METODE
Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan jenis Penelitian
Tindakan Kelas yang dilasanakan dalam 4 kali pertemuan. Setting lokasi penelitian dilaksanakan
di kelas IV SDN Mandikapau Barat 2 pada semester I tahun ajaran 2018/2019. Dengan subyek
siswa kelas IV yang berjumlah 16 orang terdiri dari 6 orang laki-laki dan 10 orang perempuan.
Dari 16 siswa hanya ada 3 orang siswa atau sekitar 18,75% yang mencapai Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) sekolah yaitu 65, kemudian siswa yang belum mencapai KKM sebanyak 13
orang siswa atau sekitar 81,25 %. Faktor yang diteliti berupa aktivitas dalam kegiatan yang
dilaksanakan oleh guru dan siswa, serta hasil belajar yang diperoleh siswa. Sedangkan dalam
pengumpulan data kualitatif diperoleh melalui observasi aktivitas guru dan siswa. Analisis data
dalam penelitian ini menggunakan teknik deskriptif analisis dan cross tabulasi dijabarkan dengan
tabel, grafik dan interpretasi dengan persentase.
Faktor aktivitas guru yang diteliti ada delapan aspek, yaitu: a) guru menyampaikan tujuan
dan menjelaskan materi pembelajaran; b) guru membagi siswa dalam beberapa kelompok dan
membagikan nomor kepala; c) guru membagi LKK, membimbing siswa dalam diskusi
kelompok; d) guru membimbing siswa kelingkungan sekolah mengamati tumbuhan; e) guru
melatih siswa berpikir kritis dan membimbing siswa mengerjakan proyek dan tugas; f) guru
membimbing siswa mempresentasikan hasil kerja; g) guru memberikan pertanyaan kepada
kelompok bernomor, dan kelompok lain menanggapi; dan h) guru membimbing siswa membuat
kesimpulan.
Faktor aktivitas siswa yang diteliti ada lima aspek, yaitu: a) aktivitas siswa
memperhatikan cerita yang diajukan oleh guru; b) aktivitas siswa membentuk kelompok dan
memasang nomor kepala; c) aktivitas siswa dalam melakukan diskusi kelompok, d) aktivitas
siswa saat mengerjakan tugas kelompok yang diberikan oleh guru; dan e) aktivitas siswa saat
menjawab pertanyaan.
HASIL
Analisis kecenderungan merupakan perbandingan hasil penelitian yang ada pada
pertemuan 1 sampai 4 dalam analisis hasil penelitian. Perbandingan akan dipaparkan ke dalam
tiga faktor yakni aktivitas yang dilakukan oleh guru, kemudian aktivitas siswa secara
menyeluruh, dan yang terakhir adalah perolehan dari hasil belajar peserta didik.
Dalam penelitian tindakan kelas yang dilakukan pada penelitian ini terjadi beberapa
peningkatan kualitas guru dalam kegiatan pembelajaran dari pertemuan 1 sampai 4 dan hal itu
dapat diperhatikan berdasarkan pada tabel dibawah ini.
Tabel 1 Rekapitulasi Aktivitas Guru
Pertemuan Skor Persentase Klasifikasi
1 20 62,5% Baik
2 27 84,3% Sangat Baik
3 28 87,5% Sangat Baik
4 30 93,8% Sangat Baik
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada pertemuan I aktivitas guru kriteria
sangat baik memperoleh persentase 12,5% meningkat pada pertemuan II menjadi 50%,
kemudian meningkat lagi pada pertemuan III menjadi 75% dan meningkat lagi pada pertemuan
IV menjadi 87,5%. Sedangkan kriteria baik pada pertemuan I dan II memperoleh persentase
37,5%, kemudian pada pertemuan III dan IV menurun menjadi 0%. Kriteria cukup baik pada
pertemuan I memperoleh persentase 37,5%, mengalami penurunan pada pertemuan II menjadi
12,5%, meningkat pada pertemuan III menjadi 37,5% , kemudian menurun pada pertemuan IV
menjadi 12,5%. Pada kriteria kurang aktif di pertemuan I dengan persentase 12,5%, meningkat
pada pertemuan II-IV menjadi 0%. Hal ini disebabkan pada pertemuan IV kategori sangat baik
meningkat sehingga secara signifikan kategori baik dan cukup baik menjadi turun dari pertemuan
sebelumnya.
Selain aktivitas guru yang meningkat, terdapat juga peningkatan aktivitas siswa di setiap
pertemuannya. Peserta didik sudah mulai terbiasa dan tertarik dengan kombinasi model yang
digunakan oleh guru sehingga pembelajaran menjadi lebih menarik, siswa juga terlihat antusias
dalam mengikuti pembelajaran dan cara berfikirnya sudah mulai berkembang. Hasil observasi
aktivitas siswa dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2 Rekapitulasi Aktivitas Siswa
Pertemuan Persentase Kriteria
1 30% Cukup Aktif
2 50% Cukup Aktif
3 70% Aktif
4 80% Sangat Aktif
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui peningkatan aktivitas siswa kriteria sangat aktif dan
aktif dari pertemuan 1 dengan ketuntasan (30%) meningkat sampai pertemuan 4 dengan
ketuntasan klasikal (80%). Pada pertemuan 1 kriteria cukup aktif 20%, kriteria aktif sebesar 50%
dan kriteria sangat aktif sebesar 30%.
Peningkatan ini terlihat karena siswa yang berada di kriteria cukup aktif 20%, kriteria aktif
sebesar 30% dan siswa yang berada pada kriteria sangat aktif sebesar 50% pada pertemuan 2. Hal
ini meningkat pada pertemuan 3, kriteria cukup aktif sebesar 10%, aktif 20% dan kriteria sangat
aktif sebesar 70%. Meningkat lagi pada pertemuan 4, kriteria cukup aktif sebesar 0%, aktif 20%
dan kriteria sangat aktif sebesar 80%.
Aktivitas siswa secara klasikal pada setiap pertemuannya selalu mengalami peningkatan.
Pada pertemuan 1 hanya mencapai persentasi 30%, meningkat menjadi 50% pada pertemuan 2,
terus meningkat menjadi 70% pada pertemuan 3. Selanjutnya mencapai menjadi 80% pada
pertemuan 4.
Sedangkan perolehan hasil belajar siswa mengalami peningkatan pada setiap pertemuan
berdasarkan hasil tes yang sudah dilakukan diakhir pembelajaran didapatkanlah data nilai
keberhasilan belajar siswa pada pertemuan 1 sampai 4 dan dapat diperhatikan pada dibawah ini:
Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Belajar
Dapat dilihat pada tabel di atas bahwa persentase peserta didik yang memiliki perolehan
nilai di bawah KKM sebanyak ≥70 pada pertemuan I yaitu 70%, pada pertemuan II mengalami
penurunan menjadi 30%, kemudian pada pertemuan III dan IV mengalami penurunan lagi
menjadi 0%. Sedangkan untuk persentase siswa yang mendapat nilai di atas KKM (≥70) cukup
bervariasi pada setiap pertemuan. Pada pertemuan I yaitu 30%, meningkat pada pertemuan II
menjadi 50%, meningkat lagi pada pertemuan III menjadi 80% kemudian terus meningkat pada
pertemuan IV menajdi 90%.
30% 30%
Grafik diatas menujukkan bahwa aktivitas guru sangat berpengaruh terhadap aktivitas
siswa dan hasil belajarnya. Apabila aktivitas guru mengalami perbaikan atau kenaikan maka
aktivitas siswa juga akan naik atau meningkat sehingga hasil belajar juga akan memberikan
peningkatan yang baik pada setiap pertemuan. Fakta tersebut dapat kita perhatikan pada aktivitas
guru yang pada pertemuan pertama mendapatkan persentase 62,5%, aktivitas peserta didik pada
pertemuan I mendapatkan perolehan persentase 30% dan ketuntasan hasil belajar secara klasikal
30%. Meningkat pada pertemuan II pada aktivitas guru yaitu 84,3%, aktivitas siswa 50% , dan
perolehan ketuntasan hasil belajar secara klasikal 55%. Pada pertemuan III semakin mengalami
peningkatan, aktivitas guru 87,5%, aktivitas peserta didik 70% ,dan perolehan ketuntasan hasil
belajar secara klasikal menjadi 80%. Serta meningkat pada pertemuan IV yaitu dengan aktivitas
guru 93,8%, aktivitas siswa 80%, dan ketuntasan dari hasil belajar secara klasikal 90%.
PEMBAHASAN
Aktivitas Guru
Bersumber temuan yang telah dipaparkan diatas aktivitas guru dalam melaksanakan
kegiatan belajar mengajar dengan kombinasi model CTL dan NHT mengalami peningkatan
disetiap pertemuannya dan telah berhasil melaksanakan keseluruhan aspek aktivitas yang
melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan sangat baik. Pada pertemuan 1 aktivitas guru
belum terlaksana secara optimal dalam beberapa aspek. Akan tetapi pada pertemuan 4 sudah
sangat baik. Hal ini mengindikasikan bahwa akitivitas guru di setiap pertemuannya terus
mengalami perbaikan sehingga proses pembelajarannya terlaksana sesuai dengan langkah-
langkah pembelajaran yang telah direncanakan.
Peningkatan aktivitas guru ini terjadi karena dengan menggunakan kombinasi model CTL
dan NHT guru dapat menfasilitasi siswa, memberikan materi dan memotivasi siswa dalam
belajar dengan lebih baik. Disamping itu, dengan refleksi yang dilakukan guru, guru dapat
memperbaiki kekurangan atau kelemahan yang dimiliki agar aktivitas guru selalu meningkat dan
kualitas guru juga menjadi semakin baik dalam melaksanakan pembelajaran. Hal ini sejalan
dengan pendapat Rusman (2014:76) yang mengatakan bahwa hal penting terciptanya
pembelajaran yang sukses adalah berhasilnya guru menjalankan pengelolaan kelas yang baik dan
efisien berdasarkan dengan kondisi yang sudah di atur peserta didik.
Seorang guru yang baik menurut Hamalik (2015:161) akan selalu berusaha melaksanakan
pembelajaran yang baik agar tercapainya keberhasilan dalam pembelajaran. Kemudian hal ini
didukung oleh pendapatnya Surianyah, dkk (2014:255) yang mengatakan bahwa untuk mencapai
keberhasilan dalam pembelajaran sangat tergantung pada kualitas guru dalam melaksanakan
proses pembelajaran karena guru sangat memiliki peranan penting untuk membuat siswa berhasil
dalam pembelajaran.
Keberhasilan dalam pembelajaran tentunya sangat tergantung dari seorang guru. Guru
dituntut untuk memiliki kemampuan akademik, menguasai keterampilan mengajar, mengetahui
metode mengajar, model pembelajaran, strategi mengajar, pendekatan, dan mahir dalam
menggunakan media serta mampu menerapkan dengan efesien dan efektif. Pendapat ini
didukung oleh Susanto (2015:13) mengatkan bahwa kualitas pengajaran di sekolah sangat
ditentukan oleh guru dan guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi
suatu strategi pembelajaran. Peningkatan suasana belajar yang baik di dalam kelas adalah bukti
keberhasilan guru dalam memberikan kondisi yang menyenangkan (Metroyadi, 2017).
Dengan penerapan model pembelajaran dan media pembelajaran yang tepat maka proses
pembelajaran akan lebih baik dan pembelajaran bisa menjadi lebih efektif. Seorang guru harus
selalu memiliki keinginan untuk terus mencari dan menggali metode pembelajaran yang dapat
digunakan sebagai model-model baru yang mampu menciptakan suasana yang menyenangkan
dan tidak membosankan serta siswa menggali pengetahuan secara maksimal. Guru memang
selalu dituntut untuk menghasilkan model pembelajaran yang baru dan sesuai dengan kebutuhan
anak di sekolah sehingga mereka akan mempunyai minat dalam mengikuti proses pembelajaran.
Salah satunya adalah menciptakan model pembelajaran yang baru dengan melakukan kombinasi
model-model pembelajaran. Pengkombinasian model-model pembelajaran dimaksudkan dengan
tujuan untuk mengatasi masalah yang dapat menjadikan guru menjadi kurang berinisiatif dalam
mengkreasikan kegiatan-kegiatan tertentu. Hal ini dilakukan untuk menjamin adanya fleksibilitas
sehingga memungkinkan penggunaan model pembelajaran bisa menyesuaikan terhadap situasi
dan kondisi dalam pembelajaran secara lebih baik.
Maka dapat disimpulkan berdasarkan teori dan data yang dipaparkan diatas serta
didukung dengan beberapa hasil penelitian relevan yang terdahulu, maka hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL) dan Number Head Together (NHT) mampu meningkatkan aktivitas guru dalam kegiatan
belajar mengajar.
Aktivitas Siswa
Berdasarkan hasil penelitian peningkatan juga terjadi pada aktivitas siswa dimana
peningkatan tersebut terus terjadi disetiap pertemuanya. Peningkatan ini dapat terjadi karena
guru selalu melakukan refleksi pada akhir pembelajaran. Peningkatan aktivitas siswa juga
disebabkan karena pada saat pembelajaran tidak lepas dari faktor-faktor lain yang
mempengaruhi, misalnya penyesuaian guru terhadap kondisi kelas, penyempurnaan rancangan
kegiatan di beberapa langkah pembelajaran, tindakan refleksi yang dilakukan oleh guru pada
setiap akhir pertemuan dan usaha guru dalam selalu meningkatkan keterampilan dasar
mengajarnya.
Meningkatnya keberhasilan ini dikarenakan pada penggunaan kombinasi model tersebut
menekankan pada kegiatan belajar secara berkelompok. Selain itu, dengan menerapkan
kombinasi model CTL dan NHT, menuntut siswa untuk aktif bergerak melakukan, bekerjasama
dalam kelompok dan membuat siswa tidak bosan ketika mengikuti pelajaran. Kemampuan guru
dalam mengimplementasikan pembelajaran yang berkualitas juga berpengaruh pada peningkatan
aktivitas siswa. Seperti yang diuraikan oleh Suriansyah, dkk (2014:6) mengenai guru
professional yaitu seorang pendidik tidak hanya mampu berperan sebagai pengajar (teacher)
melainkan juga sebagai pelatih (coach), pembimbing (counselor), dan manajer belajar (learning
manager).
Dalam pembelajaran secara kelompok, menurut Surianyah, dkk (2014:255) siswa dapat
saling berbagi informasi, aktif dalam bertanya, bekerja sama dalam mempelajari materi juga
dalam meyelesaikan tugas kelompoknya. Proses pembelajaran yang menekankan pada
pembelajaran kelompok akan membuat siswa belajar bersama dan saling membantu satu sama
lain secara interaktif untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Kemudian
diperkuat oleh pendapatnya Warsono & Hariayanto (2014:161) yang mengatakan bahwa dalam
pembelajaran kolompok para siswa saling berbagi (Sharing) dan bertukar pikiran serta mampu
berargumentasi. Selain itu siswa bisa saling memberikan saran dan masukan kepada
kelompoknya, ketika masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusinya siswa mampu
mengungkapkan pendapatnya serta berdiskusi dan bekerja sama dengan teman kelompoknya,
membantu teman satu kelompoknya dan membuat kesimpulan bersama dari materi yang
dipelajari.
Maka dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa menggunakan
kombinasi model Contextual Teaching and Learning (CTL) dan Number Head Together (NHT)
mampu meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran.
Hasil Belajar
Hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran dengan menggunakan kombinasi model
CTL dan NHT pada IPA, hasilnya meningkat pada setiap siklusnya baik pada pertemuan 1
sampai pertemuan 4 yakni ≥80% siswa mendapat nilai ≥70. Pada pertemuan 1 hasil belajar siswa
sudah cukup baik namun masih ada beberapa siswa yang belum mencapai dari indikator
keberhasilan. Pada pertemuan selanjutnya hasil belajar siswa terus mengalami peningkatan.
Meningkatnya hasil belajar siswa salah satunya disebabkan oleh penggunaan lembar
permasalahan yang diberikan guru dalam pembelajaran. di tahap ini pendidik harus memberikan
beberapa permasalahan yang berkenaan dengan materi yang ada kepada peserta didik untuk
memecahkan permasalahan sesuai dengan caranya masing-masing, sehingga ini akan membuat
kemampuan berpikir siswa akan lebih tinggi. Berkenaan Dalam hal kegiatan kegiatan belajar
mengajar atau kegiatan yang berkaitan dengan instruksional, biasanya pendidik akan sangat
berfokus pada menetapkan yang tujuan dari belajar. Apabila siswa tersebut mampu atau berhasil
sesuai dengan keinginan pendidik dan mencapai tujuan pembelajaran yang sudah dibuat maka
peserta didik itu bisa di katakana mampu dan mengamlami peningkatan serta berhasil dalam
belajar (Susanto, 2015:5).
Model pembelajaran adalah sebuah variasi dari proses mengajar yang dapat dilakukan
oleh setiap guru dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan berfikir dari siswanya,
meningkatkan keikutsertaan siswa dalam melaksanakan pembelajaran sehingga para siswa tidak
merasa jenuh, mampu menciptakan serta merealisasikan kebutuhan peserta didik dalam kegiatan
berpikir, proses memecahkan masalah, dan mengintegrasikan sikap, pengetahuan, dengan
keterampilan (Suriansyah, dkk, 2014).
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pelaksanaan pembelajaran menggunakan
kombinasi model CTL dan NHT telah berjalan dengan sangat baik hal itu karena hasil penelitian
telah sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013 yaitu menjadikan siswa lebih kritis dan kreatif, oleh
sebab itu sangat penting sekali untuk melatihkan keterampilan siswa sekolah dasar dalam
memahami sebuah bacaan (Hilyati, 2017). Model ini juga telah sesuai dengan kondisi ideal dari
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Penelitian yang dilakukan oleh Aslamiah dan
Arrahimi (2016) yang menyatakan bahwa penggunaan model Cooperative Integrated,
Contextual Teaching and Learning (CTL), dikombinaikan dengan Number Head Together
(NHT), dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian lain dilakukan oleh Asniwati, Ari
Hidayat, dan Wahdah Refia Rafianti (2019) menyatakan model Think Pair Share, NHT, dan
Couse Review Horay dapat meningatkan hasil belajar siswa.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan dari hasil analisis pengembangan dan pembahasan tentang penelitian tindakan
kelas yang telah dilakukan peneliti pada siswa IV SDN Mandikapau Barat 2 dapat disimpulkan
sebagai berikut. Pada aktivitas guru yang semula hanya mendapatkan skor 20 pada pertemuan
pertama meningkat menjadi 30 pada pertemuan terakhir. Kemudian pada aktivitas siswa yang
semula 30% meningkat menjadi 80% pada akhir pertemuan. Terakhir pada hasil belajar yang
semula hanya 30% yang mencapai KKM, meningkat menjadi 90% di akhir pembelajaran. Dapat
disimpulkan bahwa penggunaan Contextual Teaching and Learning (CTL) dan Number Head
Together (NHT) pada muatan IPA di kelas IV SDN Mandikapau Barat 2 aktivitas guru, aktivitas
siswa, dan hasil belajar siswa telah mencapai indikator ketuntasan yang telah ditetapkan oleh
peneliti.
Disarankan bagi guru agar dapat menjadikan salah satu pilihan model dalam melaksanakan
pembelajaran didalam kelas, kepada kepala sekolah disarankan agar dapat menjadikan bahan
untuk melakukan pembinaan terhadap guru-guru terutama pada penggunaan model-model
pembelajaran, kepada peneliti lain agar dapat menjadikan salah satu referensi dalam melakukan
penelitian selanjutnya.