Sumber :
Dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan lain merupakan pelaksana utama untuk
pengobatan komplementer alternative secara sinergi dan atau terintegrasi di fasilitas
pelayanan kesehatan. Mereka yang melakukan pengobatan komplementer alternatif, selain
harus memiliki Surat Bukti Registrasi Tenaga Pengobatan Komplementer-Alternatif (SBR-
TPKA) yang dikeluarkan oleh dinas kesehatan provinsi dan Surat Tugas Tenaga Pengobatan
Komplementer-Alternatif (STTPKA) yang dikeluarkan dinas kesehatan kabupaten/kota juga
harus memiliki surat ijin praktik/surat ijin kerja sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Sumber :
- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1109/MENKES/PER/IX/2007
tentang Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer Alternatif di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
Beberapa terapi dan teknis medis alternatif dan komplementer bersifat umum dan
menggunakan proses alami (pernapasan, pikiran dan konsentrasi, sentuhan ringan,
pergerakan, dan lain-lain) untuk membantu individu merasa lebih baik dan beradaptasi.
Meditasi dan pernapasan Sebagian besar teknik meditasi melibatkan pernapasan,
biasanya pernapasan perut yang dalam, relaks, dan perlahan
Sumber :
- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1109/MENKES/PER/IX/2007
tentang Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer Alternatif di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan
- Darma Satria. 2013. COMPLEMENTARY AND ALTERNATIVE MEDICINE (CAM. Idea
Nursing Jurnal. Vol. IV No. 3. ISSN: 2087-2879.
Sumber :
5. Apa saja tahapan dari Trad-CAM agar bisa dijadikan obat klinis?
Agar obat tradisional dapat diterima di pelayanan kesehatan formal/profesi dokter, maka
hasil data empirik harus didukung oleh bukti ilmiah adanya khasiat dan keamanan
penggunaannya pada manusia. Bukti tersebut hanya dapat diperoleh dari penelitian yang
dilakukan secara sistematik. Tahapan pengembangan obat tradisional menjadi fitofarmaka
adalah sebagai berikut.
Seleksi
Sebelum memulai penelitian, perlu dilakukan pemilihan jenis obat tradisional/obat
herbal yang akan diteliti dan dikembangkan. Jenis obat tradisional/obat herbal yang
diprioritaskan untuk diteliti dan dikembangkan adalah :
Diharapkan berkhasiat untuk penyakit yang menduduki urutan atas dalam angka
kejadiannya (berdasarkan pola penyakit)
Berdasarkan pengalaman berkhasiat untuk penyakit tertentu
Merupakan alternatif jarang untuk penyakit tertentu, seperti AIDS dan kanker.
Uji toksisitas :
Uji toksisitas dibagi menjadi uji toksisitas akut, subkronik, kronik, dan uji toksisitas
khusus yang meliputi uji teratogenisitas, mutagenisitas, dan karsinogenisitas. Uji
toksisitas akut dimaksudkan untuk menentukan LD50 (lethal dose50) yaitu dosis yang
mematikan 50% hewan coba, menilai berbagai gejala toksik, spektrum efek toksik pada
organ, dan cara kematian. Uji LD50 perlu dilakukan untuk semua jenis obat yang akan
diberikan pada manusia.
Pada uji toksisitas subkronik obat diberikan selama satu atau tiga bulan, sedangkan
pada uji toksisitas kronik obat diberikan selama enam bulan atau lebih. Uji toksisitas
subkronik dan kronik bertujuan untuk mengetahui efek toksik obat tradisional pada
pemberian jangka lama. Lama pemberian sediaan obat pada uji toksisitas ditentukan
berdasarkan lama pemberian obat pada manusia.
Uji farmakodinamik :
Penelitian farmakodinamik obat tradisional bertujuan untuk meneliti efek
farmakodinamik dan menelusuri mekanisme kerja dalam menimbulkan efek dari obat
tradisional tersebut. Penelitian dilakukan secara in vitro dan in vivo pada hewan coba.
Cara pemberian obat tradisional yang diuji dan bentuk sediaan disesuaikan dengan cara
pemberiannya pada manusia. Hasil positif secara in vitro dan in vivo pada hewan coba
hanya dapat dipakai untuk perkiraan kemungkinan efek pada manusia.
Uji klinik
Uji klinik pada manusia hanya dapat dilakukan apabila obat tradisional/obat herbal
tersebut telah terbukti aman dan berkhasiat pada uji preklinik.
Uji klinik dibagi empat fase yaitu:
Fase I : dilakukan pada sukarelawan sehat, untuk menguji keamanan dan
tolerabilitas obat tradisional
Fase II awal: dilakukan pada pasien dalam jumlah terbatas, tanpa pembanding
Fase II akhir: dilakukan pada pasien jumlah terbatas, dengan pembanding
Fase III : uji klinik definitif, melibatkan kelompok besar pasien, di sini obat baru
dibandingkan efek dan keamanannya terhadap obat pembanding yang sudah
diketahui.
Fase IV : pasca pemasaran,untuk mengamati efek samping yang jarang atau yang
lambat timbulnya.
Untuk obat tradisional yang sudah lama beredar luas di masyarakat dan tidak
menunjukkan efek samping yang merugikan, setelah mengalami uji preklinik dapat
langsung dilakukan uji klinik dengan pembanding. Untuk obat tradisional yang belum
digunakan secara luas harus melalui uji klinik pendahuluan (fase I dan II) guna
mengetahui tolerabilitas pasien terhadap obat tradisional tersebut.
Saat ini belum banyak uji klinik obat tradisional yang dilakukan di Indonesia meskipun
nampaknya cenderung meningkat dalam lima tahun belakangan ini. Kurangnya uji klinik
yang dilakukan terhadap obat tradisional antara lain karena:
Sumber :
- Euis Reni Yuslianti. 2016. Standardisasi Farmasitikal Bahan Alam Menuju Fitofarmaka
Untuk Pengembangan Obat Tradisional Indonesia. Dentika Dental Journal, Vol 19, No. 2,
2016: 179-185.
6. Siapa yang boleh melakukan pelayanan Trad-CAM dan apa apakah ada balai/lembaga/klinik
yang mempraktikan pelayanan Trad-CAM?
Yang boleh melakukan pelayanan Trad-CAM :
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1109/MENKES/PER/IX/2007 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer Alternatif
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Pasal 11 :
Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan hanya dapat mempekerjakan tenaga pengobatan
komplementer alternatif yang memiliki SBR-TPKA (surat bukti registrasi tenaga pengobatan
komplementer-alternatif) dan surat tugas tenaga pengobatan komplementer-alternatif
(st-tpka) dan surat izin kerja tenaga pengobatan komplementer-alternatif (SIK-TPKA)
sesuai dengan ketentuan peraturan ini.
BAB V Pasal 12 :
1) Tenaga pengobatan komplementer alternatif terdiri atas dokter, dokter gigi dan tenaga
kesehatan lainnya yang memiliki pendidikan terstruktur dalam bidang pengobatan
komplementer-alternatif.
2) Tenaga pengobatan komplemneter-alternatif dalam memberikan pengobatan
komplementer-alternatif harus sesuai dengan kompetensi tenaga kesehatan,
pengetahuan dan keterampilan komplementer-alternatif yang dimilikinya.
3) Dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya yang memberikan pelayanan
pengobatan komplementer-alternatif tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan biomedik
maka yang bersangkutan dinyatakan sebagai pengobat tradisional.
Sumber :
7. Apa yang dimaksud dengan obat tradisional (+Contoh dan khasiat bahan dari contohnya)?
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang
secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai
dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Obat tradisional sendiri dibagi menjadi tiga yaitu, jamu, obat herbal terstandar dan
fitofarmaka.
Obat tradisional dibagi menjadi kelompok jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka.
Penggunaan obat tradisional kelompok jamu banyak dikenal dan digunakan oleh
masyarakat. Penggunaan jamu sebagai obat melalui tahapan yang sederhana misalnya
dikeringkan dan direbus dengan cara pengolahan didapatkan secara turun temurun.
Sedangkan, kelompok fitofarmaka merupakan bahan obat alam yang telah dilakukan uji
klinis untuk membuktikan efektivitas dan keamanannya.
Bagian dari tanaman yang dapat dimanfaatkan penggunaannya untuk pengobatan antara
lain, daun, batang, umbi, akar, rimpang, kulit batang, bunga, buah, biji, getah maupun
keseluruhan bagian dari tanaman tersebut. Daun merupakan bagian tumbuhan yang paling
banyak dimanfaatkan untuk obat dibandingkan bagian tumbuhan lainnya.
Produk Jadi Obat Tradisional berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan
Nomor 32 Tahun 2019 Tentang Persyaratan Keamanan dan Mutu Obat Tradisional terdiri
dari obat dalam dan obat luar. Cairan Obat Dalam adalah sediaan Obat Tradisional berupa
minyak, larutan, suspensi atau emulsi, terbuat dari Serbuk Simplisia dan/atau Ekstrak dan
digunakan sebagai obat dalam. Cairan Obat Luar adalah sediaan Obat Tradisional berupa
minyak, larutan, suspensi atau emulsi, terbuat dari Simplisia dan/atau Ekstrak dan
digunakan sebagai obat luar.
Contoh obat tradisional :
JAMU
Khasiat dari bahan kencur :
Secara tradisonal tanaman ini sering digunakan untuk pengobatan diare, migrain dan
meningkatkan energi, dan mengatasi kelelahan. Secara luas juga digunakan di Thailand
untuk pengobatan hipertensi, asma, rematik, gangguan pencernaan, demam, sakit kepala
dan mengurangi rasa nyeri abdomen.
Kandungan : Bagian rimpang kencur paling banyak mengandung alkaloid dan minyak atsiri,
yang terdiri atas sineol, asam sinamat, etil ester, kamphene, paraeumarin dan asam anisat.
Kandungan senyawa yang terdapat didalam rimpang kencur salah satunya adalah Etil
parametoksisinamat (EPMS) senyawa ini merupakan senyawa yang paling besar atau yang
paling banyak jumlahnya yang ada didalam rimpang kencur.
Efek farmakologisnya :
- Aktivitas antijamur
minyak atsiri yang terkandung dalam kencur mampu menghambat pertumbuhan Tricophy-
ton rubrum dengan menggunakan metode difusi agar, media yang digunakan Potato
Dekstrosa Agar (PDA).
- Aktivitas antibakteri
Rimpang kencur yang pernah dilakukan yang hasilnya positif mengandung flavonoid.
Senyawa flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang baik, menghambat banyak reaksi
oksidasi, baik secara enzim maupun non enzim. Flavonoid merupakan golongan terbesar
senyawa fenol. Mekanisme kerja flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara
membentuk senyawa kompleks terhadap protein extraseluler yang mengganggu keutuhan
membran sel bakteri, mengganggu fungsi sel mikroorganisme dan menghambat siklus sel
mikroba. Mekanisme kerja dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak
membran sel tanpa dapat diperbaiki lagi.
- Antiinflamasi
Kandungan flavonoid, saponin dan minyak atsiri memiliki kemampuan sebagai antiinfalmasi
dengan menghambat jalur metabolisme asam arakidonat, pembentukan prostaglandin dan
pelepasan histamin pada radang.
Penggunaan jamu juga tidak hanya terbatas pada jahe saja, rebusan daun berupa simplisia
juga gemar digunakan oleh masyarakat, sebagai salah satu contohnya adalah daun jati
belanda (Guazumae folium) dan daun kemuning (Murrayae folium) yang digunakan sebagai
pengobatan. Secara tradisional rebusan daun jati belanda digunakan untuk menurunkan
berat badan pada kegemukan, dan digunakan oleh masyarakat untuk mengobati
hiperlipidemia dan memperbaiki profil lipid, efek samping yang ditimbulkan juga relatif tidak
begitu besar.
Selain itu, bahan dasar pembuatan jamu yang sering digunakan oleh masyarakat Indonesia,
berasal dari kelompok tanaman rhizomatous medicinal and aromatic yang tersebar di
seluruh Indonesia. Kelompok tanaman tersebut mempunyai khasiat masing-masing,
diantaranya yaitu Curcuma domestica/Curcuma longa atau yang biasa disebut kunyit,
berasal dari satu keluarga dengan jahe Zingiberaceae. Senyawa aktif penyusun utama
tumbuhan ini bermanfaat sebagai antikarsinogenik dengan menginduksi apoptosis sel dan
mengurangi pembelahan sel, sehingga mencegah pertumbuhan sel kanker. Selain itu,
senyawa tersebut menekan karsinogenesis di hati, ginjal, usus besar, dan payudara secara in
vitro dan in vivo.
Sumber :
- Mochamad Reiza Adiyasa. Pemanfaatan obat tradisional di Indonesia: distribusi dan
faktor demografis yang berpengaruh. Jurnal Biomedika dan Kesehatan. Vol. 4 No. 3
September 2021.
- Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor :
HK.00.05.41.1384 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat
Herbal Terstandar dan Fitofarmaka.
8. Bagaimana kriteria-kriteria obat tradisional dan syarat apa saja yang harus terpenuhi agar
obat herbal terstandarisasi?
PERBEDAAN DARI JAMU, OHT DAN FITOFARMAKA :
Kriteria aman sesuai dengan Aman, Klaim khasiat Aman, Klaim khasiat
persyaratan yang secara ilmiah, secara ilmiah, melalui
khusus untuk itu; melalui uji pra-klinik, uji pra-klinik dan klinik,
klaim khasiat Memenuhi Memenuhi persyaratan
dibuktikan persyaratan mutu mutu yang berlaku,
berdasarkan data yang berlaku , Telah Telah dilakukan
empiris yang ada; dan dilakukan standardisasi
memenuhi standardisasi bahanbakuyang
persyaratan mutu terhadap bahan baku digunakan dalam
yang khusus untuk itu. yang digunakan produk jadi.
dalam produk jadi.
Kode Nomor Kode Nomor Izin Edar Kode Nomor Izin Kode Nomor Izin Edar
Izin Edar Produk Jamu yaitu Edar Produk OHT Produk Fitofarmaka
TR123456789 (9 digit yaitu HT123456789 yaitu FF123456789 (9
angka) (9 digit angka) digit angka)
Contoh Jamu Sirna Karang Diapet, Fitolac, Stimuno, Rheumaneer.
(Cap Jago), Jamu Kiranti Sehat Datang
Gempur Batu (Air Bulan, Lelap, Tolak
Mancur), Jamu Beras Angin
Kencur
Pasal 2 :
Obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang dibuat dan atau diedarkan di
wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar dari Kepala Badan.
Pasal 4 :
Untuk dapat memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 obat tradisional, obat
herbal terstandar dan fitofarmaka harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang memenuhi persyaratan
mutu, keamanan dan kemanfaatan / khasiat;
b. dibuat sesuai dengan ketentuan tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional
yang Baik atau Cara Pembuatan Obat yang Baik yang berlaku;
c. penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin
penggunaan obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka secara tepat,
rasional dan aman sesuai dengan hasil evaluasi dalam rangka pendaftaran.
Pasal 34
a. intravaginal;
b. tetes mata;
c. parenteral;
d. supositoria, kecuali digunakan untuk wasir.
Obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka dalam bentuk sediaan cairan obat
dalam tidak boleh mengandung etil alkohol dengan kadar lebih besar dari 1% (satu persen),
kecuali dalam bentuk sediaan tingtur yang pemakaiannya dengan pengenceran.
Intravaginal;
tetes mata;
parenteral; dan
suppositoria, kecuali digunakan untuk wasir.
Bagian tanaman, hewan atau mineral yang dilarang penggunaanya sebagai bahan obat
tradisional, dapat dilihat pada daftar sebagai berikut :
TANAMAN
Hewan :
Bufo vulgaris/Samsu/Kodok kerok
Lytta vesicatoris/Cantharis
Mineral
C. Cek Nomor Izin Edar Kode Nomor Izin Edar produk Obat Tradisional adalah POM
TR/TI/TL/ HT/FF + 9 digit angka dengan keterangan: TR: Produk Obat Tradisional Lokal TI:
Produk Obat Tradisional Impor TL: Produk Obat Tradisional Lisensi HT: Herbal Terstandar
FF: Fitofarmaka. Cek Ijin Edar POM TR/TI/TL/HT/FF + 9 digit dapat menggunakan aplikasi
cek BPOM dan BPOM mobile yang dapat diunduh melalui Google Playstore.
Obat tradisional tanpa izin edar
Undang-Undang No. 36 tahun 2009 pasal 197 menyebutkan, “Setiap orang yang dengan
sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang
tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp.1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah)”. Dikecualikan tidak wajib memiliki
izin edar untuk obat tradisional adalah: - Obat tradisional yang dibuat oleh Usaha Jamu
Racikan dan Usaha Jamu Gendong - Simplisia dan sediaan galenik untuk keperluan industri
dan keperluan layanan pengobatan tradisional - Obat tradisional yang digunakan untuk
penelitian, sampel untuk registrasi dan pameran, dalam jumlah terbatas dan tidak
diperjualbelikan.
Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 34 Tahun 2018 Tentang Pedoman
Cara Pembuatan Obat Yang Baik Obat tradisional merupakan suatu produk yang sudah
sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. Cara Pembuatan Obat yang Baik yang
selanjutnya disingkat CPOB adalah cara pembuatan obat dan/atau bahan obat yang
bertujuan untuk memastikan agar mutu obat dan/atau bahan obat yang dihasilkan dengan
persyaratan dan tujuan penggunaan. Pedoman CPOB wajib menjadi acuan bagi industri
farmasi dan sarana yang melakukan kegiatan pembuatan obat dan bahan obat. Untuk
melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang dapat merugikan kesehatan, maka perlu
dicegah beredarnya obat tradisional yang tidak menjamin persyaratan mutu. Pengawasan
mutu adalah bagian dari CPOB yang mencakup pengambilan sampel, spesifikasi dan
pengujian, serta mencakup organisasi, yang diperlukan dan relavan telah dilakukan.
Pemerintah melalui Badan POM melakukan pengawasan produksi, distribusi, serta import
obat tradisional demi melindungi masyarakat dari produk yang tidak aman bagi keshatan.
Pengawasan ini dilakukan mulai dari persyatratan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang
Baik (CPOTB), persyaratan administrasi/teknis pada saat pendaftaran (pre marketing
evaluation / product safety evaluation) sampai ke pengawasan sesudah produk beredar di
masyarakat. Pengawasan sesudah produk beredar dilakukan dengan sampling produk secara
berkala (post marketing surveillance) maupun inspeksi pada sarana produksi untuk
memantau apakah produsen obat tradisional masih melakukan pembuatan sesuai CPOTB.
Dengan demikian, produk obat tradisional dibuat sesuai ketentuan yang berlaku yaitu
memenuhi syaratsyarat CPOTB, bermutu dan aman digunakan.
CPOTB berfungsi untuk memastikan bahwa Obat Tradisional yang dibuat dikendalikan secara
konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan
persyaratan keamanan/mutu.
Public Warning Obat Tradisional adalah informasi tentang produk Obat Tradisional (OT)
yang tidak layak dikonsumsi dalam rangka melindungi masyarakat dari produk yang tidak
aman, tidak bermanfaat dan tidak bermutu. Produk obat tradisional yang tercantum dalam
public warning utamanya karena pada produk tersebut terkandung Bahan Kimia Obat (BKO)
atau produk Tanpa Izin Edar (TIE). Salah satu cara yang dilakukan Badan POM dalam rangka
melindungi masyarakat dari produk yang tidak aman adalah dengan mengeluarkan “Public
Warning.” Obat Tradisional yang dicantumkan ke dalam public warning adalah yang
mengandung bahan kimia obat dan telah diperintahkan untuk ditarik dari peredaran. Public
Warning Obat Tradisional (PW OT) merupakan aplikasi berbasis ponsel pintar (smartphone)
yang dikembangkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan. Aplikasi E-Public Warning
Obat Tradisional & Suplemen Kesehatan dapat didownload gratis melalui Aplikasi di Google
Playstore. Aplikasi ini menampilkan data produk Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan
yang telah ditarik dari peredaran karena mengandung bahan kimia obat. Produk-produk
yang tercantum dalam aplikasi Public Warning.
Sumber :
- Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor :
HK.00.05.41.1384 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat
Herbal Terstandar dan Fitofarmaka.
- BPOM. 2021. Cerdas Memilih Dan Menggunakan Obat Tradisional yang Aman.
9. Apa yang dimaksud dengan OMAI dan apa yang termasuk di dalamnya?
Obat bahan alam asli Indonesia yang sudah memiliki bukti ilmiah terkait khasiat dan
keamanan nya Obat Modern Asli Indonesia (OMAI)
OMAI terdiri atas :
OHT (obat herbal terstandar)
Adalah sediaan obat bahan alam yang telah distandarisasi bahan bakunya (bahan baku
yang digunakan dalam produk jadi), telah memenuhi persyaratan aman dan mutu sesuai
dengan persyaratan yang berlaku serta klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/praklinik.
Atau merupakan pengembangan obat bahan alam Indonesia yang telah terstandar
kandungan bahannya dengan khasiat yang telah dibuktikan secara uji praklinik.
Fitofarmaka
Adalah sedian obat bahan alam yang tekah distandarisasi bahan baku dan produk
jadinya, telah memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan persyaratan yang berlaku,
status keamanan dan khasiatnya telah dibuktikan melalui uji klinik.
Atau obat bahan alam yang telah melalui pembuktian uji prakilnik dan uji klinik serta
telah terstandar kandungan bahannya.
Meningkatnya kasus COVID- 19 saat ini dan belum adanya obat pencegahan maupun terapi
untuk COVID-19, mendorong penggunaan obat bahan alam sebagai salah satu upaya dalam
menghadapi COVID 19 di Indonesia. Tidak semua produk OHT dan FF dapat digunakan dalam
kondisi pandemi COVID-19. Pemanfaatan produk OHT dan FF dalam menghadapi COVID-19,
bertujuan untuk menjaga daya tahan tubuh sebagai bagian dari upaya preventif dan upaya
meringankan atau meredakan gejala penyakit. Saat ini, belum ada obat bahan alam baik OHT
dan FF yang disetujui untuk mengobati COVID-19.
Beberapa produk OHT maupun FF yang dapat digunakan pada masa pandemi saat ini, antara
lain adalah:
Produk OHT dengan khasiat
memelihara daya tahan tubuh,
Membantu memelihara kesehatan badan
Meredakan gejala masuk angin seperti rasa meriang, rasa mual, perut kembung,
keluar keringat dingin, kepala pusing dan capek-capek serta melegakan
tenggorokan, meredakan batuk.
Membantu meredakan batuk. Membantu melegakan tenggorokan
Membantu meringankan gejala pilek yang disertai sakit tenggorokan
Sumber :
- Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2020. Informatorium Obat Modern Asli Indonesia
(OMAI) di Masa Pandemi COVID-19.