Anda di halaman 1dari 7

Jamaah shalat jumat yang dirahmati Allah SWT.

Khatib mengajak diri sendiri dan para jamaah sekalian untuk senantiasa meningkatkan
kualitas ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wata’ala, mempertajam kesadaran
ilahiah, mempertebal sikap berserah diri kepada-Nya. Shalawat dan salam semoga
kepada Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga, sahabat dan
ummatnya.
Allah subhanahu wata'ala memerintahkan kita untuk meningkatkan iman dan taqwa
karena itu Allah subhanahu wata'ala mengingatkan untuk senantiasa melakukan
muhasabah atau introspeksi terhadap diri kita. Hal ini seperti diperintahkan Allah SWT
dalam firman-Nya :

‫ٰٓي َاُّي َه ا اَّلِذ ْي َن ٰا َم ُنوا اَّتُقوا َهّٰللا َو ْلَت ْن ُظ ْر َن ْف ٌس َّما َقَّد َم ْت ِلَغ ٍۚد َو اَّتُقوا َهّٰللاۗ ِاَّن َهّٰللا‬
١٨ ‫َخ ِبْيٌرۢ ِبَم ا َت ْع َم ُلْو َن‬

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan” (QS. al-Hasyr : 18).
Ayat ini ditujukan kepada orang-orang yang beriman dengan panggilan yang spesifik.

‫ٰٓي َاُّي َه ا اَّلِذ ْي َن ٰا َم ُنوا‬


“Hai orang-orang yang beriman”

Allah subhanahu wata'ala memerintahkan orang–orang yang beriman untuk bertakwa


kepada Allah SWT, yaitu menjunjung (mematuhi) seluruh perintah Allah SWT dan
menjauhi seluruh laranganNya, yang nyata atau yang tersembunyi, serta mensyiarkan
kebesaran kemuliaan Allah subhanahu wata'ala.
Setelah memerintahkan bertakwa, Allah subhanahu wata'ala memerintahkan orang-
orang beriman untuk melakukan introspeksi terhadap diri mereka. Al-Quran
menegaskan sebagai berikut:
‫اَّتُقوا َهّٰللا َو ْلَت ْن ُظ ْر َن ْف ٌس َّما َقَّد َم ْت ِلَغ ٍۚد‬

“Dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat)”

Jika kita cermati, terdapat tiga keterangan waktu pada ayat di atas, sebagai bentuk
introspeksi terhadap diri. Ketiga keterangan waktu tersebut adalah :
• Waktu sekarang, yaitu ( ‫)َو ْلَت ْن ُظ ْر‬. Kita diperintahkan untuk memperhatikan dan meneliti
kondisi saat ini. Setiap mukmin menyadari bahwa kesempatan adalah karunia terbesar
yang harus disyukuri dengan berbuat yang terbaik agar dapat membangun jejak-jejak
kehidupan dan menjadi warisan terbaik dihadapan Allah SWT,
• Waktu yang telah lalu, yaitu ( ‫)َقَّد َم ْت‬. Pengertian ini merujuk pada segala hal yang telah
diperbuat pada masa lalu sebagai nasehat dan pelajaran terbaik
• Masa depan, yaitu ( ‫)ِلَغ ٍۚد‬. Semua itu dilakukan agar kita tidak mengulangi kesalahan.
Selain itu, proses introspeksi dilakukan agar kita dapat melakukan hal-hal yang lebih
baik pada masa yang akan datang, guna menhadirkan kebaikan dan kemanfaatan bagi
umat manusia.
Jika dirangkai menjadi satu, maka muhasabah diri adalah memperhatikan dan meneliti
segala sesuatu yang telah dilakukan pada masa lalu dan masa kini untuk kebaikan di
masa depan. Itulah maksud dari surat al-Hasyr ayat 18 tersebut. Perbuatan yang bisa
menghubungkan masa lalu dengan masa depan yang lebih baik adalah introspeksi diri.
Dalam istilah bahasa Arab disebut juga dengan “muhasabah diri.”
Hadirin jamaah shalat Jum’at yang dirahmati Allah SWT.
Muhasabah adalah meneliti perbuatan kita pada masa lalu dan masa kini, apakah ia
merupakan perbuatan baik atau perbuatan buruk. Dengan muhasabah diri, perbuatan
baik pada masa lalu bisa ditingkatkan pada masa depan, baik kualitasnya maupun
kuantitasnya. Dengan muhasabah, perbuatan buruk pada masa lalu tidak perlu diulangi
pada masa yang akan datang. Maka dengan muhasabah, hari esok kita akan lebih baik,
di dunia juga di akhirat Insya Allah SWT. Sahabat Umar Ibnul Khaththab r.a. berkata:
Artinya : “Hendaklah kalian menghisab (mengintrospeksi) diri kalian sebelum kalian
dihisab (oleh Allah subhanahu wata'ala)” (H.R. At-Tirmidzi-Ahmad).
Bila kita cermati, paling tidak ada 3 (tiga) makna penting yang terkandung dalam proses
muhasabah ini. Pertama, orang yang rajin melakukan muhasabah sesungguhnya
merupakan sosok pembelajar, dan kita dituntut untuk menjadi pembelajar sejati
sepanjang hayat. Banyak kisah dalam Al-Qur’an yang harus menjadi bahan pelajaran
untuk peringatan ke depan, dan hanya sosok pembelajar yang bernama Ulul Albab
yang mampu belajar dari Kisah-kisah masa lalu tersebut.
Allah SWT berfirman dalam al-Qur'an Surat Yusuf ayat 111, yang artinya: "Sungguh,
pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal. (Al-
Qur'an) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang
sebelumnya, menjelaskan segala sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman".
Sosok pembelajar sejati adalah sosok yang selalu berpikir dan berpikir, sehingga
mampu mengakumulasi ilmu yang didapatkan untuk diamalkan. Itulah mengapa Allah
SWT meningkatkan derajat orang-orang yang berilmu. Tidak lain karena orang-orang
yang berilmu inilah yang diharapkan bisa terus menebar rahmat di muka bumi. Orang-
orang yang berilmu lah yang bisa merancang arah perubahan sosial di masa depan.
Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya: “…Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS. Al-Mujadalah: 11).
Sosok ulul albab yang pembelajar ini semakin diharapkan perannya dalam transformasi
bangsa. Oleh karena itu di era yang serba cepat dan penuh ketidakpastian ini, maka
sosok pembelajar juga harus dimaknai sebagai sosok yang adaptif dengan pola pikir
tumbuh (growth mindset), yang terus memacu skill dan kompetensi baru dengan
learning agility yang tinggi. Kemampuan kecepatan belajar ini sangat penting agar bisa
berperan menjadi trend setter perubahan.
Kedua, muhasabah mengandung makna perlunya orientasi pada masa depan. Tujuan
evaluasi diri adalah untuk kelebihbaikan di masa depan. Ada dua dimensi masa depan,
yaitu masa depan di dunia dan di akhirat. Ayat surat al-Hasyr ayat 18 yang tadi saya
bacakan merupakan fondasi tentang visi masa depan. Visi besar seorang mukmin
adalah menjadi hamba yang berbahagia di dunia dan akhirat. Keseimbangan masa
depan di dunia dan akhirat adalah keniscayaan, sebagaimana doa kita sehari-hari yang
artinya: “Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami kebajikan di dunia dan
kebajikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api neraka.”
Dunia adalah jembatan menuju akhirat. Karena itu kehidupan dunia pun tidak boleh
ditinggalkan. Marilah kita cermati ayat-ayat berikut ini:
١٠ ‫َفِاَذ ا ُقِض َيِت الَّص ٰل وُة َف اْن َت ِش ُرْو ا ِفى اَاْلْر ِض َو اْب َتُغ ْو ا ِمْن َفْض ِل ِهّٰللا َو اْذ ُك ُروا َهّٰللا َك ِثْيًر ا َّلَع َّلُك ْم ُتْف ِلُحْو َن‬
Artinya : “Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyaknya supaya kamu beruntung”
(QS. al-Jumu’ah [62]: 10).
‫ِاَّن َم ا َت ْع ُبُدْو َن ِمْن ُدْو ِن ِهّٰللا َاْو َث اًن ا َّو َت ْخ ُلُقْو َن ِاْفًك اۗ ِاَّن اَّلِذْي َن َت ْع ُبُدْو َن ِمْن ُدْو ِن ِهّٰللا اَل َي ْم ِلُك ْو َن َلُك ْم ِر ْز ًقا َفاْب َتُغ ْو ا ِع ْن َد ِهّٰللا الِّر ْز َق َو اْع ُب ُدْو ُه‬
١٧ ‫َو اْشُك ُرْو ا َلٗه ۗ ِاَلْيِه ُتْر َج ُعْو َن‬
Artinya : “Maka carilah rezeki di sisi Allah, kemudian beribadah dan bersyukurlah
kepada Allah. Hanya kepada Allah kamu akan dikembalikan” (QS. al-Ankabut [29]: 17).
‫َو اْب َت ِغ ِفْي َم ٓا ٰا ٰت ىَك ُهّٰللا الَّد اَر اٰاْل ِخَر َة َو اَل َت ْن َس َن ِص ْي َبَك ِمَن الُّد ْن َي ا َو َاْح ِس ْن َك َم ٓا َاْح َس َن ُهّٰللا ِاَلْي َك َو اَل َت ْب ِغ اْلَفَس اَد ِفى اَاْلْر ِض ۗ ِاَّن َهّٰللا اَل‬
٧٧ ‫ُيِحُّب اْلُم ْف ِس ِدْي َن‬
Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi” (QS. al-Qasas [28]: 77).
Namun demikian, berburu dunia pun tidak boleh melupakan akhirat. Marilah kita ingat
kisah Qarun yang berlimpah harta namun akhirnya binasa. Qarun adalah orang saleh
miskin yang kemudian minta tolong Nabi Musa agar didoakan kaya. Namun setelah
kaya raya dia menjadi sombong dan meninggalkan ibadah serta tidak lagi peduli
sesama. Jadi ayat tersebut mengingatkan kita perlunya keseimbangan dunia dan
akhirat.
Sementara itu, dalam QS. Yasin ayat 12 Allah subhanahu wata'ala berfirman:
١٢ ࣖ ‫ِاَّن ا َن ْح ُن ُن ْح ِي اْلَم ْو ٰت ى َو َن ْكُت ُب َم ا َقَّدُمْو ا َو ٰا َث اَر ُه ْۗم َو ُك َّل َش ْي ٍء َاْح َص ْي ٰن ُه ِفْٓي ِاَم اٍم ُّم ِبْي ٍن‬
Artinya : “Sungguh, Kamilah yang menghidupkan orang-orang yang mati, dan Kamilah
yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka
(tinggalkan). Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab yang jelas (Lauh
Mahfuzh)”. (QS. Yasin [36]: 12)
Ayat ini semakin menegaskan bahwa apa yang kita kerjakan di dunia adalah investasi
untuk akhirat. Artinya, kehidupan akhirat kita akan sangat tergantung dari apa yang kita
kerjakan dan investasikan di dunia ini.
Oleh karena itu di dunia ini kita dituntut untuk mampu menciptakan masa depan.
Dengan mampu menciptakan masa depan berarti kita ini akan menjadi penentu
kecenderungan perubahan di dunia. Bukankah misi rahmatan lil alamin sesungguhnya
adalah sebuah misi mulia untuk menciptakan tatanan perubahan menuju kelebihbaikan
dan kemajuan?
Ketiga, muhasabah mendorong jiwa berprestasi. Muhasabah diri akan mendorong
sesorang untuk mengasilkan kebaikan, kemanfaatan dan termotivasi untuk terus
berprestasi karena terus berupaya belajar dari masa lalu untuk kelebihbaikan di masa
depan. Orang yang berprestasi adalah orang yang mau belajar dari masa lalu, baik
masa lalu dirinya maupun orang lain. Selain itu, juga karena orang yang berprestasi
yakin bahwa Allah subhanahu wata'ala sangat detil dan akurat dalam mencatat setiap
kabaikan hambanya, Allah subhanahu wata'ala berfirman dalam Al-Qur'an surat al-
Zalzalah ayat 7 sampai 8,
٨ ࣖ ‫ َو َم ْن َّيْع َم ْل ِم ْث َقاَل َذ َّر ٍة َش ًّر ا َّيَر ٗه‬٧ ‫َفَم ْن َّيْع َم ْل ِم ْث َقاَل َذ َّر ٍة َخ ْيًر ا َّيَر ۚٗه‬
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia
akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar
dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula” (QS. al-Zalzalah: 7 - 8).
Orang yang berprestasi adalah orang yang ingin terus bergerak ke depan dan berada
dalam rel kemajuan. Orientasi untuk bergerak maju tersebut didasari pada dua hal.
Pertama, menjalankan fungsi manusia sebagai khalifah di muka bumi yang harus
memakmurkan dan sekaligus menjaga kehidupan dunia dari kerusakan (QS. Hud: 61;
QS. al-Anbiya: 107; QS. al-Baqarah: 30; QS. al-Baqarah:11). Orientasi maju adalah
konsekuensi dari tanggung jawab manusia yang memang diciptakan untuk menjaga
bumi, karena manusia adalah makhluk yang paling sempurna yang dikaruniai kelebihan
daripada makhluk lainnya (QS. at-Tiin:4; QS. al-Isra’: 70).
Kedua, sebagai bentuk syukur kita atas nikmat yang tak terhingga dari Allah subhanahu
wata'ala (QS. an-Nahl : 4), baik nikmat kehidupan, nikmat kemerdekaan, dan nikmat
iman. Nikmat Allah SWT kepada kita akan secara akumulatif membesar dan membesar
manakala kita selalu mensyukurinya dengan jiwa dan tindakan nyata yang impactful.
Apabila kita bersyukur akan bertambah nikmatnya, sebagaimana al-Qur'an Surat
Ibrahim ayat 7:
٧ ‫َو ِاْذ َت َاَّذ َن َر ُّب ُك ْم َلِٕىْن َشَك ْر ُت ْم َاَلِز ْيَد َّنُك ْم َو َلِٕىْن َكَفْر ُت ْم ِاَّن َع َذ اِبْي َلَش ِدْي ٌد‬
Artinya : (Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.” (QS.
Ibrahim [14]: 7)
Orang yang berprestasi adalah tanda orang yang pandai bersyukur. Oleh karena itu
orang yang berprestasi pada akhirnya adalah orang yang memperoleh nikmat lebih.
Apalagi kalau kita juga ingat kata-kata mutiara yang artinya: “Barangsiapa yang harinya
sekarang lebih baik daripada kemarin maka dia termasuk orang yang beruntung.
Barangsiapa yang harinya sama dengan kemarin maka dia adalah orang yang merugi.
Barangsiapa yang harinya sekarang lebih jelek daripada harinya kemarin maka dia
terlaknat”.
Orang yang beruntung adalah orang yang memperoleh nikmat lebih. Dan sebenarnya
disinilah kita semakin memahami bahwa barang siapa yang bersyukur maka
sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri.
Hadirin jamaah shalat Jumat yang berbahagia.
Manusia yang tidak mau melakukan muhasabah, maka dia dapat dikategorikan sebagai
manusia yang sombong. Mengapa? Karena orang yang sombong merasa dirinya telah
sempurna, sehingga ia merasa tidak perlu melakukan introspeksi. Ia merasa selalu
baik, benar, dan tidak pernah melakukan kesalahan. Kesombongan inilah yang
menutup manusia dari kebenaran, karena dia tidak pernah muhasabah (introspeksi)
terhadap dirinya. Allah azza wa jalla berfirman:
٣٥ ‫َك ٰذ ِلَك َي ْط َب ُع ُهّٰللا َع ٰل ى ُك ِّل َقْلِب ُم َتَك ِّب ٍر َج َّباٍر‬
Artinya: “Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-
wenang” (QS. al-Ghafir : 35).
Marilah kita terus bermuhasabah, agar kita menjadi pembelajar, berorientasi masa
depan, dan berprestasi. Orang yang bermuhasabah juga sejatinya adalah orang yang
rendah hati karena menyadari bahwa dirinya belum sempurna sehingga terus belajar
dan kerja keras untuk menjadi lebih baik di masa depan.
Namun demikian, yang kini harus kita pikirkan juga adalah bagaimana mentransformasi
muhasabah personal menjadi muhasabah kolektif. Sehingga, kita tidak saja memikirkan
kelebihbaikan diri kita pasca evaluasi diri, namun juga memikirkan kelebihbaikan umat
dan bangsa ini secara institusional. Dengan demikian, marilah kita juga melakukan
muhasabah kolektif untuk mengantarkan kita sebagai umat Islam dan bangsa Indonesia
yang maju, adil dan makmur yang diridhai Allah subhanahu wata'ala di masa
mendatang.
Jamaah shalat Jumat yang senantiasa diberkahi oleh Allah ta’ala.
Muhasabah diri adalah sebuah keniscayaan dan sekaligus refleksi keimanan kepada
Allah subhanahu wata'ala. Iman dan taqwa dalam diri kita berflutuasi, kadang naik dan
kadang turun. Marilah kita senantiasa melakukan muhasabah diri dan terus meminta
pertolongan kepada Allah SWT agar dimudahkan dalam melakukannya.
Semoga Allah SWT membimbing kita semua selalu ingat kapada-Nya, besyukur atas
nikmtnya dan memperbaiki ibadah kepada-Nya. Semoga Allah SWT menganugerahkan
kekuatan kepada kita untuk dapat melakukan muhasabah (introspeksi) terhadap diri
sendiri maupun kolektif. Dengan muhasabah itu semoga Allah subhanahu wata'ala
memudahkan hisab kita kelak di yaumul qiyamah. Aamiin.

Anda mungkin juga menyukai