Anda di halaman 1dari 14

HUBUNGAN NEGARA HUKUM DAN AGAMA

(Tugas Ilmu Negara)

Oleh Kelompok 10 :

Anggela Wulandari Br Kaban (2312011573)

Muhamad Agan Rama Ramdani (2312011513)

Cyindy Claudya Br Sinulingga (2312011558)

Raja Moammar Harvin (2352011047)

Marco Fadhillah Ikhlas (2312011456)

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………ii

1.1 Latar Belakang …………………………………………..1


1.2 Rumusan Masalah ………………………………………
1.3 Tujuan Penulisan ………………………………………..

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………….…...

2.1 Definisi Negara Hukum ………………………………


2.2 Unsur-unsur Negara Hukum…………………………
2.3 Hubungan Negara dan Agama……………………....

BAB III PENUTUP ………………………………………………

3.1 Saran …………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………


I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara dan hukum merupakan dua substansi yang saling berhubungan.


Negara tidak dapat dipisahkan dengan hukum dikarenakan negara
membutuhkan hukum. Di dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945,
Soepomo selaku perancang utamanya, menulis bahwa Indonesia adalah
rechsstaat (negara yang berdasar atas hukum) bukan machsstaat (negara
berdasarkan atas kekuasaan). Sekian puluh tahun kemudian konsep
negara hukum tersebut lebih dipertegas melalui amademen keempat dan
dimasukkan ke dalam batang tubuh konstitusi, yaitu dalam Pasal 1 ayat 3
ditulis “negara Indonesia adalah negara hukum”. Konstitusi (UUD 1945)
membuktikan bahwa Indonesia sebagai negara hukum yang tidak statis,
melainkan memiliki dinamika. Dalam amademen keempat dapat dibaca
sebagai keinginan bangsa Indonesia untuk lebih mempertegas identitas
negaranya sebagai negara hukum (Faisal, 2015:85).

Menurut paham Teokrasi, negara dan agama dipahami sebagai dua hal
yang tidak dapat dipisahkan, dijalankan berdasarkan firman-firman
Tuhan, sehingga tata kehidupan Masyarakat, bangsa dan negara
dilakukan dengan titah tuhan dalam kehidupan umat manusia. Oleh
karena itu, paham ini melahirkan konsep “negara agama.”

Secara universal agama ditinjau dari setiap korelasi hukum yang berlaku
di dalam sebuah Negara, maka Agama islam sendiri mempunyai falsafah
hidup, mempunyai satu idiologi sebagaimana Kristen mempunyai
falsafah hidup dan idiologi, seperti juga orang fasis atau komunis
mempunyai falsafah hidup dan idiologinya sendiri pula. (Natsir,2001).

Secara garis besar, Pancasila telah hadir didalam hubungan antara agama
dan Negara dan senantiasa menghadirkan kenyamanan terhadap
berbangsa dan bernegara dapat dipahami pada sila pertama yang
berbunyi “Ketuhanan yang maha esa” oleh karenanya Hubungan Agama
dan Negara yang ada di Indonesia telah diperjelas dalam beberapa pasal-
pasal dalam UUD yaitu: Pasal 28E UUD bahwa: “Setiap orang bebas
memeluk agama dan beribadat menurut agamanya ” serta Pasal 29 ayat
(1) UUD bahwa “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” dan
Pasal 29 ayat (2) UUD bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”

Berdasarkan pada pasal 29 UUD 1945 beserta tafsirnya tersebut,


pemerintah wajib untuk mengatur kehidupan beragama di Indonesia.
Sebagai pelaksanaan pasal 29 (2) UUD 1945 pemerintah mengeluarkan UU
No. 1/PNPS/1965 tentang pencegahan penyalahgunaan dan/atau
penodaan agama yang dikukuhkan oleh UU No.5 tahun 1969 tentang
pernyataan bebagai penetapan presiden sebagai undang - undang. Bentuk
terlibatnya pemerintah dalam persoalan agama adalah dengan adanya
pengakuan terhadap beberapa agama di Indonesia. Pengakuan ini muncul
dalam bentuk keluarnya Surat Edaran Mentri Dalam Negeri No.
477/74054/1978 yang diantaranya agama yang di akui pemerintah, yaitu
Islam, Kristen/Protestan, Hindu, Buddha, dan Khong Hu Cu
(Budiyono,2014).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari negara Hukum?
2. Bagaimana unsur-unsur negara hukum ?
3. Bagaimana hubungan antara negara dan agama?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk memahami definisi dari negara hukum.
2. Untuk mengetahui unsur-unsur dari negara hukum.
3. Untuk mengetahui hubungan antara negara dan agama.
II. PEMBAHASAN

2.1 Definisi Negara Hukum


Pemikiran tentang negara hukum muncul sekitar abad ke-19, yakni
dengan kemunculan konsep rechtsstaat dari Friedrich Julius Stahl dan
konsep the rule of law dari A.V. Dicey. Tidak diketahui dengan pasti
apakah Stahl dan Dicey ketika merumuskan gagasannya dipengaruhi oleh
konsepsi negara hukum Plato dan Aristoteles, namun dapat diperkirakan
bahwa gagasan negara hukum yang muncul pada abad 19 itu bertolak
dari semangat liberalisme dan individualisme yang sangat menjunjung
tinggi hak-hak individu. Dengan kata lain, gagasan negara hukum yang
muncul pada abad ini, didorong oleh keinginan untuk melindungi hak-
hak asasi warga negara dengan cara membatasi kekuasaan raja yang
mutlak. Atas dasar itu, maka tampak bahwa perlindungan hak-hak asasi
warga negara ini menempati posisi sentral dalam rumusan Stahl dan
Dicey.

Menurut Burkens, negara hukum adalah negara yang menempatkan


hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan penyelenggaraan kekuasaan
tersebut dalam segala bentuknya dilakukan di bawah kekuasaan hukum.
Ikatan antara negara dan hukum tidaklah berlangsung dalam kaitan yang
lepas ataupun bersifat kebetulan, melainkan ikatan yang hakiki.5 Hukum
yang menjadi dasar kekuasaan dan penyelenggaraan negara itu tertuang
secara tertulis dalam dokumen resmi, yang kemudian dikenal dengan
konstitusi. Dengan demikian, secara sederhana dapat dikatakan bahwa
negara hukum adalah negara yang diatur oleh konstitusi atau hukum
tertulis, dengan tetap memperhatikan dan menjunjung tinggi hukum
tidak tertulis.
Menurut Bagir Manan, konsep negara hukum modern merupakan
perpaduan antara konsep negara hukum dan negara kesejahteraan. Di
dalam konsep itu, tugas negara atau pemerintah tidak semata-mata
sebagai penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat saja, tetapi
memikul tanggung jawab mewujudkan keadilan sosial, kesejahteraan
umum dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Negara hukum arti
formalnya adalah keamanan (nachwacherstaat) dan penjaga ketertibaan,
kemudian bergeser dan berubah menjadi welvaarstaat atau negara yang
menyelenggarakan kesejahteraan Masyarakat (verzorgingsstaat) atau negara
modern .

Menurut P. de Haan dia memeberikan pendapat bahwa de modern staats is


niet allen rechtsstaat in de negentien de eeuwje zijn, maar ook verzogingsstaat of
zo men wil sociale rechtsstaat yang bearti negara hukum modern bukan
hanya negara hukum yang fungsinya sebagai penjaga malam, melainkan
negara hukum sosial atau negara hukum kesejahteraan.

II.2 Unsur-Unsur Negara Hukum


Unsur-unsur negara ada 3 yaitu:
1. Rakyat
Rakyat adalah sekelompok orang yang mendiami suatu negara, jika
tidak ada rakyat maka tidak terbentuk suatu negara. Menurut Lato,
jumlah ideal dan bisa dikatakan sebuah negara wilayah tersebut
membutuhkan 5040 orang atau penduduk. Adapun beberapa istilah
yang berkaitan dengan rakyat yaitu:
a. Rumpun (Ras)
Rumpun merupakan sekelompok orang atau manusia yang
berkesatuan dikarenakan memiliki ciri fisik yang sama seperti warna
kulit, rambut dan tinggi. Oleh karena itu, rumpun-rumpun di dunia
dibagi menjad beberpa rumpun, contohnya rumpun Melayu, rumpun
putih, rumpun hitam, dan rumpun kuning
b. Bangsa
Bangsa dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang memiliki satu
kesamaan dan kebudayaan yang mengikatkan perasaan tersebut.
Contohnya adat istiadat, Bahasa maupun agama.

2. Wilayah
Wilayah adalah sebuah tanah dimana terdapat batasan-batasan yang
dikuasai negara. Karakteristik sebuah wilayah dapat berupa demografi,
kondisi alam, social budaya, dan ekonomi. Adapun beberapa contoh
wilayah yang terdapat di permukaan bumi antara lain:
a. Corn Belt (Regional Pertanian)
b. Zona Dataran Rendah Jakarta (regional Fisiografi)
c. Kepulauan Wallacea ( Regional Fauna)
d. Wilayah Hujan Tropis ( Regional Alamiah)
e. Amerika Latin (Regional Budaya)
Wilayah terbagi menjadi dua:
a. Wilayah Formal
Wilayah formal adalah suatu wilayah yang mendefinisikan wilayah
secara umum yaitu lokasi kawasan dari sebuah daerah di
permukaan bumi yang mempunyai karakteristik yang berbeda atau
khas sehingga bias dibedakan dari wilayah lainnya.
b. Wilayah Fungsional
Suatu kawasan yang terdiri dari beberapa pusat wilayah yang
fungsinnya berbeda, contohnya perkotaan.

3. Pemerintahan
Pemerintahan merupakan sebuah alat negara yang berfungsi
menjalankan structural dari pemerintah seperti legilsatif, ekekutif, dan
yudikatif yang sering berkordinasi satu sama lain. Fungsi
pemerintahan meliputi:
a. Pelayanan, contohnya pelayanan sipil dan pelayanan public yang
mengutamakan kesamaan dan ksetaraan tanpa membeda-
bedakan orang-perorang.
b. Pengaturan, merupakan sebuah aturan yang diatur oleh
perundang-undangan yang fungsinya mrengontrol atau mengatur
manusia dalam kehidupan bermasyrakat agar terjalin hubungan
yang dinamis dan harmonis.
c. Pembangunan, meliputi infrastruktur yang baik yang dipelopori
oleh pemerintah.
d. Pemberdayaan, adalah sebuah peranan dari pemerintah untuk
mendukung otonomi daerah yang dimaksudkan dapat mengelola
sumber daya alam di wilayah tersebut secara maksimal.

Negara hukum atau rechsstaat merupakan suatu konsep pemerintahan


sebuah negara yang dasarnya selalu berkaitan dengan hukum dan segala
tindakan dalam penyelenggaraan negra tersebut harus mengikuti hukum
tang berlaku. Adapun unsur-unsur negara hukum menurut A.V Dicey:
1. Supremasi hukum (Supermacy of Law) yang artinya tidak boleh ada
kesewenang-wenangan dan seseorang dapat diberikan sanksi hukum
ketika seorang itu melanggar hukum tersebut.
2. Persamaan kedudukan dihadapan hukum (Equality Before the Law)
baik bagi rakyat biasa maupun bagi para pejabat.
3. Terjaminnya HAM ( Hak Asasi Manusia) oleh undang-undang dan
keputusan pengadilan.

II.3 Hubungan Negara dan Agama


Pasal 1 ayat (1) UUD-NRI Tahun 1945 yang merupakan sebuah naskah
yang riil atau asli mengandung prinsip bahwa “Negara Indonesia adalah
Negara Kesatuan”, yang kemudian tidak menjelaskan bahwa Indonesia
merupakan negara agama akan tetapi karena Indonesia yang persifat
teokrasi maka kehidupan masyarakat tidak akan dipisahkan dengan hal-
hal yang bersifat keagamaan . Norma agama diperaktekan perlahan-lahan
dalam kehidupan bernegara dengan tetap memperhatikan pada substansi
norma agama yang tujuannya untuk merealisasikan kebaikan dan
kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.

Hubungan antara negara dan agama diwujudkan dengan dibentuknya


sebuah struktur organisisi pemerintahan yang berbasis agama, contohnya
seperti kementrian agama. Adapun pengakuan tersebut tercantum pada
surat edaran Menteri dalam negeri NO.477/74054/1978 yang
menyebutkan: agama yang diakui pemerintah yaitu islam, katolik,
Kristen/protestan, hindu, budha, dan kong hu chu. Pemerintahan juga
membentuk Lembaga-lembaga keagaamaan seperti MUI, WALUBI, PGI,
KWI, dan Hindu Dharma. Walaupun Indonesia hanya mengakui agama-
agama yang disebutkan diatas, tetapi jaminan-jaminan dan kesejahteraan
agama diluar agama yang diakui negara tetap mendapatkan pelayanan
dan memperoleh perlindungan dari pemerintah.

Adapun secara konstitusional, hal tersebut terbukti dengan bunyi pasal 29


UUD 1945 sebagai berikut:
1. Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tip penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan
kepercayaannya.

Agama Islam merupakan agama mayoritas yang dianut oleh Masyarakat


Indonesia dimana menurut K.H. Aburrahman Wahid (Gus Dur)
berpendapat bahwa islam harus bertindak sebagai komplementer untuk
membangun dan mengembangkan sistem sosio-ekonomi maupun politik,
bukan sebagai faktor alternatif yang dapat membawa dampak
disintegratif terhadap kehidupan bangsa secara umum.
Terdapat tiga paradigma mengenai Masyarakat dan agama :
1. Integralistik (unfied paradigm), merupakan paradigma yang
menyatakan hubungan antara agama dan negara menyatu.
2. Paradigma simbiotik (symbiotic paradigm), yaitu agama dan
negara berhubungan secara simbiotik atau timbal balik dan saling
memerlukan.
3. Paradigma sekularistik (secularistic paradigm), yang berpendapat
bahwa agama dan negara memiliki pemisahan (disparitas).

III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut:
1. Hukum dan agama tidak dapat dipisahkan jika konteksnya wilayah
adalah wilayah Indonesia karena hukum agama, terutama agama
islam memiliki peran penting terhadap hukum yang ada di Indonesia,
dapat dilihat dengan dibentuknya pengadilan agama.
2. Negara dan agama dalam sistem Masyarakat Indonesia agama
merupakan salah satu hal terpenting dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara sesuai dengan yang tertuang pada sila pertama Pancasila
yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Oleh karena itu,
walaupun Indonesia bukan merupakan negara berkedaulatan agama,
tetapi masyarakatnya memiliki sifat teokrasi yang dimana segala
kehidupan bermasyarakat selalu dihubungkan dengan agama atau
kereligiusan.
3. Mayoritas Masyarakat Indonesia menganut agama islam, akan tetapi
agama islam bukan merupakan satu-satunya agama yang diakui
negara Indonesia. Walaupun demikian, agama islam memiliki peran
penting dalam kehidupan bernegara.
4. Terdapat beberapa negara yang memisahkan huhum dan agama
ataupun negara dan agama, biasanya negara ini menganut paradigma
sekularistik, dimana terdapat pemisahan antara agama dan negara.
5. Hukum sebagai norma yang berfungsi menegakkan sanksi bagi
pelanggar. Terkadang, norma agama dibutuhkan dalam
penegakannya.

3.2 Saran
Diharapkan untuk penulisan selanjutnya agar dapat meneliti dengan lebih
rinci dan menggunakan sumber-sumber yang lebih banyak agar penulisan
mengenai tema yang diambil lebih terperinci.

DAFTAR PUSTAKA

Budiyono. (2012). Hubungan Negara dan Agama dalam Negara Pancasila. Fiat Justicia
Jurnal Ilmu Hukum, Vol.8, (No.3), p. 410.

Abdullah. (2014). Hubungan Agama dan Negara: Konteks keindonesiaan. Jurnal Politik
Profetik, Vol. 4, (No. 2), pp. 22-23.

Kasmuri (2014). Fenomena Sekulerisme. Al-A’raf, Jurnal Pemikiran Islam dan


Filsafat, Vol. XI, (No. 2, Juli – Desember 2014), pp. 89-90.

Abdillah, M. (2013). Hubungan Agama Dan Negara Dalam Konteks Modernisasi Politik Di
Era Reformasi. Ahkam: Jurnal Ilmu Syariah,
Vol.13, (No. 2), pp. 252-253.

Mujahidin, A. (2012). Konsep Hubungan Agama dan Negara Studi Atas Tafsir Al-Misbah
Karya M. Quraish Shihab. Dialogia, Vol.10 (No.2). p. 172.

Neuwenhuis, Arnorld. (2012). State and religion, a multidimensional relationship: Some


comparative law remarks. International Journal of Constitutional Law, Vol.10, (Issue
1, January 2012), p.153 . Oxford Academic

Supriadi, Y. (2016) Hubungan Agama dan Negara dalam perspektif Aksi Bela Islam.

Jaqfi:Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol. I, (No.2), p.43.

Anda mungkin juga menyukai