“SUSPENSI SEL”
Disusun Oleh :
Lamiasih (21104070054)
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah melimpahkan Rahmat serta
Hidayah-Nya sehingga sampai hari ini kami maih diberikan kesempatan berupa umur panjang, kesehatan
serta kesempatan menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu. Sholawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda Nabi besar kita yakni Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
nantikan syafa’atnya di akhirat kelak.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Erna Wulandari, M.Sc. selaku dosen mata kuliah Kultur
Jaringan Tumbuhan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
penyusun, sehingga penyusun mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Suspensi Sel” sebagai tugas
kelompok dari mata kuliah Kultur Jaringan Tumbuhan.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat
kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca
untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian makalah ini kami susun, semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk masa sekarang maupun
yang akan datang. Sekian yang dapat kami paparkan. Atas perhatiannya ami ucapkan terimakasih.
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI……………………………..………………………………………………………………...3
A. Kesimpulan ………………………………………………….…………………………………..13
B. Saran …………………………………………………………………………………………….13
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti
protoplasma, sel, jaringan, organ serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik sehingga bagian-
bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali. Teknik
kultur jaringan merupakan salah satu cara untuk mendapatkan bahan tanam yang bebas patogen
karena menghasilkan bibit dalam jumlah yang lebih banyak dalam waktu yang relatif singkat, bebas
penyakit, tidak tergantung pada iklim dan cuaca, menghasilkan tanaman yang sehat,
mempertahankan sifat baik induk, tidak membutuhkan lahan yang luas untuk pembibitan, sedikit
tenaga kerja, dan dapat memperbanyak tanaman tertentu yang sulit jika diperbanyak secara
konvensional. Teknik ini sangat membantu dalam usaha mengeliminasi patogen (penyakit
sistemik). Dengan metode ini dapat dipilih bagian-bagian atau sel-sel yang tidak mengandung
patogen sistemik terutama virus, dan menumbuhkan sel-sel (bagian) tanaman tersebut serta
meregenerasikannya kembali menjadi tanaman sempurna dan sehat.
Dalam teknik kultur jaringan ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi dalam
pelaksanaannya. Syarat pokok pelaksanaan adalah laboratorium dan segala fasilitasnya. Kultur
jaringan telah diakui sebagai metode baru dalam perbanyakan tanaman. Namun harus diakui pula
bahwa ada beberapa tanaman yang tidak menguntungkan bila dikembangkan dengan teknik kultur
jaringan. Umumnya tanaman tersebut mempunyai kecepatan multiplikasi rendah, terlalu banyak
langkah untuk mencapai tanaman sempurna atau terlalu tinggi tingkat penyimpangan genetik.
Keberhasilan dalam penggunaan metode kultur jaringan sangat bergantung pada komposisi
media yang digunakan. Media kultur jaringan tanaman menyediakan tidak hanya unsur hara makro
dan mikro, tetapi juga sumber karbohidrat yang umumnya berupa sukrose atau gula, untuk
menggantikan karbon yang biasanya didapat dari atmosfer melalui fotosintesis. Oleh karena itu,
pertumbuhan dan hasil tanaman yang lebih baik akan diperoleh apabila kedalam media tersebut
ditambahkan vitamin, asam amino dan zat pengatur tumbuh.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kultur suspensi sel?
2. Bagaimana metode dan tahapan kultur suspensi sel?
3. Bagaimana penggunaan kultur suspensi sel?
4. Bagaimana penyimpanan dan masalah pada kultur suspensi sel?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan kultur suspensi sel.
2. Untuk mengetahui metode dan tahapan dalam kultur suspensi sel.
3. Untuk mengetahui penggunaan kultur suspensi sel.
4. Untuk mengetahui penyimpanan dan masalah pada kultur suspensi sel.
BAB II
PEMBAHASAN
2.Pembentukan tanaman yang berasal dari sel tunggal dan/atau agregat sel dari suspensi yang
selanjut nya diletakkan pada media padat dan tumbuh menjadi koloni kalus dan beregenerasi
menjadi tanaman.
b) Penggunaan Kultur untuk fusi protoplasma
Singh et al. (1997) berhasil meregenerasikan tanaman barley melalui suspensi sel dan kultur
protoplas. Kalus embriogenik diperoleh dari embrio muda yang digunakan untuk membuat
kultur suspensi. Lebih dari 100 tanaman dengan berbagai variasi biji diregenerasikan menjadi
6 kultur suspensi sel embriogenik. Protoplas diisolasi dari 3 kultur suspensi. Ketika proto-kalus
embriogenik dipindahkan ke media regenerasi dihasilkan tunas hijau dan tunas albino.
Selanjutnya tunas hijau ditransfer ke media tanpa zat pengatur tumbuh. Planlet yang sudah
mempunyai sistem perakaran kuat kemudian diaklimatisasi di rumah kaca. Hasil analisis ujung
akar dari tanaman yang diregenerasikan dari kultur sel ternyata mempunyai komposisi 2n = 14
kromosom seperti yang diharapkan. Sebaliknya analisis kromosom akar tanaman yang berasal
dari kultur protoplas menunjukkan hasil yang bervariasi.
c) Penggunaan Kultur Suspensi untuk Transformasi
Kemampuan berbagai jenis tanaman untuk beregenerasi dari kultur jaringan sangat
menentukan keberhasilan penggunaan teknik bioteknologi seperti rekayasa genetik. Shimazu
et al. (1997) mengatakan bahwa kultur suspensi sel memegang peranan penting dalam
makropropagasi dan pemuliaan dengan menggunakan teknik bioteknologi pada Iris. Faktor
kritis yang menentukan suksesnya kultur suspensi embriogenik sel adalah identifikasi awal dan
selective enrichment dari pembentukan struktur embriogenik. Penetapan kultur suspensi
embriogenik sel yang menyebabkan regenerasi tanaman pertama kali dikembangkan pada
Festuca urundinacea (salah satu jenis rumput di Jerman).
d) Penggunaan Kultur Suspensi untuk Produksi Metabolit Sekunder
Beberapa metabolit sekunder seperti aroma rasa, pemanis alami, industri makanan ternak,
pafum dan insektisida komersial tidak berfungsi fisiologis secara vital seperti asam-asam
amino atau asam nukleat, tetapi zat-zat metabolit tersebut diproduksi untuk melawan predator
potensial, menarik serangga penyerbuk atau menyembuhkan infeksi penyakit. Metabolit lain
yang berguna dan diproduksi oleh tanaman adalah shikonin, zat kimia yang digunakan untuk
pewarna dan untuk bidang farmasi. Kultur suspensi sel tanaman sangat berguna untuk
mempelajari biosintesis dari metabolit sekunder. Walaupun ada keterbatasan dalam sistem
kultur sel dalam produksi metabolit sekunder, cara ini lebih disukai daripada perbanyakan
tanaman secara konvensional. Hal tersebut disebabkan karena kemampuannya memproduksi
senyawa yang berguna di bawah kondisi yang terkontrol sehingga teknik ini dapat digunakan
untuk menghasilkan senyawa kimia yang sedang dibutuhkan oleh pasar. Selain itu ada sel-sel
khusus yang dapat diperbanyak untuk menghasilkan senyawa metabolit tertentu yang tidak
dapat diproduksi melalui perbanyakan tanaman secara konvensional.
D. Penyimpanan dan Masalah Pada Kultur Suspensi Sel
Penyimpanan jangka panjang dari kultur suspensi sel biasa dilakukan dalam kriopreservasi
(Withers 1991). Untuk proses penyimpanan, beberapa strategi telah dikembangkan yang semuanya
bertujuan untuk mengurangi biaya tenaga dan pemeliharaan. Meskipun demikian diperlukan alat-
alat mahal khusus yang tidak dapat digunakan untuk pekerjaan rutin (Schumacher et al. 1994).
Teknik kriopreservasi merupakan teknik penyimpanan pada suhu sangat rendah dengan
menggunakan nitrogen. Pembelahan sel dan proses metabolisme di dalam sel, jaringan, atau organ
tanaman dapat dihentikan dalam waktu yang tidak terbatas melalui kriopreservasi.
Kondisi suhu penyimpanan secara kriopreservasi dalam nitrogen sangat rendah, yaitu -160ᵒ
hingga -180ᵒ C pada fase uap, bahkan sampai -196ᵒ C pada fase cair dan di bawah -200ᵒ C pada
fase terpadatkan (solidified). Teknik kriopreservasi sangat potensial dikembangkan untuk
penyimpanan plasma nutfah tanaman dalam jangka panjang hingga puluhan tahun. Secara teknis,
kriopreservasi telah berkembang dari teknik klasik yang didasarkan pada free-induced dehydration
of the cell melalui pembekuan lambat dan teknik baru yang didasarkan pada vitrification melalui
pembekuan cepat. Berbagai macam teknik baru tersebut telah berkembang (Roostika dan Mariska,
2004), antara lain vitrifikasi, enkapsulasi-dehidrasi, enkapsulasi-vitrifikasi, desikasi, pratumbuh-
desikasi, droplet, dan droplet-vitrifikasi. Secara umum, tahapan teknik kriopreservasi meliputi
pratumbuh, prakultur, pemuatan (loading), dehidrasi, pembekuan, pelelehan, penggantian muatan
(deloading atau unloading), pemulihan, dan regenerasi. Teknik kriopreservasi tidak hanya menjadi
bahan yang menarik untuk diteliti, namun telah diterapkan secara rutin di beberapa pusat penelitian
di berbagai negara. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kriopreservasi perlu diterapkan
pada biakan (kalus atau jaringan) embriogenik. Faktor tersebut adalah
1. Pembentukan biakan embriogenik sulit dilakukan, terutama karena tergantung pada genotipe
yang digunakan (genotype dependent)
2. Tingkat kesulitan tersebut semakin tinggi pada tanaman monokotil dan berkayu
3. Biakan embriogenik yang telah diperoleh perlu dipelihara melalui subkultur secara frekuentif,
yang mengindikasikan pemborosan tenaga, waktu, dan biaya serta membuka peluang rusaknya
biakan oleh karena kontaminasi
4. Biakan embriogenik akan mudah mengalami pencoklatan dan kematian.
Kontaminasi merupakan problem terbesar dalam kultur sel. Dalam kultur suspensi,
mikroorganisme dapat tumbuh lebih cepat dan mengambil semua nutrisi sehingga menghambat
jaringan tanaman untuk tumbuh. Menurut Pighin (2003) ada beberapa cara untuk meminimalkan
kemungkinan kontaminasi, yaitu:
1. Penggunaan otoklap untuk semua media dan alatalat sebelum digunakan dengan suhu 121ᵒ C
selama 15-20 menit dan tekanan 20 psi.
2. Penggunaan laminar air flow dalam proses pembuatan kultur sel.
3. Penyimpanan kultur sel dalam ruang khusus yang jarang digunakan.
4. Penggunaan desinfektan dalam ruangan.
5. Bila masih terkontaminasi, penggunaan antibiotik dapat dilakukan dan senyawa anti-mitotik untuk
melawan jamur.
Selain kontaminasi, sering juga terjadi perbedaan produk akhir antara kultur suspensi sel atau kalus
dengan hasil keseluruhan tanamannya. Hal tersebut disebabkan karena:
1. Kurangnya diferensiasi dan organisasi Diferensiasi morfologi dan selular diperlukan untuk ekspresi
hasil metabolit sekunder beberapa tanaman. Kurangnya diferensiasi morfologi pada sel-sel kalus
menghambat pembentukan hasil metabolit tersebut. Kultur dari sumber aroma rasa, seperti lemon,
pir, alpukat, dan menta tidak dapat memproduksi minyak esensial karena sel-selnya kekurangan
jaringan khusus yang diperlukan untuk mensintesis dan mengakumulasi senyawa tersebut.
Kurangnya diferensiasi dalam sel-sel kalus mengganggu lintasan metabolit secara normal yang
mengakibatkan akumulasi prekursor senyawa yang diinginkan.
2. Kultur sel menyebabkan induksi variasi Induksi variasi karena kultur suspensi sel kemungkinan
juga merupakan salah satu penyebab perbedaan produk akhir (dan tingkat keracunan) yang sering
terlihat di antara kultur suspensi sel yang diinisiasi dari jenis sel yang sama. Variabilitas yang besar
di antara klon-klon dalam sifat-sifat pertumbuhan dan produksi metabolit sekundernya sering
diamati pada kultur suspensi kalus dan sel. Variasi ini kemungkinan berasal dari heterogenitas
bagian tanaman yang dikulturkan, atau proses dalam kultur sel sendiri yang menyebabkan
terjadinya perubahan. Kultur suspensi sel secara normal terdiri atas sel-sel dengan morfologi dan
fase agregasi yang berbeda. Secara individu sel-sel pada fase fisiologis mempunyai respon yang
berbeda terhadap lingkungan. Perbedaan dalam distribusi sel-sel tersebut di antara kelompok sel
(cell clone) seringkali menyebabkan variabilitas dalam produksi metabolit sekunder. Kultur sel
juga dapat menginduksi variasi secara genetik maupun epigenetic. Perubahan dalam jumlah dan
penyusunan kembali kromosom, amplifikasi dan delesi DNA, dan aktivasi transposon telah diamati
dalam kultur suspensi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kultur suspensi sel (suspension culture) adalah kultur yang menggunakan media cair
dengan pengocokan yang terus menerus menggunakan shaker dan menggunakan sel atau agregat
sel sebagai bahan eksplannya, biasanya eksplan yang digunakan berupa kalus atau jaringan
meristem. Tipe utama kultur suspensi yaitu Batch cultures dan Continuous cultures. Metode
Suspensi sel (cell suspension) melalui beberapa tahapan dari Induksi kalus (Callus Induction),
Inisiasi suspensi sel (Initiation of Cell Suspension), Pemeliharaan Suspensi sel (Maintenance of
Cell Suspension) dan Regenerasi Tanaman (Plant Regeneration).
B. Saran
Kultur suspensi sel tanaman pada umumnya di gunakan untuk penelitian biokimia dari
fisiologi sel, pertumbuhan, metabolisme, fusi protoplas, transformasi dan pada skala besar atau
menengah digunakan untuk produksi metabolit sekunder. Penyimpanan jangka panjang dari kultur
suspensi sel biasa dilakukan dalam kriopreservasi. Kontaminasi merupakan problem terbesar dalam
kultur sel. Dalam kultur suspensi, mikroorganisme dapat tumbuh lebih cepat dan mengambil semua
nutrisi sehingga menghambat jaringan tanaman untuk tumbuh. Di dalam makalah ini masih banyak
keterbatasan, maka dari itu diharapkan pembaca dapat menambah informasi atau wawasan dengan
studi literasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ziraluo, Y.P.B. (2021). Metode Perbanyakan Tanaman Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas poiret)
Dengan Teknik Kultur Jaringan Atau Stek Planlet. Jurnal Inovasi Penelitian, 2(3), 1037.
Mahadi, I., Wulandari, S., Safii, W., & Sayuti, I. (2021). Kultur Suspensi Sel Tanaman Gajah
Beranak (Goniothalamus tapis Miq) Terhadap Kandungan Zat Goniotalamin. Jurnal Agro, 8(2).
Hutami, S. (2009). Penggunaan Suspensi Sel dalam Kultur In Vitro. Jurnal AgroBiogen, 5(2), 84-
92. https://doi.org/10.21082/jbio.v5n2.2009.p84-92
Schumacher, H.M. and K.A. Malik. 1994. Aconvinient method to maintain plant cell culturesfor
medium terms. Plant Cell, Tissue and Organ Cultures in Liquid Media. p. 143-145.
Shimazu, K., H. Nagaike, T. Yabuya, and T. Adachi. 1997. Plant regeneration from suspension
culture of Iris germanica. Plant Cell, Tiss. Org. Cult. 50:27-31.
Singh, R.R., J.A. Kemp, J.F. Kollmorgen, J.A. Qureshi, and G.B. Fincher. 1997. Fertile plant
regeneration from cell suspension and protoplast culture of barley (Hordeum vulgare cv. Schooner). Plant
Cell, Tiss. Org. Cult. 49:121-127.
Withers, L.A. 1991. Maintenance of plant tissue cultures. In Kirsop, B.E. and A. Doyle (Eds.).
Maintenance of Microorganisms and Cell Cultures. Academic Press. London. p. 243-267