Anda di halaman 1dari 43

MATERI 1

AGAMA
Dalilnya ada pada Q.S Al-Baqoroh : 112

‫َبَلٰى َمْن َأْس َلَم َو ْجَهُه ِلَّلِه َو ُه َو ْحُمِس ٌن َفَلُه َأْج ُر ُه ِعْنَد َر ِّبِه َو اَل َخ ْو ٌف َعَلْيِه ْم َو اَل‬
‫ُه ْم ْحَيَز ُنوَن‬
“(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada
Allah,sedang ia berbuat kebajikan ,maka baginya pahala pada sisi
tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak
(pula) mereka bersedih hati”(Q.S.Al-Baqoroh: 112)
Dalam sebuah kutipan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori
Muslim ,Bahwa Hiraklius(Kaisar Romawi) bertanya kepada Abu Sufyan
tentang ajaran Nabi.
Tanya Hiraklius “Apa yang diperintahkan kepadamu?”. Abu Sufyan
menjawab ”Dia(Nabi) memerintahkan menyembah Allah,tanpa
meyekutukannya dengan sesuatu apapun dan melarang kalian
mnyembah berhala, memerintahkan mengerjakan sholat ,jujur dan
menjaga diri”.
Rahmat Allah akan didapat oleh siapa saja yang berusaha
mendapatkannya dengan ketentuan ia harus beriman dan beramal
sholeh. Sebagai ketegasan, Allah memberikan pernyataan bahwa
barangsiapa yang beriman kepada Allah dan membuktikan imannya itu
dengan amal yang ikhlas,maka ia akan memperoleh pahala.Allah tidak
akan menyia-nyiakan amal baik seorang hamba.
Diantara tabiat orang orang mukmin ialah apabila mereka ditimpa
oleh sesuatu yang tidak disenangi ,mereka akan menyelidiki sebab-
sebabnya dan berusaha keras untuk mengatasinya ,kalau belum
teratasi,mereka menyerahkan persoalan itu kepada Allah .
Sedangkan tabiat orang yang tidak beriman ialah takut
menghadapi masa depan mereka dan selalu resah hati dalam
menghadapi segala sesuatu yang akan menimpa. Maka,apabila mereka
ditimpa malapetaka,mereka kebingungan tak tahan menghadapi
kesusahan itu dan tak dapat mencari jalan keluar.
Tidak dibenarkan adanya paksaan dalam agama.Sebagaimana
firman Allah Swt dalam Q.S.Al-Baqoroh:256
‫الُّرْش ُد ِم اْلَغ ۚ َف ْك ُف ِبالَّطاُغوِت ْؤ ِم‬
‫َو ُي ْن‬ ‫َن ِّي َم ْن َي ْر‬ ‫اَل ِإْك َر اَه يِف الِّديِن ۖ َقْد َتَبَنَّي‬
‫ِبالَّلِه َفَق ِد اْس َتْم َس َك ِباْلُعْر َو ِة اْلُو ْثَق ٰى اَل اْنِف َص اَم َهَلاۗ َو الَّلُه ِمَس يٌع َعِليم‬
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya
telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu
barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah,
maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat
kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui”( Q.S.Al-Baqoroh: 256)
Kewajiban kita hanyalah menyampaikan Agama Allah kepada
manusia dengan cara yang baik dan penuh kebijaksanaan serta dengan
nasihat-nasihat yang wajar sehingga mereka masuk agama islam
dengan kesadaran dan kemauan mereka sendiri.Apabila kita sudah
menyampaikan kepada mereka dengan cara yang demikian,tetapi
mereka tidak mau beriman,itu bukan urusan kita melainkan urusan
Allah .Kita tidak boleh memaksa mereka. Dalam Q.S.Yunus:99 Allah
berfirman:
“Apakah engkau ingin memaksa manusia hingga mereka itu menjadi
orang-orang yang beriman” (Q.S.Yunus:99)
Dengan datangnya agama islam, maka jalan yang benar sudah
tampak dengan jelas dan dapat dibedakan dari jalan yang sesat .Maka
tidak boleh ada pemaksaan untuk beriman karena iman adalah
keyakinan dalam hati dan tak dapat seorang pun memaksa hati orang
lain untuk meyakini sesuatu apabila ia sendiri tidak bersedia.
Di daerah-daerah yang telah dikuasai kaum muslimin, orang-
orang yang belum menganut agama islam duberi hak dan kemerdekaan
untuk memilih apakah mereka akan memeluk agama islam atau akan
tetap dalam agama mereka. Jika mereka memilih untuk tetap dalam
agama semula, maka mereka diharuskan membayar “Jizyah”. Yaitu
semacam pajak sebagai imbalan dari perlindungan yang diberikan
pemerintah islam kepada mereka.Dan keselamatan mereka dijamin
sepenuhnya asal mereka tidak melakukan tindakan-tindakan yang
memusuhi islam dan umatnya.
Ayat-ayat Al-Qur’an yang menerangkan kenabian Nabi
Muhammad Saw sudah cukup jelas.Maka setiap orang bebas
memilih ,apakah ia akan beriman atau kafir setelah kita menyampaikan
ayat-ayat itu kepada mereka. Siapa-siapa yang sudah tidak lagi percaya
dengan patung atau benda yang lain ,melainkan beriman dan
menyembah Allah semata,maka ia telah mendapatkan pegangan yang
kokoh.Laksana tali yang kuat yang tak akan putus. Iman yang
sebenarnya dalah iman yang diyakini dalm hati ,diucapkan dengan lidah
dan diringi dengan perbuatan.
Adapun peperangan yang telah dilakukan umat islam,baik di
jazirah arab maupun di negeri-negeri lain seperti mesir ,Persia dan
sebagianya ,itu hanyalah semata-mata tindakan membela diri terhadap
serangan-serangan kaum kafir kepada merekadan untuk mengamankan
jalalnnya dakwah islam dengan tujuan agar kedzaliman ,fitnah dan
gangguan orang-orang kafir itu dapat dihentikan.Umat islam ingin
menganut dan melaksanakan agama mereka dengan wajar dan kaum
kafir harus dapat mengahargai kemerdekaan pribadi dan hak asasi
manusia dalam menganut keyakinan.
Banyak pertanyaan kenapa Allah memilih bahasa Arab menjadi
bahasa Al-Qur'an, bukan bahasa lain? Barangkali itu adalah hak Allah.
Meski demikian, pilihan Allah mengapa Al- Qur'an itu dalam bahasa
Arab bisa dijelaskan secara ilmiah.
Pertama, bahasa Arab dikenal memiliki banyak kelebihan: (1) sejak
zaman dahulu kala hingga sekarang bahasa Arab itu merupakan bahasa
yang hidup, (2) bahasa Arab adalah bahasa yang lengkap dan luas untuk
menjelaskan tentang ketuhanan dan keakhiratan, (3) bentuk- bentuk
kata dalam bahasa Arab mempunyai tasrif (konjungsi) yang amat luas
hingga dapat
Kedua, Allah menurunkan Al-Qur'an kepada Rasulullah Saw.
dalam bahasa Arab yang nyata (bi lisanin 'arabiyyin mubin) agar
menjadi mukjizat yang kekal dan menjadi hidayah (sumber petunjuk)
bagi seluruh manusia di setiap waktu dan tempat untuk mengeluarkan
manusia dari kegelapan kepada cahaya; dari kegelapan syirik kepada
cahaya tauhid; dari kegelapan kebodohan kepada cahaya pengetahuan;
dari kegelapan kesesatan kepada cahaya hidayah.

Menurut Prof. Dr. Thaha Musthafa Abu Karisyah dalam tulisannya


Dawr al-Azhar wa Jami'atihi fi Khidmat al-Lughah al-Arabiyyah wa al-
Turats al-Islamiy dalam buku Nadwat al-Lughah al-Arabiyyah bayna al-
Waqi' wa al- Ma'mul, dua poin itu berjalan terus atas izin Allah sampai
dunia ini hancur, yakni risalah (Islam), Rasulullah (Muhammad Saw.)
dan Kitab (Al-Qur'an)).
MATERI 2

DAKWAH ISLAM
Al quran menerangkan ada orang yang beriman ada yang kafir
dan ada yang munafikn . Rasulullah dan orang –orang beriman benar-
benar telah mempercayai Al-Quran,mereka tidak ragu sedikitpun dan
mereka meyakini benar Al-Quran itu.
Allah Swt berfirman dalam Q.S. Al-Baqoroh : 285
‫ِلِه‬ ‫ِب ِه ِئ ِتِه ِه‬ ‫ِم‬ ‫ِإ ِه ِم ِه‬
‫آَم َن الَّر ُس وُل َمِبا ُأْنِز َل َلْي ْن َر ِّب َو اْلُم ْؤ ُنوَن ۚ ُك ٌّل آَم َن الَّل َو َم اَل َك َو ُك ُتِب َو ُرُس‬
‫ِص‬ ‫ِإ‬ ‫ِمَس‬ ‫ِلِه‬ ‫ٍد ِم‬
‫اَل ُنَفِّرُق َبَنْي َأَح ْن ُرُس ۚ َو َقاُلوا ْع َنا َو َأَطْع َناۖ ُغْف َر اَنَك َر َّبَنا َو َلْيَك اْلَم ُري‬
“Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan
kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman.
Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-
Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak
membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-
rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat".
(Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada
Engkaulah tempat kembali"(Q.S . Al-Baqoroh: 285)
Pernytaan Allah Swt ini terlihat pada diri Rasulullah dan pribadi
orang-orang mukmin,terlihat pada kesucian dan kebersihan hati
mereka,ketinggian cita-cita mereka, ketahanan dan ketabahan hati
mereka menerima berbagai cobaan dalam menyampaikan agama
Allah ,sikap mereka ketika mencapai kemenangan dan menghadapi
kekalahan,sikap mereka terhadap musuh-musuh yang telah
dikuasai,sikap mereka saat ditawan dan sikap mereka diwaktu
memasuki daerah-daerah diluar jazirah arab.
Sikap-sikap dan watak yang demikian adalah sikap dan watak yang
telah ditiimbulkan oleh ajaran-ajaran Al –Qur’an dan ketaatan
melaksanakan hukum Allah Swt. Seandainya Nabi Muhammad tidak
meyakini benar-benar ajaran yang di bawanya dan tidak berpegang
kepada kebenaran dalam melaksanakan tugas-tugasnya,tentulah ia dan
pengikutnya tidak akan berwatak demikian. Orang-orang yang hidup di
zaman nabi ,baik pengikut beliau maupun orang-orang yang
mengingkari,semuanya mengatakan bahwa Muhammad adalah
seorang yang terpercaya ,bukan seorang pendusta. Setiap orang yang
beriman itu yakin akan adanya Allah Yang Maha Esa, hanya Dia
sendirilah yang menciptakan makhluk, tidak berserikat dengan sesuatu
pun. Mereka percaya kepada kitab-kitab Allah yang telah diturunkan-
Nya kepada para Nabi-Nya, percaya kepada malaikat-malaikat Allah,
dan malaikat yang menjadi penghubung antara Allah Swt. dengan
Rasul-rasul-Nya, pembawa wahyu Allah. Mengenai keadaan zat, sifat-
sifat dan pekerjaan-pekerjaan malaikat itu termasuk ilmu Allah. Hanya
Allah Swt. yang Maha Tahu. Percaya kepada malaikat merupakan
pernyataan percaya kepada Allah Swt.
Dalam Q.S. An-nahl:25Allah berfirman:
ۚ ‫ا ْد ُع ِإ َلٰى َس ِبي ِل َر ِّبَك ِباْل ِح ْك َم ِة َو اْل َم ْو ِع َظِة اْل َح َس َنِة ۖ َو َج ا ِد ْل ُه ْم ِبا َّلِتي ِه َي َأْح َس ُن‬
‫ِد‬ ‫ِب‬ ‫ِب ِلِه‬ ‫ِب‬
‫ِإ َّن َر َّبَك ُه َو َأْع َلُم َم ْن َض َّل َع ْن َس ي ۖ َو ُه َو َأْع َلُم اْل ُم ْه َت ي َن‬
”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-
orang yang mendapat petunjuk”(Q.S.An-Nahl:125)

Dalam ayat ini Allah meletakkan dasar- dasar dakwah untuk


pegangan bagi umatnya di kemudian hari dalam mengemban tugas
dakwah
Pertama, Allah Swt. menjelaskan kepada Rasul-Nya bahwa
sesungguhnya dakwah ini adalah dakwah untuk agama Allah sebagai
jalan menuju ridha Ilahi; bukan dakwah untuk keuntungan pribadi dai
(orang yang berdakwah) ataupun untuk keuntungan golongannya dan
kaumnya. Rasulullah Saw. diperintahkan untuk membawa manusia ke
jalan Allah dan untuk agama Allah semata.
Kedua, Allah Swt. menjelaskan kepada Rasulullah Saw. agar
dakwah itu dengan hikmah. Hikmah itu mengandung arti pengetahuan
tentang rahasia dan faedah sesuatu, yang mana pengetahuan itu
memberi manfaat bagi orang yang dijadikan sasaran dakwah. Dakwah
dengan hikmah adalah dakwah dengan ilmu pengetahuan yang
berkenaan dengan rahasia, faedah dan maksud dari wahyu Ilahi; suatu
pengetahuan yang harus dimiliki oleh para dai tentang suasana dan
keadaan yang meliputi mereka; pandai memilih bahan-bahan pelajaran
agama yang sesuai dengan kemampuan daya tangkap jiwa mereka
sehingga masyarakat tidak merasa berat dalam menerima ajaran
agama; pandai pula memilih cara serta gaya menyajikan bahan-bahan
pengajian sehingga masyarakat mudah menerimanya.
Ketiga, Allah Swt. menjelaskan kepada Rasulullah Saw. agar
dakwah itu dengan pengajaran yang baik, yang diterima dengan lembut
oleh hati manusia tapi berkesan di dalam hati mereka. Tidaklah patut
jika pengajaran dan pengajian itu selalu menimbulkan pada jiwa
manusia rasa gelisah cemas dan ketakutan. Orang yang jatuh dalam
dosa karena kebodohan atau karena tidak sadar, kesalahannya tidak
boleh dipaparkan secara terbuka sehingga menyakitkan hatinya.
Keempat, Allah Swt. menjelaskan bahwa bila terjadi perselisihan
atau perdebatan dengan kaum musyrikin ataupun Ahli Kitab, maka
hendaklah Rasulullah Saw. membantah mereka dengan bantahan yang
lebih baik. Suatu contoh perdebatan yang baik ialah perdebatan Nabi
Ibrahim As. dengan kaum (Nabi Ibrahim) yang membawa mereka
berpikir untuk memperbaiki kesalahan mereka sendiri, sehingga
mereka menemukan kebenaran.

Kelima, Allah Swt. menjelaskan kepada Rasulullah Saw. bahwa


ketentuan akhir serta segala usaha dan perjuangan itu ada di hadapan
Allah Swt.. Hanya Allah Swt. sendiri yang menganugerahkan iman
kepada jiwa manusia, bukanlah orang lain ataupun dai itu sendiri.
Dialah Tuhan Yang Maha Mengetahui siapa di antara hamba-Nya yang
tidak dapat mempertahankan fitrah insaniahnya (iman kepada Allah)
dari pengaruh-pengaruh yang menyesatkan, hingga dia jadi sesat, dan
siapa pula di antara hamba yang fitrah insaniahnya tetap terpelihara
sehingga dia terbuka menerima petunjuk (hidayah) Allah Swt.
MATERI 3
HIDAYAH
Hidayah atau petunjuk adalah perkara yang dibutuhkan oleh
setiap orang. Karena demikian pentingnya hal ini, sampai-sampai
Rasulullah Saw. mengajarkan kepada kita untuk meminta petunjuk
kepada Allah minimal 17 kali dalam sehari semalam, di setiap rakaat
shalat yang kita kerjakan. Yaitu dengan doa yang terdapat dalam surat
al-Fatihah,
." Ada pernyataan: sesungguhnya Allah telah memberikan hidayah
kepada mereka (umat Islam), oleh sebab itu mereka tidak perlu
meminta hidayah. Jawabannya adalah yang dimaksud dengan ayat ini
adalah permintaan agar hidayah itu terus-menerus menyertai hamba.
Pernyataan itu merupakan pernyataan orang yang tidak paham hakekat
hukum sebab- akibat dan tidak mengerti isi perintah Allah. Karena
sesungguhnya hakekat jalan yang lurus itu adalah seorang hamba
melakukan perintah Allah yang tepat di setiap waktu yang dijalaninya
dengan cara mempelajari dan mengamalkannya. Dan juga untuk
menjaga (hamba) supaya tidak menerjang larangan Allah. Hidayah
semacam ini sangat diperlukan setiap saat agar dia bisa berilmu dan
beramal sebagaimana apa yang diperintahkan Allah serta meninggalkan
larangan-Nya pada kesempatan tersebut. Hidayah dibutuhkan oleh
hamba untuk membangkitkan tekad yang bulat dalam rangka
menjalankan perintah. Demikian pula, diperlukan kebencian yang
sangat dalam untuk bisa meninggalkan hal-hal yang dilarang.
Adapun macam-macam hidayah yaitu:
1. NALURI (GHARIZAH)

Manusia, begitu juga binatang-binatang, dilengkapi oleh Allah


dengan bermacam- macam sifat yang ada bukan karena dari proses
pembelajaran dan bukan pula dari pengalaman, melainkan telah
dibawanya dari kandungan ibunya. Sifat-sifat ini namanya "naluri" yang
dalam bahasa Arab disebut gharizah.
Misalnya adalah naluri "ingin memelihara diri" (mempertahankan
hidup). Kelihatan oleh kita, seorang bayi, bila merasa lapar dia
menangis. Sesudah terasa bahwa di bibirnya sudah ada puting susu
ibunya, dihisapnya sampai laparnya hilang.
Perbuatan ini dikerjakan oleh bayi tanpa seorang pun yang
mengajarkan kepadanya, dan bukan pula timbul dari pengalaman. Tapi,
kecenderungan ini hanya semata-mata ilham dan petunjuk dari Allah
kepadanya untuk mempertahankan hidupnya.

2. PANCAINDRA

Karena gharizah itu sifatnya sangat alamiah sebagaimana disebutkan di


atas, maka ia belum cukup untuk jadi hidayah bagi kebahagiaan hidup
manusia di dunia dan di akhirat. Sebab itu oleh Allah Swt. manusia
dilengkapi lagi dengan pancaindra. Pancaindra itu sangat besar
harganya terhadap pertumbuhan akal dan pikiran manusia, sebab itu
ahli-ahli pendidikan berkata:
‫اْلَح َّواُس َأْبَو اُب اْلَم ْع ِر َفِة‬
"Pancaindra itu adalah pintu-pintu pengetahuan."
Maksudnya ialah melalui pancaindra itulah manusia dapat
berhubungan dengan alam yang di luar dirinya. Sampainya sesuatu dari
alam yang di luar dirinya ini ke dalam otak manusia melalui pintu-pintu
pancaindra.

Tetapi, gharizah ditambah dengan pancaindra juga belum cukup


untuk jadi dasar dan sumber kebahagiaan manusia. Banyak benda-
benda dalam alam ini yang tidak dapat dilihat oleh mata. Banyak
macam suara yang tidak dapat didengar oleh telinga. Bahkan, selain
dari alam indrawi (yang dapat ditangkap oleh pancaindra), ada lagi alam
rasional (yang hanya dapat ditangkap oleh akal manusia).

3. AKAL (PIKIRAN)

a. Akal Dan Kekuatannya

Dengan adanya akal itu manusia dapat menyalurkan gharizah ke


arah yang baik agar gharizah itu menjadi pondasi bagi kebaikan dan
manusia dapat mengoreksi kesalahan- kesalahan pancaindranya serta
membedakan antara yang buruk dengan yang baik. Dengan akal,
manusia dapat menyusun premis-premis yang mengantarkan kepada
kesimpulan; menghubungkan antara akibat dengan sebab; memakai
yang indrawi sebagai tangga menuju kepada hal-hal rasional;
mempergunakan hal-hal yang dapat dilihat, diraba dan dirasa untuk
mengantarkannya kepada yang abstrak, maknawi dan ghaib;
mengambil dalil bahwa adanya makhluk menjadi bukti adanya Khalik,
dan lain-lain. Tetapi, akal juga belum memadai untuk menuntun
manusia kepada kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat, meski
sudah ada gharizah (naluri) dan pancaindra.
b. Potensi agama dan tauhid dalam jiwa manusia
Jika diperhatikan, lahirnya berbagai agama dan berbagai
kepercayaan yang dibuat oleh manusia (al-adyan al-wad'iyyah),
menunjukkan bahwa pada jiwa manusia telah ada potensi beragama.
Karena, pada dasarnya, manusia memiliki sifat merasa berhutang budi,
sifat berterimakasih dan sifat ingin membalas budi kepada orang yang
telah berbuat baik kepadanya. Maka, kala manusia memperhatikan
dirinya dan alam yang ada di sekitarnya: misalnya roti yang dimakan,
tumbuh-tumbuhan yang ditanam, binatang ternak yang dipelihara,
matahari yang memancarkan sinar, hujan yang turun dari langit, dan
lain-lain, manusia lantas merasa berutang budi pada suatu "Zat" yang
ghaib yang telah berbuat baik dan melimpahkan nikmat yang besar
kepadanya. Akal manusia lantas menemukan bahwa Zat yang ghaib
itulah yang menciptakannya dan yang menganugerahkan segala
sesuatu untuk memelihara diri dan mempertahankan hidupnya.
4. PETUNJUK AGAMA
Karena alasan yang sudah disebutkan, maka diutuslah oleh
Allah para rasul untuk membawa agama yang akan menunjukkan
manusia ke jalan yang harus mereka tempuh untuk kebahagiaan
dunia dan akhirat. Yang pertama ditanamkan oleh para rasul adalah
kepercayaan tentang adanya Tuhan Yang Maha Esa dengan segala
sifat-sifat kesempurnaan-Nya, guna membersihkan keyakinan
manusia dari kotoran syirik (mempersekutukan Tuhan).
Para rasul Allah membawa manusia kepada kepercayaan tauhid
melalui pendekatan rasional dan logika, yaitu dengan
mempergunakan dalil- dalil yang tepat dan logis. (Ingatlah pada
tanya- jawab yang terjadi antara Nabi Ibrahim dengan Namruz, Nabi
Musa dengan Fir'aun, dan seruan- seruan Al-Qur'an kepada kaum
musyrikin Quraisy agar mereka menggunakan akal).

Di samping kepercayaan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa,


para rasul Allah juga menyampaikan kepercayaan tentang akhirat dan
malaikat-malaikat. Percaya akan adanya Tuhan Yang Maha Esa
dengan segala sifat-Nya yang sempurna, percaya akan adanya
malaikat dan percara akan adanya hari kemudian, itulah yang
dinamakan dengan iman bi al-ghaib (percaya pada yang ghaib). Inilah
yang jadi dasar bagi semua agama ketuhanan. Semua agama yang
datang dari Tuhan mempercayai keesaan Tuhan, malaikat dan hari
akhirat.

Setelah Allah Swt. mengajarkan kepada hamba-Nya untuk


memohonkan kepada Allah agar selalu dibimbing-Nya menuju jalan
yang lurus dan benar, maka pada ayat 7 Allah menerangkan tentang
jalan yang lurus itu. Di antara umat-umat terdahulu, terdapat nabi-
nabi, orang-orang shidiqin yang membenarkan rasul- rasul dengan
jujur dan patuh, syuhada yang telah mengorbankan jiwa dan harta
untuk kemuliaan agama Allah, dan orang-orang shaleh yang telah
banyak berbuat kebajikan dan menjauhi larangan Allah.
MATERI 4

IKHLAS DALAM BERAGAMA


Agama pada dasarnya mengandung makna kepatuhan manusia
secara total kepada Allah Swt.. Agama dalam pengertian ini tidak dapat
dicapai tanpa sifat ikhlas, yaitu sikap penyerahan diri sepenuh-
penuhnya kepada Tuhan tanpa disertai pertimbangan dan motif-motif
lain yang bersifat duniawi. Inilah makna firman Allah:

‫ُم ْخ ِل ِص ي َن َلُه الِّد ي َن ُح َنَف ا َء َو ُيِق ي ُم وا ال َّص اَل َة‬ ‫ِل‬ ‫ِم‬
‫َو َم ا ُأ ُر وا ِإ اَّل َيْع ُبُد وا ال َّلَه‬
‫اْل َقِّي ِة‬ ‫َۚة َٰذ ِل ِد‬
‫َم‬ ‫َو ُيْؤ ُتوا ال َّز َك ا َو َك ي ُن‬
"Mereka tidak disuruh kecuali supaya mereka menyembah Allah
dengan memurnikan kepatuhan kepada-Nya dalam beragama." (QS. Al-
Bayyinah: 5).

Menurut sebagian pakar, ikhlas bermakna shafa' (bening) dari


perkataan shafa' al-qalb (beningnya hati) lantaran orang ikhlas adalah
orang yang hatinya bening atau bersih. Menurut Imam Ghazali, ikhlas
bermakna shidqu al-niyyah fi al-'amal (niat yang benar dalam bekerja
atau beribadah). Ini berarti, setiap amal dan kebaikan haruslah
dilakukan karena Allah Swt.
Tanpa ketulusan, maka semua kebaikan yang kita lakukan, selain
tidak sejati, juga terancam penyakit hati yang sangat berbahaya, yaitu
riya (pamrih) dan syirik. Orang yang tulus pada hakikatnya adalah orang
yang diselamatkan oleh Allah dari dua penyakit itu: riya dan syirik.
Dalam konteks inilah Ghazali berkata, "Semua manusia celaka, kecuali
orang-orang yang berilmu. Para ilmuwan inipun celaka, kecuali mereka
yang mengamalkan ilmunya. Dan yang disebutkan terakhir inipun
celaka, kecuali mereka yang tulus dan ikhlas."

Berbeda dengan manusia pada umumnya, orang yang tulus


memiliki ciri-ciri yang khas. Pertama, mereka tidak terpengaruh oleh
pujian dan cercaan manusia. Bagi mereka pujian atau cercaan sama
saja. Oleh sebab itu, orang yang masih suka dipuja dan takut dicerca,
pastilah ia bukan tipe orang yang ikhlas. Kedua, mereka tidak berharap
imbalan apa pun (pamrih) dari amal kebaikan yang mereka lakukan,
selain mengharap perkenan dan ridha Allah Swt.. Dari sini diketahui
bahwa orang yang bekerja dan beribadah karena motif-motif dan
kepentingan duniawi, seperti mencari muka dan popularitas, serta demi
pangkat dan kedudukan, maka ia sama sekali bukan orang yang ikhlas.
Dalam haditst Bukhari diterangkan bahwa orang semacam itu akan
menyesal dan nelangsa, lantaran tidak memperoleh kebaikan apa pun
di akhirat kelak. Ketiga, mereka lupa dan tidak ingat lagi semua
kebaikan yang pernah dilakukan. Orang yang selalu menuturkan
kebaikannya apalagi disertai cercaan (al-mannu wa al-adza) kepada
orang yang pernah diberinya bantuan, sungguh ia jauh dari orang
ikhlas. Sabda Nabi Saw. yang menyuruh agar kita memberi sedekah
secara diam-diam, jauh dari gembar-gembor, ibarat tangan kanan
memberi, tapi tangan kiri tidak mengetahuinya, tentulah hanya bisa
dimengerti dalam konteks ikhlas ini. Semoga kita ikhlas beramal, bukan
beramal seikhlasnya .

Allah Swt berfirman dalam Q.S. Al-Baqoroh:132 yang berbunyi:

‫َو َو َّص ٰى ِب َه ا ِإ ْب َر ا ِه ي ُم َبِن ي ِه َو َي ْع ُقوُب َي ا َبِنَّي ِإ َّن ال َّلَه اْص َط َف ٰى َلُك ُم الِّد يَن َفاَل َت ُم و ُت َّن‬
‫ِإ اَّل َو َأ ْنُتْم ُم ْس ِلُم وَن‬
”Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya,
demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku!
Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah
kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam"(Q.S.Al-Baqoroh:132)
Karena itu Allah Swt. memerintahkan Nabi Muhammad Saw. dan
kaum muslimin beriman kepada para nabi dan rasul-Nya. Iman kepada
para nabi dan rasul serta apa yang dibawanya termasuk rukun iman.
Dari ucapan "Ibrahim telah mewasiatkan...."dapat dipahami:

1. Bahwa yang diwariskan itu adalah suatu hal yang sangat penting.
Berbahaya bagi kehidupan bila wasiat itu tidak dilaksanakan. Karena itu
di dalam ayat dipakai kalimat:
a. "Wasiat" bukan "memerintahkan". Kalimat "wasiat" menunjukkan
bahwa sesuatu itu sangat penting.
b. "Anak-anaknya" bukan "orang lain". Menurut biasanya berwasiat
kepada "anak-anak sendiri" itu diharapkan lebih mungkin terlaksana
dibandingkan dengan wasiat kepada orang lain.

2. Di dalam ayat ini disebut bahwa yang berwasiat itu ialah Ibrahim As.
dan Yakub As. seakan perkataan itu dipisahkan. Hal ini memberi
pengertian bahwa yang disuruh melaksanakan wasiat itu bukan hanya
keturunan Ibrahim As. dan cucunya Yakub As. (Bani Israil) saja, tetapi
wasiat itu mencakup seluruh anak cucu Ibrahim dan seluruh kaum
muslim, termasuk di dalamnya keturunan Ismail As.
MATERI 5
AJAKAN UNTUK BERIMAN

Dalam Q.S.Annisa:135 Allah Swt.berfirman:

‫ُك‬ ‫ا َأُّي ا اَّلِذ ي آ ُنوا ُك وُنوا َّو اِم ِباْلِق ِط ُش َد ا ِلَّلِه َل َل َأ ُفِس‬
‫َق َني ْس َه َء َو ْو َع ٰى ْن ْم‬ ‫َي َه َن َم‬
‫َأِو اْلَو اِلَد ْيِن َو اَأْلْقَر ِبَني ۚ ِإْن َيُك ْن َغِنًّيا َأْو َفِق ًريا َفالَّلُه َأْو ٰىَل ِهِبَم اۖ َفاَل َتَّتِبُعوا اَهْلَو ٰى‬
‫َأْن َتْع ِدُلواۚ َو ِإْن َتْلُو وا َأْو ُتْع ِر ُضوا َفِإَّن الَّلَه َك اَن َمِبا َتْع َم ُلوَن َخ ِبًريا‬
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-
benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap
dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun
miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan
jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi,
maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang
kamu kerjakan”(Q.S.Annisa:135)
Orang mukmin bukan hanya orang yang percaya pada apa yang
disebutkan dalam rukun iman saja. Lebih dari itu, orang mukmin adalah
orang yang selalu memiliki sifat-sifat terpuji yang diperintahkan oleh
Allah dan Rasulullah Saw. Salah satu dari sifat orang mukmin adalah
adil.
Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin
untuk selalu bersikap adil dalam persaksian terhadap siapa pun. Dinukil
dari riwayat Ibnu Abas dalam Tafsir Al-Thabari yang menyebutkan
bahwa Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin untuk selalu
bersikap adil kepada siapa pun dalam persaksian, yaitu dengan cara
berkata benar apa adanya, baik terhadap dirinya sendiri, keluarganya,
kerabat-kerbatnya,sahabatnya,oang kaya maupun miskin.
Selain berkata apa adanya, orang mukmin yang bersikap adil juga
harus menjauhkan diri dari pengaruh hawa nafsunya dalam
memberikan kesaksian. Rasulullah Saw melarang untuk membela orang
yang kaya karena kekayaannya, atau membela orang yang miskin
karena kasihan padanya, atau membel keluarganya. Karena hanya Allah
lah yang paling mulia dibanding semua makhluk-Nya.
Allah Swt. telah menjanjikan balasan bagi orang-orang yang
beriman yang selalu mendasarkan apa yang ia perbuat di dunia ini atas
nama Allah. Allah berfirman dalam Q.S.Annisa:162 yang berbunyi:
ۚ ‫َّٰلِكِن ٱلَّٰر ِس ُخ وَن ىِف ٱْلِعْلِم ِم ْنُه ْم َو ٱْلُم ْؤ ِم ُنوَن ُيْؤ ِم ُنوَن َمِبٓا ُأنِز َل ِإَلْيَك َو َم ٓا ُأنِز َل ِم ن َقْبِلَك‬
‫ٱْل ِق يِم َني ٱلَّص َلٰو َةۚ ٱْل ْؤ ُتوَن ٱلَّز َكٰو َة ٱْل ْؤ ِم ُنوَن ِبٱلَّلِه ٱْلَي ِم ٱْل اِخ ِر ُأ۟و َٰٓلِئَك َس ُنْؤ ِتيِه‬
‫ْم‬ ‫َو ْو َء‬ ‫َو ُم‬ ‫َو ُم‬ ‫َو ُم‬
‫َأْج ًر ا َعِظ يًم ا‬
“Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan orang-orang
mukmin, mereka beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu (Al
Quran), dan apa yang telah diturunkan sebelummu dan orang-orang yang
mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan yang beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Orang-orang itulah yang akan Kami berikan kepada mereka pahala
yang besar.”(Q.S.Annisa:162)

Abu Ja'far berpendapat bahwa yang dimaksud sebagai orang-orang


mukmin dalam ayat ini adalah orang yang beriman kepada Allah dan
Rasulullah Saw. dan juga beriman kepada Al-Qur'an yang diturunkan
oleh Allah kepada Nabi Muhammad Saw.
Sudah sangat jelas disebutkan dalam ayat ini bahwa Allah akan
memberikan pahala yang sangat besar kepada orang-orang yang
beriman. Selain pahala yang sangat besar, dalam ayat lain Allah
menjanjikan imbalan lain yang tidak kalah besarnya:
‫ِس ِه‬ ‫ِف ِب َّلِه ِب ِلِه‬ ‫َّلِذ‬
‫ا ي َن آ َم ُنوا َو َه ا َج ُر وا َو َج ا َه ُد وا ي َس ي ِل ال َأْم َو ا ْم َو َأْنُف ْم َأْع َظُم‬
‫َد َر َج ًة ِع ْنَد ال َّلِه ۚ َو ُأو َٰلِئَك ُه ُم ا ْلَف ا ِئُز و َن‬
"Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah
dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di
sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan." (QS.
Al-Taubah: 20)
Contoh iman salah satunya Allah firmankan dalamQ.S.Attahrim:11
yang berbunyi:
‫ِلَّلِذ ي َن آ َم ُنوا ا ْم َر َأَت ِفْر َع ْو َن ِإْذ َقا َلْت َر ِّب ا ْبِن ِلي ِع ْنَد َك َبْي ًتا ِفي‬ ‫َو َض َر َب ال َّلُه َم َثاًل‬
‫ي‬ ‫ِلِه َنِّج ِني ِم ا ْلَق ِم ال َّظا ِلِم‬ ‫ِف‬ ‫ِن ِم‬ ‫ِة‬
‫َن‬ ‫َن ْو‬ ‫ْر َع ْو َن َو َع َم َو‬ ‫ا ْلَج َّن َو َنِّج ي ْن‬
“Dan Allah membuat isteri Fir'aun perumpamaan bagi orang-orang
yang beriman, ketika ia berkata: "Ya Rabbku, bangunkanlah untukku
sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari
Fir'aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang
zhalim.”(Q.S.Attahrim:11)

Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa Allah Swt. memberikan


contoh tentang orang-orang yang membenarkan dan meyakini keesaan
Allah Swt. Yang pertama adalah istri Fir'aun, Asiyah binti Muzahim. Ia
beriman kepada Allah Swt. dan meyakini keesaan Allah. Ia juga
membenarkan bahwa Musa As. adalah rasul (utusan) Allah Swt. Dia
beriman seperti itu dan ia berada dalam bayang-bayang musuh Allah,
yaitu orang-orang kafir.

Iman merupakan hal yang sangat istimewa. Di dalam Al-Qur'an


banyak sekali disebutkan imbalan-imbalan bagi orang-orang yang
beriman, begitu juga dalam ayat di atas disebutkan bahwa orang-orang
yang beriman akan selalu mendapatkan petunjuk dari Allah Swt.

Dalam ayat lain disebutkan bahwa orang yang beriman akan


mendapatkan tiga imbalan dari Allah Swt., yaitu rahmat, keutamaan
dan hidayah. Menurut Ibnu Abbas yang dikutip dalam Tafsir Al-Razi
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan rahmat adalah surga;
keutamaan adalah sesuatu yang sangat utama, tidak ada mata yang
bisa melihat dan tidak ada Telinga yang bisa mendengar; hidayah
adalah jalan lurus menuju agama Allah Swt.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'd mengatakan: "Jalan yang
lurus ini adalah jalannya orang-orang yang diberi kenikmatan khusus
oleh Allah, yaitu jalannya para nabi, orang-orang yang shiddiq, para
syuhada dan orang-orang shaleh . Bukan jalannya orang yang dimurkai,
yang mereka mengetahui kebenaran namun sengaja
mencampakkannya seperti halnya kaum Yahudi dan orang-orang
semacam mereka. Dan jalan ini bukanlah jalan yang ditempuh orang
yang sesat, yaitu orang-orang yang meninggalkan kebenaran karena
kebodohan dan kesesatan mereka, seperti halnya kaum Nasrani dan
orang-orang semacam mereka”.
MATERI 6
IMAN DAN AMAL
Allah Swt.berfirman dalam Q.S.Ali Imron : 57 yang berbunyi:
‫ِلِم‬ ‫ِح‬ ‫ِه‬ ‫ِل ِت‬ ‫ِم‬ ‫َّلِذ‬
‫َو َأَّم ا ا ي َن آ َم ُنوا َو َع ُلوا ال َّص ا َح ا َفُيَو ِّفي ْم ُأُج و َر ُه ْم ۗ َو ال َّلُه اَل ُي ُّب ال َّظا ي َن‬
“Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan
yang saleh, maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan
sempurna pahala amalan-amalan mereka; dan Allah tidak menyukai
orang-orang yang zalim.”(Q.S.Ali Imron:57)
Sayyid Kutub ingin menjelaskan hubungan antara iman dan amal.
Iman dan amal adalah dua hal yang bersinergi. Allah sudah
menciptakan iman dan amal menjadi satu paket, hingga dalam setiap
langkah amal itu selalu menyertai iman. Jika seorang telah jatuh cinta
dan terus merasa dilihat dan dijangkau oleh yang Tercinta, tak hanya
kalimat-kalimat manis yang terucap, tapi realisasi pada kenyataan yang
dilakukan. Begitu pula hubungan iman dan amal. Iman memang
diyakini dalam hati, diucapkan secara lisan. namun belum lengkap jika
tak diamalkan dalam bentuk perbuatan.

Untuk iman yang berdiri tanpa amal terdapat dua kemungkinan


untuk seseorang yang beriman tanpa beramal, yakni iman palsu atau
iman yang telah mati. Sebagaimana yang diibaratkan oleh Sayyid
Quthb, bunga tak mungkin kuasa menahan bau harumnya. Pun begitu
dengan tumbuhan yang mempunyai akar yang kuat, akan tumbuh
dengan baik, berbunga atau berbuah, menghiasi maupun bermanfaat
bagi sekelilingnya. Jika tak berbunga maupun berbuah, mungkin saja
akarnya rusak, atau memerlukan banyak siraman air. Mereka yang
ikhlas beriman tak kan merasa cukup tanpa memberikan sesuatu
kepada yang diimaninya.

Sedangkan amal tanpa iman ,Allah Swt.berfirman:


‫ِج‬ ‫ٍب ِق ٍة‬ ‫ِذ‬
‫َو ا َّل ي َن َك َف ُر وا َأْع َم ا ُلُه ْم َك َس َر ا ِب ي َع َيْح َس ُبُه ال َّظْم آ ُن َم ا ًء َح َّتٰى ِإَذ ا َج ا َءُه َلْم َي ْد ُه‬
‫َد ال َّلَه ِع ْنَد َّفا ِح ا ُهۗ ال َّلُه ِر ي ا ْل ِح ا ِب‬
‫ُه َفَو ُه َس َب َو َس ُع َس‬ ‫َش ْي ًئ ا َو َو َج‬
“Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana
fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang
yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya
sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah
memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan
Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya”(Q.S.Annur:39)
Dalam ayat di atas telah dijelaskan bah alasan mengapa amal-
amal dari orang ka diibaratkan seperti fatamorgana, yaitu karena amal-
amal mereka tidak didasarkan atas iman, tidaklah mendapatkan
balasan dari Allah di akhirat walaupun di dunia mereka mengira akan
mendapatkan balasan atas amalan mereka itu.
Begitulah iman dan amal; mereka diciptakan untuk saling
melengkapi. Iman yang kokoh akan berbuah amal yang cantik, tiada
amal yang buruk jika dilandasi iman yang tinggi. Karena memang
mereka tercipta untuk saling melengkapi, maka tak ada alasan yang
dapat memisahkan,
Iman adalah kondisi jiwa yang timbul atas dasar pengetahuan dan
kecenderungan. Iman ini menuntut sang mukmin agar bertekad dan
berkehendak secara global untuk komitmen pada konsekuensi-
konsekuensinya, juga menuntut agar melakukan perbuatan yang sesuai
dengan imannya. Oleh karena itu, seseorang yang mengetahui hakikat
sesuatu, namun bermaksud untuk tidak mengamalkan konsekuensi dari
pengetahuan itu, sebenarnya ia belum beriman kepada sesuatu itu.
Begitu pula orang yang ragu untuk mengamalkannya
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pada hakikatnya, iman itu
menuntut suatu perilaku yang menjadi konsekuensinya dan kadar
pengaruh iman itu tergantung kepada kuat-lemahnya iman tersebut.
Juga, tekad dan kehendak seseorang itu dapat menentukan dirinya
untuk melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan yang dituntut
oleh imannya.
Juga di tempat lain, Al-Qur'an menekankan bahwa orang-orang
yang shaleh itu senantiasa bertambah iman, cahaya dan hidayah di
dalam jiwa-jiwa mereka. Dari sisi lain, seseorang yang membiarkan
hasratnya bertentangan dengan tuntutan imannya dan mendorongnya
untuk melakukan cara-cara yang buruk, sementara kekuatan imannya
tidak dapat membendung dorongan buruk tersebut, bisa jadi imannya
menjadi semakin lemah, sedangkan peluang untuk melakukan dan
mengulangi perbuatan buruk semakin terbuka baginya.
Apabila kondisi semacam itu berlangsung terus pada diri
seseorang, akan menyebabkannya melakukan dosa-dosa besar dan
mengulanginya. Secara berangsur dosa-dosa itu akan menyeretnya
kepada kekerdilan dan kehinaan yang lebih dalam lagi. Akar imannya
terancam usang dan berubah menjadi kekufuran dan kemunafikan.
Dengan memperhatikan adanya hubungan timbal-balik antara
iman dan amal, serta pengaruhnya dalam meraih kebahagiaan
seseorang, kita dapat mengumpamakan kehidupan yang bahagia
dengan sebuah pohon yang akar-akarnya adalah iman pada Allah Yang
Esa, pada Rasulullah Saw., risalah dan syariatnya, pada hari
kebangkitan, pahala dan siksa Ilahi. Adapun pokoknya adalah kehendak
dan tekad yang kuat untuk mengamalkan segala konsekuensi yang
tumbuh dari akar-akar iman tersebut. Sedang dahan-ranting dan
daunnya adalah amal-amal shaleh yang tumbuh dari akar-akar yang
sama melalui pokok tersebut. Maka, buah perkalian akar, pokok, dahan
dan daun demikian ini adalah kebahagiaan yang abadi. Pohon yang
tidak mempunyai akar tidak akan menumbuhkan dahan dan daun, serta
tidak akan menghasilkan buah yang diharapkan.
Rasulullah Saw. menjelaskan tentang perbedaan antara muslim
dan mukmin. Beliau menunjukkan bahwa sesungguhnya iman itu lebih
khusus daripada Islam. Menurut Imam Bukhari, seorang yang tidak
diberi oleh Rasulullah Saw. bukanlah orang munafik tetapi dia seorang
muslim. Oleh karena itu, berdasarkan pada keterangan ini, Imam Ibnu
Katsir berpendapat bahwa orang- orang Arab yang dimaksudkan dalam
ayat ini bukanlah orang-orang munafik, tetapi mereka adalah orang-
orang Islam yang hatinya belum dimasuki oleh keimanan. Mereka
menganggap dan mendeklarasikan bahwa diri mereka telah mencapai
derajat iman.
Jika Islam itu disebut secara mutlak, maka berarti mencakup
semua agama dan masuk didalamnya iman. Jika Islam bila
digandengkan dengan iman, maka ditafsirkan Islam itu sebagai amal-
amal lahiriah seperti ucapan lisan dan perbuatan anggota badan, dan
iman ditafsirkan sebagai amal bathin yang berupa keyakinan hati dan
perbuatan hati.

MATERI 7
PERBEDAAN ANTARA MUKMIN DAN KAFIR
Allah Swt.berfirman dalam Q.S. Fathir:7-8 yang berbunyi:

‫ٱَّلِذيَن َك َف ُر و۟ا ُهَلْم َعَذ اٌب َش ِديٌد ۖ َو ٱَّلِذيَن َءاَم ُنو۟ا َو َعِم ُلو۟ا ٱلَّٰص ِلَٰح ِت ُهَلم َّم ْغِف َر ٌة‬
‫ِب‬
‫َو َأْج ٌر َك ٌري‬
“Orang-orang yang kafir bagi mereka azab yang keras. Dan orang-
orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh bagi mereka
ampunan dan pahala yang besar”(Q.S.Fathir:7)
Secara bahasa, yang dimaksud dengan "mukmin" adalah orang
yang percaya, sedangkan makna dari "kafir" adalah orang yang
menutupi. Adapun secara istilah, yang dimaksud dengan mukmin
adalah orang yang percaya dengan membenarkan secara lisan dan
meyakini dengan hati, serta mengamalkan dengan anggota tubuh akan
semua kebenaran ajaran agama Allah, agama Islam. Sedangkan yang
dimaksud dengan kafir adalah orang yang menutupi diri dan hatinya
dari ajaran Allah Swt.. Ia tidak percaya pada Allah dan Rasul-Nya,
sehingga ia menyembah kepada selain Allah Swt..

Di dalam Al-Qur'an telah banyak dijelas- kan perbedaan antara


orang mukmin dan orang kafir, seperti pada contoh ayat di atas.
Perbedaan antara orang mukmin dan orang kafir dalam memperoleh
balasan dari Allah Swt.. Orang mukmin dijanjikan oleh Allah akan
mendapatkan balasan berupa ampunan (maghfirah) dan juga pahala
yang besar, sedangkan orang kafir akan mendapatkan azab Allah yang
sangat pedih.

Menurut Al-Thabari, dalam tafsirnya ia mengatakan bahwa yang


dimaksudkan dengan orang kafir adalah orang yang menentang ajaran
Allah Swt. dengan tidak mempercayai dan meyakini kebenaran Allah
Swt. dan Rasulullah Saw. Sedangkan yang dimaksudkan dengan orang
mukmin adalah orang yang membenarkan dan meyakini kebenaran
Allah Swt. dan Rasulullah Saw. serta menjalankan segala perintah-
perintah Allah dan meninggalkan semua larangan-larangan-Nya.

Kemudian, pada ayat ke 8 dari surat Fathir lebih dijelaskan


tentang definisi dari orang kafir yaitu orang-orang yang dibenarkan oleh
setan, yakni mereka meyakini bahwa perbuatan buruk mereka itu
sesuatu yang benar. Al-Thabari memberikan contoh perbuatan buruk
yang dianggap benar adalah menyembah selain Allah Swt..

Al-Razi juga menambahkan bahwa per- bedaan antara orang


mukmin dan orang kafir adalah balasan dari Allah Swt. yang mereka
terima. Orang mukmin akan mendapatkan ampunan, pahala dan surga,
sedangkan orang kafir akan mendapatkan dosa, azab yang besar dan
neraka. Masih menurut Al-Razi, ia menjelaskan bahwa orang yang kafir
tidak bisa membedakan antara amal yang baik dan amal yang buruk,
sehingga mereka meyakini bahwa perbuatan buruk yang mereka
lakukan adalah suatu perbuatan yang baik, padahal Allah Swt. telah
menjelaskan dalam Al-Qur'an:
"Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat.
dan tidak (pula) sama gelap gulita dengan cahaya, dan tidak (pula)
sama yang teduh dengan yang panas, dan tidak (pula) sama orang-
orang yang hidup dan orang-orang yang mati. Sesungguhnya Allah
memberi pendengaran kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan kamu
sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat
mendengar." (QS. Fathir: 19-22)
Al-Razi menjelaskan perumpamaan-per- umpamaan di atas
menunjukkan, atau men- jelaskan perbedaan antara orang mukmin dan
orang kafir. Allah menjelaskan tentang petunjuk dan kesesatan. Allah
memberikan petunjuk kepada orang yang beriman dengan memberikan
perumpamaan orang yang dapat melihat. Orang yang dapat melihat
akan dapat mengetahui jalan yang benar dan jelas. Sedangkan orang
kafir tidak diberikan petunjuk oleh Allah. Mereka diumpamakan seperti
orang buta yang tidak dapat melihat. Mereka tidak dapat melihat jalan
yang benar, sehingga mereka akan tersesat.
Dalam perumpamaan kedua, Allah mem- berikan perumpamaan
orang mukmin seperti orang yang berada (mendapatkan) cahaya, dan
orang kafir diumpamakan seperti orang yang berada pada kegelapan.
Orang mukmin yang mendapatkan cahaya akan dapat melihat dengan
jelas semua yang ada di depannya, sehingga ia akan dapat
membedakan antara yang baik dan yang buruk yang berujung kepada
jalan yang benar, sedangkan orang kafir yang berada di dalam
kegelapan; ia tidak mendapatkan cahaya sedikit pun, sehingga ia tidak
dapat melihat sesuatu yang ada di depannya; ia akan menganggap dan
meyakini sesuatu yang di depannya itu baik, meskipun sebenarnya itu
buruk. Ia juga dapat menganggap dan meyakini jalan yang di depannya
adalah benar, meskipun kenyataannya jalan tersebut salah dan
menyesatkan.
Pada perumpamaan ini, Al-Razi berpen- dapat bahwa yang
dimaksud dengan "iman" adalah cahaya sedangkan "orang yang dapat
melihat (al-bashir)" adalah mukmin. Begitu juga yang dimaksud dengan
"kekufuran (al-kufr)" adalah kegelapan, dan yang dimaksud dengan
"orang yang buta" adalah orang kafir.
Selanjutnya Allah mengumpamakan orang yang beriman dengan
"keteduhan" dan orang kafir dengan kepanasan .Menurut Al-Razi yang
dimaksud dengan keteduhan adalah bahwa orang yang beriman kepada
Allah dan Rasul. ti Nya berada pada tempat yang panas, namun ia
mendapatkan keteduhan dan kesejukan, sedangkan yang dimaksud
dengan "kepanasan" Sadalah bahwa orang yang kafir yang tidak dan ia
tidak mau beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, ia berada di tempat
yang sangat panas, mendapatkan tempat yang teduh, sehingga ia akan
menderita kepanasan.

Terakhir, Allah memberikan perumpamaan orang yang mukmin


dan orang yang kafir bagaikan orang yang hidup dan orang yang mati.
Orang mukmin diibaratkan seperti orang yang hidup, karena orang yang
hidup akan mengetahui segala sesuatu yang bermanfaat baginya. Ia
dapat melaksanakan segala sesuatu yang baik dan dapat memberikan
manfaat kepada orang lain. Sedangkan orang kafir diibaratkan sebagai
orang yang mati. Ia tidak dapat mengetahui sesuatu yang bermanfaat,
sehingga ia hanya menyesali dirinya sendiri yang tidak dapat berbuat
apa- apa. Ia tidak dapat memberikan manfaat kepada orang lain.

MATERI 8
COBAAN DAN UJIAN
Allah Swt.berfirman dalam Q.S. Al-Ankabut:2

‫َأَح ِس َب الَّنا ُس َأْن ُيْتَر ُك وا َأْن َيُق و ُلوا آ َم َّنا َو ُه ْم اَل ُيْف َتُنو َن‬
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja)
mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?”
Ayat di atas menjelaskan bahwa setiap manusia yang beriman
akan selalu diberikan ujian atu cobaan, baik berupa kemiskinan harta,
kehilangan orang yang disayangi, dan masih banyak lagi cobaan atau
ujian Allah yang lainnya. Itu semua terjadi agar Allah melihat sampai
sejauh mana keimanan setiap hamba- hamba-Nya.

Dalam kitab Fath al-Bari dijelaskan bahwa umat Muhammad Saw.


merupakan umat yang dikhususkan karena umat ini dipenuhi dengan
kasih sayang Allah dan nikmat dari-Nya. Maksud dari kalimat "umat ini
tidak mendapatkan siksa di akhirat" adalah umat Muhammad Saw.
tidak akan mendapatkan siksa di akhirat yang sama dengan siksa untuk
orang-orang kafir. Al- Manawi berpendapat bahwa yang dimaksud tidak
akan mendapatkan siksa adalah anggota badan dari umat Islam tidak
akan disiksa karena tubuh dari umat Islam yang berwudhu selalu
mendapatkan ampunan dari Allah Swt. sehingga tidak bisa disentuh
oleh api neraka. Namun umat Islam akan selalu mendapatkan ujian
serta cobaan di dunia berupa bencana alam, wabah penyakit dan
perselisihan antar sesama umat Islam, sesuai dengan firman Allah Swt.:

‫َو اَّتُقوْا ِفْتَنًة اَّل ُتِص يَبَّن اَّلِذ يَن َظَلُم وا ِم نُك ْم َخ اَّصًة َو اْع َلُم وا َأَّن الَّلَه َش ِد يُد اْلِعَق اِب‬
"Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa
orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Ketahuilah bahwa Allah
amat kerassiksaan-Nya." (QS. Al-Anfal: 25)
firman Allah Swt. dalam QS. Al-Baqarah: 216:
‫ُك ِتَب َعَلْيُك ُم اْلِق َتاُل َو ُه َو ُك ْر ٌه َّلُك ْم َو َعَس ى َأن َتْك َر ُه وْا َش ْيًئا َو ُه َو َخ ْيٌر َّلُك ْم َو َعَس ى َأن ُتِح ُّبوْا َش ْيًئا‬
‫َو ُه َو َش ٌّر َّلُك ْم َو الَّلُه َيْع َلُم َو َأنُتْم اَل َتْع َلُم وَن‬

"Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah


sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal
ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu,
padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 216)
Al-Quran mengisayaratkan bahwa tidak disentuh seseorang oleh
musibah kecuali karena ulahnya sendiri. Tapi di sisi lain, ketika Al-
Qur'an berbicara tentang bala, dikatakannya musibah itu datang dari
Allah Swt. Tidak ada musibah yang terjadi kecuali atas izin Allah ketika
kita berbicara tentang bala (yang diartikan juga bencana). Sebenarnya
bala pada mulanya berarti "menguji" bisa juga berarti "menampakkan".
Seseorang yang diuji itu dinampakkan kemampuannya.
Kita lihat ujian atau bala datangnya dari Tuhan. "Kami pasti akan
menguji kamu sampai Kami tahu siapa orang-orang yang berjihad di
jalan Allah dan bersabar." (QS. Muhammad: 31)
Allah menurunkan bala tanpa campur manusia. "Kami pasti
menurunkan sedikit rasa takut, sedikit rasa lapar... Berilah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 255).
Hidup ini ujian. Ujian ini bisa berupa sesuatu yang disenangi, bisa
juga berbentuk sesuatu yang tidak disenangi. Siapa yang mengira
bahwa kekayaan dan kesehatan adalah tanda cinta Tuhan maka dia
telah keliru. Siapa yang menduga bahwa suatu hal yang negatif adalah
tanda benci Tuhan, itu pun dia telah keliru. Allah mengecam orang-
orang yang apabila diberi nikmat oleh Tuhan, lantas berkata: "Saya
disenangi Tuhan," dan kalau Tuhan menguji dia sehingga
mempersempit hidupnya, dia lantas berkata: "Tuhan membenci saya,
Tuhan menghina saya." Oleh karena itu, saudara-saudara kita yang
meninggal dan ditimpa musibah itu merupakan orang-orang yang
dibenci Tuhan, serta yang menderita itu dimurkai Tuhan. Begitu juga
orang-orang yang mampu berfoya-berfoya itu disenangi Tuhan. Tidak!
Di sini Allah menggunakan kata bala yang artinya menguji, karena itu
tidak bisa secara serampangan berkata bahwa bencana itu merupakan
murka Allah.
Dulu zaman Nabi Saw., banyak sahabat gugur di medan perang,
terluka sekian banyak, bahkan Nabi Saw. pun terluka. Allah Swt. pasti
tidak benci pada Nabi Saw., sehingga beliau terluka. Allah pasti
merestui sahabat yang gugur itu, walaupun mereka menderita. Ketika
itu turun ayat: "Jangan merasa rendah diri, jangan merasa terhina,
jangan larut dalam kesedihan. Kamu adalah orang-orang yang
mendapat kedudukan yang tinggi selama kamu beriman." Di dalam
surat Ali Imran Allah berfirman, tujuan Allah turunkan cobaan ini adalah
supaya Allah mengangkat derajat dari kaum muslin sebagai syuhada.
MATERI 9
TAUBAT
Allah Swt.berfirman dalam Q.S.Al-Baqoroh: 160 yang berbunyi:
‫ٰۤل‬
‫ِااَّل اَّلِذ ْي َن َت اُبْو ا َو َاْص َلُحْو ا َو َب َّي ُنْو ا َفُاو ِٕىَك َاُتْو ُب َع َلْي ِه ْم ۚ َو َاَن ا الَّت َّو اُب الَّر ِح ْي ُم‬
”Kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan
menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku
menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Menerima taubat lagi
Maha Penyayang”. (QS. Al-Baqarah ayat 160)
Secara rinci taubat mempunyai syarat-syarat yang sudah terkenal,
yaitu:

1. Ikhlas karena Allah Swt., dengan meniatkan taubat itu karena


mengharapkan wajah Allah dan pahala serta selamat dari azab. Nya.

2. Menyesal atas perbuatan maksiat itu, dengan bersedih karena


melakukannya dan berjanji bahwa dia tidak pernah melakukannya lagi.

3. Meninggalkan kemaksiatan dengan segera. Jika kemaksiatan itu


berkaitan dengan hak Allah Swt., maka ia meninggalkannya jika itu
berupa perbuatan haram; ia segera mengerjakannya jika maksiatnya
karena meninggalkan kewajiban. Jika kemaksiatan itu berkaitan dengan
hak makhluk, maka segera ia membebaskan diri darinya, baik dengan
mengembalikannya kepada yang berhak maupun meminta maaf
kepadanya.

4. Bertekad untuk tidak kembali kepada kemaksiatan tersebut di masa


yang akan datang.
5. Taubat tersebut dilakukan sebelum habis masa penerimaan taubat,
baik ketika ajal datang maupun ketika matahari terbit dari tempat
tenggelamnya.

Dalam Tafsir Al-Razi, dengan mengutip pendapat dari Al-Fara',


dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan taubat nasuha adalah
kembalinya seorang hamba kepada Allah Swt., tidak ada sekutu bagi-
Nya, dari dosa yang pernah ia lakukan karena sengaja atau lupa dengan
kembali secara benar, ikhlas, percaya, dan berhukum dengan ketaatan
yang akan mengantarkan hamba tersebut kepada kedudukan para wali
Allah bertakwa serta yang menjauhkan antara ia dengan jalan-jalan
setan.
Sedangkan dalam Al-Kasyaf dijelaskan bahwa yang dimaksud
dengan taubat nashuha adalah kembali kepada Allah Swt. dari segala
bentuk perbuatan yang tercela dan menyesali dengan sungguh-
sungguh dosa yang telah dilakukan, serta berjanji untuk tidak
mengulangi kembali.
MATERI 10
RAGU

Allah Swt berfirman dalam Q.S


‫َف ِإْن ُكْن َت ِف ي َشٍّك ِم َّم ا َأ ْن َز ْل َنا ِإ َل ْي َك َف اْس َأِل ا َّلِذ يَن َي ْق َر ُء وَن ا ْل ِك َتا َب ِم ْن َق ْب ِل َك ۚ َل َقْد‬
‫َج ا َء َك ا ْل َح ُّق ِم ْن َر ِّبَك َفاَل َت ُك و َنَّن ِم َن ا ْل ُم ْم َت ِر يَن‬
”Maka jika kamu (Muhammad) berada dalam keragu-raguan tentang
apa yang Kami turunkan kepadamu, maka tanyakanlah kepada orang-
orang yang membaca kitab sebelum kamu. Sesungguhnya telah datang
kebenaran kepadamu dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali
kamu temasuk orang-orang yang ragu-ragu.”
Surat Al-Baqarah dimulai dengan menerangkan bahwa Al-Qur'an
tidak ada keraguan padanya dan juga menerangkan sikap manusia
terhadapnya, yaitu ada yang beriman, ada yang kafir dan ada yang
munafik. Selanjutnya disebutkan hukum-hukum shalat, 9 zakat, puasa,
haji, pernikahan, jihad, riba, hukum perjanjian dan sebagainya. Ayat di
atas adalah sebagai ayat penutup surah Al-Baqarah yang menegaskan
sifat Nabi Muhammad Saw. dan para pengikutnya terhadap Al-Qur'an
itu. Mereka mempercayainya dan menjadikannya sebagai pegangan
hidup untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ayat ini juga
menegaskan akan kebesaran dan kebenaran Nabi Muhammad Saw. dan
orang-orang yang beriman, dan menegaskan bahwa hukum- hukum
yang tersebut itu adalah hukum-hukum yang benar.
Dengan ayat ini Allah Swt. menyatakan dan menetapkan bahwa
Rasulullah Saw. dan orang-orang yang beriman benar-benar telah
mempercayai Al-Qur'an; mereka tidak ragu sedikit pun dan mereka
meyakini kebenaran Al- Qur'an.
Pernyataan Allah Swt. ini terlihat pada diri Rasulullah Saw. dan
pribadi-pribadi orang mukmin; terlihat pada kesucian dan kebersihan
hati mereka, ketinggian cita-cita mereka, ketahanan dan ketabahan hati
mereka dalam menerima cobaan ketika menyampaikan agama Allah;
sikap mereka pada saat mencapai kemenangan dan menghadapi
kekalahan; sikap mereka terhadap musuh-musuh yang telah dikuasai;
sikap mereka pada saat ditawan dan sikap mereka di waktu memasuki
daerah-daerah luar Jazirah Arab.

Sikap dan watak yang demikian adalah Sikap dan watak yang
ditimbulkan oleh ajaran- ajaran Al-Qur'an dan ketaatan melaksanakan
hukum Allah Swt.. Inilah yang dimaksud dengan jawaban Aisyah Ra.
ketika ditanya tentang akhlak Nabi Muhammad Saw.
MATERI 11
HIJRAH
Peristiwa hijrah tidak statis tapi justru menunjukkan sifat dinamis,
etos kerja dan optimisme baru. Karena itu, salah satu makna penting
hijrah adalah tidak dibenarkannya seorang muslim bersikap pasif di
suatu tempat dan menyerah pada keadaan yang membuatnya tidak
dapat melakukan hal-hal positif bagi dirinya sendiri, keluarga, dan
masyarakat, seperti yang ditegaskan dalam surat An-Nisa' ayat 97

Selain itu, hijrah dipandang sebagai peristiwa yang membalikkan


keseluruhan perjalanan perjuangan Nabi Saw. dalam menegakkan
kebenaran. Hijrah adalah turning point perjuangan Rasulullah Saw. Hal
ini tampak dari diubahnya nama Yatsrib menjadi Madinah yang berarti
kota, tempat peradaban, kesopanan, dan berlakunya norma hukum.
Dari perubahan nama itu, hijrah adalah simbol peringatan kualitatif
perjuangan bersama menciptakan tatanan masyarakat yang lebih baik.
Dan, bila hijrah tersebut berada pada level individual, maka juga
peningkatan ke arah yang lebih baik secara individual. Untuk ini, Nabi
Saw. pernah bersabda:

"Barangsiapa yang prestasinya hari ini lebih jelek dari kemarin,


maka ia termasuk orang yang rugi."

Arti penting iman lebih jauh ditegaskan oleh Rasyid Ridla dengan
menyatakan bahwa Iman membangkitkan sinar dalam akal, sehingga
menjadi petunjuk jalan ketika berjumpa dengan gelapnya keraguan.
Dengan iman, seseorang akan mudah mengatasi batu penghalang yang
dapat menjatuhkannya ke jurang kebinasaan. Iman menumbuhkan
suatu pusat penelitian atas tiap detak jantung yang terlintas dan setiap
bentangan yang terbentang dalam diri manusia. Dengan iman,
seseorang dapat menembus sesuatu yang tersirat dari yang tersurat.
Demikian pula, Tuhan tidak menghasilkan sesuatu yang baik, kecuali
yang baik pula.

Dari keterangan tersebut, tampak bahwa perjalanan hidup


tidaklah linier dan mulus tanpa hambatan. Perjalanan hidup ini kadang
terjal yang disertai dengan keraguan untuk melangkah, terutama bila
berada dalam kondisi yang kurang menguntungkan. Untuk itulah, agar
bisa berhijrah terlebih dahulu harus ditumbuhkan rasa percaya diri
dengan mau berkorban dan terus berharap akan pertolongan Allah
Swt.. Dalam banyak ayat, kata hijrah selalu diapit oleh kata iman dan
jihad kemudian diakhiri dengan rahmat Allah Swt. Tiga kondisi itulah
merupakan bagian dari hakikat keberagamaan. Hidup adalah himpunan
dari kecemasan dan harapan, sehingga meskipun kita telah berhijrah
dan berjuang, kita tidak boleh memastikan bahwa perbuatan kita
sepenuhnya diterima oleh Allah.
MATERI 12
SYUKUR DAN DZIKIR
Syukur selalu terkait dengan zikir. Karena perbuatan syukur
awalnya (akibat) dari zikir. Dengan kata lain, tidak ada syukur yang
tanpa disertai zikir (mengingat) Allah. Syukur dalam arti harfiahnya
bermakna berterimakasih. Dan dalam logika, kita takkan mengucapkan
"terimakasih", jika kita tidak mengetahui (mengingat) apa jasa-jasa
orang kepada kita. Oleh sebab itu Allah sering menyebut dua sifat ini
secara bersama-sama dalam satu tarikan napas, seperti dalam Firman-
Nya:

"Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ire are pula
kepadamu, dan bersyukurlah kepada-ku insert (puanlah kamu
mengingkari (nikmat)-Ku." (Q Al-Baqarah: 152)

Terkadang justru zikir dan syukur itu bahkan menjadi satu makna, dan
menjadi satu bagian yang tak bisa terpisahkan. Misal dalam Firman-
Nya:

"Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman?


Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui." (QS. An-
Nisa': 147)

Bersyukur dan beriman pada ayat di atas sebagai syarat, dan


mungkin "jaminan" bahwa Allah tidak akan menyiksa seseorang, jika
kita masih mengingat-Nya. Mengingat di sini tentu menjalankan amalan
syariat sesuai dengan ketentuan-Nya. Karenanya sifat syukur selalu i
terkait dengan makna zikir (mengingat). Dan ayat tersebut juga
menjelaskan bahwa Allah sendiri dalam firman-Nya juga mengaku
mensyukuri hamba-hamba-Nya, dengan cara memberi pahala terhadap
amal amal hamba, memaafkan kesalahanya dan menambah nikmatya .
Maka, sifat demikian sesemstiya juga ditiru oleh seorang hamba , maka
kita akan semakin giat beribadah kepadanya.
Ketahuilah, bahwa hati kita itu ibarat batu, bahkan lebih keras dan
padat melebihi batu. Karenanya kerasnya hati itu perlu dicairkan
dengan menangis. Dan tangisan ini akibat dari pemaknaan kita dari rasa
takut dan syukur kepada Allah. Rasulullah Saw. bersabda:
"Diperintahlah orang-orang untuk berdiri dan memuji. Ada sekelompok
orang yang berdiri dan menegakkan bendera. Sekelompok ini kemudian
digiring untuk ke surga." Sahabat bertanya kepada Rasulullah Saw.:
"Siapakah kelompok yang berdiri dan memuji itu?" Nabi menjawab:
"Mereka yang bersyukur kepada Allah pada tiap keadaan. Mereka itu
adalah sekelompok manusia yang terus bersyukur, baik dalam keadaan
suka maupun duka."

Kebanyakan dari kita hanya bersyukur ketika mendapatkan kenikmatan


(yang nyata), lantaran harta yang diperolehnya atau sejenisnya. Maka,
kita terdorong untuk bersyukur, baik dengan hati, lisan dan
perbuatannya. Akan tetapi kita kemudian sering hilang rasa syukurnya
saat keberuntungan itu berada dalam hidup kita. Jika kita berada dalam
kelompok ini, maka itu bukan pada golongan orang yang disebut Nabi
Saw. pada riwayat hadits di atas, bahkan justru kita mendapatkan
ancaman dari Allah, sebagaimana yang tertuang dalam surat Ibrahim,
ayat 7 di atas:

"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kam akan menambah


(nikmat) kepadamu, dan jika kam mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya aza Ku sangat pedih." (QS. Ibrahim: 7).

Ini berarti kita dituntut mensyukuri sekecil apa pun nikmat yang
diberikan Allah. Bila nikmat yang diberikan kepada kita itu berupa ujian
atau cobaan yang tidak menyenangkan, maka mensyukuri nikmat itu
dengan cara bersabar.

Hendaklah kita menyadari bahwa semua itu datangnya dari Allah.


Persoalan cara kita mendapatkan kenikmatan itu hanyalah wasilah
(perantara) saja. Oleh karena itu kita selalu mengagungkan Allah dan
memuji-Nya. Dalan hal ini Rasulullah Saw. mengisyaratkan pad kita:

"Barangsiapa yang mengucapkan subhanallah, mak ia mendapatkan


sepuluh kebaikan. Orang yar nembaca la ilaha illallah mendapatkan dua
puluh kebaikan , dan orang yang membaca al hamdulillah akan
memperoleh tiga puluh kebaikan .

MATERI 13
CINTA KEPADA ALLAH DAN ROSULNYA

Allah Swt berfirman dalam Q.S. Ali Imron ayat 31:


‫ُقْل ِإ ْن ُكْنُت ْم ُت ِح ُّبوَن ال َّلَه َف ا َّتِب ُع و ِن ي ُيْح ِب ْب ُك ُم ال َّلُه َو َي ْغ ِف ْر َلُك ْم ُذ ُن و َب ُك ْم‬
ۗ ‫َو ال َّلُه َغ ُفوٌر َر ِح ي ٌم‬

“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah


aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Kesadaran akan melayani atau memuji adalah konsekwensi logis
dari Sang Pecinta. Dalam cinta mesti melibatkan pengorbanan,
sebagaimana pepatah mengatakan: "Semakin besar cinta seseorang,
semakin besar pula pengorbanannya." Tanda kita mecinta Allah Swt.
dan Rasul-Nya harus dibuktikan dengan sejauh mana kita bisa
menjalankan ajaran Islam. Di sinilah bukti Allah Swt. dan Rasulullah
Saw. ada di hati kita atau tidak.

Karenanya, seorang pecinta pasti akan menerima segala takdir


yang telah digariskan oleh Allah Swt. Akan tetapi seorang pecinta tidak
hanya berharap pada takdir semata, tanpa berbuat sesuatu, karena
Allah memerintahkan kita untuk berusaha sekuat tenaga,
menganjurkan kita berdoa dan lain sebagainya agar keinginan kita
tercapai. Dengan perasaan yang penuh cinta, justru seharusnya hal ini
menjadi suatu dorongan kuat bagi kita.
Ada beberapa hikmah yang bisa kita ambil dari kesadaran kita
akan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, yaitu:
1. Sabar

Orang yang terpaut cinta dengan Allah dan Rasul-Nya akan selalu
sabar setiap musibah menimpanya, karena semuanya datang dari Allah
Swt.. Dia akan menyambut musibah itu dengan tegar, setegar gunung
atau setegar karang diterjang ombak laut, tanpa goyah sedikit pun.
2. Ridha dan Qana'ah
Orang yang terpaut cinta dengan Allah dan Rasul-Nya akan ridha
terhadap apa yang diberikan Allah dan qana'ah akan rezeki yang Dia
berikan kepadanya.
3. Menerima Apa Adanya
Orang yang terpaut cinta dengan Allah dan Rasul-Nya akan
menerima apa yang diberikan Allah kepadanya. Sikap ini akan
melahirkan kekuatan jiwa, tidak akan kecewa, sedih, putus asa, dan
sikap-sikap cengeng lainnya. Dia yakin apa yang terjadi pada dirinya
4. Memiliki Harga Diri
Orang yang terpaut cinta dengan Allah dan Rasul-Nya akan
memiliki harga diri karena yakin apa yang dia miliki bukan berasal dari
manusia tetapi dari Allah semata. Jika pun ada peran manusia, itu
hanya sebagai perantara saja. Harga diri ini akan menjadi sumber
kekuatan luar biasa, sehingga dia bisa mencurahkan segenap
potensinya.

5. Berjiwa Tenang dan Damai

Orang yang terpaut cinta dengan Allah dan Rasul-Nya pastilah


akan percaya dengan akdir, ia akan yakin pula bahwa segala musibal
idak akan membuatnya takut. Dia tenang erhadap apa pun yang akan
dan telah terjad arena semua kehendak Allah.
MATERI 14
TAWAKKAL KEPADA ALLAH
Allah Swt berfirman dalam Q.S . Al Maidah ayat 11
‫َيا َأُّي َها ا َّلِذ ي َن آ َم ُنوا ا ْذ ُك ُر وا ِن ْع َم َت ال َّلِه َع َل ْي ُك ْم ِإْذ َه َّم َقْو ٌم َأْن‬
‫َيْبُس ُطوا ِإَل ْي ُك ْم َأْي ِدَيُهْم َفَكَّف َأْي ِدَيُهْم َع ْنُك ْم ۖ َو ا َّتُقوا ال َّلَهۚ َو َع َل ى ال َّلِه‬
‫َفْل َيَتَو َّك ِل ا ْل ُم ْؤ ِم ُنو َن‬
“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu akan nikmat Allah
(yang diberikan-Nya) kepadamu, di waktu suatu kaum bermaksud
hendak menggerakkan tangannya kepadamu (untuk berbuat jahat),
maka Allah menahan tangan mereka dari kamu. Dan bertakwalah
kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu
harus bertawakkal”
Tawakkal secara bahasa berarti menyandarkan diri, sedangkan
secara istilah adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah Swt.
setelah melakukan usaha sekuat tenaga, sebagaimana yang terdapat di
dalam hadits Nabi Muhammad Saw.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik yang berkata: "Seorang laki-laki
bertanya kepada Rasulullah Saw.: 'Wahai Rasulullah! Apakah aku
mengikatnya (unta) kemudian aku pasrahkan (kepada Allah), ataukah
aku lepaskan kemudian aku pasrahkan?' Nabi Saw. menjawab: 'Ikatlah
dan kemudian pasrahkanlah." (HR. Turmudzi).
Dari hadits di atas ini disebutkan bahwa orang yang dinamakan
bertawakkal kepada Allah Swt. adalah orang yang telah berusaha
sekuat tenaga untuk mengerjakan segala urusannya, dan kemudian ia
menyerahkan sepenuhnya kepada Allah Swt.. Tidak dapat dinamakan
bertawakal ketika seseorang tidak mau berusaha, namun berkata "aku
serahkan sepenuhnya kepada Allah Swt." Seperti contoh anak sekolah
yang hendak menghadapi UN (Ujian Nasional) yang menentukan
kelulusan, maka tidak dapat dinamakan ia bertawakkal kepada Allah
jika ia hanya berdoa tetapi tidak mau belajar. Seharusnya ia belajar dan
berdoa terlebih dahulu dengan sungguh-sungguh untuk menghadapi
ujiannya, kemudian ia menyerahkan sepenuhnya hasil dari usahanya
tersebut. Itulah yang dinamakan tawakkal yang sebenarnya.
Manusia hanyalah makhluk yang lemah, mangga sudah
seharusnya di dalam setiap langkah dan pekerjaan di dunia ini selalu
langkah darkannya kepada Allah Tuhan Yang Maha Kuasa, Tuhan Yang
Maha Berkehendak Tuhan Yang Maha Mengabulkan permohonan
hamba-Nya, dan Tuhan Yang Maha Bijaksana Seperti apa yang tertera
di dalam hadits Nabi bahwa pada akhir zaman akan banyak manusia
yang sombong dengan mempertunjukkan kekuatan dan kekuasaannya.
Mereka akan menyatakan bahwa diri mereka adalah tuhan. Sehingga
orang-orang mukmin akan benar- benar diuji keimanannya. Namun,
Rasulullah Saw. sudah menyatakan bahwa orang-orang mukmin akan
selalu kuat menghadapinya, karena mereka selalu menyandarkan
segala sesuatunya hanya kepada Allah Swt.
Tawakal sering diartikan sebagai sikap Karenankan urusannya
hanya kepada Allah menjadi komandan Ingatlah bahwa yang pikiran
kita adalah kepercayaan kita. Pikiran pikiran kita akan beroperasi sesuai
dengan pola yang ada dalam pikiran kita. Pola ini dibentuk oleh
kepercayaan-kepercayaan yang kita miliki. Jika kepercayaan kita positif,
maka kita akan menghasilkan pikiran-pikiran positif Sebaliknya, jika
kepercayaan kita negatif, maka pikiran-pikiran kita juga akan negatif
pula. Kabar buruknya, seringkali kita tidak sadar bahwa apa yang dalam
pikiran kita adalah kepercayaan negatif. Lalu bagaimana cara
mengubahnya?

Jika kepercayaan kita positif, maka kepercayaan kita akan


bertindak sebagai kompas dan peta yang membimbing kita menuju
sasaran-sasaran kita dan memberikan kepastian bahwa kita pasti
sampai ke sana. Jika demikian maka Anda akan mengambil tindakan
dengan sukarela, seolah-olah suatu tindakan otomatis yang
mengarahkan diri Anda ke arah sasaran Anda.

MATERI 15
TAKUT KEPADA ALLAH
Allah Swt berfirman dalam Q.S.Annur ayat 52 :

‫َو َمْن ُيِط ِع ال َّلَه َو َر ُس و َلُه َو َيْخ َش ال َّلَه َو َيَّتْق ِه َفُأو َٰلِئَك ُه ُم ا ْل َف ا ِئُز و َن‬
“Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut
kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-
orang yang mendapat kemenangan.”
Dalam ayat di atas disebutkan bahwa takut kepada Allah sangat
erat kaitannya dengan taat kepada-Nya. Pertama Karena orang yang
taat kepada Allah akan merasa takut untuk melanggar apa yang
dilarang-Nya. Begitu juga sebaliknya, orang yang takut kepada Allah
akan senantiasa taat dan patuh kepada-Nya. Keduanya, yaitu takut dan
taat kepada Allah, disertai dengan ketakwaan. Ketakwaan yang
dimaksudkan di sini adalah orang yang takut untuk berbuat maksiat dan
selalu taat kepada ajaran Allah. Ia takut juga akan akibat dari
melakukan larangan-Nya, yaitu ia akan takut akan siksa Allah. Terdapat
salah satu penafsiran ulama bahwa yang dimaksud dengan takut
kepada Allah ialah takut kepada Allah disebabkan karena dosa-dosa
yang telah dikerjakannya, dan yang dimaksud dengan takwa ialah
memelihara diri dari segala macam dosa yang mungkin terjadi.
Ketiganya di atas merupakan sifat yang sangat melekat kepada
orang mukmin yang pada ayat di atas disebutkan dengan orang-orang
yang beruntung. Karena disebutkan pada ayat sebelumnya bahwa
orang-orang mukmin, ketika diperintahkan oleh Allah Swt., maka ia
akan taat dan patuh kepada-Nya dan mereka akan mengatakan "kami
mendengarkan dan kami laksanakan." Dalam istilah bahasa Jawa sering
dikenal dengan kata sendiko dawuh.
Kewajiban seorang mukmin untuk senantiasa taat dan patuh kepada
Allah. Kata-kata yang diucapkan oleh orang mukmin sebagaimana yang
disebutkan di atas adalah merupakan bentuk ketaatan mereka kepada
Allah Swt. serta ketakutan mereka akan mengingkari perintah-Nya.

Oleh karena seorang mukmin mempunyai rasa taat dan patuh kepada
Allah, maka ia akan mendapatkan tempat yang tinggi di sisi-Nya. Oleh
karena itulah mereka dikatakan sebagai orang yang senang dan
berbangga hati serta mereka dikatakan sebagai orang yang beruntung .
Sedangkan di dalam hadits Nabi saw. Di atas disebutkan mengenai
bagaimana cara seseorang untuk takut kepada Allah. Nabi Saw.
menjelaskan bahwa ketika seseorang itu takut kepada Allah, maka ia
seakan-akan melihat-Nya atau apabila ia tidak dapat melihat-Nya, maka
ia pasti yakin bahwa Allah selalu melihatnya, la akan selalu merasa
diawasi oleh Allah, sehingga ia akan merasa takut untuk berbuat apa
yang telah dilarang oleh-Nya.
Allah memerintahkan kepada orang –orang mukmin untuk selalu
taat dan patuh kepadanya dan rasulnya dalam keadaan apa pun dan
bahkan harus mengorbankan harta maupun nyawa . Dalam ayat
tersebut dicontohkan bahwa orang-orang mukmin haruslah taat
kepada Allah dan Rasul nya untuk selalu mempertahankan islam
dengan berjihad di jalan Allah ,meskipun harus mengorbankan nyawa
mereka .
MATERI 16
MENGHARAP DARI ALLAH
Allah Swt berfirman dalam Q.S. Al-Isra ayat 57

‫ُأو َٰلِئَك ا َّلِذ ي َن َيْد ُع و َن َيْب َتُغو َن ِإَلٰى َر ِّبِه ُم ا ْلَو ِس ي َلَة َأُّيُه ْم َأْقَر ُب َو َيْر ُج و َن‬
‫َر ْح َم َتُه َو َيَخ ا ُفو َن َع َذ ا َبُهۚ ِإَّن َع َذ ا َب َر ِّبَك َك ا َن َم ْح ُذ و ًر ا‬
“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan
kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat
(kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan
azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang
(harus) ditakuti.”
Raja' adalah upaya hanya mengharap kepada Allah.
Pernahkan Anda menemui "jalan buntu"? Sebenarnya jalan buntu
itu adalah suatu istilah untuk sebuah jalan yang tertutup. Hanya
saja, orang sering mengatakan seolah tidak ada jalan lain lagi
untuk mencapai tujuan kita. Jika sebuah jalan buntu, memang
tidak ada jalan keluar jika kita hanya berpikir itu satu-satunya
jalan. Padahal, di luar sana masih banyak jalan yang bisa kita lalui.
Kesalahan kita ialah seringkali memper- sempit pandangan kita.
Seperti uraian di atas, pandangan kita sempit, kita hanya
memikirkan jalan tersebut saja, sehingga seolah peluang kita
mencapai tujuan telah sirna. Namun, jika kita mau memperluas
pandangan, sebenarnya masih banyak jalan-jalan lain yang bisa
kita lalui.

Jalan buntu adalah suatu analogi sebuah masalah yang kita


hadapi dalam kehidupan kita. Dalam bisnis, karir, sosial, keluarga,
dan sebagainya. Banyak orang begitu stress menghadapi masalah,
mengatakan sudah menemui jalan buntu, dan menyerah begitu
saja. "Mau apa lagi?" katanya.

Hal ini diperparah oleh ungkapan yang mengatakan bahwa


peluang hanya datang satu kali. Sehingga saat seseorang
kehilangan peluang kerja, peluang bisnis, dan peluang lainnya dia
pikir tidak ada lagi peluang lain sehingga dia stress dan ketakutan
peluang yang ada didepan matanya .
MATERI 17
MENGIMANI MALAIKAT
Allah Swt berfirman dalam Q.S. Al-Baqoroh ayat 285
‫َء اَم َن ٱلَّرُسوُل ِبَم ٓا ُأنِز َل ِإَلْيِه ِم ن َّرِّبِهۦ َو ٱْلُم ْؤ ِم ُنوَن ۚ ُك ٌّل َء اَم َن ِبٱِهَّلل َو َم َٰٓلِئَك ِتِهۦ َو ُكُتِبِهۦ َو ُرُس ِلِهۦ اَل‬
‫ُنَفِّر ُق َبْيَن َأَح ٍد ِّم ن ُّر ُس ِلِهۦۚ َو َقاُلو۟ا َسِم ْعَنا َو َأَطْعَناۖ ُغ ْفَر اَنَك َر َّبَنا َو ِإَلْيَك ٱْلَم ِص يُر‬
Artinya: Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan
kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman.
Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-
Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-
bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya",
dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat". (Mereka
berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah
tempat kembali".
Beriman kepada malaikat mengandung empat unsur:

1. Mengimani wujud mereka, bahwa mereka benar-benar ada bukan hanya khayalan,
halusinasi, imajinasi, tokoh fiksi, atau dongeng belaka. Jumlah mereka sangat banyak
dan tidak ada yang bisa menghitungnya kecuali Allah Swt.. Seperti dalam kisah Mi'raj-
nya Nabi Muhammad Saw. bahwa ketika itu Nabi Saw. diangkat ke Baitul Makmur di
langit, tempat para malaikat shalat setiap hari. Jumlah mereka tidak kurang dari 70.000
malaikat. Setiap selesai shalat, mereka keluar dan tidak kembali lagi.

2. Mengimani nama-nama malaikat yang kita kenali, misalnya Jibril, Mikail, Israfil, dan lain-
lain. Adapun yang tidak diketahui namanya, kita mengimani keberadaan mereka secara
global. Penamaan ini harus sesuai dengan dalil dari Al-Quran dan hadits Rasulullah
Saw.

3. Mengimani sifat-sifat malaikat yang kita kenali. Allah berfirman:

Anda mungkin juga menyukai