Anda di halaman 1dari 1

Septum nasal

1 Vaskularisasi hidung

Dinding lateral

subjek f rauma f isik dan Iingkungan berulang, maka


Little's area/plexus kiesselbach
merupakan
lokasi epistaksis tersering

mengorek hidung, benturan ringan, bersin atau


Ringan
mengeluarkan ingus terlalu keras

T rauma
pukul, jatuh atau kecelakaan lalu-lintas. Selain itu juga bisa
Berat terjadi akibat adanya benda asing tajam atau trauma
pembedahan, spina septum yang tajam,

Sering kongenital. Pembuluh darah lebih


Kelainan pembuluh darah (lokal) lebar, tipis, jaringan ikat dan sel-selnya lebih
sedikit

Rinitis jamur, tuberkulosis, lupus, sif ilis atau lepra


lnf eksi lokal
Sinusitits

Hemangioma; karsinoma; angiof ibroma dapat


T umor
menyebabkan eplistiaksis berat

Hipertensi dan kelainan pembuluh darah seperti yang


Penyakit kardiovaskuler terjadi pada arteriosklerosis, nef ritis kronik, sirosis hepatis
atau diabetes melitus -> sering epistaksis hebat & f atal

2 Etiologi
leukemia, f ombositopenia, bermacarn-macam anemia
Kelainan darah
serta hemof ilia

1) T eleangiektiasis hemoragik herediter (hercditary


hemonhagic teleangieclasis Osler-Rendu-Weber disease).

Kelainan kongenital

2) Von Willenbrand drsease.

lnf eksi sistemik Dengue hemonhagic f ever, demam tif oid, inf luensa dan
morbilli

Di tempat yang cuacanya sangat dingin atau kering. Hal


Perubahan udara atau tekanan atmosf ir serupa juga bisa disebabkan adanya zat-zal kimia di tempat
industri yang menyebabkan keringnya mukosa hidung.

Pada wanita hamil atau menopause karena pengaruh


Gangguan hormonal
perubahan hormonal.

Epistaksis anterior terjadi pada bagian depan hidung di area


pleksus Kiesselbach’s. T ipe epistaksis ini merupakan
Epistaksis anterior
epistaksis yang sering terjadi pada anak dan dewasa muda
dan disebabkan oleh trauma
Epistaksis

3 Patofisiologi

Biasanya akibat hipertensi/arteriosklerosis (perdarahan


dari posterior concha inf erior a.sphenopalatina). Selain itu
Epistaksis posterior biasanya akibat dari karsinoma/angiof ibroma nasof aring.
Perdarahan dari posterior cavum nasi biasanya hebat.lebih
sering pada usia >40 tahun

1. Riwayat perdarahan sebelumnya


2. Lokasi perdarahan
3. Apakah darah terutama mengalir ke dalam tenggorokan
(ke posterior) ataukah keluar dari hidung depan (anterior)
bila pasien duduk tegak?
4. Lama perdarahan dan f rekuensinya
5. Kecenderungan perdarahan
4 Anamnesis 6. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga
7. Hipertensi
8. Diabetes melitus
9. Penyakit hepar
10. Penggunaan antikoagulan
11. T rauma hidung yang belum lama
12. Obat-obatan: aspirin, f enilbutazon (Butazolidin)

Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari


anterior ke posterior. Vestibulum, mukosa hidung dan
Rhinoskopi anterior
septum nasi, dinding lateral hidung, dan konka inf erior
harus diperiksa dengan cermat.

5 Pemeriksaan fisik Rhinoskop posterior Penting pada pasien dengan epistaksis berulang

T T V: T ekanan darah, nadi, resporasi, suhu

Pemeriksaan f isik Head to toe

Pemeriksaan laboratorium (darah lengkap, hapusan darah,


f aal hemostasis, LFT , RFT , dll)
6. Pemeriksaan penunjang
radiologis : rontgen, CT scan, MRI (berkaitan dengan
trauma & penyakit lain)

Anamnesis + pemeriksaan f isik + pemeriksaan penunjang =


7. Diagnosis etiologi = diagnosis def initif

1. Perhatikan keadaan umumnya, nadi, pernapasan serta


tekanan darahnya. Bila ada kelainan, atasi terlebih dulu
misalnya dengan memasang inf us. Jalan napas dapat
tersumbat oleh darah atau bekuan darah, perlu dibersihkan
atau diisap.
2. Penderita diperiksa dalam posisi duduk, biarkan darah
mengalir keluar dari hidung sehingga bisa dimonitor. Kalau
keadaanya lemah sebaiknya setengah duduk atau
berbaring dengan kepala ditinggikan.Harus diperhatikan
jangan sampai darah mengalir ke saluran napas bawah.
Pasien anak duduk dipangku, badan dantangan dipeluk,
kepala dipegangi agar tegak dan tidak bergerak-gerak.
3. Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan,
pendarahan dapat dihentikan dengan cara duduk dengan
T atalaksana awal
kepala ditegakkan, kemudian cuping hidung ditekan ke arah
septum selama 10-15 menit (metode T rotter). Lalu
memasukkan kapas yang ditetesi dekongestan atau
letakkan kantong es di atas dorsum hidung dengan posisi
penderita condong ke depan atau ke belakang tidak >45⁰.
4. Menyiapkan alat-alat: lampu kepala, spekulum hidung,
suction. Membersihkan hidung dari darah dan bekuan darah
dengan bantuan alat pengisap sambil dicari sumber
perdarahan.
5. Pasang tampon sementara yaitu kapas yang telah
dibasahi dengan adrenalin 1/5000-1/10.000 dan pantocain
atau lidocain 2% dimasukkan ke dalam rongga hidung
untuk menghentikan perdarahanan, mengurangi rasa nyeri
pada saat dilakukan tindakan selanjutnya. T ampon itu
dibiarkan selama 10-15 menit.
6. Setelah terjadi vasokonstriksi biasanya dapat dilihat
apakah perdarahan berasal dari bagian
1. jikaanterior atau
sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas,
posterior hidung. dilakukan kaustik dengan larutan nitras argenti (AgNO3)
20%-30%, asam trikloroasetat 10% atau dengan
8. Tatalaksana elektrokauter. Sebelum kaustik diberikan analgesia topikal
terlebih dahulu dan sesudahnya diberikan krim antibiotik.
2. Bila dengan kaustik pendarahan anterior masih terus
berlangsung, diperlukan pemasangan tampon anterior
dengan kapas atau kain kasa sebanyak 2-4 buah yang diberi
pelumas vaselin atau salep antibiotika. Pemakaian pelumas
Epistaksis anterior
diperlukan agar tampon mudah dimasukkan dan tidak
menimbulkan pendarahan baru saat dimasukkan atau
dicabut. Dapat juga dipakai tampon rol yang dibuat dari kasa
sehingga menyerupai pita dengan lebar kurang ½ cm,
diletakkan berlapis-lapis mulai dari dasar sampai ke puncak
rongga hidung. T ampon yang dipasang harus menekan
tempat asal perdarahan dan dapat dipertahankan selama
1-2 hari, setelah 1-2 hari, harus diambil untuk mencegah
inf eksi hidung. Bila pendarahan masih belum berhenti,
dipasang tampon baru.

1. Untuk menanggulangi perdarahan posterior dilakukan


Mengehentikan perdarahan pemasangan tampon posterior, yang disebut tampon
Bellocq. T ampon ini dibuat dari kasa padat dibentuk kubus
atau bulat dengan diameter 3 cm. Pada tampon ini terikat 3
utas benang, 2 buah di satu sisi dan sebuah di sisi
berlawanan.
2. Untuk memasang tampon posterior pada perdarahan
satu sisi, digunakan bantuan kateter karet yang
dimasukkan dari lubang hidung sampai tampak di
orof aring, lalu ditarik keluar dari mulut. Pada ujung kateter
ini diikatkan 2 benang tampon Bellocq tadi, kemudian
kateter ditarik kembali melalui hidung sampai benang
keluar dan dapat ditarik. T ampon perlu didorong dengan
bantuan jari telunjuk untuk dapat melewati palatum mole
Epistaksis posterior masuk ke nasof aring. Bila masih ada perdarahan, maka
dapat ditambah tampon anterior ke dalam kavum nasi.
Kedua benang yang keluar dari hidung diikat pada sebuah
gulungan kain kasa di depan nares anterior, supaya tampon
yang terletak di nasof aring tetap di tempatnya. Benang lain
yang keluar dari mulut diikatkan secara longgar pada pipi
pasien.
3. Bila perdarahan berat dari kedua sisi, misalnya pada kasus
angiof ibroma, digunakan bantuan dua kateter masing-
masing melalui kavum nasi kanan dan kiri, dan tampon
posterior terpasang di tengah-tengah nasof aring.
4. Sebagai pengganti tampon Bellocq, dapat digunakan
kateter Folley dengan balon. Akhir-akhir ini juga banyak
tersedia tampon buatan pabrik dengan balon yang khusus
untuk hidung atau tampon dari bahan gel hemostatik.
5. Dengan semakin meningkatnya pemakaian endoskop,
akhir-akhir ini juga dikembangkan teknik kauterisasi atau
ligasi a.sf enopalatina dengan panduan endoskop

Anda mungkin juga menyukai