Anda di halaman 1dari 37

Aspek Legal Etik Keperawatan

Komplementer
Pertemuan 2

ANTIA, SKp., M.Kep.


VISI DAN MISI UNIVERSITAS ESA UNGGUL
VISI DAN MISI PRODI KEPERAWATAN

Menjadikan pusat pendidikan Ners yang kompeten berbasis intelektualitas, kualitas, dan
kewirausahaan dengna keunggulan di bidang nursing home care serta berdaya saing global
pada tahun 2020.

1. Mengembangkan Program Pendidikan Ners dengna keunggulan nursing home care yang berwawasan global dan berbasis ilmu pengetahuan
dan teknologi.
2. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keperawatan dengan keunggulan nursing home care melalui kegiatan penelitian/
3. Menerapkan dan mengembangkan ilmu keperawatan dengan keunggulan nursing home care melaui mengambdian kepada masyarakat.
4. Menyiapkan sumber daya manusia keperawatan dengan keunggulan nursinghome care yang berdaya saing global dan menciptakan calon
pemimpin yang berkarakter bagi bangsa dan negara
5. Mengelola sarana dan prasarana yang menunjang program akademik dan profesi keperawatan dengan keunggulan nursinghome care
6. Berperan aktif dalam menerapkan dan mengembangkan ilmu keperawatan dengan keunggulan nursinghome care yang bermanfaat bagi
organisasi profesi, bagi bangsa dan negara Indonesia serta segenap umat manusia
Outline
• Dasar hukum
• Klasifikasi pengobatan tradisional dan
terapi komplementer
• Penyelenggara pengobatan komplementer
• Aspek etik dalam terapi komplementer
• Tren isu terapi komplementer obatan
tradisional dan terapi komplementer
Kesehatan
Proses dimana kita membentuk kembali dasar asumsi
dan pandangan dunia tentang kesejahteraan dan
melihat kematian sebagai proses alami kehidupan
(Dossey & Keegan, 2008)
Keyakinan
kesehatan
kesehatan

Nilai-nilai

Kesejahteraan, harmoni, kesatuan


Terapi di Keperawatan
Konsep diri sebagai penyembuh yang harus dipahami
dan dilakukan oleh setiap perawat sebagai
pengetahuan dan keterampilan sebagai pengiriman,
arahan atau konseling pasien dalam menggunakan
berbagai terapi.

Terapi Komplementer
Thomas Friedman (2005) bahwa saat ini dunia
kesehatan, termasuk salah satunya praktisi
keperawatan masih bingung tentang apa itu terapi
komplementer

Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tentang


penggunaan pengobatan tradisional termasuk di
dalamnya pengobatan komplementer alternatif yang
meningkat dari tahun ke tahun dan digunakan oleh 40
% penduduk Indonesia (Depkes, 2010).
Surat Keputusan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik telah ditetapkan 12 (dua belas) Rumah Sakit Pendidikan yang melaksanakan pelayanan pengobatan komplementer tradisional - alternatif:

RS Kanker Dharmais Jakarta, RSUP Persahabatan Jakarta,


RSUD Dr. Soetomo Surabaya, RSUP Prof. Dr. Kandau
Menado, RSUP Sanglah Denpasar, RSUP Dr. Wahidin
Sudiro Husodo Makassar, RS TNI AL Mintoharjo Jakarta,
RSUD Dr. Pringadi Medan, RSUD Saiful Anwar Malang,
RS Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso Solo, RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta, RSUP Dr. Suraji Tirtonegoro Klaten.
Menteri Kesehatan telah mengarahkan bahwa RS
Pendidikan Vertikal harus ada pengobatan komplementer
tradisional alternatif yaitu ramuan jamu sedangkan herbal
yang lain bisa setelah itu (BUK DEPKES, 2010).

Perawat di rumah sakit tersebut untuk menguasai


metode pengobatan komplementer-alternatif

Memberikan asuhan keperawatan yang sesuai


Pengobatan Komplementer Tradisional
Alternatif

Pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk


meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi
upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan
kualitas, keamanan dan efektifitas yang tinggi
berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik dan belum
diterima dalam kedokteran konvensional.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

Terapi adalah usaha untuk memulihkan


kesehatan orang yang sedang sakit; pengobatan
penyakit; perawatan penyakit. Komplementer
adalah bersifat melengkapi, bersifat
menyempurnakan
WHO (World Health Organization)

Pengobatan komplementer adalah pengobatan


non-konvensional yang bukan berasal dari
negara yang bersangkutan

untuk Indonesia jamu misalnya, bukan termasuk


pengobatan komplementer tetapi merupakan
pengobatan tradisional.
Jenis pelayanan pengobatan komplementer alternatif
(Permenkes RI, Nomor : 1109/Menkes/Per/2007)

1. Intervensi tubuh dan pikiran (mind and body interventions) :


Hipnoterapi, mediasi, penyembuhan spiritual, doa dan yoga
2. Sistem pelayanan pengobatan alternatif : akupuntur,
akupresur, naturopati, homeopati, aromaterapi, ayurveda
3. Cara penyembuhan manual : chiropractice, healing touch,
tuina, shiatsu, osteopati, pijat urut
4. Pengobatan farmakologi dan biologi : jamu, herbal, gurah
5. Diet dan nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan : diet
makro nutrient, mikro nutrient
6. Cara lain dalam diagnosa dan pengobatan : terapi ozon,
hiperbarik, EECP (Depkes, 2010)
Dasar Hukum
1. Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
- Pasal 1 butir 16 Definisi
- Pasal 48 Pelayanan kesehatan tradisional
- Bab III Pasal 59 s/d 61 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisonal
2. Peraturan Menteri Kesehatan RI, No. : 1076/Menkes/SK/2003 tentang
pengobatan tradisional
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI, No. : 1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang
penyelenggaraan pengobatan komplementer-alternatif di fasilitas pelayanan
kesehatan.
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI, No. 120/Menkes/SK/II/2008 tentang
standar pelayanan hiperbarik
5. Keputusan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik, No. HK.03.05/I/199/2010
tentang pedoman kriteria penetapan metode pengobatan komplementer
alternatif yang dapat diintegrasikan di fasilitas pelayanan kesehatan
Pengobatan tradisional adalah pengobatan yang
sudah dari zaman dahulu digunakan dan diturunkan
secara turun temurun pada suatu negara.
Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 1 butir 16

Pelayanan kesehatan tradisional adalah


pengobatan dan atau perawatan dengan cara dan
obat yang mengacu pada pengalaman dan
keterampilan turun temurun secara empiris yang
dapat dipertanggung jawabkan dan diterapkan
sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat.
Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan
pada pasal 59

Pelayanan kesehatan tradisional terbagi


menjadi pelayanan kesehatan tradisional
yang menggunakan keterampilan dan yang
menggunakan ramuan.
KLASIFIKASI BATTRA
(Pasal 59 ayat 1 UU 36/2009)

Dikelompokkan berdasarkan metode


yang dominan digunakan

RAMUAN KETERAMPILAN

MANUAL ALAT/TEKNOLOGI MENTAL/O.FIK

Battra Battra Battra Battra


pijat urut, reiki, qigong,
Jamu, Gurah, akupunktur,
shiatsu, kebatinan,
Homoeopath, chiropraksi,
patah tenaga dalam,
Aromaterapi, battra bekam,
tulang, paranormal,
SPA terapi, Pnta-kecantikan
refleksi, Hipnoteraphi
Sinshe,
akupressur
Api/sengat terapi
19
Undang-Undang nomor 36 tahun 2009
pasal 60

Setiap orang yang melakukan pelayanan


kesehatan tradisional yang menggunakan
alat dan teknologi harus dapat izin dari
lembaga kesehatan yang berwenang dan
harus dapat dipertanggungjawabkan
manfaat dan keamanannya serta tidak
bertentangan dengan norma agama dan
kebudayaan masyarakat.
Undang-Undang nomor 36 tahun 2009
pasal 61

Masyarakat diberi kesempatan yang


seluas-luasnya untuk mengembangkan,
meningkatkan, dan menggunakan pelayanan
kesehatan tradisional yang dapat
dipertanggungjawabkan manfaat dan
keamanannya.
KMK RI No 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan
Pengobatan Tradisional pasal 1 ayat 1

Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan/atau


perawatan dengan cara, obat dan pengobatnya yang
mengacu kepada pengalaman, ketrampilan turun
temurun, dan/atau pendidikan/pelatihan, dan
diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam
masyarakat.
KMK RI No 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional pasal 1 ayat 2 dan 3

2. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan


yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau
campuran bahan tersebut yang secara turun
temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman
3. Pengobat tradisional adalah orang yang melakukan
pengobatan tradisional/ alternative .
Pemenkes RI No 1109/ MENKES/PER/IX/2007 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer Alternatif di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan pasal 1 ayat 1

Pengobatan komplementer alternative adalah


pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi
upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehablitatifyang
diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan
kualitas, keamanan, dan efektifitas yang tinggi yang
berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik, yang belum
diterima dalam kedokteran konvensional
KLASIFIKASI PENGOBATAN TRADISIONAL DAN KOMPLEENTER-ALTERNATIF Menurut KMK RI No 1076/MENKES/SK/VII/2003 pasal 3 ayat 2
pengobatan tradisional diklasifikasikan

1.Pengobat tradisional ketrampilan terdiri dari pengobat tradisional pijat


urut, patah tulang, sunat, dukun bayi, refleksi, akupresuris, akupunkturis,
chiropractor dan pengobat tradisional lainnya yang metodenya sejenis.
2.Pengobat tradisional ramuan terdiri dari pengobat tradisional ramuan
Indonesia (Jamu), gurah, tabib, shinshe, homoeopathy, aromatherapist
dan pengobat tradisional lainnya yang metodenya sejenis.
3.Pengobat tradisional pendekatan agama terdiri dari pengobat radisional
dengan pendekatan agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, atau Budha.
4.Pengobat tradisional supranatural terdiri dari pengobat tradisional tenaga
dalam (prana), paranormal, reiky master, qigong, dukun kebatinan dan
pengobat tradisional lainnya yang metodenya sejenis.
Pemenkes RI No 1109/ MENKES/PER/IX/2007 pasal 4 ayat 1
ruang lingkup pengobatan komplementer alternative

1.Intervensi tubuh dan pikiran (mind and body interventions)


2.System pelayanan pengobatan alternative (alternative
system of medical practice)
3.Cara penyembuhan manual (manual healing methods)
4.Pengobatan farmakologi dan biologi (pharmacologic and
biologic treatments)
5.Diet dan nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan (diet
and nutrition the prevention and treatment of disease)
6.Cara lain dalam diagnose dan pengobatan (unclassified
diagnostic and treatment menthod)
Keputusan menteri Kesehatan RI Nomor
HK03.01/60/I/2010 tentang Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014

Pelayanan Kesehatan Tradisional


menyatakan luaran yang akan dicapai
adalah meningkatnya pembinaan dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan
pelayanan kesehatan tradisional.
Alternatif, dan komplementer
PENYELENGGARAAN PENGOBATAN TRADISIONAL DI
MASYARAKAT (KMK RI No 1076/MENKES/SK/VII/2003)
Pengobat Tradisional
Daftar
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat

Rekomendasi
- Pengobat tradisional supranatural : Kejaksaan
Kabupaten/Kota
- Pengobat pendekatan agama: Kantor
Departemen Agama Kabupaten/Kota (pasal 4)

Surat Terdaftar Pengobat Tradisional


(STPT) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

Penapisan:
- Faktor pemanfaatan pengobatan tradisional
- Faktor sistem/cara/ilmu pengobat tradisional
- Faktor Pengembangan

Surat Izin Pengobat Tradisional (SIPT)


PENYELENGGARAAN PENGOBATAN TRADISIONAL DI
MASYARAKAT (KMK RI No1076/MENKES/SK/VII/2003)
Pasal 4 rekomendasi Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota setempat, untuk mencegah adanya keresahan
masyarakat tentang aliran sesat

Pasal 9-11 Pengobat tradisional dilakukan uji kompetensi ( baru akupunturis) dan diikutsertakan dalam sarana pelayanan kesehatan

Pasal 12-15 Semua tindakan harus mendapat persetujuan lisan atau tertulis dari pasien/keluarga. Khusus untuk tindakan pengobatan
tradisional yang mengandung risiko tinggi bagi pasien harus dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang
berhak memberikan persetujuan

Pasal 16 Dalam melaksanakan pengobatannya, pengobat tradsional boleh menggunakan peralatan yang aman tetapi dilarang
untuk menggunakan peralatan kedokteran atau penunjang diagnostic kedokteran

Pasal 19 Pengobat tradisional harus membuat catatan status pasien dan wajib melaporkannya ke Kepala Dinkes Kabupaten/Kota
setiap 4 bulan

Pasal 22 Pengobat tradisional juga wajib merujuk pasien gawat darurat atau yang tidak mampu ditangani ke sarana pelayanan
kesehatan

Pasal 31 Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pengobatan tadisional dilakukan oleh Kadinkes Kabupaten/ Kota, Kepala
Puskesmas atau UPT yang ditugasi
PENYELENGGARAAN PENGOBATAN KOMPLEMENTER-ALTERNATIF DI SARANA KESEHATAN
(Pemenkes RI No 1109/ MENKES/PER/IX/2007)

Pasal 5 Pengobatan komplementer alternative dapat dilaksanakan di sarana pelayanan kesehatan jika aman,
bermanfaat, bermutu dan terjangkau

Pasal 10 Praktik perorangan pengobatan komplementer alternative hanya bisa dilaksanakan oleh dokter atau
dokter gigi, sedangkan praktik berkelompok harus dipimpin oleh dokter atau dokter gigi

Pasal 14 dokter dan dokter gigi adalah pelaksana utama pengobatan komplementer alternative, sedangkan
tenaga kesehatan yang lain berfungsi membantu dokter atau dokter gigi dalam melaksanakannya
PENYELENGGARAAN PENGOBATAN KOMPLEMENTER-ALTERNATIF DI SARANA KESEHATAN
(Pemenkes RI No 1109/ MENKES/PER/IX/2007)

praktik
berkelompok
Puskesmas
praktik
perorangan
Sarana RS
pelayanan
kesehatan pendidikan

RS swasta
RS non
pendidikan
RS Khusus
POLIKLINIK KOMPLEMENTER ALTERNATIF

PASEIN AKUPUNTUR
PENATALASANAAN

POLI
KOMPLEMENTER PIJAT
ALTERNATIF

HERBAL
DOKTER: PEMERIKSAAN
PENUNJANG
ANAMNESIS
PEMERIKSAAN FISIK
DIAGNOSIS/DIAGNOSIS APOTIK
BANDING KONSUL POLI
LAIN
ASPEK ETIK DALAM TERAPI KOMPLEMENTER ALTERNATIF DAN
TRADISIONAL
(Kerry, 2003; Silva & Ludwick, 2001)

•Aspek kejujuran dan integritas

•Beneficience, non-maleficiance dan konsen

•Conflict of interest

•Justice
TREN ISU TERAPI KOMPLEMENTER ALTERNATIF DAN
TRADISIONAL
Meningkatnya akses dalam informasi kesehatan

Meningkatnya prevalensi dari penyakit kronis

Meningkatnmya rasa membutuhkan suatu kualitas hidup

Menurunnya semangat/keinginan dalam scientific breakthroughs

Meningkatnya interest tentang spiritualitas

Berkurang nya toleransi dalam paternalistik


Garis besar prinsip praktik terapi komplementer menurut Curtis (2004)

Tingkat Berhati- Menganjur


sensitivitas kan pasien Dorong
hati
Mengha terhadap untuk hati-
terhadap hati dalam pasien
rgai pasien
pasien
Mengha harus tinggi, setiap untuk
etnis, terkait yang tidak keputusann
rgai lebih
umur keinginan pernah ya dan
otonomi dan konsul ke tetap selektif
dan
pasien penolakan
medis menjalani dalam
status terhadap terapi
terapi terkait memilih
social penyakitn
medis
komplemen konvension terapi
ter ya al
Daftar Pustaka
1. Breen, Kerry. Dec 2003Ethical issues in the use of complementary medicines ProQuest Research Library diakses pada 24 maret 2012
2. Curtis, P.2004. Safety Issues in Complementary & Alternative Health Care. Program on Integrative Medicine, School of
Medicine,University of North Carolina
3. Depkes RI. 2010. Pengobatan Komplementer Tradisional Alternatif. Diakses dari http://buk.depkes.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=66:pengobatan-komplementer-tradisional-alternatif
4. Hilsden and Verhoef. (1999). Complementary therapies: Evaluating their effectiveness in cancer. Patient Education and Counseling.
3892), 102
5. Jonas,W.B. (1998). In Complementary and Alternative Health Practice and Therapies-A Canadian Overview Prepared for Strategies and
Systems for Health Directorate, Health Promotion and Programs Branch,
6. Health Canada (1999). Toronto, ON:York University Centre for Health Studies
7. Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/ Menkes/ SK/VII/ 2003 Tentang penyelenggaraan Pengobatan
Tradisional
8. Keputusan Menteri Kesehatan RI, No. 120/Menkes/SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan Hiperbarik
9. Keputusan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik, No. HK.03.05/I/199/2010 Tentang Pedoman Kriteria Penetapan Metode
Pengobatan komplementer â alternatif yang dapat diintegrasikan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
10. LaValley and Verhoef. (1995) Integrating Complementary Medicine and Health Care Services into Practice Canadian Medical
Association Journal, 153(1), 45-46
11. Mary Cipriano Silva, PhD, RN, FAAN dan Ruth Ludwick, PhD, RN, C. november 2001. Ethics: Ethical Issues in Complementary/Alternative
Therapies. http://www.nursingworld.org/MainMenuCategories/ANAMarketplace/ANAPeriodicals/OJIN/Columns/Ethics/
EthicalIssues.html diakses pada 24 maret 2012
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1109/Menkes/PER/IX/2007 Tentang Peneyelenggaraan Pengobatan
Komplementer alternative di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
13. Thome,S.S.(2001). Complementary and Alternative Medicine: Critical Issue of Nursing Practice and Policy. Canadian Nurse, 97 (4),27.
14. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai