Anda di halaman 1dari 2

Rangkuman Tentang khitan pada Wanita

Female Genital Mutilations atau sunat, sudah banyak di alami oleh perempuan afrika
yang bahwasannya WHO menilai jika praktik FGM pada Wanita itu termasuk kedalam
pelanggaran HAM. Sedagkan suntan ini sendiri memiliki makna secara literal khitan yaitu
khatnu yang berarrti memotong kulit (kulfah) pada penis laki-laki dan memotong biji (nawah)
pada vagina Wanita. Sedangkan di dalam termiologi fiqqih, ahli fiqih mengatakan definisi yang
berbeda namun nyaris memilki makna yang sama dengan khitan secara Bahasa. Saat ini
Indonesia menempati urutan ke 3 yang menerapkan praktik tersebut yakni khitan pada Wanita.
Umumnya khitan di lakukan Ketika anak masih berumur bayi, hingga ia mencapai usia
10 tahun. Tutur ida (salah satu perempuan yang telah melakukan khitan) ibunya menjelaskan
bahwa dahulu khitan tidak di lakukan menggunakan silet dan koin melainkan menggunakan
pisau khusus yang berbentuk seperti pisau cukur namun dalam mode manual, yang pada
ujungnya ada sedikit lengkungan. Praktik khitan ini sendiri dilakukan pada ida Ketika beliau
berusia 7 bulan, dan berdasarkan kisah dari astari (salah satu perempuan yang telah melakukan
khitan juga) ia melakukan khitan Ketika ia duduk di bangku kelas 3 SD bersama kakaknya yang
pada saat itu duduk di bangku kelas 5 SD.
Menurut kepercayaan penduduk provinsi Halmahera Utara tepatnya di Maluku Utara
khitan ini di laksanakan sebagai salah satu symbol dari syariat agama yang mana seluruh anak
perempuan dan laki-laki wajib melakukan khitan. Sedangkan berdasarkan kepercayaan adat jawa
khitan memang sudah di waris kan turun temurun dari setiap Wanita jawa, dan kononnya dari
dua kepercayaan di atas, mereka mengatakan memang ada hadist yang menjelaskan.
Sedangkan Menurut Kyai Nakha’i beliau menuturkan bahwa Islam tidak memerintahkan
sunat, karena hal tersebut sudah terjadi jauh sebelum Islam, mealinkan Islam hadir untuk
mengajarkan dan mengatur bahwasannya sunat yang sudah mentradisi cukup Panjang , tidak
dilakukan secara sewenang-wenang.
Hingga akhirnya pro dan kontra pun muncul mengenai praktik sunat pada perempua.
Hingga muncul lah penjelasan dari Ibu Dr. Emi Nurjadmi, M.kes beliau adalah ketua umum
Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia, khitan tidaklah berasal dari ilmu Kesehatan. Karena di
dalam Pendidikan bidan, perawat, dan kedokteran tidak pernah memepelajari perihal khitan
untuk perempuan “sejak dulu tidak ada dosen yang pernah mengajari tentang itu” tutur Ibu Dr.
Emi. Hal tersebut sama dengan pendapat dari seorang aktivis perempuan yakni ibu Musriyah
(Ketua Sekolah Perempuan Rawajati), beliau aktif dalam kegiatan Kelompok Sekolah
Perempuan Ciliwung yang melarang di lakukannya sunat pada perempuan, yang kesimpulannya
adalah sunat pada perempuan bukanlah dominan ke dalam ilmu Kesehatan, melainkan berasal
dari social dan budaya yang ada di masyarakat dengan kata lain sunat pada perempuan semata-
mata di lakukan dalam bentuk kepatuhan kepada budaya. Sedangkan sunat pada perempuan
dalam konteks Kesehatan tidaklah ada manfaatnya justru kemungkinan dapat menimbulkan
resiko yang lebih tinggi seperti infeksi atau bahkan dapat mengurangi kenikmatan Ketika sedang
melakukan hubungan suami istri.
Jika pada umunya di afrika praktik FGM memotong seluruh atau Sebagian klitoris, maka
di Indonesia tidak seekstrim di Afrika yang Sebagian di lakukan hanya dengan cara memberikan
sedikit sayatan kecil pada ujung klitoris.
Sunat pada perempuan tidaklah terlalu menguntung justru sebaliknya, sunat pada
perempuan dapat menimbulkan efek samping pada vagina perempuan seperti dapat merusak
jaringan kelamin yang sangat sensitif, terutama klitoris, dapat menyebabkan penurunan hasrat
seksual, nyeri saat berhubungan seks, kesulitan saat penetrasi penis, penurunan lubrikasi selama
bersanggama, dan berkurangnya atau tidak adanya orgasme.
Sunat pada setiap anak perempuan juga tidak wajib dan bahkan tidak menjadi
rekomendasi rutin untuk melakukannya karena tidak semua anak perempuan mempunyai
prepusium (klitoris)sehingga sunat tidak perlu dilakukan pada setiap wanita. Pemerintah juga
telah mengeluarkan Permenkes No. 6 tahun 2014 untuk mencabut Permenkes No.
1636/Menkes/PER/XI/2010 mengenai Sunat Perempuan.
Terakhir bahwasannya WHO dan The International Federation of Gynecology and
Obstetrics (FIGO) atau Persatuan Dokter Obsgyn Dunia telah menolak seluruh jenis FGM.
Mereka menyebut tindakan tersebut sebagai “praktik medis yang tidak diperlukan, yang
memiliki risiko komplikasi serius dan dapa mengancam nyawa”. American Academy of
Pediatrics (AAP) atau Persatuan Dokter Anak Amerika juga melarang seluruh anggotanya
melakukan tindakan FGM untuk alasan di luar medis.

Anda mungkin juga menyukai