Anda di halaman 1dari 22

Proposal Penelitian

PEMAKNAAN LAA IKRAAHA FI AL-DIIN DALAM ALQURAN:


STUDI ATAS PENAFSIRAN IBNU KATSIR
DALAM TAFSIR ALQURAN AL-ADZIM

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Penelitian Al-Qura'an Dan Tafsir
Dosen Pengampu: Dr. Uun Yusufa, M.A.

Oleh :
Zahratus Sofa (U20181026)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
JURUSAN ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
NOVEMBER 2020
A. Latar Belakang Masalah
Pada zaman Jahiliah dimana orang-orang belum diperkenalkan dengan sebuah hukum
yang menjadi dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, masih berpegang teguh
terhadap apa yang menjadi keyakinannya pada saat itu dan setiap generasi masing-masing
telah menjadikan keyakinannya sebagai salah satu karakteristik pembeda dengan generasi
berikutnya. Bahkan, keyakinan terhadap benda-benda yang dianggap memiliki kekuatan gaib
memiliki tradisi penghambaan tersendiri, ditambah dengan turunnya tiga kitab sebelum
alquran yang diwahyukan kepada nabi terdahulu yang menjadi sumber hukum dalam hal
ketuhanan yang juga memiliki proses peribadatan yang berbeda pula. Hal ini membuktikan
keberadaan aneka macam bentuk keyakinan sebelum masuknya agama baru yang dibawa
oleh muhammad nabi kita.
Istilah Jahiliah, yang biasanya diartikan sebagai “masa kebodohan” atau “kehidupan
barbar”, sebenarnya berarti bahwa ketika itu orang-orang Arab tidak memiliki otoritas
hukum, nabi, dan kitab suci. Pengertian itu dipilih karena tidak bisa mengatakan bahwa
masyarakat yang berbudaya dan mampu baca tulis seperti masyarakat Arab Selatan disebut
sebagai masyarakat bodoh dan barbar.1 Kata itu muncul beberapa kali didalam alquran
(3:154, 5: 50, 33: 33, 48: 26), salah satu penuturan alquran tentang firman Allah SWT. yang
berbunyi :

‫َّمُث َأْنَز َل َعَلْيُك ْم ِم ْن َبْع ِد اْلَغِّم َأَم َنًة ُنَعاًس ا َيْغَشٰى َطاِئَفًة ِم ْنُك ْم ۖ َو َطاِئَفٌة َقْد َأَّمَهْتُه ْم َأْنُفُس ُه ْم َيُظُّنوَن ِبالَّل ِه َغْيَر اَحْلِّق‬

ۖ ‫َظَّن اَجْلاِهِلَّي ِةۖ َيُقوُلوَن َه ْل َلَن ا ِم َن اَأْلْم ِر ِم ْن َش ْي ٍء ۗ ُقْل ِإَّن اَأْلْم َر ُك َّلُه ِلَّلِهۗ ْخُيُف وَن يِف َأْنُفِس ِه ْم َم ا اَل ُيْب ُد وَن َلَك‬

‫َيُقوُلوَن َل ْو َك اَن َلَن ا ِم َن اَأْلْم ِر َش ْي ٌء َم ا ُقِتْلَن ا َه اُه َن اۗ ُقْل َل ْو ُك ْنُتْم يِف ُبُي وِتُك ْم َلَبَر َز اَّل ِذ يَن ُك ِتَب َعَلْيِه ُم اْلَقْت ُل ِإٰىَل‬
‫َم َض اِج ِعِه ْم ۖ َو ِلَيْبَتِل الَّلُه َم ا يِف ُصُد وِر ُك ْم َو ِلُيَم ِّح َص َم ا يِف ُقُلوِبُك ْم ۗ َو الَّلُه َعِليٌم ِبَذ اِت الُّص ُد وِِر‬
‫َي‬
“Kemudian setelah kamu berdukacita, Allah SWT menurunkan kepada kamu keamanan
(berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari pada kamu, sedang segolongan lagi telah
dicemaskan oleh diri mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah
seperti sangkaan jahiliyah. Mereka berkata: "Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak
campur tangan) dalam urusan ini?". Katakanlah: "Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di
tangan Allah". Mereka menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka
terangkan kepadamu; mereka berkata: "Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur
tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini". Katakanlah:
1
Philip K. Hitti, History of The Arabs, (New York: Palgrave Macmillan, 2002), 108.
"Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati
terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh". Dan Allah (berbuat demikian) untuk
menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu.
Allah Maha Mengetahui isi hati.” [Ali ‘Imran: 154].
Keyakinan terhadap sesuatu menjadi identitas bagi setiap kalangan pada zaman pra-
Islam. Hal ini menunjukkan eksistensi agama atau keyakinan mereka pada saat itu benar-
benar ada, sekalipun tidak ada yang mengatakan bahwa apa yang diyakini mereka adalah
bentuk lain dari kata agama.
Adnan menyebutkan agama adalah peraturan dari Allah SWT untuk manusia yang
berakal, untuk mencari keyakinan, mencapai jalan bahagia lahir dan batin, dunia dan akhirat,
bersandar kepada wahyu-wahyu ilahi yang terhimpun dalam kitab suci yang diterima oleh
Nabi Muhammad SAW.2
Pada umumnya para ahli membagi agama menjadi 2 (dua), yaitu: agama samawi
(wahyu) dan agama ardli (budaya). Agama Samawi adalah agama ciptaan Allah yang
kemudian melalui utusannya disampaikan kepada umat manusia. Sedangkan agama Ardli
adalah agama yang diciptakan manusia. Islam merupakan agama ciptaan Allah, yang
diturunkan kepada umat manusia dengan perantaraan Nabi Muhammad saw, karena itu Islam
merupakan agama Samawi (wahyu), bukan agama kebudayaan. Namun demikian agama
Islam telah mendorong para pemeluknya untuk menciptakan kebudayaan dengan berbagai
seginya.3
Muhammad SAW. yang berperan sebagai pelopor reformasi akidah, telah tercatat
sebagai nabi dan rasul disepanjang sejarah kehidupan. Ajaran baru yang dibawanya menjadi
penerang bagi setiap jalan kehidupan umat manusia yang beriman, penunjuk arah kebenaran
dan menjadi jembatan dalam meraih keridlaan-Nya. Islam yang dikenal sebagai agama
penyempurna telah menjadi satu-satunya agama yang diakui di sisi tuhannya, sebagaimana
penuturan alquran tentang firman Allah SWT. yang berbunyi:

‫ِإَّن الِّديَن ِعنَد الَّلِه اِإْل ْس اَل ُمۗ َو َم ا اْخ َتَلَف اَّلِذ يَن ُأوُتوا اْلِكَتاَب ِإاَّل ِم ن َبْع ِد َم ا َج اَءُه ُم اْلِعْلُم َبْغًيا َبْيَنُه ْم ۗ َو َم ن‬

‫َيْك ُفْر ِبآَياِت الَّلِه َفِإَّن الَّلَه َس ِر يُع اِحْلَس اِِب‬

“Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah
diberi Al-Kitab, kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara

2
Dede Ahmad Ghazali dan Heri Gunawan, Studi Islam, (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2015), 4.
3
Fadil SJ, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, (Malang: UIN-MALANG PRESS Anggota
IKAPI, 2008), 21.
mereka. Barangsiapa yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat
cepat perhitungan-Nya.” [Ali ‘Imran: 19].
Muhammad SAW. bukanlah seorang pembaharu seperti kebanyakan pembaharu
lainnya yang biasa mengobati penyakit masyarakat secara sebagian demi sebagian, yang
diantaranya ada yang berhasil secara sementara di sebagian daerah dan ada pula yang tidak
berhasil sama sekali sepanjang hidupnya. Namun muhammad melaksanakan dakwah
reformasinya secara tuntas, tepat pada sasarannya, yakni tabiat umat manusia, suatu
tantangan reformasi yang tidak pernah berhasil ditangani oleh para pembaharu sebelum
beliau, dan juga sesudah beliau, yakni seruan agar manusia beriman kepada Allah Yang
Maha Esa serta menolak segala berhala sesembahan dan tidak menyembah setan dalam
segala manifestasinya.4
Agama Islam ialah agama yang diturunkan Allah Swt. kepada nabi-Nya yang terkhir,
Nabi Muhammad Saw. yang menyempurnakan agama-agama yang diturunkan kepada nabi-
nabi sebelumnya. Maka dengan demikian tidak heran jika ajaran Islam memiliki kemiripan
dengan agama-agama samawi (agama yang diturunkan dari langit dan termasuk dalam
golongan agama ibrahim) sebelumnya, atau sebaliknya, karena memang agama Islam
menyempurnakan agama sebelumnya.5
Ibarat agama sebagai bahtera dan Islam nakhodanya, yang senantiasa mengarahkan
umat manusia tetap dalam lindungan-Nya. Islam yang menuntun umat manusia agar sampai
pada tujuan kehidupan yakni akhirat dan memastikan agar memilih jalan kebenaran serta
menyatakan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang dianut sehingga tidak termasuk
orang yang merugi. Sebagaimana penuturan alquran tentang firman Allah SWT. yang
berbunyi:

‫َو َمْن َيْبَتِغ َغْيَر اإلْس الِم ِد يًنا َفَلْن ُيْق َبَل ِم ْنُه َو ُه َو يِف اآلِخ َر ِة ِم َن اَخْلاِس ِر يِِن‬
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” [Ali ‘Imran:
85].
Islam memang agama yang sesuai dengan fitrah manusia baik dalam hal akidah
(keyakinan), syari’ah (hukum), ibadah (peribadatan), maupun muamalah (hubungan manusia
dengan manusia dan dengan alam sekitar. Yang menyuruh manusia untuk menghadap dan

4
Abu’l-Hasan Ali Al-Nadwi, Islam Membangun Peradaban Dunia, (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya dan
Djambatan, 1988), 126.
5
Dede Ahmad Ghazali dan Heri Gunawan, Studi Islam, (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2015), 5.
masuk ke agama fitrah.6 Agama yang penuh dengan perdamaian dan ketentraman tidak
memaksa dan mengajarkan untuk tidak saling mencela antar sesama umat manusia.
Sebagaimana penuturan alquran tentang firman Allah SWT. yang berbunyi:

ِ‫ِإَمَّنا ٱْلُم ْؤ ِم ُنوَن ِإْخ َو ٌة َفَأْص ِلُح و۟ا َبَنْي َأَخ َو ْيُك ْم ۚ َو ٱَّتُقو۟ا ٱلَّلَه َلَعَّلُك ْم ُتْر ُمَحوَن‬
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara
kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat
rahmat.” [ Al-Hujurat: 10].
Islam masih terus mengalami perkembangan baik dari segi wilayah maupun
penganutnya, hal ini menyebabkan adanya perbedaan antar golongan semakin marak karena
antara satu golongan dan golongan lainnya memiliki versi tersendiri dalam mengartikan
Islam. Semakin banyak pemeluknya maka semakin banyak pula pendapatnya. Tidak hanya
agama saja yang memiliki pembagian jenis nama, bahkan Islam sendiri memiliki banyak
variasi dalam pandangan masyarakat sehingga tidak sedikit argumen-argumen yang
menyalahgunakan beberapa ayat dalam alquran untuk mempertahankan pendapatnya tentang
bagaimana Islam sebenarnya yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa sekalipun islam telah dinobatkan sebagai
agama perdamaian yang berhasil merenovasi kekeliruan dalam hal penyembahan, mulai dari
penyembahan terhadap berhala, hewan, api, tumbuhan, dan lain sebagainya sampai datangnya
perintah menyembah satu Tuhan, bukan berarti tidak ada perselisihan di dalamnya. Bahkan
yang sifatnya memaksa kehendak seseorang untuk mengikuti paham yang kita anggap benar
masih beredar di kalangan masyarakat luas. Jika sesama penganut agama Islam terjadi
kerancuan hanya karena perbedaan dalam mengartikan penghambaan yang benar dan yang
salah maka sebagai akibatnya Islam akan mengalami perpecahan. Sekalipun wahyu yang
diturunkan sebelumnya juga mengajarkan menyembah satu Tuhan, ini tidak berarti alquran
yang terjaga kemurniannya mengajarkan untuk memaksakan kehendak sebagaimana yang
kita inginkan. Alquran dikatakan sebagai sumber hukum bagi mereka yang beragama Islam,
maka yang tercantum didalamnya baik yang berupa perintah maupun larangan merupakan
sebuah kewajiban yang harus dijalankan. Namun tetap dalam konsep awal Islam yaitu
menyeru kepada kebaikan tanpa disertakan sebuah paksaan.
Sebagaimana penuturan alquran tentang firman AllAh SWT. yang berbunyi:

6
Dede Ahmad Ghazali dan Heri Gunawan, Studi Islam...6.
‫ٓاَل ِإْك َر اَه ىِف ٱلِّديِن َقد َّتَبَنَّي ٱلُّر ْشُد ِم َن ٱْلَغِّى َفَم ن َيْك ُفْر ِبٱلَّٰطُغوِت َو ُيْؤ ِم ۢن ِبٱلَّلِه َفَق ِد ٱْس َتْم َس َك ِبٱْلُعْر َو ِة ٱْلُو ْثَق ٰى اَل‬

‫ٱنِف َص اَم َهَلا َو ٱلَّلُه ِمَس يٌع َعِليٌِم‬

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan
beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat
kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [Al-
Baqarah: 256 ].
Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengemukakan penjabaran tentang bagaimana makna
memaksa dalam hal memilih agama. Juga mengenai sebab turunnya ayat 256 dalam surah al-
Baqarah tersebut, hingga tentang dihapusnya ayat tersebut menurut sebagian ulama, kitab ini
menjadi salah satu sumber rujukan ulama kontemporer dalam menyusun kitab-kitab tafsir
baru, berikut merupakan bagian dari penjelasan isi kitab tafsir Ibnu Katsir:

Allah Swt. berfirman ( ‫“ ) ٓاَل ِإْك َر اَه ىِف ٱلِّديِن‬Tidak ada paksaan untuk memasuki agama”
Maksudnya, janganlah kalian memaksa seseorang memeluk agama Islam. Karena
sesungguhnya dalil-dalil dan bukti-bukti itu sudah demikian jelas dan gamblang, sehingga
tidak perlu ada pemaksaan terhadap seseorang untuk memeluknya. Tetapi barang siapa yang
diberi petunjuk oleh Allah Swt. dan dilapangkan dadanya serta diberikan cahaya bagi hati
nuraninya, maka ia akan memeluknya. Dan barang siapa yang dibutakan hatinya oleh Allah
Ta’ala, dikunci mati pen-dengaran dan pandangannya, maka tidak ada manfaat baginya
paksaan dan tekanan untuk memeluk Islam. Para ulama menyebutkan bahwa sebab turunnya
adalah berkenaan dengan beberapa orang kaum Anshar, meskipun hukumannya berlaku
umum. Ibnu Jarir meriwayatkan, dari Ibnu Abbas, ia menceritakan, ada seorang wanita yang
sulit mempunyai anak, berjanji kepada dirinya, jika putranya hidup, maka ia akan
menjadikannya Yahudi. Dan ketika Bani Nadhir diusir, dan diantara mereka terdapat anak-
anak kaun Anshar, maka mereka berkata , “Kami tidak mendakwahi anak-anak kami” maka
‫ِم‬
Allah Swt. menurunkan ayat, ( ‫) ٓاَل ِإْك َر اَه ىِف ٱل ِّديِن َق د َّتَبَنَّي ٱلُّرْش ُد َن ٱْلَغِّى‬ “Tidak ada paksaan

untuk (memasuki) agama (Islam)”. Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang
sesat.7 Demikian hadits yang diriwayatkan oleh Imam Nasa’i secara keseluruhan. Juga
diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya. Ulama yang
lainnya mengatakan: “Ayat tersebut telah dinaskh (dihapus) dengan ayat qital (perang), dan
7
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Al-Sheikh, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 3 (Bogor: Pustaka
Imam Asy-Syafi’i, 2004), 515.
bahwasannya kita diwajibkan mengajak seluruh umat manusia memeluk agama yang lurus,
yaitu Islam.” Jika ada salah seorang di antara mereka yang menolak memeluknya dan tidak
mau tunduk kepadanya, atau tidak mau membayar jizyah, maka ia yang harus dibunuh. Dan
inilah makna pemaksaan.

Allah SWT. berfirman ( ‫ُيْس ِلُم وَن‬ ‫ِد ٍد ِت‬ ‫ِإ ٍم‬
‫“ )َس ُتْد َعْو َن ٰىَل َقْو ُأويِل َبْأٍس َش ي ُتَق ا ُلوَنُه ْم َأْو‬Kamu akan
diajak (memerangi) kaum yang besar, kamu akan memrangi mereka atau mereka yang
menyerah (masuk Islam).” [ al-Fath: 16]
Dan dalam hadits shahih disebutkan “Rabbmu merasa kagum kepada kaum yang di
giring ke dalam surga dengan rantai.” Maksudnya, para tawanan yang dibawa ke negeri
Islam, dalam keadaan diikat dan dibelenggu, setelah itu mereka masuk Islam, lalu amal
perbuatan mereka dan hati mereka menjadi baik, sehingga mereka menjadi penghuni surga.

Dan firman-Nya ‫“ َفَم ن َيْك ُف ْر ِب ٱلَّٰطُغوِت َو ُيْؤ ِم ۢن ِبٱلَّل ِه َفَق ِد ٱْس َتْم َس َك ِب ٱْلُعْر َو ِة ٱْل ُو ْثَق ٰى اَل ٱنِف َص اَم َهَلا‬Dan
barang siapa yang ingkar kepada Thagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia
telah berpegang teuh pada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui. Artinya barang siapa yang melepaskan diri dari sekutu-
sekutu (tandingan), berhala, serta apa yang diserukan oleh syaitan berupa penyembahan
selain Allah, mengesakan-Nya, serta menyembah-Nya, dan bersaksi bahwa tiada Allah yang

haq selain Dia.” ‫“ َفَق ِد ٱْس َتْم َس َك ِب ٱْلُعْر َو ِة ٱْل ُو ْثَق ى‬Maka sesungguhnya ia telah berpegang teguh
kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus”. Berarti ia benar-benar tegar dan
teguh berjalan di jalan yang tepat lagi lurus. Umar r.a mengatakan: “Bahwa al-jibt itu berarti
sihir dan Thagut berarti syaitan”.8 Bahwasannya keberanian dan sikap pengecut merupakan
tabiat yag melekat pada diri Manusia. Orang yang berani akan memerangi orang-orang yang
tidak dikenalnya, sedangkan seorang pengecut lari meninggalkan ibunya. Sesungguhnya
kemuliaan seseorang adalah pada agama, kehormatan dan akhlaknya, meskipun ia orang
Parsi ataupun rakyat jelata. “Demikian yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi
Hatim, dari Umar r.a. lalu ia menyebutkannya. Dan makna yang diberikan Umar r.a bahwa
Thagut berarti syaitan mempunyai landasan yang sangat kuat. Ia mencakup segala macam
kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang Jahiliah, yaitu berupa penyembahan berhala,
berhukum dan memohon bantuan kepadanya. Mujahid mengatakan, yag dimaksud dengan
al-‘urwatul wutsqa adalah iman.” Sedangkan as-Suddi mengemukakan: “Yaitu Islam.”
Sedangkan Sa’id bin Jubair dan adh-Dhahhak mengatakan: “Yaitu kalimat Laa Ilaaha
8
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Al-Sheikh, Tafsir Ibnu Katsir...516.
illallah.” Dari Anas bin Malik: “Yang dimaksud dengan al-‘urwatul wutsqa adalah al-Quran.”
Dan dari Salim bin Abi al-Ja’ad, ia mengatakan: “Yaitu cinta dan benci karena Allah.”
Semua ungkapan di atas benar, tidak bertentangan satu dengan lainnya.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Muhammad bin Qais bin ‘Ubadah, ia menceritakan,
suatu ketika aku berada di dalam masjid, lalu datang seseorang yang terpancar kekhusyuan
dari wajahnya. Kemudian orang itu mengerjakan shalat dua rakaat secara singkat. Orang-
orang di masjid itu berkata: “Inilah seorang ahli surga.” Ketika orang itu keluar, aku
mengikutinya hingga memasuki rumahnya. Maka aku pun masuk ke rumahnya bersamanya.
Selanjutnya aku ajak ia berbicara, dan setelah sedikit akrab, maka aku pun berkata
kepadanya. “Sesungguhnya ketika engkau masuk masjid, orang-orang berkata ini dan itu.” Ia
berujar: “Subhanallah, tidak seharusnya seseorang mengatakan sesuatu yang tidak
diketahuinya. Akan aku ceritakan kepadamu mengapa aku demikian.” Sesungguhnya pada
masa Rasulullah Saw. aku bermimpi dan mimpi itupun aku ceritakan kepada beliau. Aku
bermimpi seolah-olah aku berada di taman yang sangat hijau. Ibn Aun mengatakan: “Orang
itu menyebutkan warna hijau dan keluasan taman itu.” Di tengah-tengah taman itu terdapat
tinag besi yang bagian bawahnya berada di bumi dan yang bagian atas berada di langit. Di
atasnya terdapat tali. Dikatakan kepadaku, “Naiklah ke atasnya.” “Aku tidak sanggup,
jawabku.” Kemudian datang seorang pelayan kepadaku. Ibnu Aun mengatakan: yaitu seorang
pelayan muda lalu ia menyingsingkan bajuku dari belakang seraya berkata: “Naiklah.” Maka
aku pun menaikinya hingga aku berpegangan pada tali itu. Ia berkata: “berpegang teguhlah
pada tali itu!.” Setelah itu aku bangun dari tidur dan tali itu berada di tanganku. Selanjutnya
aku menemui Rasulullah Saw. dan kuceritakan semuanya itu kepada beliau, maka beliau
bersabda: “Taman itu adalah taman Islam, dan tiang itu adalah tiang Islam, sedangkan tali itu
dalah tali yang sangat kuat. Engkau akan senantiasa memeluk Islam sampai mati.” Imam
Ahmad mengatakan: “ia adalah Abdullah bin Salam.” Hadits ini diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Imam Muslim dalam kitab Shahihain.9
Tafsir Ibnu Katsir yang kitabnya telah disetujui menjadi sumber rujukan kitab tafsir
klasik kedua setelah ath-Thabari, yang menggunakan metode tahlili yakni suatu metode tafsir
yang menyoroti ayat-ayat alquran dengan memaparkan segala makna dan aspek yang
terkandung didalamnya sesuai urutan bacaan yang terdapat di dalam alquran mushaf
usmani.10

9
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Al-Sheikh, Tafsir Ibnu Katsir...517 dan 518.
10
Syaikhuddin, Ilmu Tafsir: Islamic Studies,(Banyuwangi: Mambaul Huda, 2012), 49.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka penulis mencoba untuk mengangkat
permasalahan ini, dengan menelusuri makna pemaksaan dalam beragama menurut Ibnu
Katsir, yaitu dengan tema: Pemaknaan Laa Ikraaha Fi Ad-Diin dalam al-Quran: Studi Atas
Penafsiran Ibnu Katsir dalam Tafsir alQuran al-Adzim.

B. Fokus Penelitian
Merupakan hal yang wajar bila yang pertama-tama dilakukan oleh Rasulullah SAW.
adalah menawarkan Islam kepada orang-orang yang hubungannya dekat dengan beliau,
keluarga serta sahabat-sahabat karib beliau. 11 Sesuai dengan ayat yang diwahyukan
kepadanya, tentang bagaimana menyerukan Islam kepada seluruh umat manusia di muka
bumi ini. Perintah dakwah yang dilakukan baik berupa sirriyah atau terang-terangan
keduanya menerapkan sikap uswah hasanah Rasulullah, karena sejarah telah banyak
mengemukakan kisah perjalanan Rasulullah dalam melakukan ekspansi dakwah Islam yang
didalamnya tidak ada unsur pemaksaan memeluk agama yang dibawanya.
Makna tidak ada paksaan dalam agama menjadi salah satu objek pembahasan dalam
tafsir al-Quran al-Adzim karya Ibnu Katsir, sekalipun ulama lainnya mengatakan ayat
tersebut sudah dihapus yang juga dijadikan sorotan dalam penulisan proposal ini, yaitu:

1. Bagaimana penjabaran Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ‫? ٓاَل ِإْك َر اَه ىِف ٱلِّديِن‬

2. Bagaimana penjabaran pendapat yang mengatakan ayat ‫ٱلِّدين‬ ‫ ٓاَل ِإْك اَه ىِف‬dinasakh?
‫َر‬

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui penjabaran Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ‫ٓاَل ِإْك َر اَه ىِف ٱلِّديِن‬

2. Untuk mengetahui penjabaran pendapat yang mengatakan ayat ‫ٓاَل ِإْك َر اَه ىِف ٱل ِّديِن‬
dinasakh.

D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
a. Penelitian ini merupakan tahapan awal dalam mengkaji makna paksaan secara
terperinci dan sebagai upaya untuk mengembangkan kajian terhadap tambahan
pengetahuan baru.

11
Syaik Shafiyyurahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawi, (Jakarta: Darul Haq, 2016), 92.
b. Memberikan pemahaman tentang makna paksaan dalam hal beragama.
c. Sebagai tambahan rujukan baru untuk penelitian-penelitian berikutnya yang akan
dilakukan oleh generasi selanjutnya, serta dapat dijadikan sebagai kaca untuk
melihat kekurangan dan kelebihan dalam penelitian ini.
2. Secara Praktis
a. Bagi peneliti, menambah wawasan serta dapat menjadikannya sebagai pedoman
dalam praktek penyebaran dakwah Islam.
b. Bagi IAIN Jember, sebagai sumbangsih pemikiran dalam penyelesaian penelitian-
penelitian selanjutnya.
c. Bagi masyarakat, sebagai media pembelajaran dalam hal menyebarkan kebaikan
yang baik sesuai ajaran yang diberlakukan.

E. Definisi Istilah
Dari sudut gramatika bahasa Arab tampak bahwa kata “La” dalam ayat di atas
termasuk “La linafy al-jins”, yang berarti menafikan seluruh jenis paksaan dalam soal agama.
Ayat ini juga dikemukakan dengan lafaz ‘am (kata yang umum). Dalalah lafaz ‘am, menurut
ushul fiqh Hanafiyah, adalah qat’i (jelas-tegas) sehingga tidak mungkin di-takhsis (dibatasi
pengertiannya), apalagi di-naskh (dibatalkan) dengan dalil yang zanni (tidak jelas maknanya).
Sementara al-Tabataba’i dalam al-Mizan fi Tafsir al-Quran berpendapat, ayat itu tidak
mungkin di-naskh tanpa me-naskh alasan hukumnya (‘illat al-hukum). ‘Illat hukum itu tertera
secara eksplisit dalam kalimat berikutnya menyatakan, antara al-rushd (kebenaran) dan al-
ghayy (kesesatan) sudah jelas.12

‫ٓاَل ِإْك َر اَه ىِف ٱلِّديِن‬, menurut al-Baydawi adalah kalimat berita yang harus dimaknai
sebagai kalimat tuntunan. Yaitu tuntunan meninggalkan pemaksaan dalam urusan agama.
Jika dieksplisitkan, menurut al-Baydawi, ayat tersebut akan berbunyi demikian, laa takraahu
fi al-diin (jangan lakukan pemaksaan dalam soal agama).13

F. Kajian Pustaka
1. Studi Terdahulu

12
Abd Moqsith, “Pandangan Ulama Konservatif dan Ulama Progresif Tentang Tafsir Ayat Laa Ikraaha fi al-
Diin” dalam Islamica: Jurnal Studi Keislaman, Vol. 8, No. 1 (September 2013), 224.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28114/1/Tafsir%20La%20Ikraha%20fi%20al%20Din.

13
Abd Moqsith, “Pandangan Ulama Konservatif...225.
Pada penelitian sebelumnya, sebenarnya telah ditemukan beberapa hasil karya
penelitian yang mengkaji tentang toleransi dalam beragama, diantaranya ialah:
a. Pandangan Al-Qur’an Terhadap Pluralisme Agama (Telaah Kritis Ayat-ayat
Teologis dalam Alquran), skripsi ini ditulis oleh Faiq Nebukadnezar, mahasiswa
IAIN Surakarta. Berdasarkan penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut: pertama, pada dasarnya, kitab suci alquran tidak pernah mengajarkan
pembenaran kebenaran dan keselamatan agama-agama lain. Namun hal ini tidak
menghalangi semua pemeluk agama kepercayaan untuk dapat bekerja sama atas
dasar kesejajaran sistem nilai moral dan etika. Timbulnya pemahaman bahwa
alquran mengakui bahwa agama-agama lain disebabkan oleh pemahaman yang
sempit (narrow minded) dalam memahami ayat-ayat alquran dan dipengaruhi oleh
aliran yang dianut oleh seseorang. Kedua, pluralisme (pluralitas) menjadi sebuah
kenyataan dalam keragaman agama, budaya, suku dan lain sebagainya.
Keragaman dalam beragama pada masyarakat yang majemuk (plural) itu dapat
hidup secara berdampingan dengan cara saling menghormati dan menghargai.
Tentu dalam aspek keyakinan (teologis) terutama dalam Islam sudah sangat jelas
seperti yang terdapat pada alquran dalam surah al-Kafirun. Meski begitu, untuk
mewujudkan hidup yang harmoni dalam keragaman agama, maka merupakan hal
yang baik apabila menerapkan apa yang telah digegaskan oleh A. Mukti Ali, yaitu
agrree in disagreement (setuju dalam hal perbedaan).14
Persamaan: dalam penelitian sebelumnya telah ditemukan pembahasan yang
mengkaji tentang toleransi dalam beragama.
Perbedaan: dalam pembahasan penelitian sebelumnya dengan penelitian adalah
dalam mengkaji ayat alquran menggunakan ayat yang berbeda.
b. Toleransi Antar Umat Beragama Dalam Pandangan Mufassir Indonesia, skripsi ini
ditulis oleh Muhammad Abdul Rokhim, mahasiswa UIN Walisongo. Skripsi yang
penulis susun ini tidak berlebihan jika meruju kepada para mufassir Indonesia
dalam menafsirkan tentang ayat-ayat yang berhubungan dengan masalah toleransi
antar umat beragama. Karena meskipun konflik-konflik yang bersifat intoleransi
bukan hanya dilatarbelakangi oleh faktor agama, namun seringkali

14
Faiq Nebukadnezar, “Pandangan al-Qur’an Terhadap Pluralisme Agama (Telaah Kritis Ayat-ayat Teologis
dalam al-Qur’AN)”, (Skripsi, IAIN Surakarta, 2018), 100. http://eprints.iain-surakarta.ac.id/3249/1/FAIQ
%20NEBUKADNEZAR.
penyelesaiannya melibatkan tokoh-tokoh agama sebagai mediator antar kelompok
yang bertikai. Penelitian ini menggunakan studi pendekatan, fokus utamanya yaitu
dalam Tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka, al-Qura’an dan Tafsirnya karya
DEPAG RI dan Tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab. Yang mana para
mufassir tersebut lahir, hidup, dan menghirup udara bumi pertiwi yang Bhinneka
Tunggal Ika dan berpancasila dari karya tafsirnya. Dan tentunya negara dimana
para mufassir lahir, tumbuh dan berkembang, turut memengaruhi hasil karya
tafsirnya.15 Setelah menguraikan ayat-ayat toleransi dari tafsir al-Azhar Karya
Hamka, tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab dan alquran dan tafsirnya karya
Depag RI pada bab-bab sebelumnya maka bisa disimpulkan, yaitu: pertama, kata
toleransi secara eksplisit memang tidak ditemukan dalam alquran, namun bila
yang dimaksud adalah sikap saling menghargai, menerima serta menghormati
keragaman budaya, perbedaan berekspresi maka alquran secara nyata merupakan
kitab suci yang banyak menyinggung tema-tema besar tersebut. Kedua, dari
semua ayat yang diteliti, penulis tidak menemukan perbedaan yang berarti antar
penafsiran para mufassir Indonesia tentang ayat-ayat toleransi. Ketiga toleransi
sudah menjadi budaya di Indonesia sejak sebelum Negara ini lahir, dan masih
terjaga dengan baik sampai sekarang. Hal itu bisa dibuktikan bahwa dasar Negara
Indonesia adalah Pancasila. Dan kerukunan antar umat Beragama juga disebutkan
dalam UUD Negara ini yaitu pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945.16
Persamaan: dalam penelitian sebelumnya juga memaparkan toleransi beragama
dalam alquran.
Perbedaan: jika dalam penelitian sebelumnya menggunakan studi perbandingan
kitab tafsir serta menyebutkan UUD sebagai rujukannya maka, dalam proposal
penelitian ini hanyalah menggunakan studi kitab tafsir saja.
c. Skripsi yang berjudul Penyiaran Islam Dan Toleransi Beragama (Studi Tentang
Siaran Keagamaan Islam pada Program Gema Ramadhan TVRI Yogyakarta Di
Bulan Ramadhan Tahun 2017), yang ditulis oleh Eka Nur Pratiwi, mahasiswa
UIN Sunan Kalijga, pada tahun 2018. Dalam penelitian ini peneliti memilih tema
tersebut mengingat bulan Ramadhan adalah bulan suci bagi umat muslim karena
itu perlu di kaji secara mendalam bagaimana bentuk terhadap toleransi terhadap
15
Muhammad Abdul Rokhim, “Toleransi Antar Umat Beragama Dalam Pandangan Mufassir Indonesia”,
(Skripsi, Universitas Wali Songo, 2016), 4. http://eprints.walisongo.ac.id/5819/1/094211020.
16
Muhammad Abdul Rokhim, “Toleransi Antar Umat...67-69.
agama lain yang tidak menjalankan ibadah puasa, alasan peneliti memilih topik
tersebut agar lebih fokus dan efisien dalam melakukan penelitian. Pemilihan
program talkshow “ Gema Ramadhan” di TVRI Yogyakarta tersebut berdasarkan
kriteria-kriteria yang mendukung objek dalam penelitian ini yang lebih banyak
ditampilkan pada program tersebut.17 Berdasarkan analisa penulis tentang pesan
toleransi beragam dalam program TV Gema Ramadhan di TVRI Yogyakarta
dapat ditarik kesimpulan terdiri dari: pertama, penyiaran Islam dalam program TV
“Gema Ramadhan” di TVRI Yogyakarta mengandung pesan Islam yang sangat
kuat. Pesan-pesan disampaikan bersifat ajakan, seruan dan panggilan kepada
orang lain. Semua pesan yang disampaikan ditujukan kepada para penonton atau
auidiensnya. Pada sepuluh episode Program Gema Ramadhan mengandung unsur-
unsur pesan toleransi beragama, yang berlandaskan pada ajaran alquran dan juga
berfalsafah Pancasila.18
Persamaan: dalam penelitian sebelumnya juga mengkaji tentang toleransi dalam
beragama.
Perbedaan: penelitian sebelumnya menggunakan metode observasi sedangkan
dalam proposal ini menggunakan reserch library dengan menggunakan penafsiran
Ibnu Katsir.
d. Skripsi yang berjudul Pengembangan Antar Umat Beragama Bagi Siswa
Kerohanian Islam/Rohis Dan Kerohanian Kristen/Rohkris Di SMA 1 Teladan
Yogyakarta yang disusun oleh Yuli Salis Hijriani, mahasiswa UIN Sunan Kalijaga
pada tahun 2014, penulis lebih memfokuskan bagaimana pengembangan toleransi
keberagamaan siswa di sekolah dengan siswa lain yang berbeda agama dengan
mempunyai perkumpulan orang dalam wadah yang sudah terprogram dan
terkoordinasi secara struktural, khususnya di SMAN 1 Teladan Yogyakarta. 19
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu melakukan observasi
langsung ke lapangan untuk meneliti pengembangan toleransi bergama dalam
masyarakat sekolah. Dan melihat situasi di lapangan secara wajar dan natural

17
Eka Nur Pratiwi, “Penyiaran Islam dan Toleransi Beragama: Studi Tentang Siaran Keagamaan Islam Pada
Program Gema Ramadhan TVRI Yogyakarta Di Bulan Ramadhan Tahun 2017”, (Skripsi, Universitas Islam
Negeri Sunan Kali Jaga Yogyakarta, 2018), 4-5. http://digilib.uin-suka.ac.id/32695/1/13210080_BAB-
I_IV_DAFTAR-PUSTAKA.
18
Eka Nur Pratiwi, “Penyiaran Islam...77.
19
Yuli Salis Hijriyani, “Pengembangan Toleransi Antar Umat Beragama Bagi Siswa Kerohanian Islam/Rohis
dan Kerohanian Kristen/Rohkris Di SMAN 1 Teladan”, (Skrripsi, Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta: 2014), 4.
http://digilib.uin-suka.ac.id/15142/1/11470017_bab-i_iv-atau-v_daftar-pustaka.
tanpa adanya manipulasi dan hal tersebut menjadi sumber data penelitian.
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang lebih
menekankan realitas sosial sebagai sesuatu yang utuh, komplek, interaktif, dan
dinamis, untuk meneliti kondisi obyek yang alamiah. Data yang diperoleh dapat
berbentuk kata, kalimat, dan gambar. Dengan kata lain deskriptif kualitatif adalah
penelitian yang data-datanya berupa kata-kata atau penelitian yang didalamnya
mengutamakan untuk mendeskripsikan suatu peristiwa atau proses sesuatu
peristiwa apa adanya dan data tersebut menjadi sumber data penulis. Sesuai
dengan topik yang dibahas dan dikaji dalam skripsi ini, maka penelitian ini
menggunakan pendekatan psikologi.20
Persamaan: penelitian sebelumnya juga mengkaji hal tentang toleransi dalam
beragama.
Perbedaan: jika dalam penelitian sebelumnya lebih menggunakan penelitian
observasi lapangan mengenai toleransi bergama serta mendekskripsikan
bagaimana keadaannya dilingkungan tersebut, maka dalam proposal penelitian ini
hanya cukup menyajikan pendapat Ibnu Katsir dalam kitabnya yang berjudul
alquran al-adzim.
e. Skripsi yang berjudul Konsep Toleransi Beragama Dalam Al-Qur’an (Studi
Komparatif atas Tafsir Al-Azhar dan Tafsir An-Nur) oleh Nur Lu’lu’il Maknunah
pada tahun 2016, mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, beberapa alasan mengapa
penulis tertarik untuk mengkaji epistemologi tafsir Hasbi ini: pertama, Tafsir an-
Nur karya Hasbi ini merupakan salah satu karya Indonesia yang berpengaruh, hal
ini dapat dibuktikan bahwa tafsir ini menjadi kitab rujukan di PTAIN di Indonesia
baik itu di Fakultas Ushuluddin maupun Syari’ah. Kedua, tafsir ini ditulis saat
masih terjadi perdebatan tentang tidak bolehnya menerjemahkan Al-Qur’an selain
bahasa Arab. Ketiga, Hsabi merupakan seeorang mufassir yang banyak belajar
secara otodidak, hal ini berbeda dengan Buya Hamka yang mengenyam
pendidikan di timur tengah.21 Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan
(Library research) adalah teknik penelitian yang mengumpulkan data dan
informasi dengan bantuan berbagai macam materi yang terdapat dalam
kepustakaan. Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan literatur atau
20
Yuli Salis Hijriyani, “Pengembangan Toleransi...19-20
21
Nur Lu’lu’il Maknunah, “Konsep Toleransi Beragama Dalam Al-Qur’an: Studi Komparatif atas Tafsir Al-
Azhar dan Tafsir An-Nur”, (Skripsi, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta: 2016), 7.
http://digilib.uin-suka.ac.id/23228/2/12530130_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.
kepustakaan untuk mendapatkan data dalam menyusun teori-teori sebagai
landasan ilmiah dengan mengkaji dan menelaah pokok-pokok permasalahan dari
literatur yang mendukung, baik berupa buku, catatan, maupun laporan hasil
penelitian dari penelitian terdahulu.22
Persamaan: dalam penelitian sebelumnya juga memaparkan tentang toleransi
dalam beragama juga menggunakan penelitian kepustakaan yang teknik
penulisannya adalah menggunakan berbagai macam sumber informasi dalam
kepustakaan.
Perbedaan: penelitian sebelumnya menggunakan perbandingan yang kitabnya juga
menjadi bagian dari sumber rujukan, sedangkan dalam penelitian ini hanya cukup
mengemukakan pendapat Ibnu Katsir yang isinya juga menyertakan pendapat
beberapa ulama dalam kitab tafsirnya.
f. Skripsi yang berjudul Strategi Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Membina
Toleransi Beragama Siswa oleh Nuvi Ulvia Kasanah tahun 2016, mahasiswa UIN
Maulana Malik Ibrahim, penelitian ini bertujuan untuk mengetahu strategi
sekolah, khususnya guru PAI dalam pembinaan sikap toleransi pada setiap diri
siswa, dimana dalam sekolah tersebut guru PAI dihadapkan dengan siswa
heterogen yang saling hidup berdampingan secara rukun dan damai. Pembinaan
toleransi ini sangat diperlukan oleh setiap orang dengan tujuan saling
menghormati dan menghargai akan adanya perbedaan dan keberagaman agama
dan budaya. Toleransi beragama dapat dikenali dan dipupuk melalui pendidikan
yang tepat dan benar.23 Pentingnya sikap toleransi beragama ditanamkan sedini
mungkin karena disaat anak memulai bergaul dengan temannya maka dia akan
memulai merasakan perbedaan itu. Toleransi antar umat bergama berarti
menghormati dan peduli terhadap pemeluk agama lain, tidak emmaksa mereka
mengikuti agamanya dan tidak mencampuri urusan agama masing-masing.24
Persamaan: dalam penelitian sebelumnya juga menyebutkan mengenai toleansi
dalam beragama.
Perbedaan: dalam penelitian sebelumnya mengkaji tentang metode penerapan
toleransi beragama yang dilakukan seorang guru terhadap muridnya yang

22
Nur Lu’lu’il Maknunah, “Konsep Toleransi...12
23
Nuvi Ulvia Kasanah, “Strategi Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Membina Toleransi Beragama Siswa”,
(Skripsi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2016), 4.
http://etheses.uin-malang.ac.id/3659/1/12110135.
24
Nuvi Ulvia Kasanah, “Strategi Guru...5
ditanamkan sejak dini, sedangkan dalam penelitian ini tidak menyebutkan metode
pengajaran tentang menanggapi hal toleransi dalam beragama.
g. Skripsi yang berjudul Toleransi Antar Umat Beragam (Kajian Tematik Surah Al-
Kafirun dalam Tafsir Ribat al-Qur’an karya Abuya Misbah Sadat) oleh Yulia
Halimatus Zahroh, mahasiswa UIN Sunan Ampel, persoalan interpretasi ayat-ayat
Alquran yang dilakukan oleh mufassir seringkali terdapat perbedaan, apalagi jika
dimaksudkan untuk kelompok-kelompok tertentu dalam konteks ini peneliti
mempunyai kenginginan untuk melakukan pneletian terhadap surah Al-Kafirun
dalam tafsir Ribat al-Qur’an yang kemudian pemahaman tersebut dilakukannya
upaya pengkontekstualisasian terhadap kenyataan yang terjadi pada masyarakat
Indonesia. Sehingga kiranya dalam hal ini perlu adanya sebuah penelitian kajian
dalam tafsir tersebut. Paling tidak untuk menambah wawasan penegetahuan
sejarah mengenai kerukunan beragama di Indonesia.25
Persamaan: dalam penelitian sebelumnya juga telah mengkaji tentang toleransi
dalam beragama dalam sebuah tafsir, tanpa menggunakan metode perbandingan.
Perbedaan: dalam pengkajian ayat sebelumnya menggunakan surah alkafirun
sebagai objek penelitian, sedangkat dalam proposal penelitian ini menggunakan
surah albaqarah dalam pengkajiannya.
h. Skripsi yang berjudul Moral Dan Iman Dalam Pandangan Nurcholish Madjid oleh
Yulia Sandra Yani, mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, ditinjau pada khasanah
pemikiran Islam, persoalan-persoalan tentang iman dan moral sangatlah luas
cakupannya serta banyak tokoh, ilmuan yang membicarakannya. Karena kajian
iman dan moral termasuk kajian yang sangat penting dalam mekanisme kehidupan
agar manusia tidak semakin terjerumus ke dalam kezaliman yang lebih ekstrim
lagi. Iman sebagai titik pangkal penumbuhan moralitas yang sempurna merupakan
inti sari dari realitas orang yang beragama. Sementara itu, ditinjau dari sisi
substansialnya, dengan moralitas yang tinggi seseorang dapat menumbuhkan rasa
kemanusiaan dalam suatu tatanan kebaikan secara individu maupun dalam
bermasyarakat atau dalam berhubungan dengan Sang Pencipta.26

25
Yulia Halimatus Zahroh, “Toleransi Antar Umat Beragama: Kajian Tematik Surah al-Kafirun dalam Tafsir
Ribat al-Qu’an karya Abuya Misbah Sadat”, (Skripsi, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2019),
6. http://digilib.uinsby.ac.id/31681/1/Yulia%20Halimatus%20Zahroh_E03215052.
26
Yulia Sandra Yani, “Moral dan Iman Dalam Pandangan Nurcholish Madjid”, (Skripsi, Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009), 6. http://digilib.uin-suka.ac.id/3186/1/BAB%20I%2CV%2C
%20DAFTAR%20PUSTAKA.
Persamaan: dalam penelitian sebelumnya juga menyebutkan sikap yang
seharusnya dilakukan dalam beragama.
Perbedaan: dalam penelitian yang dilakukan sebelumnya tidak menyertakan
makna bertoleransi terhadap sesama dalam hal perbedaan beragama.
i. Skripsi yang berjudul Konsep Pendidikan Islam Integratif Perspektif UIN
Maulana Malik Ibrahim oleh Muhammad Faishol, persoalan dikotomi adalah
persoalan yang selalu hangat untuk persoalkan yaitu pemisahan antara ilmu dan
agama. Menurut Dr. Mochtar Naim dikotomi pendidikan adalah penyebab utama
dari kesenjangan pendidikan di Indonesia dengan segala akibat yang
ditimbulkannya. Hal ini merusak warisan “leluhur” dan pihak koloni belanda.
Maka dari itu solusi dari berbagai permasalah dikotomi itu dipersempit “ruang
geraknya dengan pengintegrasian. Baik itu secara kelembagaan ataupun dari ilmu
itu sendiri antara ilmu agama dan saintifik secara umum, yang mana proses
pengintegrasian ini sudah di upayakan oleh berbagai lembaga atau instansi
pendidikan di Indonesia. Perguruan Tinggi Islam yang semakin bersemangat
untuk menciptakan pola pendidikan integratif. Dan termasuk salah satu
diantaranya adalah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.27
Persamaan: dalam penelitian sebelumnya juga mengkaji agama sebagai objek
dalam bab pembahasannya.
Perbedaan: dalam penelitian sebelumnya mengkaji mengenai hubungan agama
dan sains sebagai kajiannya sedangkan dalam penelitian mengkaji mengenai
toleransi terhadap beberapa agama lainnya.
j. Skripsi yang berjudul Fanatisme Beragama Dalam Al-Qur’an (Studi Tematik
Surah Al-An’am: 159 Menurut Para Mufassir) oleh Muchammad Syarif
Hidayatullah, mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya, dalam permasalah penulis
menitik fokuskan pada suatu ayat yakni surah al-An’am ayat 159, karena dari
sekian banyak ayat yang sesuai dengan tema hanya ayat tersebut. Dan mengambil
mufassir disetiap periode, seperti klasik, pertengahan, modern dengan alasan
karena di setiap periode berbeda situasi dan keadaan yang membuat berbedanya
pendapat bagi para mufassir.28
27
Muhammad Faishol, “Konsep Pendidikan Islam Integratif Perspektif Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim”, (Skripsi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2015), 2-6. http://etheses.uin-
malang.ac.id/5083/1/11110005.
28
Muchammad Syarif Hidayatullah, “Fanatisme Beragama Dalam al-Qur’an: Studi Tematik Surah al-An’am:
159 Menurut Para Mufassir”, (Skripsi, Universitas Sunan Ampel Surabaya 2019), 11.
http://digilib.uinsby.ac.id/29450/1/Muchammad%20Syarif%20Hidayatullah_E93215146.
Persamaan: penelitian yang ditemukan sebelumnya mengkaji satu ayat saja
sebagai satu titik pembahasannya. Begitu juga dengan proposal ini yang hanya
menitikberatkan satu ayat sebagai objek pembahasannya.
Perbedaan: jika penelitian sebelumnya menggunalkan beberapa kitab tafsir seperti
klasik, pertengahan, serta modern maka dalam proposal ini hanya mengkaji satu
kitab tafsir klasik milik Ibnu Katsir.
2. Perspektif Teori
Adapun metode (manhaj) yang ditempuh oleh Ibnu Katsir dalam menafsirkan
al-Qur’an dapat dikategorikan sebagai manhaj tahlili (metode analitis). Kategori ini
dikarenakan pengarangnya menafsirkan ayat demi ayat-ayat secara analitis menurut
urutan mushaf al-Qur’an. Meski demikian, metode penafsiran kitab ini pun dapat
dikatakan semi tematik (maudu’i), karena ketika menafsirkan ayat ia
mengelompokkan ayat-ayat yang masih dalam satu konteks pembicaraan ke dalam
satu tempat baik satu atau beberapa ayat, kemudian ia menampilkan ayat-ayat lainnya
yang terkait untuk menjelaskan ayat yang sedang ditafsirkan itu.29
Metode tersebut, ia aplikasikan dengan metode-metode atau langkah-langkah
penafisiran yang dianggapnya paling baik (ahsan turuq al-tafsir). Langkah-langkah
dalam penafsirannya secara garis besar ada tiga; pertama, menyebutkan ayat yang
ditafsirkannya, kemudian menafsirkannya dengan bahasa yang mudah dan ringkas.
Jika memungkinkan, ia menjelaskan ayat tersebut dengan ayat lain, kemudian
memperbandingkannya hingga makna dan maksudnya jelas. Kedua, mengemukakan
berbagai hadits atau riwayat yang marfu’ (yang disandarkan kepada Nabi Saw., baik
sanadnya bersambung maupun tidak), yang berhubungan dengan ayat sedang
ditafsirkan. Ia pun sering menjelaskan antara hadits atau riwayat yang dapat dijadikan
argumentasi (hujah) dan yang tidak, tanpa mengabaikan pendapat para sahabat, tabi’in
dan para ulama salaf. Ketiga, mengemukakan berbagai pendapat mufasir atau ulama
sebelumnya. Dalam hal ini, ia terkadang menetukan pendapat yang paling kuat di
antara pendapat para ulama yang dikutipnya, atau mengemukakan pendapatnya
sendiri dan terkadang ia sendiri tidak berpendapat.30
Ketika menyoal tafsir bi al-ra’yi (bersumber dari pendapat) Ibnu Katsir
menyebutkan, “Tentang tafsir bi al-ra’yi, kalangan salaf cenderung melarang mereka
yang tidak memiliki basik pengetahuan tentang tafsir untuk menafsirkan Alquran.

29
Hamim Ilyas, Studi Kitab...138
30
Hamim Ilyas, Studi Kitab...138-139
Berbeda dengan mereka yang menguasai disiplin ilmu bahasa dan syariat yang
mendapat legalitas dari kalangan salaf untuk melakukan penafsiran untuk melakukan
penafsiran.” Pendapat ini jelas merupakan pendapat yang tepat. Bahwa mereka yang
menguasai perangkat bahasa dan syariat sah-sah saja untuk berbincang pasal tafsir bi
al-ra’yi.31
Metodologi ini diterapkan Ibnu Katsir dalam tafsirnya. Hingga kemudian
memosisikan tafsir Ibnu Katsir sebagai salah satu di antara sekian tafsir terbaik yang
menjadi rujukan para pakar. Generasi setelahnya banyak yang mengadopsi ide-
idenya. Sebutlah semisal penulis Mahasin al-Ta’wil, al-Manar dan banyak lagi yang
lainnya.32

G. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library research) dengan
pendekatan kualitatif. Penelitian kepustakaan (Library research) adalah teknik
penelitian yang mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan berbagai macam
materi yang terdapat dalam kepustakaan.33
2. Sumber Data
a. Data Primer
Terkait dengan sumber data sebagai bahan dasar dalam penelitian ini, studi pustaka
dilakukan dengan cara merujuk kepada alquran dan tafsir karya Ibnu Katsir yang
berjudul Tafsir Al-Quran Al-‘Adzim.
b. Data sekunder
Sumber atau data sekunder berupa karya-karya yang mempunyai relevansi dengan
proposal penelitian yang dilakukan oleh penulis

H. Sistematika Pembahasan
Untuk mencapai pembahasan yang sistematis dalam penelitian ini, maka perlu
adanya gambaran secara singkat tentang bagaimana sistematika pembahasan yang akan
dipaparkan. Sebagai berikut:

31
Mani’ Abd Halim, Metodologi tafsir, Edisi 1(Jakarta: PT Raja Grafindo, 2006), 62.
32
Mani’ Abd Halim, Metodologi...62
33
P. Joko Subagyo, Metode Penelitian dan Praktek, (Jakarta: Rhineka Cipta, 1991), 109.
Pertama, latar belakang yang menjelaskan secara singkat bagaiman kondisi agama
sebelum zaman pra-Islam hingga munculnya perintah menyembah satu Tuhan.
Kedua, fokus penelitian yang menjadikan satu objek pembahasan sebagai satu titik
kajian.
Ketiga, tujuan penelitian yaitu tentang kegunaan dari penelitian yang dilakukan oleh
penulis.
Keempat, manfaat penelitian yaitu yang membahas fungsi dari hasil proposal
peneltian yang dilakukan oleh penulis baik bagi diri sendiri atau orang lain
Kelima, definisi istilah yang menjelaskan tentang makna dari judul yang disajikan
oleh penulis.
Keenam, kajian pustaka yang menyebutkan beberapa pustaka terdahulu yang
merupakan hasil karya peneliti-peneliti sebelumnya.
Ketujuh metodologi penelitian yaitu penjelasan mengenai proposal yang dilakukan
adalah hasil penelitian library reserch yang menggunakan penedekatan kualitatif.

I. Daftar Pustaka

K. Hitti, Philip. 2002. History of The Arabs. Edisi 10. New York: Palgrave Macmillan.

Ghazali, Ahmad, Dede. 2015. Studi Islam. Edisi 1. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA.

SJ,Fadil. 2008. Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah. Malang: UIN-MALANG PRESS
Anggota IKAPI.

Ali Al-Nadwi, Abu’l-Hasan. 1988. Islam Membangun Peradaban Dunia. 126. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya
dan Djambatan.

Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Al-Sheikh. 2004. Tafsir Ibnu Katsir. Jilid 3. Bogor:
Pustaka Imam Asy-Syafi’i.

Syaikhuddin. 2012. Ilmu Tafsir: Islamic Studies. 49. Banyuwangi: Mambaul Huda.

Shafiyyurahman al-Mubarakfuri, Shafiyyurahman. 2016. Sirah Nabawi. Edisi XIX. Jakarta: Darul Haq.

Moqsith, Abd. 2013. “Pandangan Ulama Konservatif dan Ulama Progresif Tentang Tafsir Ayat Laa Ikraaha fi
al-Diin” dalam Islamica: Jurnal Studi Keislaman, Vol. 8, No. 1. 224-225
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28114/1/Tafsir%20La%20Ikraha%20fi%20al%20Din.
Nebukadnezar, Faiq. 2018 “Pandangan al-Qur’an Terhadap Pluralisme Agama (Telaah Kritis Ayat-ayat
Teologis dalam al-Qur’AN)”. 100. Skripsi IAIN Surakarta. http://eprints.iain-surakarta.ac.id/3249/1/FAIQ
%20NEBUKADNEZAR.

Rokhim, Abdul Muhammad. 2016. “Toleransi Antar Umat Beragama Dalam Pandangan Mufassir Indonesia”. 4.
Skripsi Universitas Wali Songo. http://eprints.walisongo.ac.id/5819/1/094211020.

Pratiwi, Nur Eka. 2018. “Penyiaran Islam dan Toleransi Beragama: Studi Tentang Siaran Keagamaan Islam
Pada Program Gema Ramadhan TVRI Yogyakarta Di Bulan Ramadhan Tahun 2017”. 4-5. Skripsi, Universitas
Islam Negeri Sunan Kali Jaga Yogyakarta. http://digilib.uin-suka.ac.id/32695/1/13210080_BAB-
I_IV_DAFTAR-PUSTAKA.

Hijriyani, Salis Yuli. 2014. “Pengembangan Toleransi Antar Umat Beragama Bagi Siswa Kerohanian
Islam/Rohis dan Kerohanian Kristen/Rohkris Di SMAN 1 Teladan”. 4. Skrripsi. Jurusan Kependidikan Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
http://digilib.uin-suka.ac.id/15142/1/11470017_bab-i_iv-atau-v_daftar-pustaka.

Maknunah, Lu’lu’il Nur. 2016. “Konsep Toleransi Beragama Dalam Al-Qur’an: Studi Komparatif atas Tafsir
Al-Azhar dan Tafsir An-Nur”. 7 Skripsi, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2016.
http://digilib.uin-suka.ac.id/23228/2/12530130_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.

Kasanah, Ulvia Nuvi. “Strategi Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Membina Toleransi Beragama Siswa”. 4.
Skripsi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
http://etheses.uin-malang.ac.id/3659/1/12110135.

Zahroh, Halimatus Yulia. 2019. “Toleransi Antar Umat Beragama: Kajian Tematik Surah al-Kafirun dalam
Tafsir Ribat al-Qu’an karya Abuya Misbah Sadat”. 6. Skripsi, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
http://digilib.uinsby.ac.id/31681/1/Yulia%20Halimatus%20Zahroh_E03215052.

Yani, Sandra Yulia. 2009. “Moral dan Iman Dalam Pandangan Nurcholish Madjid”. 6. Skripsi, Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. http://digilib.uin-suka.ac.id/3186/1/BAB%20I%2CV%2C
%20DAFTAR%20PUSTAKA.

Faishol, Muhammad. 2015. “Konsep Pendidikan Islam Integratif Perspektif Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim”. 2-6. Skripsi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. http://etheses.uin-
malang.ac.id/5083/1/11110005.

Hidayatullah, Syarif Muhammad. 2019. “Fanatisme Beragama Dalam al-Qur’an: Studi Tematik Surah al-
An’am: 159 Menurut Para Mufassir”. 11. Skripsi, Universitas Sunan Ampel Surabaya.
http://digilib.uinsby.ac.id/29450/1/Muchammad%20Syarif%20Hidayatullah_E93215146.

Anda mungkin juga menyukai