Anda di halaman 1dari 22

Learning Issues :

1. Apa saja perbedaan pengobatan konvensional dan pengobatan komplementer alternatif?


Complementary and Alternatif Medicine (CAM) didefinisikan oleh National Center of
Complementary and Alternatif Medicine sebagai berbagai macam pengobatan, baik praktik
maupun produk pengobatan yang bukan merupakan bagian pengobatan konvensional.
Perbedaan antara CAM dan Pengobatan konvensional :
1) Pada banyak negara CAM merupakan pengobatan privat dan tidak terintegrasi dengan
petugas medis.
2) Penyedia jasa CAM umumnya tidak terdidik secara medis, dan umumnya bukan dokter
yang telah menempuh pendidikan medis.
3) Penyedia CAM memiliki perizinan dan aturan mereka sendiri dan terpisah dengan
aturan/perizinan medis.
4) Efektivitas dan keamanan dari berbagai macam CAM sedikit sekali yang diteliti, sering
merupakan pengobatan ortodok dan tidak terbukti secara ilmiah seperti pengobatan
konvensional.
5) Pendanaan riset CAM kecil, jauh dibandingkan dengan pengobatan konvensional.
6) CAM kurang saintifikasi jika dibandingkan dengan pengobatan konvensional.
7) CAM diklaim lebih holistik, sekaligus memiliki keuntungan terhadap mental, psikologis,
spiritual dan sosial sehingga tidak diperlukan pembuktian seperti pengobatan
konvensional.

Sumber :

- Darma Satria. 2013. COMPLEMENTARY AND ALTERNATIVE MEDICINE (CAM). Idea


Nursing Jurnal. Vol. IV No. 3. ISSN: 2087-2879.

2. Apa yang dimaksud dengan Trad-CAM?


Trad CAM :
Penyelenggaraan pengobatan komplementer alternatif diatur dalam Permenkes no. 1109
tahun 2007 yang menyatakan pengobatan komplementer alternatif adalah pengobatan non
konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi
upaya promotif, kuratif, preventif dan rehabilitative yang diperoleh melalui pendidikan
terstruktur dengan kualitas, keamanan dan efektivitas yang tinggi berlandaskan ilmu
pengetahuan biomedik tetapi belum diterima dalam kedokteran konvensional.

Dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan lain merupakan pelaksana utama untuk
pengobatan komplementer alternative secara sinergi dan atau terintegrasi di fasilitas
pelayanan kesehatan. Mereka yang melakukan pengobatan komplementer alternatif, selain
harus memiliki Surat Bukti Registrasi Tenaga Pengobatan Komplementer-Alternatif (SBR-
TPKA) yang dikeluarkan oleh dinas kesehatan provinsi dan Surat Tugas Tenaga Pengobatan
Komplementer-Alternatif (STTPKA) yang dikeluarkan dinas kesehatan kabupaten/kota juga
harus memiliki surat ijin praktik/surat ijin kerja sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

Jenis pelayanan pengobatan Komplementer Alternatif berdasarkan Permenkes RI, Nomor:


1109/Menkes/Per/2007 adalah : Sistem pelayanan pengobatan alternative meliputi :
Akupuntur, akupresur, naturopati, homeopati, aromaterapi, ayurveda . Intervensi tubuh dan
pikiran (mind and body interventions) seperti: Hipnoterapi, meditasi, penyembuhan
spiritual, doa, dan yoga. Cara penyembuhan manual seperti: Chiropractice, healing touch,
shiatsu, osteopati, pijat urut. Pengobatan farmakologi dan biologi seperti: Jamu, herbal, dan
gurah. Diet dan nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan seperti: diet makro dan mikro
nutrient. Cara lain dalam diagnose dan pengobatan meliputi: terapi ozon, hiperbarik.
Beberapa pengobatan alternatif yang berkembang antara lain akupuntur, hipnotherapi,
hiperbarik, terapi musik, ayur weda dan sebagainya.

Sumber :
- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1109/MENKES/PER/IX/2007
tentang Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer Alternatif di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.

3. Apa saja jenis-jenis pengobatan komplementer alternative?


Pengobatan komplementer alternatif dilakukan sebagai upaya pelayanan yang
berkesinambungan mulai dari peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit
(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan atau pemulihan kesehatan (rehabilitative).

Beberapa terapi dan teknis medis alternatif dan komplementer bersifat umum dan
menggunakan proses alami (pernapasan, pikiran dan konsentrasi, sentuhan ringan,
pergerakan, dan lain-lain) untuk membantu individu merasa lebih baik dan beradaptasi.
Meditasi dan pernapasan  Sebagian besar teknik meditasi melibatkan pernapasan,
biasanya pernapasan perut yang dalam, relaks, dan perlahan

Jenis-jenis terapi Komplementer sesuai PERMENKES No: 1109/Menkes/Per/IX/2007, antara


lain:
 Intervensi tubuh dan pikiran (mind and body interventions) intervensi dengan teknik
untuk memfasilitasi kapasitas berpikir yang mempengaruhi gejala fisik dan fungsi
berpikir yang mempengaruhi fisik dan fungsi tubuh, meliputi : Hipnoterapi, Mediasi,
Penyembuhan spiritual, doa dan yoga, terapi musik.
 Sistem pelayanan pengobatan alternatif yaitu sistem pelayanan kesehatan yang
mengembangkan pendekatan pelayanan biomedi, meliputi: Akupuntur, Akupresur,
Naturopati, Homeopati, aromaterapi, ayurveda.
 Cara penyembuhan manual meliputi: chiropractice, healing touch, tuina, shiatsu,
osteopati, pijat urut
 Pengobatan farmakologi dan biologi, yaitu natural dan praktik biologis dan hasil-hasilya
misalnya herbal, dan makanan, meliputi: jamu, herbal, gurah
 Diet dan nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan meliputi: diet makro nutrient, mikro
nutrient
 Cara lain dalam diagnosa dan pengobatan meliputi: terapi ozon, hiperbarik.
 Akupuntur  Metode yang berasal dari Cina ini diperkirakan sangat bermanfaat dalam
mengatasi berbagai kondisi kesehatan tertentu dan juga sebagai analgesi (pereda nyeri).
Pada akupuntur ini terdapat QI (Chi) energy yang berjalan melalui 72 meridian di tubuh.
Pada terapi ini menggunakan media jarum yang digunakan pada titik akupuntur pada
meridian untuk mengembalikan aliran qi.
 Terapi hiperbarik, yaitu suatu metode terapi dimana pasien dimasukkan ke dalam
sebuah ruangan yang memiliki tekanan udara 2 – 3 kali lebih besar daripada tekanan
udara atmosfer normal (1 atmosfer), lalu diberi pernapasan oksigen murni (100%).
 Terapi hiperbarik misalnya, umumnya digunakan untuk pasien – pasien dengan gangren
supaya tidak perlu dilakukan pengamputasian bagian tubuh. Terapi herbal, berfungsi
dalam meningkatkan daya tahan tubuh. Sementara, terapi akupunktur berfungsi
memperbaiki keadaan umum, meningkatkan sistem imun tubuh, mengatasi konstipasi
atau diare, meningkatkan nafsu makan serta menghilangkan atau mengurangi efek
samping yang timbul akibat dari pengobatan kanker itu sendiri, seperti mual dan
muntah, fatigue (kelelahan) dan neuropati.
 Yoga: Memberi kekuatan kehidupan dari keseimbangan dan aliran, Melatih konsentrasi,
kekuatan, fleksible, gerakan simbolik, Melatih pernafasan, gerakan dan postur
 Tai Chi: a. Membantu aliran qi atau energy di tubuh, Digunakan dalam program
rehabilitasi kardiak, dapat menurunkan tekanan darah.
 Aromaterapi digunakan dengan cara di cium, tetapi bisa juga dengan kompres, mandi
atau topical. Contoh beberapa aromaterapi sebagai berikut :
 Lavender, akan membantu relaksasi dan tidur
 Peppermint, menstimulasi dan konsentrasi
 Tea tree, mengobati gangguan kulit
 Chamomile, relaksasi
 Lemon, membantu tidur/ mengurangi insomnia, mengatasi ganguan pencernaan.

Sumber :
- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1109/MENKES/PER/IX/2007
tentang Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer Alternatif di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan
- Darma Satria. 2013. COMPLEMENTARY AND ALTERNATIVE MEDICINE (CAM. Idea
Nursing Jurnal. Vol. IV No. 3. ISSN: 2087-2879.

4. Apa saja dasar hukum dari penyelenggaran Trad-CAM?


Adapun dasar hukum dari penyelenggaraan pengobatan tradisional alternatif di Indonesia
adalah sebagai berikut.
 Kepmenkes No. 1076/ 2003 tentang penyelenggaraan pengobatan tradisional (battra)
 Kepmenkes No. 1109/ 2007 tentang pengobatan komplementer alternatif, merupakan
pengaturan cara pengobatan tradisional pada pelayanan kesehatan formal,
dokter/dokter gigi, dan battra.
 UU No. 36 Tahun 2009, pada Pasal 48 dinyatakan: “Pelayanan kesehatan tradisional
merupakan bagian dari penyelenggaraan upaya kesehatan”
 Pasal 59- 61 mengatur tentang pelayanan kes hatan tradisional, jenis pelayanan ke
sehatan tradisional, pembinaan dan pengawasan, serta pengembangan. Pasal 101
dinyatakan, “Sumber obat tradisional yang sudah terbukti berkhasiat dan aman
digunakan dalam pencegahan, pengobatan, perawatan, dan atau pemeliharaan
kesehatan, tetap dijaga kelestariannya.”
 Permenkes No. 003/ 2010 tentang saintifikasi Jamu, yang mengatur tentang perlunya
pembuktian ilmiah obat tradisional melalui penelitian berbasis pelayanan (dual system),
serta pemanfaatan obat tradisional untuk tujuan promotif dan preventif (pemelih araan
kesehatan dan kebugaran) kuratif (mengobati penyakit), dan paliatif (meningkatkan
kualitas hidup.

Sumber :

- Darma Satria. 2013. COMPLEMENTARY AND ALTERNATIVE MEDICINE (CAM. Idea


Nursing Jurnal. Vol. IV No. 3. ISSN: 2087-2879.

5. Apa saja tahapan dari Trad-CAM agar bisa dijadikan obat klinis?
Agar obat tradisional dapat diterima di pelayanan kesehatan formal/profesi dokter, maka
hasil data empirik harus didukung oleh bukti ilmiah adanya khasiat dan keamanan
penggunaannya pada manusia. Bukti tersebut hanya dapat diperoleh dari penelitian yang
dilakukan secara sistematik. Tahapan pengembangan obat tradisional menjadi fitofarmaka
adalah sebagai berikut.
 Seleksi
Sebelum memulai penelitian, perlu dilakukan pemilihan jenis obat tradisional/obat
herbal yang akan diteliti dan dikembangkan. Jenis obat tradisional/obat herbal yang
diprioritaskan untuk diteliti dan dikembangkan adalah :
 Diharapkan berkhasiat untuk penyakit yang menduduki urutan atas dalam angka
kejadiannya (berdasarkan pola penyakit)
 Berdasarkan pengalaman berkhasiat untuk penyakit tertentu
 Merupakan alternatif jarang untuk penyakit tertentu, seperti AIDS dan kanker.

 Uji preklinik, terdiri atas uji toksisitas dan uji farmakodinamik


Uji preklinik dilaksanakan setelah dilakukan seleksi jenis obat tradisional yang akan
dikembangkan menjadi fitofarmaka. Uji preklinik dilakukan secara in vitro dan in vivo
pada hewan coba untuk melihat toksisitas dan efek farmakodinamiknya. Bentuk sediaan
dan cara pemberian pada hewan coba disesuaikan dengan rencana pemberian pada
manusia. Menurut pedoman pelaksanaan uji klinik obat tradisional yang dikeluarkan
Direktorat Jenderal POM Departemen Kesehatan RI hewan coba yang digunakan untuk
sementara satu spesies tikus atau mencit, sedangkan WHO menganjurkan pada dua
spesies.Uji farmakodinamik pada hewan coba digunakan untuk memprediksi efek pada
manusia, sedangkan uji toksisitas dimaksudkan untuk melihat keamanannya.

Uji toksisitas :
Uji toksisitas dibagi menjadi uji toksisitas akut, subkronik, kronik, dan uji toksisitas
khusus yang meliputi uji teratogenisitas, mutagenisitas, dan karsinogenisitas. Uji
toksisitas akut dimaksudkan untuk menentukan LD50 (lethal dose50) yaitu dosis yang
mematikan 50% hewan coba, menilai berbagai gejala toksik, spektrum efek toksik pada
organ, dan cara kematian. Uji LD50 perlu dilakukan untuk semua jenis obat yang akan
diberikan pada manusia.

Pada uji toksisitas subkronik obat diberikan selama satu atau tiga bulan, sedangkan
pada uji toksisitas kronik obat diberikan selama enam bulan atau lebih. Uji toksisitas
subkronik dan kronik bertujuan untuk mengetahui efek toksik obat tradisional pada
pemberian jangka lama. Lama pemberian sediaan obat pada uji toksisitas ditentukan
berdasarkan lama pemberian obat pada manusia.

Uji toksisitas khusus dilakukan secara selektif bila :


 Obat tradisional berisi kandungan zat kimia yang potensial menimbulkan efek
khusus seperti kanker, cacat bawaan.
 Obat tradisional potensial digunakan oleh perempuan usia subur
 Obat tradisional secara epidemiologik diduga terkait dengan penyakit tertentu
misalnya kanker.
 Obat digunakan secara kronik.

Uji farmakodinamik :
Penelitian farmakodinamik obat tradisional bertujuan untuk meneliti efek
farmakodinamik dan menelusuri mekanisme kerja dalam menimbulkan efek dari obat
tradisional tersebut. Penelitian dilakukan secara in vitro dan in vivo pada hewan coba.
Cara pemberian obat tradisional yang diuji dan bentuk sediaan disesuaikan dengan cara
pemberiannya pada manusia. Hasil positif secara in vitro dan in vivo pada hewan coba
hanya dapat dipakai untuk perkiraan kemungkinan efek pada manusia.

 Standarisasi sederhana, penentuan identitas dan pembuatan sediaan terstandar


Pada tahap ini dilakukan standarisasi simplisia, penentuan identitas, dan menentukan
bentuk sediaan yang sesuai. Bentuk sediaan obat herbal sangat mempengaruhi efek
yang ditimbulkan. Bahan segar berbeda efeknya dibandingkan dengan bahan yang telah
dikeringkan. Proses pengolahan seperti direbus, diseduh dapat merusak zat aktif
tertentu yang bersifat termolabil. Sebagai contoh tanaman obat yang mengandung
minyak atsiri atau glikosida tidak boleh dibuat dalam bentuk decoct karena termolabil.
Demikian pula prosedur ekstraksi sangat mempengaruhi efek sediaan obat herbal yang
dihasilkan. Ekstrak yang diproduksi dengan jenis pelarut yang berbeda dapat memiliki
efek terapi yang berbeda karena zat aktif yang terlarut berbeda. Sebagai contoh daun
jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk) memiliki tiga jenis kandungan kimia yang diduga
berperan untuk pelangsing yaitu tanin, musilago, alkaloid. Ekstraksi yang dilakukan
dengan etanol 95% hanya melarutkan alkaloid dan sedikit tanin, sedangkan ekstraksi
dengan air atau etanol 30% didapatkan ketiga kandungan kimia daun jati belanda yaitu
tanin, musilago, dan alkaloid tersari dengan baik.

 Uji klinik
Uji klinik pada manusia hanya dapat dilakukan apabila obat tradisional/obat herbal
tersebut telah terbukti aman dan berkhasiat pada uji preklinik.
Uji klinik dibagi empat fase yaitu:
 Fase I : dilakukan pada sukarelawan sehat, untuk menguji keamanan dan
tolerabilitas obat tradisional
 Fase II awal: dilakukan pada pasien dalam jumlah terbatas, tanpa pembanding
 Fase II akhir: dilakukan pada pasien jumlah terbatas, dengan pembanding
 Fase III : uji klinik definitif, melibatkan kelompok besar pasien, di sini obat baru
dibandingkan efek dan keamanannya terhadap obat pembanding yang sudah
diketahui.
 Fase IV : pasca pemasaran,untuk mengamati efek samping yang jarang atau yang
lambat timbulnya.

Untuk obat tradisional yang sudah lama beredar luas di masyarakat dan tidak
menunjukkan efek samping yang merugikan, setelah mengalami uji preklinik dapat
langsung dilakukan uji klinik dengan pembanding. Untuk obat tradisional yang belum
digunakan secara luas harus melalui uji klinik pendahuluan (fase I dan II) guna
mengetahui tolerabilitas pasien terhadap obat tradisional tersebut.

Saat ini belum banyak uji klinik obat tradisional yang dilakukan di Indonesia meskipun
nampaknya cenderung meningkat dalam lima tahun belakangan ini. Kurangnya uji klinik
yang dilakukan terhadap obat tradisional antara lain karena:

 Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk melakukan uji klinik


 Uji klinik hanya dapat dilakukan bila obat tradisional telah terbukti berkhasiat dan aman
pada uji preklinik
 Perlunya standardisasi bahan yang diuji
 Sulitnya menentukan dosis yang tepat karena penentuan dosis berdasarkan dosis
empiris, selain itu kandungan kimia tanaman tergantung pada banyak faktor.
 Kekuatiran produsen akan hasil yang negatif terutama bagi produk yang telah laku di
pasaran

Sumber :
- Euis Reni Yuslianti. 2016. Standardisasi Farmasitikal Bahan Alam Menuju Fitofarmaka
Untuk Pengembangan Obat Tradisional Indonesia. Dentika Dental Journal, Vol 19, No. 2,
2016: 179-185.

6. Siapa yang boleh melakukan pelayanan Trad-CAM dan apa apakah ada balai/lembaga/klinik
yang mempraktikan pelayanan Trad-CAM?
Yang boleh melakukan pelayanan Trad-CAM :
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1109/MENKES/PER/IX/2007 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer Alternatif
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Pasal 11 :
Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan hanya dapat mempekerjakan tenaga pengobatan
komplementer alternatif yang memiliki SBR-TPKA (surat bukti registrasi tenaga pengobatan
komplementer-alternatif) dan surat tugas tenaga pengobatan komplementer-alternatif
(st-tpka) dan surat izin kerja tenaga pengobatan komplementer-alternatif (SIK-TPKA)
sesuai dengan ketentuan peraturan ini.

BAB V Pasal 12 :
1) Tenaga pengobatan komplementer alternatif terdiri atas dokter, dokter gigi dan tenaga
kesehatan lainnya yang memiliki pendidikan terstruktur dalam bidang pengobatan
komplementer-alternatif.
2) Tenaga pengobatan komplemneter-alternatif dalam memberikan pengobatan
komplementer-alternatif harus sesuai dengan kompetensi tenaga kesehatan,
pengetahuan dan keterampilan komplementer-alternatif yang dimilikinya.
3) Dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya yang memberikan pelayanan
pengobatan komplementer-alternatif tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan biomedik
maka yang bersangkutan dinyatakan sebagai pengobat tradisional.

Balai/Lembaga/klinik yang mempraktekan pelayanan Trad-CAM :


 Menteri kesehatan telah mengarahkan bahwa RS pendidikan harus melayani
pengobatan komplementer-tradisional
 Sebanyak 56 rumah sakit (RS) di 18 provinsi sudah melayani pengobatan non
konvensional seperti pengobatan alternatif atau herbal tradisional disamping
pengobatan medis konvensional
 Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jendral Bina Pelayanan Medik telah ditetapkan
12 Rumah Sakit Pendidikan yang melaksanakan pelayanan pengobatan komplementer
tradisional alternatif- seperti RS Kanker Dharmais Jakarta, RSUP Persahabatan Jakarta,
RSUD Dr. Soetomo Surabaya, RSUD Prof. Dr. Kandau Manado, RSUP Sanglah Denpasar,
RSUP Dr. Wahidin Sudiro Husodo Makassar, RS TNI AL Mintoharjo Jakarta, RSUD Dr.
Pringadi Medan, RSUD Saiful Anwar Malang, RS Orthopedi Prof DR. R. Soeharso Solo,
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, RSUP Dr. Suraji Tirtonegoro Klaten.
 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional
(B2P2TOOT)  melaksanakan penelitian dan pengembangan tanaman obat dan obat
tradisional.
Permenkes No. 003 tahun 2010 pada tanggal 4 Januari 2010 Tentang Saintifikasi JAMU
dalam Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan. Sejak tahun 2010, B2P2TOOT
memprioritaskan pada Saintifikasi Jamu, dari hulu ke hilir, mulai dari riset
etnofarmakologi tumbuhan obat dan Jamu, pelestarian, budidaya, pascapanen, riset
praklinik, riset klinik, teknologi, manajemen bahan Jamu, pelatihan iptek, pelayanan
iptek, dan diseminasi sampai dengan peningkatan kemandirian masyarakat.

Sumber :

- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1109/MENKES/PER/IX/2007


tentang Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer Alternatif di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan

7. Apa yang dimaksud dengan obat tradisional (+Contoh dan khasiat bahan dari contohnya)?
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang
secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai
dengan norma yang berlaku di masyarakat.

Ciri dari obat tradisional yaitu :


 bahan bakunya masih berupa simplisia yang sebagian besar belum mengalami
standardisasi dan belum pernah diteliti.
 Bentuk sediaan masih sederhana berupa serbuk, pil, seduhan atau rajangan simplisia,
klaim khasiatnya masih berdasarkan data empiris.

Obat tradisional sendiri dibagi menjadi tiga yaitu, jamu, obat herbal terstandar dan
fitofarmaka.

Obat tradisional dibagi menjadi kelompok jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka.
Penggunaan obat tradisional kelompok jamu banyak dikenal dan digunakan oleh
masyarakat. Penggunaan jamu sebagai obat melalui tahapan yang sederhana misalnya
dikeringkan dan direbus dengan cara pengolahan didapatkan secara turun temurun.
Sedangkan, kelompok fitofarmaka merupakan bahan obat alam yang telah dilakukan uji
klinis untuk membuktikan efektivitas dan keamanannya.

Keuntungan obat tradisional :


 Khasiat yang dimiliki obat herbal lebih banyak dibandingkan obat kimia, harga yang
relatif lebih murah dan terjangkau di kalangan masyarakat
 Efek samping relatif kecil bila penggunaannya tepat
Kerugian obat tradisional :
 mempunyai efek farmakologi lemah dibandingkan obat kimiawi, bahan baku belum
terstandar
 Efektivitas dan efikasi obat herbal yang dibuktikan melalui uji klinis masih terbatas/
belum dilakukan, mudah tercemar oleh berbagai jenis mikro organisme maupun jamur,
serta waktu yang diperlukan untuk proses penyembuhan biasanya membutuhkan waktu
jangka panjang

Bagian dari tanaman yang dapat dimanfaatkan penggunaannya untuk pengobatan antara
lain, daun, batang, umbi, akar, rimpang, kulit batang, bunga, buah, biji, getah maupun
keseluruhan bagian dari tanaman tersebut. Daun merupakan bagian tumbuhan yang paling
banyak dimanfaatkan untuk obat dibandingkan bagian tumbuhan lainnya.
Produk Jadi Obat Tradisional berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan
Nomor 32 Tahun 2019 Tentang Persyaratan Keamanan dan Mutu Obat Tradisional terdiri
dari obat dalam dan obat luar. Cairan Obat Dalam adalah sediaan Obat Tradisional berupa
minyak, larutan, suspensi atau emulsi, terbuat dari Serbuk Simplisia dan/atau Ekstrak dan
digunakan sebagai obat dalam. Cairan Obat Luar adalah sediaan Obat Tradisional berupa
minyak, larutan, suspensi atau emulsi, terbuat dari Simplisia dan/atau Ekstrak dan
digunakan sebagai obat luar.
Contoh obat tradisional :

JAMU
Khasiat dari bahan kencur :

Secara tradisonal tanaman ini sering digunakan untuk pengobatan diare, migrain dan
meningkatkan energi, dan mengatasi kelelahan. Secara luas juga digunakan di Thailand
untuk pengobatan hipertensi, asma, rematik, gangguan pencernaan, demam, sakit kepala
dan mengurangi rasa nyeri abdomen.

Kandungan : Bagian rimpang kencur paling banyak mengandung alkaloid dan minyak atsiri,
yang terdiri atas sineol, asam sinamat, etil ester, kamphene, paraeumarin dan asam anisat.

Kandungan senyawa yang terdapat didalam rimpang kencur salah satunya adalah Etil
parametoksisinamat (EPMS) senyawa ini merupakan senyawa yang paling besar atau yang
paling banyak jumlahnya yang ada didalam rimpang kencur.

Efek farmakologisnya :

- Aktivitas antijamur
minyak atsiri yang terkandung dalam kencur mampu menghambat pertumbuhan Tricophy-
ton rubrum dengan menggunakan metode difusi agar, media yang digunakan Potato
Dekstrosa Agar (PDA).

- Aktivitas antibakteri
Rimpang kencur yang pernah dilakukan yang hasilnya positif mengandung flavonoid.
Senyawa flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang baik, menghambat banyak reaksi
oksidasi, baik secara enzim maupun non enzim. Flavonoid merupakan golongan terbesar
senyawa fenol. Mekanisme kerja flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara
membentuk senyawa kompleks terhadap protein extraseluler yang mengganggu keutuhan
membran sel bakteri, mengganggu fungsi sel mikroorganisme dan menghambat siklus sel
mikroba. Mekanisme kerja dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak
membran sel tanpa dapat diperbaiki lagi.

- Antiinflamasi

Kandungan flavonoid, saponin dan minyak atsiri memiliki kemampuan sebagai antiinfalmasi
dengan menghambat jalur metabolisme asam arakidonat, pembentukan prostaglandin dan
pelepasan histamin pada radang.
Penggunaan jamu juga tidak hanya terbatas pada jahe saja, rebusan daun berupa simplisia
juga gemar digunakan oleh masyarakat, sebagai salah satu contohnya adalah daun jati
belanda (Guazumae folium) dan daun kemuning (Murrayae folium) yang digunakan sebagai
pengobatan. Secara tradisional rebusan daun jati belanda digunakan untuk menurunkan
berat badan pada kegemukan, dan digunakan oleh masyarakat untuk mengobati
hiperlipidemia dan memperbaiki profil lipid, efek samping yang ditimbulkan juga relatif tidak
begitu besar.

Selain itu, bahan dasar pembuatan jamu yang sering digunakan oleh masyarakat Indonesia,
berasal dari kelompok tanaman rhizomatous medicinal and aromatic yang tersebar di
seluruh Indonesia. Kelompok tanaman tersebut mempunyai khasiat masing-masing,
diantaranya yaitu Curcuma domestica/Curcuma longa atau yang biasa disebut kunyit,
berasal dari satu keluarga dengan jahe Zingiberaceae. Senyawa aktif penyusun utama
tumbuhan ini bermanfaat sebagai antikarsinogenik dengan menginduksi apoptosis sel dan
mengurangi pembelahan sel, sehingga mencegah pertumbuhan sel kanker. Selain itu,
senyawa tersebut menekan karsinogenesis di hati, ginjal, usus besar, dan payudara secara in
vitro dan in vivo.

Sumber :
- Mochamad Reiza Adiyasa. Pemanfaatan obat tradisional di Indonesia: distribusi dan
faktor demografis yang berpengaruh. Jurnal Biomedika dan Kesehatan. Vol. 4 No. 3
September 2021.
- Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor :
HK.00.05.41.1384 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat
Herbal Terstandar dan Fitofarmaka.

8. Bagaimana kriteria-kriteria obat tradisional dan syarat apa saja yang harus terpenuhi agar
obat herbal terstandarisasi?
PERBEDAAN DARI JAMU, OHT DAN FITOFARMAKA :

PERBEDAAN JAMU OHT FITOFARMAKA


Definisi Jamu adalah Obat Obat Herbal Fitofarmaka adalah
Tradisional yang Terstandar adalah produk yang
dibuat di Indonesia. produk yang mengandung bahan
mengandung bahan atau ramuan bahan
atau ramuan bahan yang berupa bahan
yang berupa bahan tumbuhan, bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
hewan, bahan sediaan sarian (galenik)
mineral, sediaan atau campuran dari
sarian (galenik) atau bahan tersebut yang
campuran dari bahan telah dibuktikan
tersebut yang secara keamanan dan
turun temurun telah khasiatnya secara
digunakan untuk ilmiah dengan uji
pengobatan dan praklinik (dilakukan
dapat diterapkan pada hewan) dan uji
sesuai dengan norma klinik (dilakukan pada
yang berlaku di manusia) serta bahan
masyarakat yang baku dan produk
telah dibuktikan jadinya telah
keamanan dan distandardisasi
khasiatnya secara
ilmiah dengan uji
praklinik (dilakukan
pada hewan) dan
bahan bakunya telah
distandardisasi.
Lambang

Keterangan Kelompok jamu harus Obat herbal Kelompok Fitofarmaka


Lambang mencantumkan logo terstandar harus mencantumkan
dan tulisan “JAMU” sebagaimana harus logo dan tulisan
mencantumkan logo “FITOFARMAKA”
Logo berupa dan tulisan “OBAT
“RANTING DAUN HERBAL Logo berupa “JARI-JARI
TERLETAK DALAM TERSTANDAR” DAUN (YANG
LINGKARAN”, dan KEMUDIAN
ditempatkan pada Logo berupa” JARI- MEMBENTUK
bagian atas sebelah JARI DAUN (3 BINTANG) TERLETAK
kiri dari wadah/ PASANG) TERLETAK DALAM LINGKARAN”,
pembungkus/ brosur DALAM LINGKARAN”, dan ditempatkan pada
Logo (ranting daun dan ditempatkan bagian atas sebelah kiri
dalam lingkaran) pada bagian atas dari wadah/
dicetak dengan warna sebelah kiri dari pembungkus/ brosur.
hijau di atas dasar wadah/
warna putih atau pembungkus/ Logo (jari-jari daun
warna lain yang brosur. dalam lingkaran)
menyolok kontras dicetak dengan warna
dengan warna logo Logo (jari-jari daun hijau di atas dasar putih
dalam lingkaran) atau warna lain yang
Tulisan “JAMU” harus dicetak dengan menyolok kontras
jelas dan mudah warna hijau di atas dengan warna logo.
dibaca, dicetak warna putih atau
dengan warna hitam warna lain yang Tulisan
di atas dasar warna menyolok kontras “FITOFARMAKA” harus
putih atau warna lain dengan warna logo. jelas dan mudah
yang menyolok dibaca, dicetak dengan
kontras dengan tulisan Tulisan “OBAT warna hitam di atas
“JAMU” HERBAL dasar warna putih atau
TERSTANDAR” harus warna lain yang
jelas dan mudah menyolok kontras
dibaca, dicetak dengan tulisan
dengan warna hitam “FITOFARMAKA”.
di atas dasar warna
putih atau warna lain
yang mencolok
kontras dengan
tulisan “OBAT
HERBAL
TERSTANDAR”.

Kriteria aman sesuai dengan Aman, Klaim khasiat Aman, Klaim khasiat
persyaratan yang secara ilmiah, secara ilmiah, melalui
khusus untuk itu; melalui uji pra-klinik, uji pra-klinik dan klinik,
klaim khasiat Memenuhi Memenuhi persyaratan
dibuktikan persyaratan mutu mutu yang berlaku,
berdasarkan data yang berlaku , Telah Telah dilakukan
empiris yang ada; dan dilakukan standardisasi
memenuhi standardisasi bahanbakuyang
persyaratan mutu terhadap bahan baku digunakan dalam
yang khusus untuk itu. yang digunakan produk jadi.
dalam produk jadi.
Kode Nomor Kode Nomor Izin Edar Kode Nomor Izin Kode Nomor Izin Edar
Izin Edar Produk Jamu yaitu Edar Produk OHT Produk Fitofarmaka
TR123456789 (9 digit yaitu HT123456789 yaitu FF123456789 (9
angka) (9 digit angka) digit angka)
Contoh Jamu Sirna Karang Diapet, Fitolac, Stimuno, Rheumaneer.
(Cap Jago), Jamu Kiranti Sehat Datang
Gempur Batu (Air Bulan, Lelap, Tolak
Mancur), Jamu Beras Angin
Kencur

Persayaratan obat tradisional agar terstandarisasi :


PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : HK.00.05.41.1384 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENDAFTARAN OBAT
TRADISIONAL, OBAT HERBAL TERSTANDAR DAN FITOFARMAKA.

Pasal 2 :
Obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang dibuat dan atau diedarkan di
wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar dari Kepala Badan.

Pasal 4 :
Untuk dapat memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 obat tradisional, obat
herbal terstandar dan fitofarmaka harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang memenuhi persyaratan
mutu, keamanan dan kemanfaatan / khasiat;
b. dibuat sesuai dengan ketentuan tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional
yang Baik atau Cara Pembuatan Obat yang Baik yang berlaku;
c. penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin
penggunaan obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka secara tepat,
rasional dan aman sesuai dengan hasil evaluasi dalam rangka pendaftaran.

Pasal 34

Obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka dilarang mengandung :

a. bahan kimia hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat;


b. narkotika atau psikotropika;
c. hewan atau tumbuhan yang dilindungi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Obat tradisional dilarang dalam bentuk sediaan :

a. intravaginal;
b. tetes mata;
c. parenteral;
d. supositoria, kecuali digunakan untuk wasir.

Obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka dalam bentuk sediaan cairan obat
dalam tidak boleh mengandung etil alkohol dengan kadar lebih besar dari 1% (satu persen),
kecuali dalam bentuk sediaan tingtur yang pemakaiannya dengan pengenceran.

KETENTUAN BAHAN DAN SEDIAAN OBAT TRADISIONAL

1) Dilarang Mengandung Bahan Kimia Obat (BKO)


Bahan Kimia Obat (BKO) tidak diperbolehkan penggunaannya sebagai campuran pada
produk obat tradisional karena dapat membahayakan kesehatan. Jika meminum obat
tradisional menimbulkan efek yang cepat atau cespleng, patut dicurigai ada
penambahan Bahan Kimia Obat (BKO).
Beberapa BKO yang sering disalah-gunakan pada obat tradisional:
a. Golongan pegal linu/ pereda nyeri/ encok/ asam urat, contoh: antalgin, parasetamol,
deksametason, allopurinol, fenilbutazon, piroksikam. Efek samping obat-obat ini bisa
menyebabkan pendarahan, gangguan fungsi hati, anemia, tukak lambung, tukak
usus.
b. Golongan pelangsing, contoh: sibutramin. Efek samping sibutramin yang tidak sesuai
dosis adalah menaikkan risiko penyakit kardiovaskular dan stroke, Nyeri punggung,
Pusing, Nyeri kepala, Gugup, Sulit tidur, Lemas dan Penglihatan kabur
c. Golongan stamina pria, contoh: sildenafil, tadalafil dan senyawa turunannya. Efek
samping: Nyeri kepala, pusing, ataksia, hipertonia, flushing, hipotensi, gangguan
jantung, dispepsia, diare, hidung tersumbat, sesak napas, gangguan berkemih,
gangguan sendi, gangguan otot.
d. Golongan penambah nafsu makan, contoh: siproheptadin. Efek samping:
menimbulkan kebingungan, kejang-kejang, gangguan fungsi jantung, mudah lemas,
kulit pucat dan kekuningan.
e. Golongan kencing manis, contoh: glibenklamid. Efek samping glibenklamid alergi
gangguan fungsi hati, hipoglikemia berat.
f. Golongan sesak nafas, contoh: teofilin. Efek samping menimbulkan mual, muntah,
sakit kepala, insomnia, gelisah dan tremor.

2) Kandungan dan Jenis Sediaan yang Dilarang dalam Obat Tradisional


Produk Obat Tradisional yang dibuat dilarang beredar jika mengandung:
a. Etil Alkohol lebih dari 1 % kecuali dalam bentuk sediaan tinctur yang pemakaian
dalam pengenceran
b. Bahan Kimia Obat yang merupakan hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat -
Narkotika dan Psikotropika
c. Bahan lain yang berdasarkan pertimbangan kesehatan dan atau berdasarkan
penelitian membahayakan kesehatan

Obat Tradisional dilarang dibuat/beredar dalam bentuk sediaan:

 Intravaginal;
 tetes mata;
 parenteral; dan
 suppositoria, kecuali digunakan untuk wasir.

3) Bahan yang dilarang untuk digunakan dalam Obat Tradisional


Dalam rangka melindungi masyarakat terhadap keamanan Obat Tradisional yang
beredar di Indonesia, Badan POM secara berkesinambungan melakukan kajian
keamanan terhadap bahan baku Obat Tradisional yang berisiko terhadap kesehatan dan
ditetapkan sebagai Peraturan Badan POM tentang bahan bagian tanaman, hewan dan
mineral yang dilarang digunakan sebagai bahan baku obat tradisional.

Bagian tanaman, hewan atau mineral yang dilarang penggunaanya sebagai bahan obat
tradisional, dapat dilihat pada daftar sebagai berikut :

TANAMAN
Hewan :
 Bufo vulgaris/Samsu/Kodok kerok
 Lytta vesicatoris/Cantharis

Mineral

 Chalcanthite/Tembaga (II) sulfat pentahidrat/blue stone / blue vitriol


 Cinnabaris
 Litharge (PbO)
 Minium (Plumbum tetraoksida /Pb 3 O 4 )
 Realgan
 Senyawa arsen

Masyarakat sebagai konsumen, merupakan benteng pertahanan terakhir dalam pengawasan


penggunaan Obat Tradisional. Masyarakat harus mampu untuk melindungi diri dari Obat
Tradisional tidak memenuhi syarat, salah satu caranya adalah dengan Cek KLIK yaitu Cek
Kemasan, Cek Label, Cek Izin Edar dan Cek Kedaluwarsa.

A. CEK KEMASAN Pastikan kemasan produk:


 Dalam keadaan baik atau bersih, tidak bocor, tidak meggelembung atau penyok
 Tidak bergambar organ tubuh dan gambar vulgar
 Memiliki dengan penandaan yang baik, tidak lepas atau terpisah dan luntur sehingga
informasi dapat terbaca jelas

B. CEK LABEL Dalam label di kemasan produk minimal memuat informasi:


1) Nama produk
2) Berat bersih
3) Nama dan alamat produsen/importir
4) Nomor Izin Edar
5) Komposisi
6) Kode produksi
7) Kedaluwarsa
8) Aturan pakai
9) Kegunaan dan cara penggunaan
10) Peringatan dan perhatian
11) Cara Penyimpanan
12) Logo Jamu/OHT/FF

C. Cek Nomor Izin Edar Kode Nomor Izin Edar produk Obat Tradisional adalah POM
TR/TI/TL/ HT/FF + 9 digit angka dengan keterangan: TR: Produk Obat Tradisional Lokal TI:
Produk Obat Tradisional Impor TL: Produk Obat Tradisional Lisensi HT: Herbal Terstandar
FF: Fitofarmaka. Cek Ijin Edar POM TR/TI/TL/HT/FF + 9 digit dapat menggunakan aplikasi
cek BPOM dan BPOM mobile yang dapat diunduh melalui Google Playstore.
Obat tradisional tanpa izin edar
Undang-Undang No. 36 tahun 2009 pasal 197 menyebutkan, “Setiap orang yang dengan
sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang
tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp.1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah)”. Dikecualikan tidak wajib memiliki
izin edar untuk obat tradisional adalah: - Obat tradisional yang dibuat oleh Usaha Jamu
Racikan dan Usaha Jamu Gendong - Simplisia dan sediaan galenik untuk keperluan industri
dan keperluan layanan pengobatan tradisional - Obat tradisional yang digunakan untuk
penelitian, sampel untuk registrasi dan pameran, dalam jumlah terbatas dan tidak
diperjualbelikan.

Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 34 Tahun 2018 Tentang Pedoman
Cara Pembuatan Obat Yang Baik Obat tradisional merupakan suatu produk yang sudah
sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. Cara Pembuatan Obat yang Baik yang
selanjutnya disingkat CPOB adalah cara pembuatan obat dan/atau bahan obat yang
bertujuan untuk memastikan agar mutu obat dan/atau bahan obat yang dihasilkan dengan
persyaratan dan tujuan penggunaan. Pedoman CPOB wajib menjadi acuan bagi industri
farmasi dan sarana yang melakukan kegiatan pembuatan obat dan bahan obat. Untuk
melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang dapat merugikan kesehatan, maka perlu
dicegah beredarnya obat tradisional yang tidak menjamin persyaratan mutu. Pengawasan
mutu adalah bagian dari CPOB yang mencakup pengambilan sampel, spesifikasi dan
pengujian, serta mencakup organisasi, yang diperlukan dan relavan telah dilakukan.

Pemerintah melalui Badan POM melakukan pengawasan produksi, distribusi, serta import
obat tradisional demi melindungi masyarakat dari produk yang tidak aman bagi keshatan.
Pengawasan ini dilakukan mulai dari persyatratan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang
Baik (CPOTB), persyaratan administrasi/teknis pada saat pendaftaran (pre marketing
evaluation / product safety evaluation) sampai ke pengawasan sesudah produk beredar di
masyarakat. Pengawasan sesudah produk beredar dilakukan dengan sampling produk secara
berkala (post marketing surveillance) maupun inspeksi pada sarana produksi untuk
memantau apakah produsen obat tradisional masih melakukan pembuatan sesuai CPOTB.
Dengan demikian, produk obat tradisional dibuat sesuai ketentuan yang berlaku yaitu
memenuhi syaratsyarat CPOTB, bermutu dan aman digunakan.

CPOTB berfungsi untuk memastikan bahwa Obat Tradisional yang dibuat dikendalikan secara
konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan
persyaratan keamanan/mutu.

Public Warning Obat Tradisional adalah informasi tentang produk Obat Tradisional (OT)
yang tidak layak dikonsumsi dalam rangka melindungi masyarakat dari produk yang tidak
aman, tidak bermanfaat dan tidak bermutu. Produk obat tradisional yang tercantum dalam
public warning utamanya karena pada produk tersebut terkandung Bahan Kimia Obat (BKO)
atau produk Tanpa Izin Edar (TIE). Salah satu cara yang dilakukan Badan POM dalam rangka
melindungi masyarakat dari produk yang tidak aman adalah dengan mengeluarkan “Public
Warning.” Obat Tradisional yang dicantumkan ke dalam public warning adalah yang
mengandung bahan kimia obat dan telah diperintahkan untuk ditarik dari peredaran. Public
Warning Obat Tradisional (PW OT) merupakan aplikasi berbasis ponsel pintar (smartphone)
yang dikembangkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan. Aplikasi E-Public Warning
Obat Tradisional & Suplemen Kesehatan dapat didownload gratis melalui Aplikasi di Google
Playstore. Aplikasi ini menampilkan data produk Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan
yang telah ditarik dari peredaran karena mengandung bahan kimia obat. Produk-produk
yang tercantum dalam aplikasi Public Warning.

Data produk yang ditampilkan dalam aplikasi ini terdiri atas:


 Nama produk
 Nama produsen atau importir yang tercantum
 Kandungan bahan kimia obat
 Gambar produk (jika ada)
 Nomor dan tanggal public warning.

Sumber :

- Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor :
HK.00.05.41.1384 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat
Herbal Terstandar dan Fitofarmaka.
- BPOM. 2021. Cerdas Memilih Dan Menggunakan Obat Tradisional yang Aman.

9. Apa yang dimaksud dengan OMAI dan apa yang termasuk di dalamnya?
Obat bahan alam asli Indonesia yang sudah memiliki bukti ilmiah terkait khasiat dan
keamanan nya  Obat Modern Asli Indonesia (OMAI)
OMAI terdiri atas :
 OHT (obat herbal terstandar)
Adalah sediaan obat bahan alam yang telah distandarisasi bahan bakunya (bahan baku
yang digunakan dalam produk jadi), telah memenuhi persyaratan aman dan mutu sesuai
dengan persyaratan yang berlaku serta klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/praklinik.
Atau merupakan pengembangan obat bahan alam Indonesia yang telah terstandar
kandungan bahannya dengan khasiat yang telah dibuktikan secara uji praklinik.

 Fitofarmaka
Adalah sedian obat bahan alam yang tekah distandarisasi bahan baku dan produk
jadinya, telah memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan persyaratan yang berlaku,
status keamanan dan khasiatnya telah dibuktikan melalui uji klinik.
Atau obat bahan alam yang telah melalui pembuktian uji prakilnik dan uji klinik serta
telah terstandar kandungan bahannya.

Meningkatnya kasus COVID- 19 saat ini dan belum adanya obat pencegahan maupun terapi
untuk COVID-19, mendorong penggunaan obat bahan alam sebagai salah satu upaya dalam
menghadapi COVID 19 di Indonesia. Tidak semua produk OHT dan FF dapat digunakan dalam
kondisi pandemi COVID-19. Pemanfaatan produk OHT dan FF dalam menghadapi COVID-19,
bertujuan untuk menjaga daya tahan tubuh sebagai bagian dari upaya preventif dan upaya
meringankan atau meredakan gejala penyakit. Saat ini, belum ada obat bahan alam baik OHT
dan FF yang disetujui untuk mengobati COVID-19.
Beberapa produk OHT maupun FF yang dapat digunakan pada masa pandemi saat ini, antara
lain adalah:
 Produk OHT dengan khasiat
 memelihara daya tahan tubuh,
 Membantu memelihara kesehatan badan
 Meredakan gejala masuk angin seperti rasa meriang, rasa mual, perut kembung,
keluar keringat dingin, kepala pusing dan capek-capek serta melegakan
tenggorokan, meredakan batuk.
 Membantu meredakan batuk. Membantu melegakan tenggorokan
 Membantu meringankan gejala pilek yang disertai sakit tenggorokan

 Produk FF dengan khasiat


 Memelihara/ memperbaiki sistem imun (Immunoodulator)

Sumber :
- Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2020. Informatorium Obat Modern Asli Indonesia
(OMAI) di Masa Pandemi COVID-19.

Anda mungkin juga menyukai