Anda di halaman 1dari 12

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas III MI dengan

Model Make A Match

Novy Lestari1, Ai Hayati Rahayu2


1
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Terbuka.
2
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas April
Email: novylestari2411@gmail.com

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses penerapan model pembelajaran match
a match dan pengaruhnya terhadap hasil belajar IPA siswa Kelas III MI Hijriyah II Palembang. Jenis
penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dengan jumlah siswa laki-laki 13 orang dan
siswa perempuan 15 orang siswa kelas III. Informasi tentang hasil belajar dikumpulkan melalui tes.
Proses Pelaksanaan Kegiatan penelitian terdiri dari dua tahap. Setiap tahapan dilakukan melalui
perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Metode analisis data yang digunakan
adalah kuantitatif. Persentase ketuntasan hasil belajar menunjukkan 4 siswa (14%) tuntas sebelum
program, meningkat menjadi 16 siswa (57%) pada Siklus I dan meningkat lagi menjadi 26 siswa
(94%) pada Siklus II. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA siswa MI Tingkat
III dapat ditingkatkan dengan menggunakan model yang tepat.
Kata Kunci : Model Pembelajaran Make a Match, Pembelajaran IPA, Hasil belajar.

Pendahuluan

Siswa mengontrol infrastruktur peradaban dengan keterampilan dan kemampuan yang


mereka butuhkan untuk berkembang. Pengembangan keterampilan dan kemampuan tersebut
dapat dilakukan melalui pendidikan. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang
tertuang dalam Bab 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (SISDIKNAS). Pasal tersebut secara tegas menyatakan bahwa tujuan pembinaan
nasional adalah untuk mengembangkan keterampilan dan membentuk karakter bangsa. dan
peradaban. dalam sistem pendidikan nasional. Di atas segalanya, kemampuan peserta didik
untuk berkembang menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berakhlak mulia, cakap, kreatif, mandiri, serta berpikir dan
berakhlak. penduduk (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2003).
Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan guru yang inovatif. Guru yang dalam proses
pembelajaran bisa memunculkan pemikiran baru dan menciptakan hal-hal baru untuk
mendemonstrasikan pembelajaran dikelas agar teciptanya ketertarikan siswa dalam setia
proses belajar. Guru kreatif menyampaikan pembelajaran melalui gaya belajar yang efektif
untuk menciptakan suasana yang menyenangkan dan mengasyikkan. Gaya belajar yang positif
akan memotivasi siswa untuk belajar karena mempengaruhi hasil belajar yang tinggi
(Widiasworo, 2014: 58).
Belajar adalah suatu usaha manusia untuk mencapai peningkatan tingkah laku, baik
berupa kognitif, afektif, dan psikomotorik atau nilai dan pengalaman baik dari apa yang telah
dipelajari (Djamaluddin & Wardana, 2019: 6). Hasil kegiatan belajar selain memperoleh
pengetahuan baru akan meningkatkan kemampuan berpikir manusia. Oleh karena itu, secara
tidak langsung kegiatan pembelajaran dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan
kognitif. (Djamaluddin & Wardana, 2019:9).
Kemampuan berpikir dapat didukung oleh pengetahuan tentang berbagai mata pelajaran.
Diantaranya adalah Pendidikan Sains (IPA). IPA adalah bagian dari ilmu pengetahuan. Sains
adalah pengetahuan tentang alam semesta, benda-benda yang ada di permukaan bumi, waktu
bumi dan langit, serta pikiran yang tampak dan tidak tampak. (Trianto, 2010: 136). Mempelajari
sains di sekolah adalah tentang menguasai standar keterampilan, penguasaan konsep dan
pembentukan sikap. Kemudian pembelajaran yang dilakukan harus diselenggarakan
semenarik mungkin. Oleh karena itu, penggunaan model yang benar harus diperhatikan
selama pembelajaran.
Guru dapat menggunakan gaya belajar yang berbeda. Salah satunya adalah model Make-
a-Match. Penerapan model harus memungkinkan siswa untuk memahami dan mencapai prestasi
akademik dalam mata pelajaran IPA untuk memenuhi persyaratan penerimaan minimum yang
ditetapkan oleh sekolah dalam suasana santai. baru dan berbeda, yang terdengar buruk. Dengan
menggunakan model pembelajaran Make-a-Match, siswa tidak hanya bermain, mereka
mendapatkan informasi tentang permainan yang dimainkannya. Tahapan pelaksanaan permainan
(Rusman, 2012223-224), yaitu (1) praktisi menyiapkan beberapa kartu, yang di dalamnya
tertulis gagasan tentang mata pelajaran yang akan dipelajari, ditulis pada bagian soal dan lain-
lain. kartu jawaban); (2) setiap siswa menerima satu kartu dan mengajukan jawaban atau
pertanyaan berdasarkan kartu yang ada di tangannya; (3) siswa mencari teman dengan kartu
yang cocok (kartu soal dan jawaban); (4) Siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum
waktu habis akan mendapat poin; (5) setelah putaran, kartu lain dikembalikan untuk
memungkinkan setiap siswa menerima nama, kartu yang berbeda dari yang pertama, dll.; (6)
untuk mencapai ketuntasan belajar.
Banyak peneliti telah menggunakan model yang tepat untuk melakukan penelitian. Salah
satunya Raharjo dan Firosalia (2019) yang menunjukkan bahwa pembelajaran IPA meningkat apabila
diterapkan contoh-contoh yang tepat, yang ditunjukkan dengan peningkatan persentase ketuntasan
belajar. Persentase sempurna meningkat sekitar 79% dari awal hingga akhir siklus. Hasil yang sama
diperoleh dari penelitian Wijanarko (2017). Hasil penelitian ini menegaskan bahwa model pembelajaran
Make a Match merupakan metode pembelajaran baru yang dapat membantu guru menciptakan
lingkungan belajar IPA yang aktif dan menyenangkan. Padahal penelitian Sirait dan Noer (2013)
menunjukkan bahwa mayoritas siswa yang mengikuti ujian optik Semester II Kelas VIII di SMP Swasta
Budi Agung Medan mencapai nilai tinggi 70,17 di kelas yang sama. skornya hanya 62. Prestasi belajar
siswa kelas eksperimen meningkat dari pertemuan pertama menjadi 72,84 dengan kriteria baik dan 82,98
dengan kriteria baik pada pertemuan kedua. Dapat disimpulkan bahwa gaya belajar mengajar
berpengaruh terhadap gaya bermusik dan hasil belajar siswa.Ketiga penelitian ini memberikan wawasan
tentang pengaruh positif peningkatan belajar terhadap pemecahan masalah siswa. Hasil belajar yang lebih
baik bagi siswa karena pembelajaran melibatkan banyak jenis pembelajaran. Penerapan model ini
mempengaruhi suasana belajar siswa yang menyenangkan. Akhirnya, siswa dapat termotivasi untuk
belajar giat dan mencapai hasil akademik yang lebih baik.
Berdasarkan ketiga definisi tersebut, peneliti terdorong mengadakan penelitian yang
menitikberatkan pada upaya peningkatan hasil belajar pada materi perubahan bentuk benda melalui
pemodelan benda Komparatif. Hasil penilaian dengan kriteria baik dan sesuai dengan KKM standar
menjadi indikator untuk mencapai tujuan pembelajaran di kelas III Madrasah Ibtidaiyah Hijriyah II
Palembang.

Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Kegiatan Mengajar (PTK), yang
metode utamanya adalah refleksi diri guru terhadap pembelajaran dan bertujuan untuk
mengatasi aspek peningkatan pembelajaran. Ciri khusus penelitian ini adalah tindakan yang
berulang atau dikenal dengan istilah siklus. Sampai perbaikan yang diinginkan tercapai
(Wardani dan Wihardit, 2022). Pelaksana penelitian tindakan kelas adalah guru yang
mempraktikan pengalaman berdasarkan refleksi mereka selama proses pembelajaran
(Wiriatmadja, 2007:13). Penelitian praktik kelas ini juga berupaya untuk meningkatkan
profesionalisme guru, menambah pengetahuan, pemahaman dan upaya peningkatan kemampuan
perilaku guru ketika mengajar dan mendidik siswa.
Penelitian dilaksanakan melalui kolaboratif, yaitu adanya diskusi antara peneliti (guru
kepala sekolah) dan rekan sejawat. Peneliti bekerja sebagai peneliti, pengumpul data dan analis
data. Ketika rekan kerja bertindak sebagai pengamat dan pelaku. Subyeknya adalah siswa kelas
III MI Hijriyah II Palembang yang berjumlah 28 siswa. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah studi literatur dan pertanyaan penelitian pilihan ganda. Tes tertulis
diberikan setelah kegiatan dengan format Make A Match menggunakan kartu bergambar.
Survei ini merupakan survei kelas yang dilakukan dalam siklus satu dan siklus dua.
Proses yang peneliti lalui sebelum melakukan hal tersebut adalah mempersiapkan terlebih
dahulu apa yang harus dilakukan dan bagian mana yang penting dalam pelaksanaan
pembelajaran. Selama program berlangsung, rekan-rekan melakukan observasi tentang praktik
dan proses pembelajaran. Penilaian akhir didasarkan pada hasil penilaian. Gambar 1
menunjukkan struktur analisis aktivitas dikelas. Stephen Kemmis dan Robin Mc.Taggart
menggambarkan dengan gambar.

Gambar. 1
Desain Penelitian Tindakan Kelas Stephen Kemmis dan Robin Mc. Taggart
(Arikunto, 2006:93)

Implementasi mengikuti sintaks atau langkah-langkah kode permainan. Langkah-langkah


proses pembuatan surat adalah sebagai berikut. Langkah pertama adalah guru melepaskan
kegiatan atau memberikan pekerjaan rumah. Setelah itu, siswa dikelompokkan dengan dua
kelompok besar, misalnya Grup A dan Grup B. Setiap grup diminta untuk saling berhadapan.
Kemudian masing-masing kelompok mendapat kartu. Kelompok A terdiri dari kartu tanya jawab
dan kelompok B. Langkah selanjutnya adalah menginstruksikan siswa menggunakan kartu tanya
jawab untuk mencari teman yang tepat. Pada sesi ini, guru akan menyampaikan waktu yang
paling terlambat. Jika mereka menemukan kecocokan, mintalah mereka melaporkannya kepada
guru. Tuliskan di kertas yang telah disiapkan. Ketika waktunya tepat, tanyakan kepada setiap
siswa apa yang terjadi. Beri kesempatan kepada siswa lain untuk saling memberi umpan balik.
Sampai pasangan selesai dan akhirnya guru mengkonfirmasi kebenaran atau kecocokan kedua
kartu tersebut.

Hasil Dan Pembahasan


Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2022 sampai dengan November 2022 MI
Hijriyah II Tingkat III di Palembang. Diawali peneliti melakukan penelitian dengan tujuan
untuk mengumpulkan pengetahuan dan informasi tentang permasalahan di lapangan dan
membuat pemecahan permasalahan pembelajaran siswa MI Hijriyah II Palembang. Pertama-
tama peneliti mengamati proses mengajar di kelas IPA saat dilakukan survei pada Oktober
2022. Siswa kelas III MI Hijriyah II Palembang berjumlah 28 orang. Subyek penelitian
berjumlah 28 siswa, 15 perempuan dan 13 laki-laki Berikut peningkatan nilai IPA siswa
sebelum siklus, siklus satu dan siklus dua kelas III MI Hijriyah II Palembang tahun pelajaran
2022/2023 dengan menggunakan Make A Match
Tabel 1. Kenaikan proses Pembelajaran IPA setiap Siklus

94994
%
494

Pada Tabel 1 itu dapat kita lihat bahwa disiklus awal peneliti tidak menggunakan
metode Make-a-Match, persentase siswa memenuhi minimal masih kurang. Pada awalnya
hanya 4 siswa atau sekitar 14% yang selesai. Ini digunakan sebagai informasi awal untuk
memenuhi kriteria pencapaian minimum. Sedangkan 24 siswa lainnya tidak mencapai tingkat
kebodohan minimal. Selama siklus I peneliti mulai menerapkan gaya belajar yang sesuai
dalam pembelajaran, dan hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar siswa sebelum
siklus I dan siklus II meningkat menjadi 16 siswa yaitu 57% dari total kelas tiga 12 siswa
lainnya tidak mencapai prestasi minimal.
Siklus dua peneliti menerapkan medel pembelajaran Make a Match serta klasifikasi
berdasarkan hasil Siklus 1. Pada Siklus 2 hasil belajar siswa meningkat menjadi 26 siswa yang
tidak berada di kelas III yaitu 93% dari siswa selesai. Hanya 2 siswa yang tidak lulus. Ini
adalah gambar 1. yang menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa MI Hijriyah II
Palembang sebelum Siklus, Siklus I dan Siklus II.
Gambar 1. Tingkat prestasi Siswa

Dari gambar 1 diperoleh data bahwa persentase ketuntasan siswa yang dicapai pada
syarat utama yaitu sebesar 14%, meningkat sebesar 57% di lingkungan saya atau mengalami
kenaikan sebesar 44%. Sedagkan ketuntasan pada siklus II sebesar 94% berarti meningkat
sebesar 36% dibandingkan dengan siklus I.

Pembahasan Hasil
Peningkatan yang didapatkan peneliti dari siswa MI Hijriyah II Palembang dengan
menggunakan metode pembelajaran Make a Match mengungkapkan peningkatan hasil belajar
siswa pada mata pelajaran IPA dari keadaan pertama (sebelum siklus), dari siklus I ke siklus
II Memperbaiki prestasi siswa dalam sains meningkat dibandingkan dengan pra-siklus siswa
menyelesaikan level, baik 14% naik menjadi 57% di tingkat sarjana atau meningkat sebesar
44%Tingkat ketuntasan siklus II sebesar 94%, meningkat 36% dibandingkan siklus I. Dari
hasil penelitian ini diketahui bahwa bagian pengetahuan siswa mengalami peningkatan. Selain
untuk menambah pengetahuan dan keterampilan siswa, lebih baik karena pengalaman belajar
tidak terbatas pada bidang intelektual saja.

Menurut Supratiknya( 2012:5), hasil belajar dievaluasi di kelas sebagai jenis


keterampilan baru yang diterima siswa selama mengikuti pelajaran dan mempelajari sejumlah
aturan. Dalam dunia pendidikan, sistem tujuan pembelajaran mengacu pada distribusi hasil
belajar menurut Bloom, yang dipahami secara rinci sebagai aspek kognitif, emosional, dan
psikomotorik. Hasil belajar dalam penelitian ini dapat dilihat melaluipost- test. Model
kolaboratif Make A Match dapat merangsang pembelajaran siswa dan cocok untuk tugas-
tugas sederhana karena terdapat banyak kesempatan bagi siswa untuk berpartisipasi.
Kontribusi setiap anggota untuk hubungan pembelajaran cepat dan mudah. sehingga siswa
dapat dengan cepat mengidentifikasi dan memahami materi yang disampaikan (Yanti, dkk
2016). Mencari pasangan, suasana belajar yang kompetitif berkembang di kalangan siswa.
Lingkungan yang kompetitif mendorong siswa untuk berhasil, seperti yang ditunjukkan oleh
Sofyan dan Uno (Artawa dan Suwatra, 2013), sedangkan persaingan memungkinkan siswa
untuk menguji kemampuannya dengan memeriksa kemampuan belajar orang lain. Selain itu,
belajar melalui kompetisi menghasilkan kinerja akademik yang lebih baik.

Penelitian ini menunjukkan bahwa program Make a Match memberikan dampak positif
terhadap hasil belajar siswa. Berdasarkan pemahaman di atas, prestasi siswa Kelas III
mengalami peningkatan dibandingkan dengan Pra-siklus, Siklus I dan Siklus II proses
pembelajaran belum melibatkan proses pembelajaran Make a Match, sehingga siswa merasa
tidak terlibat dalam proses pembelajaran. Di lingkungan saya sendiri, proses pembelajaran
menurut prinsip make-a-match learning membuahkan hasil yang baik, yaitu siswa dianggap
lebih aktif daripada siswa yang terlambat, tetapi hasil belajar siswa memburuk. nilai minimum
yang ditetapkan oleh sekolah. Juga pada periode kedua pembelajaran berlangsung sesuai
dengan proses pembelajaran sebelumnya.

Hasil tes menunjukkan nilai yang baik dan melebihi persyaratan yaitu 93% siswa
mencapai kesempurnaan. Pembelajaran pada mata pelajaran ini memiliki kelebihan
dibandingkan pembelajaran sebelumnya dan keunggulan pembelajaran ini dibandingkan
pembelajaran sebelumnya adalah kinerja siswa dalam pembelajaran saintifik dapat diukur
dengan metode penyusun. Selain itu, tidak hanya aspek kognitif yang dapat ditingkatkan
dalam penelitian ini, tetapi juga aspek emosional dan psikologis. Penggunaan metode
pembelajaran Make-a-Match juga dapat membantu siswa menjadi lebih terlibat dalam
pembelajaran, karena siswa dapat belajar bermain dengan mencoba mencocokkan dua soal
dan jawaban yang benar dari guru, sekaligus mempelajari hal-hal yang baik. Lebih
menyenangkan. sehingga tidak membosankan dan dapat menyadarkan siswa akan apa yang
akan diajarkan kepada siswa Kelas III MI Hijriyah II Palembang tahun pelajaran 2022/2023.

Kesimpulan
Berdasarkan informasi yang diperoleh, tujuan pembelajaran di kelas adalah untuk
menunjukkan prinsip-prinsip yang benar untuk diterapkan dalam meningkatkan hasil belajar
siswa pada mata pelajaran IPA dan perubahan pada mata pelajaran Kelas III. I Hijriyah II
Palembang. Selain itu, berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dengan menggunakan
contoh-contoh yang sesuai, kita akan mempelajari metode-metode berikut: (1) Peserta
pelatihan menyiapkan banyak kartu dengan banyak ide/topik yang sesuai untuk analisis waktu
pelatihan (sisi lain dari kartu). adalah kartu soal dan sisi lainnya adalah kartu jawaban), (2)
setiap siswa mendapat satu kartu, (3) siswa menemukan dua kartu, (4) siswa kehilangan
kartunya sebelum waktu habis mengenai sasaran, (5) kemudian shooting, kartu diputar
sehingga setiap siswa menerima kartu yang berbeda dari yang pertama, dan seterusnya, (6)
selesai. Penggunaan metode ini terbukti meningkatkan hasil belajar, terlihat adanya
peningkatan persentase siswa Kelas III MI Hijriyah II Palembang. Peningkatan hasil belajar
tercermin dari peningkatan persentase hasil belajar siswa, dan keterangan mengenai persentase
peningkatan tersebut adalah sebagai berikut. Sebelum dikenalkan sistem persentase
pembelajaran 14%, setelah proses pembelajaran melalui penerapan sistem persentase
meningkat menjadi 57% dan pada Siklus II menjadi lebih dari 94%. Artinya hasil belajar siswa
lebih baik dengan metode pembelajaran Make a Match, karena mengarah pada peningkatan
hasil belajar siswa bila mempertimbangkan peningkatan pembelajaran secara keseluruhan.

DAFTAR PUSTAKA

Artawa, dan Suwatra. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A-Match
Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Di Gugus 1 Kecamatan Selat.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha. Vol. 1 (1)

Djamaluddin, Ahdar dan Wardana. 2019. Belajar Dan Pembelajaran: 4 Pilar Peningkatan
Kompetensi Pedagogis. Sulawesi Selatan: CV. Kaaffah Learning Center

Kemendikbud. 2003. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional (SISDIKNAS). Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Muliyantini, P., & Parmiti, D. P. 2017. Penerapan Model Pembelajaran Group Investigation
(Gi) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Kelas V. Jurnal Ilmiah Sekolah Dasar, Vol
1. No 2 Tersedia pada. https://ejournal.undiksha.ac.id/index. (Diakses pada tanggal 12
Maret 2018).

Raharjo, Wahyumi Tri dan Firosalia Kristi. 2019. Peningkatan Hasil Belajar Ipa Peserta Didik
Menggunakan Model Pembelajaran Make A Match Pada Kelas 4 SD. Jurnal Satya Widya,
Volume XXXV No. 2.
Rusman. 2012. Model- Model Pembelajaran. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Sakarebau, E. S. 2017. Peningkatan Motivasi Belajar Siswa Dengan Menggunakan Model


Kooperatif Tipe Make A Match Kelas IV SD. Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
Vol 5: 389-397

Sanjaya, Wina, 2010, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta : Kencana Prenada Media Group
Sirait,
Makmur & Putri Adilah Noer. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A
Match Terhadap Hasil Belajar Siswa. Jurnal Taman Cendikia, Volume 1, Nomor 3,
Oktober 2013

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Supratiknya, A. 2012. Penialian Hasil Belajar dengan Teknik Nontes. Yogyakarta : Universitas
Sanata Darma.
Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.

Wardani, I G.A.K., Wihardit.K . 2022. Penelitian Tindakan Kelas. Edisi 2. Universitas


Terbuka.

Widiasworo, E. 2014. Rahasia Menjadi Guru Idola. Yogyakarta: AR-RUZZ Media

Wijanarko, Yudi. 2017. Model Pembelajaran Make A Match Untuk Pembelajaran IPA Yang
Menyenangkan”. Jurnal Taman Cendikia, Vol 01 No 01 Juni 2017.

Wiriatmadja, Rochiati. 2007. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja Rosdakary

Yanti, dkk. 2016. Pengaruh Model Kooperatif Tipe Make A Match Terhadap Hasil Belajar
Siswa Pada Materi Virus SMA. Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Universitas
Tanjungpura. Vol. 5 (9)
1
1
1
2

Anda mungkin juga menyukai