Anda di halaman 1dari 18

CARA MENGUATKAN IMAN

Pengertian dan Dalil Iman kepada Kitab Allah swt


Asas Pokok Keimanan kepada Kitab Allah swt
 
Tahukah kamu apa yang mendasari beriman kepada kitab Allah swt?
Dasar yang melandasi iman kepada kitab Allah swt, yaitu adanya
keimanan kita yang benar kepada Allah swt.
 
Iman kepada Allah swt merupakan asas dan pokok akan adanya
keimanan kepada kitab-Nya, yakni keyakinan yang pasti bahwa Allah swt
adalah Rabb dan pemilik segala sesuatu, Dialah satu-satunya pencipta,
pengatur segala sesuatu, dan Dialah satu-satunya yang berhak
disembah, tidak ada sekutu bagi-Nya. Semua sesembahan selain Dia
adalah sesembahan yang batil, dan beribadah kepada selain-Nya adalah
kebatilan.
 
Allah swt berfirman;
Q.S AL HAJJ : 62
Adanya alam semesta ini merupakan bukti bahwa Allah swt adalah Tuhan
Yang Maha Kuasa. Tuhan yang menciptakan alam semesta dan yang
mengaturnya. Tidak ada Tuhan selain Allah swt yang wajib disembah.
Umat Islam meyakini adanya Allah swt dan mengetahui sifat-sifat Nya,
agar menjadi mukmin sejati. Dengan modal iman inilah kita akan
menjalankan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya.
 
Perhatikan firman Allah swt berikut;
Q.S AL-MAIDAH : 48

Kitab-kitab yang dimaksudkan pada ayat di atas adalah kitab yang berisi
peraturan, ketentuan, perintah, dan larangan yang dijadikan pedoman
bagi umat manusia. Kitab-kitab Allah swt, tersebut diturunkan pada masa
yang zamannya berbeda-beda. Semua kitab tersebut berisi ajaran pokok
yang sama, yaitu ajaran meng-esa-kan Allah swt (tauhid). Yang berbeda
hanyalah dalam hal syariat yang disesuaikan dengan zaman dan keadaan
umat pada waktu itu.
Marilah kita renungkan, apa jadinya jika kita menaiki kendaraan di jalan
tidak memiliki tujuan yang jelas. Kita hanya naik dan tidak tahu akan ke
mana. Tentu kita hanya akan menghambur-hamburkan bahan bakar atau
tenaga dan mengganggu perjalanan pengguna jalan yang lain. Bahkan
lama-kelamaan kita bisa tersesat. Demikian juga halnya dengan
kehidupan manusia di dunia ini. Jika hidup ini tidak memiliki arah yang
jelas dan benar, hanya akan menghabiskan usia tanpa bermanfaat dan
kemudian tersesat.

APA JADINYA JIKA HIDUP TIDAK MEMILIKI ARAH DAN TUJUAN YANG
JELAS DAN BENAR?

adi, hidup ini harus memiliki arah atau tujuan yang jelas dan benar. Lalu
siapa yang mengetahui arah dan tujuan hidup yang benar itu? Tentu
yang mengetahui secara pasti adalah Allah swt, Tuhan yang menciptakan
manusia. Maha Suci Allah swt yang tidak menghendaki manusia hidup
dalam kesesatan. Oleh karena itu, Allah swt memberikan arah yang jelas
dengan cahaya petunjuk-Nya. Allah swt memberikan petunjuk mengenai
tata cara bagaimana menjalani hidup di dunia serta tata cara bagaimana
mendekatkan diri kepada-Nya. Sehingga kita di dunia menjadi orang
yang bahagia dan selamat, serta kelak di akhirat kita mendapatkan
kebahagian hakiki dan mendapatka ridlo-Nya dalam keadaan menjadi
hamba yang dikasihi-Nya. Karena itu, kitab suci yang Allah swt turunkan
kepada rasul-Nya adalah sebagai rahmat untuk para makhluk-Nya, dan
petunjuk bagi mereka, supaya mereka mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat.
 
Allah swt menghendaki sesama manusia untuk hidup saling membantu,
saling membahagiakan, serta menanam berbagai amal kebaikan selama
hidup di dunia. Sebaliknya, Allah swt. tidak menghendaki manusia saling
menyengsarakan dan menyakiti satu sama lain. Manusia yang dapat
menjalani hidupnya dengan benar dan terarah akan merasakan
kebahagiaan dalam kehidupannya. Sebaliknya, mereka yang menjalani
hidup tanpa menggunakan aturan dan seenaknya sendiri tentu akan lebih
sering mengalami masalah, kesulitan, dan kegelisahan. Orang yang tidak
pernah mengindahkan aturan juga dapat membuat orang lain di
sekelilingnya merasa terganggu bahkan gelisah.
Jadi, petunjuk Allah swt yang termaktub di dalam kitab-kitab yang
diturunkan-Nya merupakan panduan untuk kebahagiaan manusia di dunia
maupun akhirat. Oleh karena itu, kitab itu benar-benar berisi cara untuk
membimbing kita untuk meraih kebahagiaan. Sungguh rugi manusia yang
tidak mengimani kitab-kitab Allah swt, tidak pernah membaca,
memahami, memegang teguh serta melaksanakan isi kitab suci itu.

Pengertian iman kepada kitab Allah swt


 
Menurut bahasa, iman adalah percaya atau membenarkan. Menurut
istilah, iman adalah kepercayaan yang diyakini kebenarannya dalam hati,
diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan perbuatan. Jadi, iman
kepada kitab-kitab Allah swt artinya percaya dan meyakini bahwa Allah
swt mempunyai kitab yang telah diturunkan kepada para rasul-Nya agar
menjadi pedoman hidup bagi umatnya. Hukum beriman kepada kitab-
kitab Allah swt adalah fardhu’ain (wajib bagi setiap orang yang beragama
Islam). Muslim (Orang Islam) yang tidak mempercayai adanya kitab-kitab
Allah swt maka dinamakan murtad (keluar dari ajaran Islam).
 
Beriman kepada kitab Allah swt merupakan rukun iman yang ketiga.
Mengimani kitab Allah swt berarti kita harus mempercayai dan
mengamalkan segala sesuatu yang terkandung di dalam kitab tersebut.
Iman terhadap kitab Allah swt merupakan salah satu landasan agama
kita. Allah swt berfirman yang artinya:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan. Akan tetapi, sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman dengan
Allah swt, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi….”
(QS. Al-Baqarah: 177).
 
Perhatikanlah hadist nabi berikut ini:

Cakupan Iman dengan Kitab Suci


 
Masih dalam kitab yang sama, beliau juga mengatakan: “Iman dengan
kitab suci mencakup 4 perkara:
 
1. Iman bahwasanya kitab-kitab tersebut turun dari Allah swt.
2. Iman dengan nama-nama yang kita ketahui dari kitab-kitab
tersebut, seperti al-Qur`an yang Allah swt turunkan kepada
Muhammad saw, Taurat kepada Musa a.s, Injil kepada Isa a.s,
dan lain sebagainya.
3. Pembenaran terhadap berita-berita yang shahih, seperti berita-
berita yang ada dalam Al-Qur’an dan kitab-kitab suci
sebelumnya selama kitab-kitab tersebut belum dirubah atau
diselewengkan.
4. Pengamalan terhadap apa -apa yang tidak di-nasakh dari kitab-
kitab tersebut, menerimanya dan berserah diri dengannya, baik
yang diketahui hikmahnya, maupun yang tidak diketahui.”
b. Dalil iman kepada kitab Allah swt
 
Perhatikan dan simaklah firman Allah swt, berikut ini:

Menurut Imam Qurtubi, firman Allah swt di atas,‫ َياَأ ُّي َها الَّ ِذي َْن آ َم ُن ْوا آ ِم ُن ْوا‬ ,ayat ini
diturunkan dan ditujukan untuk semua orang yang beriman, makna ayat
tersebut adalah wahai orang-orang yang berbuat benar, tunjukkan
kebenaran yang kalian lakukan dan teruslah kalian berada pada garis
ِ ‫و ْال ِك َتا‬ “Dan
kebenaran itu, ِ‫ب الَّذِى َن َّز َل َعلَى َرس ُْولِه‬ َ kepada Kitab yang Allah swt
turunkan kepada rasul-Nya,” maksudnya adalah al-Qur’an,  ْ‫ب الَّذِى ُأ ْن ِز َل مِن‬ ِ ‫َو ْال ِك َتا‬
‫ َق ْب ُل‬ “Serta Kitab yang Allah swt turunkan sebelumnya,” artinya kepada
setiap kitab yang diturunkan kepada para Nabi sebelum Nabi Muhammad
saw.
Ibnu Katsir, Abu Umar, dan Ibnu ‘Amir membaca dengan Qira’ah
“nuzzila”, dan “unzila” dengan harakat dhammah, sedangkan yang lain
membacanya dengan Qira’ah “nazzala” dan “anzala” dengan harakat
fathah. Pendapat lain mengatakan, bahwa ayat ini diturunkan kepada
orang yang beriman kepada Nabi Muhammad saw dari kalangan para
Nabi terdahulu. Pendapat lain mengatakan bahwa khitab ayat ini
ditujukan kepada orang-orang munafik, makna ayat menurut kelompok
ini adalah wahai orang-orang yang beriman secara zhahir, murnikanlah
keimananmu kepada Allah swt. Pendapat lain mengatakan bahwa yang
dimaksud dalam ayat ini adalah orang-orang musyrik, makna ayat
menurut golongan ini adalah wahai orang-orang yang beriman kepada
Latta, Uzza dan Thaghut (syeitan), berimanlah kalian kepada Allah swt,
dan percayalah kalian kepada Allah swt juga kepada kitan-kitab-Nya.
(Syaikh Imam al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi 5, hal.983-984.)
 
Sedangkan Imam Ibnu Katsir dalam kitabnya beliau memberikan
penafsiran  bahwa maksud konteks  ayat di atas bukanlah perintah untuk
beriman, melainkan perintah untuk lebih menyempurnakan iman dan
memperkokohnya. Dari surah an-Nisa ayat 136 di atas Rukun Iman
disebutkan hanyalah lima perkara yaitu:
1. Percaya kepada Allah swt
2. Percaya kepada Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul
3. Percaya kepada Malaikat-Malaikat
4. Percaya kepada Kitab-Kitab
5. Percaya kepada Hari Akhirat
Menurut Sayyid Quthb, seruan iman pada ayat tersebut merupakan
seruan iman yang kedua, dengan menyebutkan ciri atau sifat mereka
yang membedakan mereka dari kejahilan yang ada di sekitarnya. Ini
merupakan penjelasan terhadap unsur-unsur iman yang wajib diimani
oleh orang-orang yang beriman. Yaitu, beriman kepada Allah swt dan
rasul-Nya. Iman yang menghubungkan antara hati seorang mukmin
dengan Tuhan yang telah menciptakan mereka, dan telah mengutus
kepada mereka orang yang menunjukkan mereka pada keimanan itu,
yaitu Rasulullah. Di sampinng itu juga beriman kepada risalah Rasul dan
membenarkan segala yang dibawa untuk mereka dari Tuhan yang telah
mengutusnya.dan kemudian disusul dengan keharusan beriman kepada
hari kiamat. (Sayyid Quthb, “Tafsir fi Zhilalil Quran”, diterjemahkan oleh
As’ad Yasin, Jakarta, Gema Insani:  2008, cet.3,  jil.III, h.101)
 
Menurur sayyid Quthb adapun beriman kepada Allah swt, malaikat, kitab-
kitab, rasul dan hari kiamat bagi orang beriman sudah merupakan fitrah
di lubuk hatinya yang dalam.
 
M. Quraish Shihab menjelaskan dalam bukunya Wawasan Al Quran , Al-
Quran mengisayaratkan bahwa kehadiran Tuhan ada dalam diri setiap
insan.
 
Demikian dipahami dari firman-Nya dalam surah al-Rum: 30.
Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah swt;
(tetaplah atas) fitrah Allah swt yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah swt. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Karena sudah menjadi fitrah manusia untuk beriman kepada Allah swt,
maka sewajarnyalah untuk senantiasa meningkatkan dan memperkokoh
keimanan itu. Umat terdahulu meyakini sebagian yang disampaikan oleh
para rasul dan kufur dengan sebagian yang lain.
Asbabun Nuzul
 
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ayat ini diturunkan berkenaan dengan
Abdu ‘I-Lah bin Salam, Asad dan Usaid yang keduanya putra Ka’ab,
Tsa’labah bin Qais, Salam bin saudara perempuan Abdu ‘I-Lah bin Salam,
dan Yamin bin Yamin. Mereka datang kepada Rasulullah saw. seraya
berkata, “Kami beriman kepadamu dan kitabmu, kepada Musa dan
Taurat, dan kepada ‘Uzair; tetapi kami ingkar kepada selain kitab-kitab
dan rasul-rasul itu”. Maka, Rasulullah saw. bersabda, “Bahkan,
hendaknya kalian beriman kepada Allah swt dan Rasul-Nya, Muhammad,
beserta kitab-Nya, al-Qur’an, dan seluruh kitab yang diturunkan sebelum
itu.” Mereka berkata, “Kami tidak akan melakukannya”. Maka turunlah
ayat ini, kemudian mereka semua beriman.
(Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi 5, hal. 301.)
 
Perhatikan dan simaklah firman Allah swt, berikut ini;
Diturunkannya kitab-kitab Allah swt ini merupakan anugerah bagi manusia.
Mengapa demikian? Manusia dikaruniai akal oleh Allah swt agar dapat mengkaji al-
Quran untuk memahami ajaran-ajaran Allah swt sebagai rambu-rambu yang
menunjukkan jalan kebenaran, serta menciptakan tatanan kehidupan dunia yang
baik dan benar. Jadi, dengan adanya kitab-kitab Allah swt ini, manusia dapat
membedakan mana yang benar (haq) dan mana yang salah (bathil), mana yang
bermanfaat dan mana yang mengandung mudarat.

Iman kepada Allah  merupakan rukun Iman  yang pertama. Lantas bagaimana


penerapan iman kepada Allah SWT  dalam diri umat muslim di kehidupan sehari-hari?
Adanya Iman kepada Allah SWT mewajibkan umat Muslim mempercayai akan
keberadaan Allah SWT sebagai Tuhan alam semesta yang mencipatakan langit dan
bumi beserta isinya sebagaimana yang disebutkan dalam Al Quran Surat Al A’raf
ayat 54 berikut:

"Sesungguhnya Rabbmu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam
enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada
siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan
dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah,
menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha penuh berkah Allah, Rabb
semesta alam."

Selain itu, disebutkan pula oleh Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iri sebagai dalil Aqli
iman kepada Allah SWT:

1. Alam semesta dengan makhluk hidup, karena tidak ada seorang pun di
alam raya yang mengklaim telah menciptkan alam raya beserta isinya
selain Allah SWT
2. Firman-firman Allah SWT dalam Al-Quran yang selalu dibaca, dihayati
serta dipahami maknanya
3. Adanya sistem yang teratur dalam tata surya dan kehidupan di bumi.
Mulai dari proses penciptaan, pembentukan, pertumbuhan dan
pekembangan makhluk hidup yang tunduk kepada Sunatullah

Dalam mengimani adanya malaikat, umat Islam tentunya dapat memetik hikmahnya.
Berikut adalah hikmah iman kepada malaikat .
1.       Diberikan ketenangan hati

Hati seseorang yang mengimani Allah tidak akan mudah digoyahkan oleh ajakan
nafsu jahat atau orang yang menyesatkan.

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” QS.
Ar-Ra’d Ayat 28

2.       Diampuni dosa dan mendapat pahala besar

Seseorang yang mengimani Allah SWT akan diberi jaminan atas pengampunan
dosanya dan memperoleh pahala yang besar karena taat dan patuh atas perintah
dan larangan Allah SWT ketika berada di dunia.

“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh,
(bahwa) mereka akan mendapat ampunan dan pahala yang besar” QS Al-Ma’idah
Ayat 9

3.       Mendapat kebahagiaan sesungguhnya

Hati seseorang yang mengimani Allah SWT  akan terasa tenteram sehingga mampu
merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya. Orang-orang beruntung tersebut akan
selalu berada lurus terus di jalan yang diridhoi Allah SWT
20 Cara Menguatkan Iman Anda
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benarnya takwa kepada-Nya
dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan Islam.” (Ali Imran: 102)

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang
diri, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya, dan daripada keduanya Allah
mengembangbiakkan lelaki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang
denan (menggunakan) nama-Nya kami saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (An-Nisa: 1)

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan
yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu
dosa-dosamu. Dan, barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah
mendapatkan kemenangan yang besar.”

Begitulah perintah Allah kepada kita agar kita bertakwa. Namun, iman di dalam hati kita
bukanlah sesuatu yang statis. Iman kita begitu dinamis. Bak gelombang air laut yang kadang
pasang naik dan kadang pasang surut.

Ketika kondisi iman kita lemah dan kondisi lemah itu kita masih ada dalam kebaikan, kita
beruntung. Namun, bila ketika kondisi iman kita lemah dan kondisi lemah itu membuat kita ada
di luar koridor ajaran Rasulullah saw., kita celaka. Rasulullah saw. bersabda, “Engkau
mempunyai amal yang bersemangat, dan setiap semangat mempunyai kelemahan. Barangsiapa
yang kelemahannya tertuju pada sunnahku, maka dia telah beruntung. Dan, siapa yang
kelemahannya tertuju kepada selain itu, maka dia telah binasa.” (Ahmad)

Begitulah kondisi hati kita. Sesuai dengan namanya, hati –dalam bahasa Arab qalban—selalu
berubah-ubah (at-taqallub) dengan cepat. Rasulullah saw. berkata, “Dinamakan hati karena
perubahannya. Sesungguhnya hati itu ialah laksana bulu yang menempel di pangkal pohon yang
diubah oleh hembusan angin secara terbalik.” (Ahmad dalam Shahihul Jami’ no. 2365)

Karena itu Rasulullah saw. mengajarkan kepada kita sebuah doa agar Allah saw. menetapkan
hati kita dalam ketaatan. “Ya Allah Yang membolak-balikan hati-hati manusia, balikanlah hati
kami untuk taat kepada-Mu.” (Muslim no. 2654)

Hati kita akan kembali pada kondisi ketaatan kepada Allah swt. jika kita senantiasa
memperbaharui keimanan kita. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya iman itu dijadikan di
dalam diri salah seorang di antara kamu sekalian sebagaimana pakaian yang dijadikan, maka
memohonlah kepada Allah agar Dia memperbaharui iman di dalam hatimu.” (Al-Hakim di Al-
Mustadrak, 1/4; Al-Silsilah Ash-Shahihain no. 1585; Thabrany di Al-Kabir)

Bagaimana cara memperbaharui iman? Ada 20 sarana yang bisa kita lakukan, yaitu sebagai
berikut.
1. Perbanyaklah menyimak ayat-ayat Al-Quran

Al-Qur’an diturunkan Allah sebagai cahaya dan petunjuk, juga sebagai obat bagi hati manusia.
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi obat dan rahmat bagi orang-orang
yang beriman.” (Al-Isra’: 82).

Kata Ibnu Qayyim, yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim untuk menyembuhkan
hatinya melalui Al-Quran, “Caranya ada dua macam: pertama, engkau harus mengalihkan
hatimu dari dunia, lalu engkau harus menempatkannya di akhirat. Kedua, sesudah itu engkau
harus menghadapkan semua hatimu kepada pengertian-pengertian Al-Qur’an, memikirkan dan
memahami apa yang dimaksud dan mengapa ia diturunkan. Engkau harus mengamati semua
ayat-ayat-Nya. Jika suatu ayat diturunkan untuk mengobati hati, maka dengan izin Allah hati itu
pun akan sembuh.”

2. Rasakan keagungan Allah seperti yang digambarkan Al-Qur’an dan Sunnah

Al-Qur’an dan Sunnah banyak sekali mengungkap keagungan Allah swt. Seorang muslim yang
ketika dihadapkan dengan keagungan Allah, hatinya akan bergetar dan jiwanya akan tunduk.
Kekhusukan akan hadir mengisi relung-relung hatinya.

Resapi betapa agungnya Allah yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui, yang memiliki nama-
nama yang baik (asma’ul husna). Dialah Al-‘Azhim, Al-Muhaimin, Al-Jabbar, Al-Mutakabbir,
Al-Qawiyyu, Al-Qahhar, Al-Kabiir, Al-Muth’ali. Dia yang menciptakan segala sesuatu dan
hanya kepada-Nya lah kita kembali.

Jangan sampai kita termasuk orang yang disebut ayat ini, “Dan mereka tidak mengagungkan
Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi dan seluruhnya dalam genggaman-
Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya.” (Az-Zumar: 67)

3. Carilah ilmu syar’i

Sebab, Al-Qur’an berkata, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya
ialah orang-orang yang berilmu.” (Fathir: 28). Karenanya, dalamilah ilmu-ilmu yang
mengantarkan kita pada rasa takut kepada Allah.

Allah berfirman, “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?” (Az-Zumar: 9). Orang yang tahu tentang hakikat penciptaan manusia, tahu tentang
syariat yang diturunkan Allah sebagai tata cara hidup manusia, dan tahu ke mana tujuan akhir
hidup manusia, tentu akan lebih khusyuk hatinya dalam ibadah dan kuat imannya dalam aneka
gelombang ujian ketimbang orang yang jahil.

Orang yang tahu tentang apa yang halal dan haram, tentu lebih bisa menjaga diri daripada orang
yang tidak tahu. Orang yang tahu bagaiman dahsyatnya siksa neraka, tentu akan lebih khusyuk.
Orang yang tidak tahu bagaimana nikmatnya surga, tentu tidak akan pernah punya rasa rindu
untuk meraihnya.
4. Mengikutilah halaqah dzikir
Suatu hari Abu Bakar mengunjungi Hanzhalah. “Bagaimana keadaanmu, wahai Hanzhalah?”
Hanzhalah menjawab, “Hanzhalah telah berbuat munafik.” Abu Bakar menanyakan apa
sebabnya. Kata Hanzhalah, “Jika kami berada di sisi Rasulullah saw., beliau mengingatkan kami
tentang neraka dan surga yang seakan-akan kami bisa melihat dengan mata kepala sendiri. Lalu
setelah kami pergi dari sisi Rasulullah saw. kami pun disibukkan oleh urusan istri, anak-anak,
dankehidupan, lalu kami pun banyak lupa.”

Lantas keduanya mengadukan hal itu kepada Rasulullah saw. Kata Rasulullah, “Demi jiwaku
yang ada di dalam genggaman-Nya, andaikata kamu sekalian tetap seperti keadaanmu di sisiku
dan di dalam dzikir, tentu para malaikat akan menyalami kamu di atas kasurmu dan tatkala kamu
dalam perjalanan. Tetapi, wahai Hanzhalah, sa’atah, sa’atan, sa’atan.” (Shahih Muslim no. 2750)

Begitulah majelis dzikir. Bisa menambah bobot iman kita. Makanya para sahabat sangat
bersemangat mengadakan pertemuan halaqah dzikir. “Duduklah besama kami untuk mengimani
hari kiamat,” begitu ajak Muadz bin Jabal. Di halaqah itu, kita bisa melaksanakan hal-hal yang
diwajibkan Allah kepada kita, membaca Al-Qur’an, membaca hadits, atau mengkaji ilmu
pengetahuan lainnya.

5. Perbanyaklah amal shalih

Suatu ketika Rasulullah saw. bertanya, “Siapa di antara kalian yang berpuasa di hari ini?” Abu
Bakar menjawab, “Saya.” Lalu Rasulullah saw. bertanya lagi, “Siapa di antara kalian yang hari
ini menjenguk orang sakit?” Abu Bakar menjawab, “Saya.” Lalu Rasulullah saw. bersabda,
“Tidaklah amal-amal itu menyatu dalam diri seseorang malainkan dia akan masuk surga.”
(Muslim)

Begitulah seorang mukmin yang shaddiq (sejati), begitu antusias menggunakan setiap
kesempatan untuk memperbanyak amal shalih. Mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan
surga. “Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Rabb-mu dan surga yang
luasnya seluas langit dan bumi.” (Al-Hadid: 21)

Begitulah mereka. Sehingga keadaan mereka seperti yang digambarkan Allah swt., “Mereka
sedikit sekali tidur pada waktu malam, dan pada akhir-akhir malam mereka memohon ampunan
(kepada Allah). Dan, pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan
orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (Adz-Dzariyat: 17-19)

Banyak beramal shalih, akan menguatkan iman kita. Jika kita kontinu dengan amal-amal shalih,
Allah akan mencintai kita. Dalam sebuah hadits qudsy, Rasulullah saw. menerangkan bahwa
Allah berfirman, “Hamba-Ku senantiasa bertaqarrub kepada-Ku dengan mengerjakan nafilah
sehingga Aku mencintainya.” (Shahih Bukhari no. 6137)

6. Lakukan berbagai macam ibadah


Ibadah memiliki banyak ragamnya. Ada ibadah fisik seperti puasa, ibadah materi seperti zakat,
ibadah lisan seperti doa dan dzikir. Ada juga ibadah yang yang memadukan semuanya seperti
haji. Semua ragam ibadah itu sangat bermanfaat untuk menyembuhkan lemah iman kita.

Puasa membuat kita khusyu’ dan mempertebal rasa muraqabatullah (merasa diawasi Allah).
Shalat rawatib dapat menyempurnakan amal-amal wajib kita kurang sempurna kualitasnya.
Berinfak mengikis sifat bakhil dan penyakit hubbud-dunya. Tahajjud menambah kekuatan.

Banyak melakukan berbagai macam ibadah bukan hanya membuat baju iman kita makin baru
dan cemerlang, tapi juga menyediakan bagi kita begitu banyak pintu untuk masuk surga.
Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang menafkahi dua istri di jalan Allah, maka dia akan
dipanggil dari pintu-pintu surga: ‘Wahai hamba Allah, ini adalah baik.’ Lalu barangsiapa yang
menjadi orang yang banyak mendirikan shalat, maka dia dipanggil dari pintu shalat. Barangsiapa
menjadi orang yang banyak berjihad, maka dia dipanggil dari pintu jihad. Barangsiapa menjadi
orang yang banyak melakukan puasa, maka dia dipanggil dari pintu ar-rayyan. Barangsiapa
menjadi orang yang banyak mengeluarkan sedekah, maka dia dipanggil dari pintu sedekah.”
(Bukhari no. 1798)

7. Hadirkan perasaan takut mati dalam keadaan su’ul khatimah

Rasa takut su’ul khatimah akan mendorong kita untuk taat dan senantiasa menjaga iman kita.
Penyebab su’ul khatimah adalah lemahnya iman menenggelamkan diri kita ke dalam jurang
kedurhakaan. Sehingga, ketika nyawa kita dicabut oleh malaikat Izrail, lidah kita tidak mampu
mengucapkan kalimat laa ilaha illallah di hembusan nafas terakhir.

8. Banyak-banyaklah ingat mati

Rasulullah saw. bersabda, “Dulu aku melarangmu menziarahi kubur, ketahuilah sekarang
ziarahilah kubur karena hal itu bisa melunakan hati, membuat mata menangism mengingatkan
hari akhirat, dan janganlah kamu mengucapkan kata-kata yang kotor.” (Shahihul Jami’ no. 4584)

Rasulullah saw. juga bersabda, “Banyak-banyaklah mengingat penebas kelezatan-kelezatan,


yakni kematian.” (Tirmidzi no. 230)

Mengingat-ingat mati bisa mendorong kita untuk menghindari diri dari berbuat durhaka kepada
Allah; dan dapat melunakkan hati kita yang keras. Karena itu Rasulullah menganjurkan kepada
kita, “Kunjungilah orang sakit dan iringilah jenazah, niscaya akan mengingatkanmu terhadap
hari akhirat.” (Shahihul Jami’ no. 4109)

Melihat orang sakit yang sedang sakaratul maut sangat memberi bekas. Saat berziarah kubur,
bayangkan kondisi keadaan orang yang sudah mati. Tubuhnya rusak membusuk. Ulat memakan
daging, isi perut, lidah, dan wajah. Tulang-tulang hancur.

Bayangan seperti itu jika membekas di dalam hati, akan membuat kita menyegerakan taubat,
membuat hati kita puas dengan apa yang kita miliki, dan tambah rajin beribadah.
9. Mengingat-ingat dahsyatnya keadaan di hari akhirat

Ada beberapa surat yang menceritakan kedahsyatan hari kiamat. Misalnya, surah Qaf, Al-
Waqi’ah, Al-Qiyamah, Al-Mursalat, An-Naba, Al-Muththaffifin, dan At-Takwir. Begitu juga
hadits-hadits Rasulullah saw.

Dengan membacanya, mata hati kita akan terbuka. Seakan-akan kita menyaksikan semua itu dan
hadir di pemandangan yang dahsyat itu. Semua pengetahuan kita tentang kejadian hari kiamat,
hari kebangkitan, berkumpul di mahsyar, tentang syafa’at Rasulullah saw., hisab, pahala, qishas,
timbangan, jembatan, tempat tinggal yang kekal di surga atau neraka; semua itu menambah tebal
iman kita.

10. Berinteraksi dengan ayat-ayat yang berkaitan dengan fenomena alam

Aisyah pernah berkata, “Wahai Rasulullah, aku melihat orang-orang jika mereka melihat awan,
maka mereka gembira karena berharap turun hujan. Namun aku melihat engkau jika engkau
melihat awan, aku tahu ketidaksukaan di wajahmu.” Rasulullah saw. menjawab, “Wahai Aisyah,
aku tidak merasa aman jika di situ ada adzab. Sebab ada suatu kaum yang pernah diadzab
dikarenakan angin, dan ada suatu kaum yang melihat adzab seraya berkata, ‘Ini adalah awan
yang akan menurunkan hujan kepada kami’.” (Muslim no. 899)

Begitulah Rasulullah saw. berinteraksi dengan fenomena alam. Bahkan, jika melihat gerhana,
terlihat raut takut di wajah beliau. Kata Abu Musa, “Matahari pernah gerhana, lalu Rasulullah
saw. berdiri dalam keadaan ketakutan. Beliau takut karena gerhana itu merupakan tanda kiamat.”

11. Berdzikirlah yang banyak

Melalaikan dzikirulah adalah kematian hati. Tubuh kita adalah kuburan sebelum kita terbujur di
kubur. Ruh kita terpenjara. Tidak bisa kembali. Karena itu, orang yang ingin mengobati imannya
yang lemah, harus memperbanyak dzikirullah. “Dan ingatlah Rabb-mu jika kamu lupa.” (Al-
Kahfi: 24) “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lha hati menjadi tentram.” (Ar-Ra’d: 28)

Ibnu Qayim berkata, “Di dalam hati terdapat kekerasan yang tidak bisa mencair kecuali dengan
dzikrullah. Maka seseorang harus mengobati kekerasan hatinya dengan dzikrullah.”

12. Perbanyaklah munajat kepada Allah dan pasrah kepada-Nya

Seseorang selagi banyak pasrah dan tunduk, niscaya akan lebih dekat dengan Allah. Sabda
Rasulullah saw., “Saat seseorang paling dekat dengan Rabb-nya ialah ketika ia dalam keadaan
sujud, maka perbanyaklah doa.” (Muslim no. 428)

Seseorang selagi mau bermunajat kepada Allah dengan ucapan yang mencerminkan ketundukan
dan kepasrahan, tentu imannya semakin kuat di hatinya. Semakin menampakan kehinaan dan
kerendahan diri kepada Allah, semakin kuat iman kita. Semakin banyak berharap dan meminta
kepada Allah, semakin kuat iman kita kepada Allah swt.
13. Tinggalkan angan-angan yang muluk-muluk

Ini penting untuk meningkatkan iman. Sebab, hakikat dunia hanya sesaat saja. Banyak berangan-
angan hanyalah memenjara diri dan memupuk perasaan hubbud-dunya. Padahal, hidup di dunia
hanyalah sesaat saja.

Allah swt. berfirman, “Maka bagaimana pendapatmu jika Kami berikan kepada mereka
kenikmatan hidup bertahun-tahun, kemudian datang kepada mereka adzab yang telah dijanjikan
kepada mereka, niscaya tidak berguna bagi mereka apa yang mereka selalu menikmatinya.”
(Asy-Syu’ara: 205-207)

“Seakan-akan mereka tidak pernah diam (di dunia) hanya sesaat saja pada siang hari.” (Yunus:
45)

14. Memikirkan kehinaan dunia

Hati seseorang tergantung pada isi kepalanya. Apa yang dipikirkannya, itulah orientasi hidupnya.
Jika di benaknya dunia adalah segala-galanya, maka hidupnya akan diarahkan untuk
memperolehnya. Cinta dunia sebangun dengan takut mati. Dan kata Allah swt., “Kehidupan
dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (Ali Imran)

Karena itu pikirkanlah bawa dunia itu hina. Kata Rasulullah saw., “Sesungguhnya makanan anak
keturunan Adam itu bisa dijadikan perumpamaan bagi dunia. Maka lihatlah apa yang keluar dari
diri anak keturunan Adam, dan sesungguhnya rempah-rempah serta lemaknya sudah bisa
diketahui akan menjadi apakah ia.” (Thabrani)

Dengan memikirkan bahwa dunia hanya seperti itu, pikiran kita akan mencari orientasi ke hal
yang lebih tinggi: surga dan segala kenikmatan yang ada di dalamnya.

15. Mengagungkan hal-hal yang terhormat di sisi Allah

“Barangsiapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu dari ketakwaan
hati.” (Al-Hajj: 32)

“Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah, maka itu adalah lebih
baik baginya di sisi Rabb-nya.” (Al-Hajj: 30)

Hurumatullah adalah hak-hak Allah yang ada di diri manusia, tempat, atau waktu tertentu. Yang
termasuk hurumatullah, misalnya, lelaki pilihan Muhammad bin Abdullah, Rasulullah saw.;
tempat-tempat suci (Masjid Haram, Masjid Nabawi, Al-Aqha), dan waktu-waktu tertentu seperti
bulan-bulan haram.

Yang juga termasuk hurumatullah adalah tidak menyepelekan dosa-dosa kecil. Sebab, banyak
manusia binasa karena mereka menganggap ringan dosa-dosa kecil. Kata Rasulullah saw.,
“Jauhilah dosa-dosa kecil, karena dosa-dosa kecil itu bisa berhimpun pada diri seseornag hingga
ia bisa membinasakan dirinya.”

16. Menguatkan sikap al-wala’ wal-bara’

Al-wala’ adalah saling tolong menolong dan pemberian loyalitas kepada sesama muslim.
Sedangkan wal-bara adalah berlepas diri dan rasa memusuhi kekafiran. Jika terbalik, kita benci
kepada muslim dan amat bergantung pada musuh-musuh Allah, tentu keadaan ini petanda iman
kita sangat lemah.

Memurnikan loyalitas hanya kepada Alah, Rasul, dan orang-orang beriman adalah hal yang bisa
menghidupkan iman di dalam hati kita.

17. Bersikap tawadhu

Rasulullah saw. bersabda, “Merendahkan diri termasuk bagian dari iman.” (Ibnu Majah no.
4118)

Rasulullah juga berkata, “Barangsiapa menanggalkan pakaian karena merendahkan diri kepada
Allah padahal dia mampu mengenakannya, maka Allah akan memanggilnya pada hati kiamat
bersama para pemimpin makhluk, sehingga dia diberi kebebasan memilih di antara pakaian-
pakaian iman mana yang dikehendaki untuk dikenakannya.” (Tirmidzi no. 2481)

Maka tak heran jika baju yang dikenakan Abdurrahman bin Auf –sahabat yang kaya—tidak beda
dengan yang dikenakan para budak yang dimilikinya.

18. Perbanyak amalan hati

Hati akan hidup jika ada rasa mencintai Allah, takut kepada-Nya, berharap bertemu dengan-Nya,
berbaik sangka dan ridha dengan semua takdir yang ditetapkan-Nya. Hati juga akan penuh
dengan iman jika diisi dengan perasaan syukur dan taubat kepada-Nya. Amalan-amalan hati
seperti itu akan menghadirkan rasa khusyuk, zuhud, wara’, dan mawas diri. Inilah halawatul
iman (manisnya iman)

19. Sering menghisab diri

Allah berfirman, “Hai orang-ornag yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” (Al-Hasyr: 18)

Umar bin Khattab r.a. berwasiat, “Hisablah dirimu sekalian sebelum kamu dihisab.” Selagi
waktu kita masih longgar, hitung-hitunglah bekal kita untuk hari akhirat. Apakah sudah cukup
untuk mendapat ampunan dan surga dari Allah swt.? Sungguh ini sarana yang efektif untuk
memperbaharui iman yang ada di dalam diri kita.

20. Berdoa kepada Allah agar diberi ketetapan iman


Perbanyaklah doa. Sebab, doa adalah kekuatan yang luar biasa yang dimiliki seorang hamba.
Rasulullah saw. berwasiat, “Iman itu dijadikan di dalam diri salah seorang di antara kamu
bagaikan pakaian yang dijadikan, maka memohonlah kepada Allah agar Dia memperbaharui
iman di dalam hatimu.”

Ya Allah, perbaharuilah iman yang ada di dalam dada kami. Tetapkanlah hati kami dalam taat
kepadamu. Tidak ada daya dan upaya kami kecuali dengan pertolonganMu.

KIAT MENJAGA & MENINGKATKAN IMAN


Seorang sahabat Nabi Saw, Hanzalah bin Abu Amir, pernah mengaku dirinya munafik. Pasalnya, ia
merasa surga dan neraka itu deka hanya saat bersama Rasulullah Saw. Jauh dari Rasul, dirinya sering
lupa.

Suatu hari, ia menyadari telah melalaikan Allah SWT. Maka, ia pun keluar rumah hendak menuju
masjid. Dia yakin Rasulullah ada di sana.

"Hanzalah  telah munafik! Hanzalah telah munafik!” katanya mencerca diri sendiri. Dalam
perjalanan, Hanzalah bertemu dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Abu Bakar terkejut dengan apa yang
diucapkan oleh Hanzalah

“Apakah yang telah kau katakan ini, wahai Hanzalah?” tanya Abu Bakar.

“Wahai Abu Bakr, ketahuilah Hanzalah telah menjadi munafik. Aku ketika bersama Rasulullah aku
merasakan seolah-olah surga dan neraka itu sangat dekat padaku. Aku menangis karena takut
neraka. Namun. di rumah aku tertawa riang bersama anak-anak dan istriku... Aku telah menjadi
munafik!” jelas Hanzalah

Abu Bakar pun kian terkejut. “Kalau begitu, aku pun munafik. Aku pun sama denganmu wahai
Hanzalah!”

Kedua sahabat itu pun langsung menemui Rasulullah Saw. “Wahai Rasulullah, Hanzalah telah
munafik.” Rasulullah bertanya. “Kenapa?”

"Ketika aku bersamamu ya Rasulullah, aku merasakan seolah-olah surga dan neraka itu sangat dekat.
Aku pun menangis. Tapi, di rumah aku bergurau senda-gurau bersama anak-anak dan istriku.
Tidakkah aku ini seorang munafik ya Rasulullah?”

Rasulullah tersenyum, lantas bersabda: “Demi yang jiwaku di tangan-Nya, andai kalian tetap seperti
kalian di sisiku dan terus berdzikir, niscaya para malaikat akan berjabat tangan kalian, sedang
kalian berada di atas tempat tidur dan di jalan raya, akan tetapi wahai Hanzalah, ada waktumu
(untuk beribadah) dan ada waktumu (untuk duniamu)” (HR. Muslim).

Dari kisah di atas, maka di antara menjaga dan meningkatkan keimanan adalah sering-sering berada
"bersama Rasulullah Saw". Tentu, maksudnya adalah mengkondisikan diri seperti kita tengah berada
dalam majelis ilmu Rasulullah seperti para sahabat dulu, yakni Mengikuti Pengajian.

Selain itu:
1. Sering membaca Al-Quran
2. Bergaul dengan Orang-Orang Shalih
3. Bergabung Grup dan Page Islami.
Namun demikian, sebagaimana Rasul sabdakan, kita tidak harus melupakan kehidupan dunia,
bekerja, kuliah, dan sebagainya, asalkan selama aktivitas apa pun itu kita senantiasa mengingat Allah
(dzikir) dan tidak melupakan kewajiban sebagai Muslim terutama shalat.

Anda mungkin juga menyukai