alternatif
Nofita Tudang Rombeallo., S.Kep., Ns., M.Kep
Pengobatan komplementer
alternatif
Pengobatan komplementer alternatif
adalah pengobatan tradisional komplementer-
alternatif. Berdasarkan hasil Survey Sosial Ekonomi
Nasional (SUSENAS) tentang penggunaan
pengobatan tradisional termasuk di dalamnya
pengobatan komplementer-alternatif yang meningkat
dari tahun ke tahun (digunakan oleh 40 % penduduk
Indonesia).
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
003/MENKES/PER/I/2010 tentang Santifikasi Jamu
Dalam Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan.
Keputusan Menkes RI No 121/MenKes/SK/II/2008
tentang Penunjukan 12 pilot project sebagai tempat untuk
melaksanakan pelayanan dan pengembangan pengobatan
komplementer. Peraturan Menteri Kesehatan No
/Menkes/PER/IX/2007 tentang penyelenggaraan
pengobatan komplementer-alternatif
Pengobatan komplementer
tradisional alternatif
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan definisi
pengobatan komplementer tradisional-alternatif adalah
pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi
upaya promotive/promkes, preventif/pencegahan,
kuratif/penyembuhan dan rehabilitative/pemulihan
kesehatan yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur
dengan kualitas, keamanan dan efektifitas yang tinggi
berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik tapi belum
diterima dalam kedokteran konvensional.
Dalam penyelenggaraannya harus sinergi dan
terintegrasi dengan pelayanan pengobatan
konvensional/obat2tan dengan tenaga pelaksananya
dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya yang
memiliki pendidikan dalam bidang pengobatan
komplementer tradisional-alternatif. Jenis pengobatan
komplementer tradisional-alternatif yang dapat
diselenggarakan secara sinergi dan terintegrasi harus
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan setelah melalui
pengkajian.
Masalah dan hambatan
• Dasar hukum
• Klasifikasi pengobatan tradisional dan terapi
komplementer
• Penyelenggara pengobatan komplementer
• Aspek etik dalam terapi komplementer
• Tren isu terapi komplementer obatan
tradisional dan terapi komplementer
Kesehatan
Nilai-nilai
Terapi Komplementer
Thomas Friedman (2005) bahwa saat ini dunia
kesehatan, termasuk salah satunya praktisi
keperawatan masih bingung tentang apa itu terapi
komplementer
RAMUAN KETERAMPILAN
Rekomendasi
- Pengobat tradisional supranatural : Kejaksaan
Kabupaten/Kota
- Pengobat pendekatan agama: Kantor
Departemen Agama Kabupaten/Kota (pasal 4)
Penapisan:
- Faktor pemanfaatan pengobatan tradisional
- Faktor sistem/cara/ilmu pengobat tradisional
- Faktor Pengembangan
Pasal 9-11 Pengobat tradisional dilakukan uji kompetensi ( baru akupunturis) dan diikutsertakan dalam sarana pelayanan kesehatan
Pasal 12-15 Semua tindakan harus mendapat persetujuan lisan atau tertulis dari pasien/keluarga. Khusus untuk tindakan pengobatan
tradisional yang mengandung risiko tinggi bagi pasien harus dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang
berhak memberikan persetujuan
Pasal 16 Dalam melaksanakan pengobatannya, pengobat tradsional boleh menggunakan peralatan yang aman tetapi dilarang untuk
menggunakan peralatan kedokteran atau penunjang diagnostic kedokteran
Pasal 19 Pengobat tradisional harus membuat catatan status pasien dan wajib melaporkannya ke Kepala Dinkes Kabupaten/Kota
setiap 4 bulan
Pasal 22 Pengobat tradisional juga wajib merujuk pasien gawat darurat atau yang tidak mampu ditangani ke sarana pelayanan
kesehatan
Pasal 31 Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pengobatan tadisional dilakukan oleh Kadinkes Kabupaten/ Kota, Kepala
Puskesmas atau UPT yang ditugasi
PENYELENGGARAAN PENGOBATAN KOMPLEMENTER-ALTERNATIF DI SARANA KESEHATAN
(Pemenkes RI No 1109/ MENKES/PER/IX/2007)
Pasal 5 Pengobatan komplementer alternative dapat dilaksanakan di sarana pelayanan kesehatan jika
aman, bermanfaat, bermutu dan terjangkau
Pasal 10 Praktik perorangan pengobatan komplementer alternative hanya bisa dilaksanakan oleh dokter atau
dokter gigi, sedangkan praktik berkelompok harus dipimpin oleh dokter atau dokter gigi
Pasal 14 dokter dan dokter gigi adalah pelaksana utama pengobatan komplementer alternative, sedangkan tenaga
kesehatan yang lain berfungsi membantu dokter atau dokter gigi dalam melaksanakannya
PENYELENGGARAAN PENGOBATAN KOMPLEMENTER-ALTERNATIF DI SARANA KESEHATAN
(Pemenkes RI No 1109/ MENKES/PER/IX/2007)
RS
pendidikan
RS non
Puskesmas
pendidikan
Sarana
pelayana
n
praktik
berkelompo
kesehata RS Khusus
k n
praktik
RS swasta
perorangan
POLIKLINIK KOMPLEMENTER ALTERNATIF
PASEIN AKUPUNTU
PENATALASANAAN
R
POLI
KOMPLEMENTE PIJAT
R ALTERNATIF
DOKTER: HERBAL
PEMERIKSAAN
ANAMNESIS PENUNJANG
PEMERIKSAAN FISIK
DIAGNOSIS/
DIAGNOSIS APOTIK
KONSUL
BANDING
POLI LAIN
ASPEK ETIK DALAM TERAPI KOMPLEMENTER
ALTERNATIF DAN TRADISIONAL
(Kerry, 2003; Silva & Ludwick, 2001)
• Conflict of interest
• Justice
TREN ISU TERAPI KOMPLEMENTER
ALTERNATIF DAN TRADISIONAL
Menganjurkan
Tingkat
pasien untuk
sensitivitas Berhati-hati
hati-hati dalam
terhadap pasien terhadap pasien Dorong pasien
Menghargai setiap
Menghargai harus tinggi, yang tidak untuk lebih
etnis, umur dan keputusannya
otonomi pasien terkait keinginan pernah konsul ke selektif dalam
status social dan tetap
dan penolakan medis terkait memilih terapi
menjalani terapi
terhadap terapi penyakitnya
medis
komplementer
konvensional
Daftar Pustaka
1. Breen, Kerry. Dec 2003Ethical issues in the use of complementary medicines ProQuest Research Library diakses pada 24 maret 2012
2. Curtis, P.2004. Safety Issues in Complementary & Alternative Health Care. Program on Integrative Medicine, School of Medicine,University of North
Carolina
3. Depkes RI. 2010. Pengobatan Komplementer Tradisional Alternatif. Diakses dari http://buk.depkes.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=66:pengobatan-komplementer-tradisional-alternatif
4. Hilsden and Verhoef. (1999). Complementary therapies: Evaluating their effectiveness in cancer. Patient Education and Counseling. 3892), 102
5. Jonas,W.B. (1998). In Complementary and Alternative Health Practice and Therapies-A Canadian Overview Prepared for Strategies and Systems for Health
Directorate, Health Promotion and Programs Branch,
6. Health Canada (1999). Toronto, ON:York University Centre for Health Studies
7. Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/ Menkes/ SK/VII/ 2003 Tentang penyelenggaraan Pengobatan Tradisional
8. Keputusan Menteri Kesehatan RI, No. 120/Menkes/SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan Hiperbarik
9. Keputusan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik, No. HK.03.05/I/199/2010 Tentang Pedoman Kriteria Penetapan Metode Pengobatan komplementer â
alternatif yang dapat diintegrasikan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
10. LaValley and Verhoef. (1995) Integrating Complementary Medicine and Health Care Services into Practice Canadian Medical Association Journal, 153(1), 45-
46
11. Mary Cipriano Silva, PhD, RN, FAAN dan Ruth Ludwick, PhD, RN, C. november 2001. Ethics: Ethical Issues in Complementary/Alternative Therapies.
http://www.nursingworld.org/MainMenuCategories/ANAMarketplace/ANAPeriodicals/OJIN/Columns/Ethics/EthicalIssues.html diakses pada 24 maret 2012
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1109/Menkes/PER/IX/2007 Tentang Peneyelenggaraan Pengobatan Komplementer alternative di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
13. Thome,S.S.(2001). Complementary and Alternative Medicine: Critical Issue of Nursing Practice and Policy. Canadian Nurse, 97 (4),27.
14. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan