DEFINISI
Judi atau maysir dalam bahasa Arab adalah permainan yang sangat disukai kaum
jahiliyah sebelum datangnya Nabi Muhammad SAW. Mereka berjudi dengan cara bertaruh dan
lotre.
Melansir buku Fikih Jinayat oleh Ali Geno Berutu, maysir adalah segala permainan yang
mengandung unsur taruhan (harta atau materi) dimana pihak yang menang mendapatkan harta
atau materi dari pihak yang kalah.
Yusuf Qardlawy dalam kitabnya al-Halal wal-Haram fil-Islam memberi definisi dari kata
maysir yakni setiap permainan yang mengandung taruhan.
Berdasarkan definisi-definisi yang diutarakan para ulama tersebut diatas maka dapat
diambil kesimpulan bahwa maysir ialah segala macam bentuk permainan yang didalamnya
terdapat taruhan dan ada praktek untung-untungannya, yang membuat orang yang bermain
berharap akan mendapatkan keuntungan dengan mudah tanpa bekerja keras.
1. Taruhan harta/materi berasal dari pengumpulan semua pihak yang ikut serta.
2. Ada pihak yang menang dan ada yang kalah
3. Pihak yang menang akan mengambil harta sebagian atau seluruhnya yang menjadi
taruhan, sedangkan pihak yang kalah kehilangan hartanya.
DASAR HUKUM
Sebagaimana ayat di atas, Allah menyatakan bahwa judi (maysir) merupakan dosa besar
karena memiliki bahaya dan mudarat yang jauh lebih banyak dibanding manfaatnya. Ayat
tersebut juga sebagai landasan hukum judi yaitu haram. Mudarat yang ditimbulkan seperti
kejahatan dan kerusakan harta serta agama seseorang. Manfaat yang dihasilkan tak lain bersifat
duniawi, yakni berupa materi atau harta yang dapat diperoleh tanpa bersusah payah.
Imam Ghazali menjelaskan seluruh permainan yang didalamnya terdapat unsur perjudian, maka
permainan itu hukumnya haram
Definisi transaksi maysir disebutkan sebagai sebuah transaksi yang dilakukan oleh dua
pihak untuk kepemilikan suatu benda/jasa yang menguntungkan suatu pihak dan merugikan
pihak lain dengan cara mengaitkan transaksi tersebut dengan suatu tindakan atau kejadian
tertentu (yang tidak jelas kesudahannya).
Sesuai definisi tersebut, berarti maysir adalah sebuah transaksi yang hanya
menguntungkan satu pihak saja. Tentu, hal ini dianggap menyalahi prinsip keadilan yang ingin
ditegakkan ekonomi Islam. Sebagai way of life yang sangat mengedepankan maslahat untuk
semua pihak, tentu saja transaksi seperti ini tidak bisa dibenarkan di dalam Islam.
Setiap transaksi dalam ekonomi syariah diharapkan dilakukan dengan penuh keikhlasan
dari kedua belah pihak, dan juga bisa memberikan kebaikan untuk semua pihak yang terlibat.
Ekonomi syariah adalah tentang win–win solution, sementara kalau maysir, secara skema sudah
berbentuk win–or–lose.
Selain itu, ekonomi syariah juga sangat mengedepankan kemakmuran atau kemajuan
ekonomi masyarakat dengan cara kemahiran bekerja atau hasil kerja yang sebenarnya, bukan
melalui jalan keberuntungan. Jalan keberuntungan yang spekulatif hanya berujung kepada dua
jalan yang sangat bertentangan dan ekstrim: beruntung sekali, atau merugi sekali. Karena Islam
adalah agama pertengahan, moderasi adalah jalan yang selalu dicari, bukan ekstremitas.
Sebagian ulama juga mengungkapkan alasan bahwa diharamkannya maysir bukan hanya
karena spekulasinya, tetapi karena segala bentuk permainan yang melalaikan dari shalat dan
dzikrullah adalah termasuk bentuk maysir. Hal ini diperkuat oleh Ibnu Taimiyyah dan Ibnu
Qayyim dan mereka menukilnya dari mayoritas para ulama. Maysir bukan hanya mengandung
unsur spekulasi, tetapi juga karena melalaikan seseorang dari shalat, zikrullah, dan menimbulkan
kebencian dan permusuhan.