon, milisi (pasukan liar) Yahudi dibentuk untuk
melawan Arab dan melawan pemerintahan Inggris. Kemudian pada tahun 1940, terjadilah
bencana besar karena ulah Nazi di Jerman yang memakan korban hampir 6 juta orang Yahudi.
Setelah perang, semakin banyak orang Yahudi kemudian melarikan diri dari eropa ke palestina
untuk mencari tempat berlindung. Hal ini tentu meningkatkan ketegangan dengan Negara Arab
yang kewalahan dengan situasi tersebut. Pada masa itu pula Inggris mulai menarik diri dari
Palestina.

c. Lahirnya Negara Israel


Setelah Perang Dunia II, PBB mengusulkan sebuah rencana untuk membagi palestina
menjadi dua negara merdeka, yakni, negara Yahudi dan negara Arab dengan kota Jerusalem
menjadi Zona Internasional berstatus khusus. Namun, rencana yang menyatakan bahwa jumlah
penduduk Yahudi hanya sepertiga dari populasi diberikan lebih banyak wilayah 56,5 dari tanah
tersebut ditolak oleh kaum Arab. Pada tahun 1947, Kaum di Arab mulai membentuk tentara
sukarelawan di seluruh Palestina. Kurang dari satu tahun setelah itu, ketika Inggris
menyelesaikan penarikannya dari Palestina, Israel mendeklarasikan dirinya sebagai negara
merdeka yang menandai babak baru yang lebih berdarah dalam perjuangan antara orang-orang
Yahudi dan orang-orang Arab Palestina.

d. Perang Arab-Israel Tahun 1948


Tepat setelah pengumuman kemerdekaan Israel, terjadi perang antara Arab dan Yahudi
yang dikenal dengan nama perang Arab-Israel tahun 1948. Perang yang melibatkan lima negara
arab yang baru merdeka: Mesir, Yordania, Irak, Suriah, dan Lebanon, liga arab yang menginvasi
wilayah ini dalam upaya untuk membentuk kesatuan Arab Palestina. Namun, perjanjian gencatan
senjata dicapai setahun kemudian di mana lebih dari dua pertiga wilayah bersejarah Palestina,
termasuk jerusalem barat menjadi milik israel sementara Yordania menduduki Jerusalem Timur
dan wilayah yang dikenal sebagai tepi barat dan Mesir menduduki Jalur Gaza. Akibatnya, lebih
dari 750.000 warga Palestina diusir dari tanah tempat mereka tinggal selama berabad-abad pada
hari yang mereka sebut Al-Nakba atau malapetaka. Dengan memburuknya pertikaian antara
Yahudi dan Arab, terjadilah peperangan lagi dalam pertempuran di dekade-dekade berikutnya.

e. Perang 60 Hari
Terjadi pada tahun 1967, ketika perang 60 hari pecah setelah periode pergesekan
diplomatik dan pertempuran kecil yang bergejolak antara Israel dan negara-negara Arab,
Yordania, Suriah, dan Mesir. Perang singkat ini berakhir dengan kemenangan Israel memberi
Israel kendali atas Dataran Tinggi Golan dari Suriah, Tepi Barat dan Jerusalem Timur dari
Yordania, serta Gaza dan Semenanjung Sinai dari Mesir. Sinai kemudian dikembalikan ke Mesir
di bawah perjanjian perdamaian Israel-Mesir. setelah perang, sebagian besar pengungsi Palestina
dan keturunannya tidak diizinkan untuk kembali ke rumah mereka tetapi harus tinggal di Gaza,
Tepi Barat di negara Yordania, Suriah, dan Lebanon.

f. Intifada Pertama dan Perjanjian Oslo


Meningkatnya jumlah orang Israel yang menetap di wilayah Palestina, di Tepi Barat dan
Gaza, memunculkan PLO, Organisasi Pembebasan Palestina yang pertama kali didirikan di
Kairo, Mesir pada tahun 1964 untuk mewujudkan Palestina yang merdeka di Israel. PLO
melancarkan serangan terhadap Israel dari basisnya di Yordania kemudian dipaksa pindah dari
Yordania ke Lebanon untuk mulai melakukan aksi terorisme terhadap Israel. Pertempuran
berlangsung selama bertahun-tahun ditambah dengan invasi Israel ke Lebanon untuk mengusir
PLO dari Beirut. PLO akhirnya setuju untuk membagi wilayah antara Palestina dan Israel.
Namun, masih banyak lagi pemukim Yahudi yang pindah ke wilayah Palestina yang diduduki
oleh Israel.
Pada Tahun 1987, pemberontakan kekerasan warga Palestina terjadi, mulai dari kamp pengungsi
Jabalia setelah sebuah truk pasukan pertahanan Israel bertabrakan dengan dua mobil van sipil
Palestina yang menewaskan empat orang di antaranya. Hal ini dikenal sebagai Intifada Pertama.
Konflik berdarah yang mengakibatkan ratusan kematian ini memicu proses perdamaian dengan
penandatanganan perjanjian. Perjanjian Oslo oleh Israel dan perjanjian Oslo I yang
ditandatangani di Washington DC, serta perjanjian Oslo II di Taba, Mesir. Menurut Perjanjian
Oslo, Tepi Barat dibagi menjadi tiga wilayah: Wilayah A secara eksklusif dikuasai oleh
Palestina, Wilayah B dikuasai oleh baik Palestina maupun Israel, Wilayah C sepenuhnya
dikuasai oleh Israel.

g. Intifada Kedua
Meskipun perundingan perdamaian lebih lanjut berlanjut hingga tahun 2000, Israel dan
Palestina tidak dapat mencapai kesepakatan mengenai isu-isu seperti status hak pengungsi
Yerusalem dan peningkatan pemukiman Yahudi di tanah Palestina. Ariel Sharon, seorang
Yahudi Israel yang kemudian menjadi Perdana Menteri Israel, mengunjungi Gunung Kuil,
Masjid Al-Aqsa di Jerusalem. Tindakan tersebut dianggap ofensif oleh banyak orang Palestina
dan intifada kedua pun pecah. Kekerasan tersebut berakhir dengan penarikan Israel dari Gaza
tetapi, mereka malah terus menetap.

h. Konflik Israel dengan Hamas


Hamas adalah kelompok militan Islam Sunni yang bertujuan untuk menghancurkan
negara Israel dan menciptakan negara Islam. Setelah konflik bersenjata antara Hamas dan Fatah
yang berhasil memisahkan Hamas dari otoritas Palestina serta memperoleh kekuasaan di Gaza.
Israel menempatkan Gaza di bawah blokade yang menyesakkan yang menyebabkan beberapa
perang berdarah antara dua kelompok di Jalur Gaza termasuk operasi yang memimpin pilar
pertahanan dan operasi pelindung. Pada tahun 2014 Hamas dan Fatah mencapai kesepakatan
untuk membentuk pemerintah persatuan nasional. Pada tahun 2018, Kedutaan Besar AS
direlokasi dari Tel Aviv ke Jerusalem yang dianggap oleh Palestina sebagai sinyal dukungan
Amerika terhadap Jerusalem sebagai ibu kota Israel. Tahun 2021 konflik antara Israel dan
Palestina berlanjut kembali dengan serangkaian peristiwa permusuhan di Jerusalem Timur yang
berujung pada beberapa aksi kekerasan, hingga kesepakatan gencatan senjata yang ditengahi oleh
Mesir, Qatar, dan PBB mulai berlaku pada tanggal 21 Mei dengan damai meskipun sekarang
tampaknya sengketa wilayah yang rumit dan berkepanjangan antara kedua negara adalah bom
waktu yang dapat meledak kapan saja.

Rangkuman Ver

a. Sejarah Awal Konflik Israel-Palestina


Pada abad 1000 SM, Raja Saul mendirikan monarki Israel yang kemudian diperintah oleh
Raja David dan Raja Solomon. Tetapi, pada masa pemerintahan Raja Sulaiman, monarki ini
kemudian terpecah hingga menciptakan Kerajaan Israel di bagian utara dan Kerajaan Judah di
bagian selatan. Kedua wilayah tersebut menjadi rumah bagi mayoritas orang Yahudi, namun
mengalami penaklukan oleh berbagai penjajah termasuk Penaklukan Arab dan Kekaisaran
Romawi yang akhirnya memberi nama kota Judah sebagai Palestina. Seiring dengan
perkembangan agama, Jerusalem, Ibu Kota Palestina, menjadi kota suci bagi tiga agama
monoteistik: Yudaisme, Kristen, dan Islam. Pada masa tersebut, terjadi penganiayaan umat
Kristen oleh kerajaan di Asia Tengah yang bernama Turki Seljuk hingga mengakibatkan
terjadinya perang Salib untuk merebut kembali kota suci ke tangan umat Yahudi. Dari abad 1517
SM hingga Perang Dunia Pertama, wilayah ini diperintah oleh Kekaisaran Ottoman, sebuah
negara adidaya Islam dan dikenal sebagai Palestina. Pada saat yang sama, gerakan Zionisme di
Eropa muncul dengan tujuan menciptakan negara Yahudi di tanah mereka. Puluhan ribu orang
Yahudi pindah kembali ke wilayah ini pada dekade pertama abad ke-20, menciptakan dasar bagi
konflik Israel-Palestina yang berlanjut hingga hari ini.

b. Israel dan Palestina di bawah kekuasaan Inggris


Setelah runtuhnya kekaisaran Ottoman, Inggris mengambil alih wilayah Irak dan
Yordania serta memberikan kemerdekaan lebih untuk dua negara tersebut. Di Palestina, Inggris
memberlakukan mandat Inggris pada tahun 1923 yang berjanji akan memberikan Tanah Air
Nasional bagi orang Yahudi sesuai dalam Deklarasi Balfour. Namun, hal itu malah menciptakan
ketegangan antara orang Yahudi dengan Arab akibat klaim bersama atas wilayah Palestina. Pada
tahun 1930, konflik memuncak dikarenakan imigrasi Yahudi akibat persekusi Nazi di Jerman.
Inggris yang membatasi imigrasi Yahudi, malah memicu pembentukan misili Yahudi untuk
melawan Arab dan pemerintahan Inggris. Hingga pada tahun 1940, terjadi bencana besar yang
memakan hampir 6 juta orang Yahudi, hal itulah yang membuat banyak pengungsi Yahudi
mencari perlindungan ke Palestina dan meningkatkan ketegangan dengan Negara Arab hingga
Inggris mulai menarik diri dari Palestina.

c. Lahirnya Negara Israel


Setelah Perang Dunia II, PBB mengusulkan membagi Palestina menjadi dua negara
merdeka, yakni negara Yahudi dan negara Arab dengan Jerusalem sebagai Zona Internasional
berstatus khusus. Rencana PBB ini menetapkan jumlah penduduk Yahudi yang hanya sepertiga
dari seluruh populasi namun diberikan lebih banyak wilayah tentu ditolak oleh kaum Arab. Maka
pada tahun 1947, kaum Arab mulai membentuk misili di seluruh Palestina. Kurang dari satu
tahun setelahnya, ketika Inggris menyelesaikan penarikannya dari Palestina, Israel
mendeklarasikan kemerdekaannya, memicu konflik lebih lanjut antara Yahudi dan Arab
Palestina.

d. Perang Arab-Israel Tahun 1948


Pada tahun 1948 setelah Israel mengumumkan kemerdekaannya, terjadi Perang Arab-
Israel yang melibatkan lima negara Arab yang baru merdeka: Mesir, Yordania, Irak, Suriah, dan
Lebanon. Kelima negara itu membentuk Liga Arab dan bersatu untuk menginvasi wilayah
tersebut dengan tujuan mendirikan negara Palestina. Namun, setahun kemudian, tercapai
perjanjian gencatan senjata yang mengakibatkan lebih dari dua pertiga wilayah bersejarah
Palestina, termasuk Jerusalem Barat, menjadi wilayah Israel. Sementara itu, Yordania
menduduki Jerusalem Timur dan Mesir menduduki Jalur Gaza. Akibatnya, lebih dari 750.000
warga Palestina dipaksa meninggalkan tempat kelahiran mereka. Peristiwa ini dikenal sebagai
Al-Nakba yang berarti Malapetaka.

e. Peran 60 Hari
Pada tahun 1967, terjadi perang selama 60 hari antara Israel dan negara-negara Arab.
Perang ini berakhir dengan kemenangan Israel yang berhasil menguasai Dataran Tinggi Golan
dari Suriah, Tepi Barat dan Jerusalem Timur dari Yordania, serta Gaza dan Semenanjung Sinai
dari Mesir. Namun, pada tahun 1979, Sinai dikembalikan ke Mesir karena adanya perjanjian
perdamaian ,antara Mesir-Israel. Setelah perang 60 hari ini terjadi, sebagian besar pengungsi
Palestina dan keturunannya tidak diizinkan untuk kembali ke rumah mereka dan harus tinggal di
Gaza, di negara Yordania, Suriah, dan Lebanon.

f. Intifada Pertama
Peningkatan jumlah pemukim Israel di Tepi Barat dan Gaza memunculkan Organisasi
Pembebasan Palestina (PLO) yang pertama kali didirikan di Mesir. PLO awalnya berbasis di
Yordania, namun dipaksa pindah ke Lebanon di mana mereka terlibat dalam aksi terorisme
terhadap Israel. Konflik berlarut-larut dengan invasi Israel ke Lebanon untuk mengusir PLO dari
Beirut, Ibu Kota Lebanon. Akhirnya, PLO setuju untuk membagi wilayah antara Palestina dan
Israel, meskipun pemukim Yahudi terus bertambah di wilayah Palestina yang diduduki oleh
Israel.
Pada tahun 1987, terjadi Intifada Pertama setelah insiden di kamp pengungsi Jabalia, yang
memicu pemberontakan kekerasan warga Palestina. Konflik tersebut menyebabkan banyak
korban jiwa dan memicu proses perdamaian dengan penandatanganan Perjanjian Oslo oleh
Israel, yang mencakup Perjanjian Oslo I dan Perjanjian Oslo II. Perjanjian Oslo membagi Tepi
Barat menjadi tiga wilayah: Wilayah A dikuasai eksklusif oleh Palestina, Wilayah B dikuasai
oleh Palestina dan Israel, sementara Wilayah C sepenuhnya dikuasai oleh Israel.

g. Intifada kedua
Meskipun telah terjadi perundingan perdamaian, mereka gagal mencapai kesepakatan
terkait isu-isu penting seperti status pengungsi, status Yerusalem, dan pemukiman Yahudi di
wilayah Palestina. Ketika Ariel Sharon, seorang pemimpin Israel yang kemudian menjadi
Perdana Menteri, mengunjungi Masjid Al-Aqsa di Jerusalem, tindakan ini dianggap sebagai
provokasi oleh banyak warga Palestina dan mengakibatkan pecahnya Intifada Kedua. Konflik
tersebut berakhir dengan penarikan Israel dari Gaza, meskipun pemukiman Yahudi di wilayah
Palestina masih berlanjut.

h. Konflik Israel dan Hamas


Konflik antara Israel dan Palestina mencakup perpecahan antara Hamas dan Fatah hingga
berakhir dengan Gaza yang jatuh kepangkuan Hamas. Akibat dari hal itu, Israel memberlakukan
blokade di Gaza yang mengakibatkan beberapa konflik berdarah, termasuk Operasi Pilar
Pertahanan dan Operasi Pelindung. Pada tahun 2014, Hamas dan Fatah mencapai kesepakatan
untuk membentuk pemerintahan persatuan nasional. Dan pada tahun 2018, AS merelokasi
kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Jerusalem, sebuah langkah yang dilihat oleh warga Palestina
sebagai dukungan terhadap klaim Israel atas kota tersebut. Pada tahun 2021, konflik Israel-
Palestina kembali memanas dengan serangkaian permusuhan di Jerusalem Timur yang berujung
pada perjanjian gencatan senjata yang ditengahi oleh Mesir, Qatar, dan PBB pada 21 Mei. Meski
damai, sengketa wilayah yang rumit dan berkepanjangan antara kedua negara tetap merupakan
ancaman yang bisa meledak kapan saja.

Anda mungkin juga menyukai