Anda di halaman 1dari 8

Di dalam Al Qur’an kita sering menemukan penyebutan kata-kata ‘Ahlul Kitab’.

Berpuluh-puluh ayat bertutur


mengenai ahlul kitab, siapakah mereka? Berimankah mereka? Apa karakteristik mereka? Lalu mengapa
Alquran banyak berbicara mengenai mereka? Dalam tulisan singkat ini kita mencoba bersama-sama mengurai
benang merah dan mencari titik terang agar menjadi jelas wawasan tersebut bagi kita semua, dan memberi
manfaat untuk akidah dan muamalah kita.
[lwptoc]

Siapakah Ahlul Kitab?


Ahlul kitab dalam Al Qur’an adalah kaum Yahudi dan Nasrani, karena kitab suci
telah diturunkan kepada mereka dalam wujud kitab sebuah kitab suci, mereka
pada dasarnya adalah umat yang membaca dan menulis. Berbeda dengan umat
Islam yang merupakan umat penghafal pada asalnya. Itulah salah satunya
hikmah Alquran diturunkan secara bertahap melalui lisan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam.
Penyebutan ahlul kitab yang bermakna kaum Yahudi dan Nasrani juga berlaku
secara umum, tanpa ada pengkhususuan kelompok tertentu dari mereka.
Berangkat dari sini, dapatlah dipahami bahwa siapa pun yang mengaku sebagai
Yahudi ataupun Nasrani, maka dia adalah ahlul kitab apa pun paham teologinya.

Jadi, di sana ada mereka yang berkeyakinan mempersekutukan Allah, ada pula
yang tidak, namun mereka tetaplah bukan umat Islam.

Konteks Penyebutan Ahlul Kitab Dalam Al Qur’an


Penyebutan ahlul kitab dalam Al Qur’an selalu memiliki konotasi celaan ataupun
hardikan dari Allah Ta’ala kepada mereka. Sehingga sematan tersebut tidak
sama sekali mengandung pujian kepada mereka.

{‫َأْن آَم َّنا ِباِهّلل َو َم ا ُأنِزَل ِإَلْيَنا َو َم ا‬ ‫ُقْل َيا َأْهَل اْلِكَتاِب َهْل َتنِقُم وَن ِم َّنا ِإَّال‬
‫َأْك َثَر ُك ْم َفاِس ُقوَن‬ ‫}ُأنِزَل ِم ن َقْبُل َو َأَّن‬
Artinya: “Katakanlah: ‘Hai Ahli Kitab, apakah kamu memandang kami salah, hanya lantaran kami
beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami dan kepada apa yang diturunkan
sebelumnya, sedang kebanyakan di antara kamu benar-benar orang-orang yang fasik?” (QS. Al Maidah:
59)

{ ‫} َياَأْهَل اْلِكَتاِب ِلَم َتْلِبُسوَن اْلَح َّق ِباْلَباِط ِل َو َتْك ُتُم وَن اْلَح َّقَو َأنُتْم َتْع َلُم وَن‬
Artinya: “Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mencampur-adukkan yang haq dengan yang bathil, dan
menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahuinya?” (QS. Al Imron: 71)

{ ‫ُقْل َيا َأْهَل اْلِكَتاِب ِلَم َتُص ُّد وَنَع ن َس ِبيِل ِهّللا َم ْن آَم َن َتْبُغ وَنَها ِع َو جًا َو َأنُتْم‬
‫} ُش َهَد اء َو َم ا الّلُهِبَغ اِفٍل َع َّم ا َتْع َم ُلوَن‬
Artinya: “Katakanlah: ‘Hai Ahli Kitab, mengapa kamu menghalang-halangi orang-orang yang telah
beriman dari jalan Allah, kamu menghendakinya menjadi bengkok, padahal kamu menyaksikan?” Allah
sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Imron: 99)

{ ‫} ُقْل َيا َأْهَل اْلِكَتاِب ِلَم َتْكُفُروَنِبآَياِت ِهّللا َو ُهّللا َش ِهيٌد َع َلى َم ا َتْع َم ُلوَن‬
Artinya: “Katakanlah: ‘Hai Ahli Kitab, mengapa kamu ingkari ayat-ayat Allah, padahal Allah Maha
menyaksikan apa yang kamu kerjakan?” (QS. Al Imron: 98)

Hukum Ahlul Kitab


Sebagaimana yang telah tersebut di atas, bahwa ahlul kitab bukanlah kaum
muslimin. Hal ini merupakan perkara konsensus yang disepakati dalam agama
Islam, tidak dapat diingkari oleh seorang pun yang memeluk Islam. Untuk
mempertegas hal ini baiklah kiranya kita mengemukakan alasan-alasan berikut
ini:

1. Al Qur’an dan As Sunnah telah menghukumi mereka


sebagai kaum kafir.
{ ‫} َياَأْهَل اْلِكَتاِب ِلَم َتْكُفُروَن ِبآَياِت ِهّللا َو َأنُتْم َتْش َهُد وَن‬
Artinya: “Hai Ahli Kitab, mengapa kamu kafir kepada ayat-ayat Allah, padahal kamu mengetahui
(kebenarannya).” (QS. Al Imran: 70)

((‫والذي نفس محمد بيده ال يسمع بي أحدمن هذه األمة يهودي‬


‫والنصراني ثم يموت ولم يؤمن بما أرسلت به إال كان من أصحاب‬
‫رواه مسلم))النار‬
Artinya: “Demi dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya. Tiada seorang pun dari umat ini yang
mendengar seruanku, baik Yahudi maupun Nasrani, tetapi ia tidak beriman kepada seruan yang aku
sampaikan, kemudian ia mati, pasti ia termasuk penghuni neraka” (HR. Muslim)
2. Kesepakatan kaum muslim yang telah berlaku: ijmak
ataupun konsensus, bahwa ahlul kitab adalah kafir
Imam Ibnu Hazm berkata, “Mereka bersepakat bahwasanya Allah ‘Azza wa
Jalla adalah satu-satunya tiada sekutu bagi-Nya, dan Islam adalah agama yang
tiada di muka bumi agama (yang sah) selainnya, ia merupakan pengganti atas
seluruh agama sebelumnya, tiada satu agama pun yang datang setelahnya untuk
menggantikannya. Dan barang siapa yang telah sampai padanya hal ini lantas
menyelisihi maka ia adalah orang yang kafir, kekal di neraka selamanya.”
(Maratibul Ijma’: 172-173)
Imam Ibnu Taimiyyah berkata, ”Barang siapa beranggapan bahwa kunjungan
golongan dzimmi (penganut agama non-Islam) ke gereja-gerejanya adalah suatu
ibadah kepada Allah, maka ia telah murtad” (Al Iqna’: 4/298).
Berkata Imam Al Hijjawi, ”Orang yang tidak mengkafirkan seseorang yang
beragama selain Islam seperti Nasrani atau meragukan kekafiran mereka atau
menganggap mazhab mereka benar, maka ia adalah orang kafir.” (Al Iqna’: 4/298).
3. Unsur kekufuran terbesar adalah mempersekutukan
Allah dalam akidah mereka
Kaum Nasrani mempercayai konsep teologi trinitas, sedangkan kaum Yahudi
juga mempercayai Uzair sebagai anak Allah.

{‫لقدكفر الذين قالوا إن هللا هو المسيح ابن مريم وقال المسيح يا بني‬
‫إسرائيل اعبدوا اللهربي وربكم إنه من يشرك باهلل فقد حرم هللا عليه‬
‫ لقد كفر الذين قالوا إن هللا‬.‫الجن ومأواه النار وما للظالمين منأنصار‬
‫ثالـث ثالثة وما من إله إال إله واحد وإن لم ينتهواعما يقولون ليمسن‬
‫}الذين كفروا منهم عذاب أليم‬
Artinya: “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, ‘Sesungguhnya Allah ialah Al Masih
putera Maryam’, padahal Al Masih (sendiri )berkata, ‘Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan
Tuhanmu.’ Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah
mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu
seorang penolong pun. Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan, ‘Bahwasanya Allah salah
seorang dari yang tiga’, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak
berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa
siksaan yang pedih” (QS. Al Maidah: 72-73).

{‫وقالتاليهود عزير ابن هللا وقالت النصارى المسيح ابن هللا ذلك قولهم‬
‫}بأفواههم يضاهئون قواللذين كفروا من قبل قاتلهم هللا أنى يؤفكون‬
Artinya: “Orang-orang Yahudi berkata, “Uzair itu putra Allah” dan orang Nasrani berkata: “Al Masih itu
putra Allah”. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang
kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka, bagaimana mereka sampai berpaling?” (QS. At
Taubah : 30).
4. Mereka juga mempersekutukan Allah dalam menentukan
aturan agama dan syariat serta mencap stempel halal-
haram, semata-mata tanpa dalil.
Mereka mengikuti dan menjadikan para pendeta dan para rahib sebagai Tuhan
mereka yang berhak melegalkan hukum apa saja ataupun mengubah aturan apa
saja, meskipun itu menyangkut seseorangberada di surga ataukah neraka.
{‫اتخذواأحبارهم ورهبانهم أربابا من دون هللا والمسيح ابن مريم وما‬
‫أمـروا إال ليعبدوا إلهاواحدا ال إله إال هو سبحانه وتعالى عما‬
‫}يشركون‬
Artinya: “Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah,
dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putra Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah
Tuhan Yang Maha Esa, tidak adaTuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang
mereka persekutukan” (At Taubah : 31)
5. Kekufuran yang lain, tidak memercayai agama Islam
sebagai agama Allah yang sah, berikut kitab suci Al Qur’an
dan kerasulan Nabi Muhammad.
6. Tidak mengakui agama Islam sebagai satu-satunya
paham keagamaan universal yang telah menghapus segenap
paham keagamaan lainnya, termasuk Yahudi dan Nasrani.
{‫}قليا أيها الناس إني رسول هللا إليكم جميعا‬
Artinya: “Katakanlah, ‘Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua” (QS. Al
Imran: 70)

((‫والذينفس محمد بيده ال يسمع بي أحد من هذه األمة يهودي‬


‫والنصراني ثم يموت ولم يؤمن بما أرسلتبه إال كان من أصحاب‬
‫رواه مسلم ))النار‬
Artinya: “Demi dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya. Tiada seorang pun dari umat ini yang
mendengar seruanku, baik Yahudi maupun Nasrani, tetapi ia tidak beriman kepada seruan yang aku
sampaikan, kemudian ia mati, pasti ia termasuk penghuni neraka” (HR. Muslim).
7. Ahlul kitab secara terang-terangan mengatakan bahwa
mereka adalah kaum Yahudi atau juga Nasrani,mereka
sama sekali tidaklah mengatakan bahwa mereka muslim.
Jika mereka saja mengakuinya maka kenapa masih ada seorang yang mengaku
muslim berusaha menyelisihi hal ini!?

8. Selain itu, jika kita coba beranggapan bahwa ajaran Nabi


Musa ataupun Nabi Isa tetap berlaku, meskipun sebenarnya
tidaklah demikian.
Maka kita dapatkan bahwa mereka juga telah kufur terhadap apa yang terdapat
dalam kitab suci mereka. Sebab, semua ajaran para Nabi itu mengajarkan
keesaan Allah secara mutlak tanpa ada sedikit pun unsur sekutu.
Kekhususan Ahlul Kitab
Penyebutan kaum Yahudi dan Nasrani sebagai ahlul kitab dalam ajaran Islam
memiliki beberapa konsekuensi tertentu, yang memberikan perbedaan dan
kekhususan tertentu bagi mereka dibanding kaum kafir lainnya. Semua itu
berangkat dari kesamaan pedoman awal dalam beragama, yang lebih dikenal
sebagai agama samawi yaitu agama yang sumber asalnya adalah wahyu yang
diturunkan oleh Allah dari langit. Adapun istilah agama Ibrahimiyah atau agama
anak keturunan Nabi Ibrahim banyak digunakan untuk mengelabui tentang
agama yang benar. Meskipun kita meyakini dengan pasti bahwa kedua ajaran
agama tersebut telah melenceng jauh dari garis pedoman terdahulunya,
cukuplah sebagai bukti bahwa ajaran Nabi Musa dan Nabi Isa diturunkan hanya
untuk kaum Israel saja, juga pertanda dalam kitab mereka akan kedatangan Nabi
Muhammad yang memberi konsekuensi bagi mereka untuk mengikutinya. Ini
semua tersebut dalam literatur wahyu keislaman, sedangkan dalam literatur
mereka sudah barang tentu dihapus secara massal dan terencana, meski masih
terdapat beberapa isyarat yang terserak di sana-sini. Di antara kekhususan
tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Adanya ketentuan jizyah bagi mereka berdasarkan


konsensus para ulama.
Yaitu bilamana mereka menolak untuk masuk Islam, maka diperbolehkan bagi
mereka untuk tetap memeluk agamanya dan berada di bawah naungan sebuah
pemerintahan Islam, dengan tetap memperhatikan aturan-aturan yang telah
diberlakukan oleh pemerintah serta membayar jizyah dalam kadar dan ketentuan
tertentu sebagai jaminan. Dan hal ini berlaku bagi mereka secara konsensus,
adapun di luar mereka maka mayoritas ulama tidak menganggapnya berlaku,
kecuali menyangkut kaum Majusi penyembah api.

{‫قاتلوا الذين ال يؤمنون باهلل وال باليوم اآلخروال يحرمون ما حرم هللا‬
‫ورسوله واليدينون دين الحق من الذين أوتوا الكتاب حتىيعطوا الجزية‬
‫}عن يد وهم صاغرون‬
Artinya: “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari
kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak
beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada
mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk” (QS. Al
Maidah: 5)
2. Boleh bagi seorang muslim menikahi wanita ahlul kitab
yang baik, jika memang ia mampu membentengi
keimananannya.
{‫والمحصنات من المؤمنات والمحصنات من الذينأوتوا الكتاب من‬
‫قبلكم إذا آتيتموهن أجورهن محصنين غير مسافحين وال متخذي‬
‫}أخدان‬
Artinya: “(Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang
beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum
kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud
berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik” (QS. Al Maidah: 5)
3. Halalnya sembelihan ahlul kitab bagi kaum muslimin
meski tidak disembelih dengan nama Allah
Selama memang hewan tersebut halal. Adapun sembelihan kaum kafir lainnya
maka bagi kaum muslimin tetap dihukumi sebagai bangkai yang tidak disembelih
sesuai syariat.

{ ‫}َو َطَع اُم اَّلِذ يَن ُأوُتوا اْلِكَتاَب ِح ٌّل َلُك ْم َو َطَع اُم ُك ْم ِح ٌّل َلُهْم‬
Artinya: “Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu
halal (pula) bagi mereka” (QS. Al Maidah:5)
Di luar apa yang telah disebutkan di atas, maka seluruh hukum yang berkenaan
dengan mereka dalam Islam sama persis dengan hukum yang berkenaan dengan
kaum kafir lainnya. Seperti tidak diperbolehkan seorang muslim berpindah
agama ke agama lain, dan bila tejadi maka pelakunya dihukumi sebagai murtad
dan berhak diperlakukan dengan hukuman yang disyariatkan terhadap orang
yang murtad.

Menjawab Propaganda dan Syubhat


Syubhat 1: terdapat ayat-ayat dalam Alquran yang memberikan pujian kepada ahlul
kitab bahkan menyatakan bahwa mereka juga ada yang beriman.
Syubhat 2: terdapat ayat yang menyebutkan bahwa ahlul kitab bukanlah termasuk
orang musyrik, seperti misalnya: ﴿‫ ﴾لم يكن الذين كفروامن أهل الكتـاب والمشركين‬maka kata (‫ )من‬di
sini bermakna sebagian (tab’idh), sehingga orang kafir itu sebenarnya ada yang
kafir musyrik, dan adapula yang sebenarnya tidak musyrik sehingga bisa
disandingkan dengan kaum muslim.
Jawaban:
1. Seluruh ayat-ayat tersebut jika ditilik kembali, maka konteksnya selalu
bermuara pada dua hal.
Pertama: mereka adalah orang yang beriman pada ajaran asli nabi mereka
sebelum datangnya risalah Nabi Muhammad.
Kedua: atau mereka yang kemudian beriman kepada risalah Nabi
Muhammad setelah kedatangannya.
Sebagai contoh dua ayat ini dapatlah diketengahkan:
{ ‫َو ِإَّنِم ْن َأْهِل اْلِكَتاِب َلَم ْن ُيْؤ ِم ُن ِباِهَّلل َو َم ا ُأْنِزَل ِإَلْيُك ْم َو َم اُأْنِزَل ِإَلْيِهْم‬
‫َخ اِش ِع يَن ِهَّلِل ال َيْش َتُروَن ِبآَياِت ِهَّللا َثَم نًا َقِليًالُأْو َلِئَك َلُهْم َأْج ُر ُهْم ِع ْنَد‬
‫}َر ِّبِهْم ِإَّن َهَّللا َس ِريُع اْلِح َس اِب‬
Artinya: “Dan sesungguhnya di antara ahli kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan
kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka
berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang
sedikit. Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-
Nya” (QS.Al Imron: 199)

{‫ َو ِإَذ ا ُيْتَلى َع َلْيِهْم َقاُلوا‬. ‫اَّلِذ يَن آَتْيَناُهْم اْلِكَتاَب ِم ْنَقْبِلِه ُهْم ِبِه ُيْؤ ِم ُنوَن‬
‫}آَم َّنا ِبِهِإَّنُه اْلَح ُّق ِم ْن َر ِّبَنا ِإَّنا ُكَّنا ِم ْن َقْبِلِه ُم ْس ِلِم يَن‬
Artinya: “Orang-orang yang telah Kami datangkan kepada mereka AlKitab sebelum Al Quran,
mereka beriman (pula) dengan Al Quran itu. Dan apabila dibacakan (Al Quran itu) kepada mereka,
mereka berkata: ‘Kami beriman kepadanya, sesungguhnya Al Quran itu adalah suatu kebenaran dari
Tuhan kami, sesungguhnya kami sebelumnya adalah orang-orang yang membenarkan(nya).” (QS. Al
Qashash: 52-53)
2. Adapun ayat yang mengesankan seolah-olah ada kafir tapi tidak musyrik, maka bisa dijawab sebagai
berikut. Pertama: bahwa kata (‫ )من‬di situ bukan bermakna sebagian melainkan bermakna yaitu
(bayan), maksudnya orang-orang kafir berupa ahlul kitab dan kaum musyrik.
Kedua: bahwa ayat itu jelas menyebut mereka sebagai kafir yang berarti bukan Islam.
Ketiga: pada surat yang sama Allah menyebutkan tempat kembali mereka, “Sesungguhnya orang-
orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam;
mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk” (QS. Al Bayyinah: 6).
Keempat: Allah juga dengan tegas mengatakan bahwa mereka berbuat syirik sebagaimana dalam ayat
yang telah disebut di atas, “Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (AtTaubah : 31)

Kepada Kaum Yahudi dan Nasrani


Dalam ajaran Yahudi dan Nasrani saat ini, mereka sama sekali tidak memiliki
satu pun argumentasi yang bersumber dari literatur ahlul kitab. Karena status
literatur-literatur tersebut sama sekali tidak otentik dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan, hal ini dapat diperjelas sebagai berikut:

1. Tidak adanya manuskrip yang tepercaya, ataupun bisa dipastikan


kebenarannya sebagai catatan asli.
2. Perbedaan-perbedaan yang sangat banyak, fatal dan kontradiktif antar teks-teks literatur tersebut.
3. Tidak terdapat kesepakatan ataupun konsensus yang menjustifikasi keaslian literatur terebut. Hal
inilah yang dalam Islam disebut sebagai ijma.
4. Buramnya urut-urutan sejarah perjalanan literatur tersebut dari sejak ia diwahyukan hingga zaman ini.
Hal ini menyebabkan seluruh langkah crosscheck menyeluruh menjadi mustahil.
5. Rentang waktu antara penulisan pertama dan waktu disampaikannya wahyu sangat jauh, dan tidak
dapat dikonfirmasi.
6. Tidak terdapat sama sekali sistem sanad yang hanya menjadi satu-satunya keistimewaan agama Islam.
Yaitu rantai periwayatan dari sang pembawa wahyu hingga zaman ini. Terlebih seluruh mata rantai
tersebut dapat dicek kredibilitasnya masing-masing, sehingga ajaran agama terjaga dari kemungkinan
salah tafsir, salah riwayat, ataupun penyusupan ajaran-ajaran tertentu.
Semua hal di atas bukan hanya klaim sepihak belaka, namun juga diakui oleh
orang-orang dalam tubuh Ahlul Kitab sendiri. Sehingga sama sekali tidak dapat
dijadikan sandaran dalam berargumentasi apalagi dalam berkeyakinan yang
menyangkut keselamatan dunia dan akhirat.

Sebagai penutup, kitab suci Al Qur’an telah menyeru ahlul kitab untuk kembali
menuju jalan yang benar, mengikuti apa yang disampaikan oleh Nabi Musa
ataupun Nabi Isa; berupa tauhid alias keesaan Allah dan kewajiban mengikuti
syariat seorang nabi penutup para Nabi yaitu Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Allah Ta’ala berfirman,

{‫قل ياأهل الكتاب تعالوا إلى كلمة سواء بيننا وبينكم أال نعبد اللهإال‬
‫}وحده وال نشرك به شيئا وال يتخذ بعضنا بعضا أربابا من دون هللا‬
Artinya: “Katakanlah, ‘Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak
ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan
Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain
Allah.’ Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: ‘Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-
orang yang berserah diri (kepada Allah)” (QS. Al Imron: 64)
Referensi
 Alquran Alkarim
 Majmu’ Fatawawa Rasail, Syeikh Al-Utsaimin. Dar Alwathan & Dar Atsuroya, cet: terakhir 1413H.
(soal-jawab ke-386)
 Marotibul Ijma’, Imam Ibnu Hazm. Darul Kutub Al Ilmiyyah, Beirut.
 Al Iqna’, Imam Al Hijjawi. Darul Ma’rifah, Beirut.
 Man hum ahlulkitab? Silsilah Nur ‘Ala Darb, Syeikh Bin Baz.http://www.binbaz.org.sa/mat/10557
 Hal yuthlaqu ‘alaahlil kitab shifatul kufr? DR. Abdullah Al
Ahdal.http://www.saaid.net/Doat/ahdal/122.htm
 Hal hunaka farqbayna ahlil kitab wal musyrikin? Syeikh Abdurrahman bin Nashir Al Barrak.
http://ar.islamway.net/fatwa/35185

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/19330-ahlul-kitab.html

Anda mungkin juga menyukai