Anda di halaman 1dari 11

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN STAD

UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA


SISWA SD NEGERI 045 MALINTANG

Ida Yanti Safitri Nasution¹, Hermawansa,M.T²


Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FKIP, Universitas Terbuka
Ynasution817@gmail.com, hermawanpaguci599@gmail.com

ABSTRAK
Pembelajaran Matematika yang dirasa sulit oleh siswa membuat hasil belajar siswa menurun
dan tidak tuntas. Penelitian dibuat untuk meneliti Model Pembelajaran STAD dalam meningkatkan
hasil belajar siswa. Penelitian Tindakan kelas ini memiliki 2 Siklus. Data yang diperoleh dikumpulkan
dengan tiap siklus dilakukan 4 tahap, yaitu a) rencana aksi, b) rencana tindakan, c) Observasi, serta 4)
Refleksi. Penelitian ini membahas tentang pemahaman model pembelajaran kooperatif tipe STAD,
karakteristik, langkah-langkah, serta tahapannya. Model pembelajaran kooperatif STAD dapat
digunakan untuk melihat hasil belajar matematika siswa dimana siswa belajar dan bekerja sama dalam
suatu kelompok. Model ini juga dapat menentukan komponen model pembelajaran, dan menentukan
kecocokan pengimplementasian model pembelajaran ini didalam kelas. Hasil penelitian menunjukkan
nilai siswa meningkat setiap siklusnya. Hal ini berdasarkan analisis dan data hasil belajar siswa kelas
III SD Negeri 045 Malintang Kabupaten Mandailing Natal yang ditunjukkan pada Siklus I Persentase
ketuntasan mencapai 95% dengan dengan jumlah siswa 20 orang dari 26 siswa. Pada Siklus II
persentase ketuntasan mencapai 99% dengan jumlah 24 siswa dari 26 siswa.

Kata Kunci : Model Pembelajaran, STAD, Matematika.

PENDAHULUAN

Pendidikan & Kebudayaan, 2002 mengungkapkan bahwasanya Pendidikan


merupakan siklus perubahanya sikap dan perilaku individu ataupun kelompok masyarakat
dalam upaya mengembangkan seseorang melalui pembelajaran dan pelatihan, metode, teknik
dan kegiatan pendidikan. Pengetahuan berkembang baik setelah mempelajari mata pelajaran
sebelumnya, melalui peluang aktif dan kreatif, pendidikan karakter dan perilaku menurut
(Hamalik, 2009) Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak jenis pelajaran dimana
dapat mengembangkan karakteristik menjadi tangguh dan aktif.
Handayani, Nandang & Lestari (2018) menjelaskan Matematika merupakan pelajaran
utama diantara pelajaran lain yang sangat penting. Matematika ialah pelajaran nomor satu
bidang pendidikan dimana matematika berfungsi membentuk karakter dan cara berpikir
peserta didik. Matematika dapat mengembangkan kualitas peserta didik seperti kesabaran,
ketekunan, kerjasama dan semangat dengan berpikir secara sistematis, logis dan juga terbukti.
Susanto (2013) memaparkan jika Matematika merupakan ilmu dasar yang wajib dipelajari.
Karena matematika dasar di sekolah dasar (SD) merupakan masa pertama atau masa
pengenalan bagi anak, sehingga penting untuk mengajarkannya. Saat ini, matematika adalah
keterampilan terpenting yang harus dimiliki setiap orang. Melalui penjelasan tersebut,
peneliti menyimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu dasar yang harus dipelajari anak
sejak kecil.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 20 Tahun 2006


menjelaskan tentang Standar Isi dengan penjelasan jika Tujuan Matematika adalah agar siswa
mampu a) pahami konsep matematika, b) menerapkan nalar tentang pola dan benda, c)
memecahkan masalah, d) menyampaikan gagasan dan e) mempunyai sikap positif
matematika terhadap dunia.

Tujuan Pelajaran Matematika adalah menghubungkan konsep-konsep dan


menggunakan konsep-konsep serta algoritma untuk menjadikannya sederhana, tepat, efisien
dan akurat berdasarkan pola dan cara operasi matematika dilakukan, ketika memecahkan
masalah, menerapkan gagasan, mengumpulkan bukti, ide serta informasi matematikam lalu
mengembangkan strategi matematika dengan menggunakan simbol, grafik, tabel dan lainnya
untuk menjelaskan situasi dan pada akhirnya mengembangkan minat, ketertarikan dan
semangat untuk belajar matematika (Mudyahardjo; 2010).
Ketika proses pembelajaran berlangsung anak kurang pemahaman dan support
sehingga sulit untuk mengembangkan kemampuan bernalarnya sedangkan didalam kelas
anak dibimbing dan berdasarkan kemampuan anak dalam mengingat sesuatu, otak Anak
didorong untuk menyimpan berbagai informasi ataupun materi tanpa menyadari bahwa yang
diingatnya mungkin ada kaitan dengan dunia sehari-hari. Kekurangan dalam proses
pembelajaran sering terjadi karena guru tidak berkomitmen untuk mengembangkan pola pikir
dan belum terbiasa dengan materi. Dalam semua kegiatan pembelajaran, guru harus
menguasai materi pembelajaran dan metode pengajaran untuk mendorong siswa
berpartisipasi dalam pembelajaran dan mendorong siswa untuk menguasai materi lain,
termasuk matematika.
Hasil belajar siswa yang buruk disebabkan oleh model pembelajaran kurang tepat. Hal
ini disebabkan proses belajar-mengajar berpusat pada guru sehingga hasil belajar kurang dan
guru sering kali kurang melaksanakan refleksi. Berdasarkan hasil Penelitian Tindakan Kelas
di kelas III, Siswa kelas III masih kesulitan belajar matematika. Hal ini disebabkan
karakteristik siswa sendiri, seperti kehadiran siswa di kelas, kurangnya motivasi belajar
matematika, rendahnya minat belajar dan lemahnya kemampuan siswa dalam belajar
matematika. Sambil memusatkan perhatian pada permasalahan yang diuraikan di atas,
peneliti akan meneliti dan mengetahui hasil belajar siswa melalui penerapan pembelajaran
kolaboratif/kooperatif.

Tujuan Pembelajaran Kolaboratif tercapai jika ia dan siswa lain yang berpartisipasi
dapat mencapai tujuan tersebut. Model pembelajaran kolaboratif menggambarkan kerangka
pembelajaran kooperatif, dimana siswa diarahkan untuk bersama bekerja dalam mengerjakan
tugas dan mengkoordinasikan pekerjaannya serta bekerja sama untuk menyelesaikan tugas
tersebut.

Model pembelajaran kooperatif mencakup tiga tujuan utama pendidikan: prestasi


akademik, pengembangan keterampilan sosial, dan penyertaan keberagaman. Pembelajaran
kooperatif yaitu kegiatan yang dilakukan secara berkelompok dalam belajar dimana siswa
bekerjasama dan meningkatkan pembelajaran serta dapat melakukan diskusi dengan siswa
lainnya. Salah satu model kolaboratif yang diterapkan dalam meningkatkan dan memvalidasi
hasil belajar matematika adalah pembelajaran kolaboratif tipe Student Team Achievement
Division (STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin di universitas John Hopkin.

Slavin (2007) Menjelaskan Jika strategi STAD adalah bentuk pembelajaran kooperatif
sangat efektif, mudah diterapkan dan sering diimplementasikan. Penerapannya, siswa
dikelompokkan yang terdiri dari empat atau lima kelompok yang berbeda kemampuan, jenis
kelamin, dan ras. Guru memimpin pembelajaran bersama siswa dalam kelompoknya untuk
memastikan semua orang dalam kelompok dapat memahami pelajaran. Terakhir, semua siswa
menjalani tes individu terhadap materi tersebut, di mana siswa tidak dikenankan untuk
membatu.

Nilai ujian dibandingkan nilai rata-rata mereka masing-masing. Poin ini digabungkan
sebagai poin tim, dan tim yang memenuhi ketentuan, akan menerima penghargaan atau
hadiah lainnya. Berdasarkan hal tersebut, penulis ingin melakukan penelitian dengan judul
“Implemtasi Model Pembelajaran STAD Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika
Siswa di SD Negeri 045 Malintang”.

METODE PENELITIAN

Prosedur penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang


dilaksanakan di SD Negeri 045 Malintang Kabupaten Mandailing Natal Kelas III dengan
jumlah siswa 26 yaitu 16 perempuan dan 10 laki – laki. Penelitian ini terdapat 2 siklus
dimana peneliti menggunakan Siklus I dan Siklus II.

Modifikasi dari desain Kemmis dan Mc Taggart (Direktur Pendidikan Nasional,


2005:6). Setiap siklus terdiri dari empat tahap: a) rencana aksi, b) rencana tindakan, c)
Observasi, serta 4) Refleksi.

Langkah-langkah penelitian:
Penelitian direncanakan pada bulan 10 dan 11, yaitu Siklus I dan Siklus II dengan
masing – masing dua kali pertemuan.

Siklus I

a. Perencanaan
Pada langkah ini akan dilakukan hal-hal berikut: 1) Guru memutuskan topik belajar. 2)
Membuat rencana belajar dan jadwal pelaksanaan tindakan. 3) Membuat alat observasi
yang akan digunakan oleh rekan sejawat selama pelaksanaan tindakan dengan desain
penelitian menggunakan model penelitian STAD. 4) Mendesain lembar kinerja belajar.
5) Membuat kunci jawaban untuk lembar soal; 6) RPP dan jadwal pelaksanaan
tindakan disampaikan kepada kepala sekolah untuk meminta persetujuan, dan
bimbingan dalam pelaksanaan tindakan. 7) Mendesain lembar observasi siswa dan
guru serta dokumentasi.

b. Tindakan
Pada langkah ini: 1) Menerapkan penelitian berdasarkan situasi belajar. 2)
mengimplementasikan model pembelajaran STAD, dengan langkah: 1. Guru
mengkomunikasikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa. 2. Guru memberikan
informasi tentang kelas. 3. mengelompokkan siswa kedalam kelompok/tim belajar,
yang tiap tim terdiri dari 4 - 5 siswa. 4. Mendampingi siswa belajar kelompok. 5. Guru
memberikan penilaian dan mengevaluasi. 6. Guru memberikan apresiasi kepada yang
telah memenuhi persyaratan.

c. Observasi/ Pengamatan
Dalam tahap ini, peneliti mengamati dan mencatat kinerja kegiatan pembelajaran,
kelemahan dan aktivitas siswa, serta perbedaan situasi yang diharapkan. Kemudian,
alat observasi, panduan observasi menggunakan model pembelajaran interaktif tipe
STAD. Terakhir, mendiskusikan hasil tersebut dengan teman sejawat.

d. Refleksi
Tugas fase ini adalah mengevaluasi pembelajaran, kegiatan, aktivitas siswa,
kebutuhan, peluang dan implementasi strategi pembelajaran. Sebagai bahan diskusi,
analisis data dan temukan hasil pengembangannya. Kemudian, menilai kelemahan
serta kelebihan strategi yang dilaksanakan. Membahas permasalahan serta kekurangan
kegiatan pada Siklus I. Menyusun tindakan awal dengan matang untuk melanjutkan
Siklus yang ke II.

Siklus II
1. Melakukan Tindakan ke II.
2. Mengoptimalkan penggunaan model pembelajaran STAD pada materi Operasi Hitung
Penjumlahan dan pembagian
3. Observasi pengamatan
Pada bagian ini, peneliti melihat lebih dekat Proses Perilaku 2, Aktivitas, Kesenangan,
dan Motivasi. Catat hasil penyelidikan. Catat hasil perbaikannya, serta dokumentasi.
4. Refleksi
a. Menganalisis data akhir dan format penilaian
b. Menilai hasil akhir.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Tiga pertemuan penelitian dilaksanakan dalam pendidikan matematika: siklus awal,


siklus 1 dan siklus 2. Siklus awal model pembelajaran STAD belum diterapkan, namun
model pembelajaran STAD digunakan pada siklus 1 dan 2 jika hasil belajar matematika tidak
mencapai 80%. Pada siklus awal dilaksanakan pada tanggal 7 November 2023. Tabel 1
menunjukkan hasil belajar matematika siswa setelah penerapan model pembelajaran STAD.

Tabel 1. Persentase Hasil Belajar Matematika pada Siklus awal

Nilai Frekuensi Persentase(%)


70 – 100 10 33,33%
60 – 50 6 43,33%
51 – 40 6 10,00%
41 – 30 4 2%
< 20 0 0%
Jumlah 26 100%

Dari tabel tersebut, terdapat 10 siswa mendapatkan tinggi dengan presentase


(33,33%), 6 siswa mendapat nilai baik dengan presentase 43,33%, dan 6 siswa mendapat nilai
cukup baik dengan presentase 10,00% dan 4 siswa (2%) bernilai cukup. Sedangkan tabel 2
menampilkan persentase ketuntasan belajar siswa.

Tabel 2. Ketuntasan Belajar Matematika Siswa di Siklus Awal

Ketuntasan Belajar siswa Jumlah siswa Persentase


Tuntas 10 33,33%
Belum tuntas 16 66,67%
Jumlah 26 100%

Terdapat 10 orang siswa dinyatakan tuntas sedangkan 16 siswa tidak. Pembelajaran


disiklus awal belum diterapkanya STAD, masih menggunakan metode konvensional dan
memberi contoh. Dari permasalahan ini, maka dilakukan penerapan model pembelajaran
STAD untuk meningkatkan hasil belajar. Melihat aktivasi siswa menunjukkan siswa masih
bingung atau belum memahami sepenuhnya yang dipelajari. Berdasarkan hasil tes, observasi,
dan wawancara, sebaiknya model pembelajaran STAD digunakan untuk meningkatkan hasil
belajar siswa. Pelaksanaan siklus I pada tanggal 10 November 2023. Tabel 3 menunjukkan
hasil belajar siswa setelah penerapan model pembelajaran STAD.

Tabel 3. Persentase Hasil Belajar Matematika Siswa Siklus I

Nilai Frekuensi Persentase


70 – 100 20 82%
60 – 50 4 13%
51 – 40 2 5%
41 – 30 0 0%
< 20 0 0%
Jumlah 26 100%

Ada 20 siswa hasil belajarnya sangat baik dengan persentase 82% dan ada hasil
belajarnya baik. Ada juga 4 siswa dan 6 siswa dengan hasil belajar cukup baik dengan
persentase 13% dan 5%.

Tabel 4. Ketuntasan Belajar Matematika Siswa Siklus I

Ketuntasan Belajar Siswa Jumlah Siswa Persentase


Tuntas 20 95%
Belum Tuntas 6 5%
Jumlah 26 100%

Ada 20 siswa memiliki tingkat penyelesaian 95% tuntas dan 6 siswa memiliki tingkat
presentase 5% belum mencapai ketuntasan. Pembelajaran siklus 1 tampaknya tidak mencapai
tujuan integritas ketuntasan. Dari observasi terlihat beberapa siswa terus berbicara sementara
peneliti menjelaskan. Dalam wawancara dengan siswa seusai pembelajaran, banyak siswa
yang mengatakan bahwa mereka masih melupakan beberapa materi di kelas, termasuk
penjumlahan bilangan, dan diingatkan kembali pada siklus kedua.

Penerapan siklus II pada tanggal 20 November 2023. Terdapat perbaikan perencanaan


dan tindakan untuk melakukan aspersepsi melalui media pembelajaran dan alat peraga berupa
papan pintar pembagian. Sebelum ini, siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok tertentu.
Setelah melakukan apersepsi matematika tentang Operasi Hitung Bilangan dengan Papan
Pintar Pembagian, siswa berbicara dengan teman-teman mereka dari kelompok lain untuk
menjawab pertanyaan peneliti. Peneliti kemudian bertanya kepada mereka tentang cara
mereka menggunakan pembagian pintar. Siswa dan kelompoknya kemudian menyampaikan
atau mempraktekkannya di kelas. Selanjutnya peneliti memberi apresiasi berupa reward
kepada kelompok paling aktif dan benar. Hasil belajar siswa dipaparkan pada Tabel 5
dibawah ini.

Tabel 5. Persentase Hasil Belajar Matematika Siswa di siklus II

Nilai Frekuensi Persentase


70 – 100 24 99%
60 – 50 2 1%
51 – 40 0 0%
41 – 30 0 0%
< 20 0 0%
Jumlah 26 100%

Ada 24 siswa dengan persentase 99% dengan nilai sangat baik dan ada 2 siswa
dengan persentase 1% dengan nilai cukup. Dan pada tabel 6 menampilkan persentase
ketuntasan belajar siswa.

Tabel 6. Ketuntasan Belajar Matematika Siswa Siklus II

Ketuntasan Belajar Siswa Jumlah Siswa Persentase


Tuntas 24 99%
Belum Tuntas 2 1%
Jumlah 26 100%

Terdapat 24 (99%) siswa yang tuntas dan 2 (1%) siswa tidak tuntas. Pembelajaran di
siklus II memang sudah terlihat ada peningkatan dan sudah memenuhi target tuntas. Pada saat
wawancara dilakukan ke siswa, Mereka mengatakan lebih senang belajar ketika adanya
media pembelajaran dan alat peraga sehingga mereka lebih suka praktek langsug tanpa harus
membayangkan. Sedangkan siswa yang tidak tuntas mengatakan jika mereka butuh waktu
perlahan – lahan untuk memahami materinya kembali.
Hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika materi Operasi Hitung Bilangan
dengan beragam pembagian mengalami peningkatan sebagaimana ditampilkan pada gambar

120.00%
100.00%
80.00%
tidak tuntas
60.00%
tuntas
40.00%
20.00%
0.00%
. Prasiklus Siklus 1 Siklus II

Gambar 1. Rata – rata Klasikal Hasil Belajar Matematika Siwa

Dari gambar tesebut disetiap siklus meningkat. Ketuntasan hasil belajar Matematika
pada siklus awal menunjukkan presentase 3,33% sedangkan pada siklus selanjutnya, pada
siklus I meningkat menjadi 95% dan di siklus selanjutnya yaitu siklus II mengalami
peningkatan 99%. Dimana pada siklus II ketuntasan siswa sebanyak 24 siswa dan tidak tuntas
sebanyak 2 siswa.

Peneliti melakukan penelitian dengan dua siklus dan menemukan bahwa adanya
peningkatan hasil belajar siswa kelas III dan aspek sikap sosial, pengetahuan serta
keterampilannya pada pembelajaran Matematika Operasi hitung Bilangan pembagian
menggunakan model pembelajaran STAD. Hal ini berdasarkan temuan penelitian yang
dijelaskan di bawah ini. Hasil Penelitian Perubahan I a. Rencana RPP pertama ini disusun
untuk Kurikulum 2013 berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Tahun 2016. Kerangka tersebut mencakup (a) identitas sekolah (bagian, kelas,
semester, program, program, subprogram, pembelajaran, alokasi waktu), (b) keterampilan
utama, (c) keterampilan inti, (d) indikator, (e) Objektivitas pembelajaran, (f) materi dasar, (g)
strategi, (h) langkah, (i) platform, (j) perangkat, (k) materi pembelajaran dan (l) penilaiannya.

RPP pra siklus dengan siklus I merupakan tahapan pokok kegiatan pembelajaran. RPP
pra siklus menerapkan metode alokasi, sedangkan RPP siklus I menggunakan model
pembelajaran STAD dengan tahapan: (a) memberikan materi, (b) pengelompokan siswa
secara heterogen/kelompok, (c) pembelajaran langsung/kelompok, (d) penilaian/kuis, (e)
pemberian hadiah.
Berdasarkan penjelasan mengenai pembelajaran kolaboratif di atas, peneliti
menyimpulkan bahwa pembelajaran STAD mengacu pada aktivitas antar siswa didalam kelas
yang saling bekerjasama dan membantu dalam mempelajari mata pelajaran untuk mencapai
tujuan yang diinginkan. Siswa ditempatkan dalam kelompok penelitian yang bekerja bersama
berkelompok dalam melakukan tugas. Menurut Wardana, model pembelajaran STAD
menegaskan kolaborasi kelompok. Melalui kerja berkelompok diharap dapat menuntun siswa
dalam mengemukakan tanggapan dan memahami konsep bersama-sama dengan bantuan
temannya. (Nur Syamsu et al., 2019).

KESIMPULAN DAN SARAN


a. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan nilai siswa meningkat setiap siklusnya. Penggunaan
model pembelajaran Koperatif tipe STAD terbukti dapat meningkatkan hasil belajar kelas
III SD Negeri 045 Malintang Kabupaten Mandailing Natal. Hal ini berdasarkan analisis
dan data hasil belajar yang ditunjukkan pada Siklus I Persentase ketuntasan mencapai
95% dengan dengan jumlah siswa 20 orang dari 26 siswa. Pada Siklus II persentase
ketuntasan mencapai 99% dengan jumlah 24 siswa dari 26 siswa.

b. Saran
Berdasarkan pengalaman selama mengadakan penilitian dikelas III SD Negeri 045
Malintang, peneliti memberi saran untuk dapat meningkatkan proses pembelajaran:
a) Agar pembelajaran lebih baik dan efektif, guru diperkenankan mampu menerapkan
metode, model atau teknik pembelajaran yang tepat seperti STAD untuk
meningkatkan hasil belajar.
b) Guru memberikan umpan balik dan reward kepada siswa akan menarik minat belajar
siswa dan tercapainya ketuntasan hasil belajar.
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.

Indonesia, R,R. Direktorat Departement Pendidikan Nasional, 2005:6),

Handayani, R. D., Nandang, N., & Lestari, W. D. (2018). Perbandingan Kemampuan


Komunikasi Matematis Siswa antara yang Menggunakan Metode Pembelajaran
Talking Stick dan Think Talk Write. Mathline: Jurnal Matematika dan Pendidikan
Matematika, 3(2), 151-158.

Hamalik. (2009). Proses Belajar Mengajar. Bandung : Bumi Aksara.

Redja Mudyahardjo, (2010) Pengantar Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara.

Slavin. (2008). Cooperative Lerning: Teori, Riset, dan Praktik. Penerjemah Nurulita Yudron.
Bandung: Nusa Media.

Susanto, A. (2013). Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Penanda
Media Group.

Widiyastuti, N., Senjaya, A. J., & Lestari, W. D. (2019). Perbedaan Kemampuan Koneksi
Matematika pada Materi Segitiga Berdasarkan Jenis Apersepsi Alfa Zone dan
Mathematical Habits of Mind Level Pada Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
STAD. Mathline: Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika, 4(1), 41-48.
Winkel, W. S. (2004). Psikologi Pengajaran. Terjemahan Teori Setiawan. Jakarta:
Media.

Anda mungkin juga menyukai