Anda di halaman 1dari 47

EPISTAKSIS ANTERIOR PADA

LEUKEMIA MIELOBLASTIK
AKUT

Pembimbing:
dr. Benny Kurnia, Sp.THT-KL
PENDAHULUAN

 Epistaksis berasal dari bahasa Yunani epistazo yang berarti hidung


berdarah. Epistaksis merupakan gejala atau manifestasi dari penyakit
lain.
 Salah satu gejala dari LMA adalah perdarahan, berupa epistaksis.
 Leukemia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu penyakit yang
ditandai dengan transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi
sel-sel progenitor dari seri mieloid.
EPISTAKSIS
DEFINISI

 Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung, rongga
hidung atau nasofaring. Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu
kelainan yang hampir 90 % dapat berhenti sendiri.
 Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam selaput
mukosa hidung. Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh darah
Pleksus Kiesselbach (area Little). Pleksus Kiesselbach terletak di septum nasi
bagian anterior, di belakang persambungan mukokutaneus tempat pembuluh darah
yang kaya anastomosis
ETIOLOGI
Kelainan Lokal Kelainan Sistemik
 Trauma  Penyakit kardiovaskular
 Kelainan anatomi
 Kelainan darah
 Kelainan pembuluh darah
 Infeksi lokal
 Infeksi sistemik

 Benda asing  Kelainan hormonal


 Tumor
 Pengaruh udara lingkungan
PATOFISIOLOGI

 Epistaksis anterior berasal dari


Pleksus Kiesselbach, merupakan
sumber perdarahan paling sering
dijumpai anak-anak. Perdarahan
dapat berhenti sendiri (spontan)
dan dapat dikendalikan dengan
tindakan sederhana.
PATOFISIOLOGI

 Epistaksis posterior, berasal


dari Pleksus Woodruff. Perdarahan
cenderung lebih berat dan jarang
berhenti sendiri, sehingga dapat
menyebabkan anemia, hipovolemi
dan syok. Sering ditemukan pada
pasien dengan penyakit
kardiovaskular
DIAGNOSIS
 Dari anamnesis yang dapat digali adalah:  Epistaksis posterior dicurigai
• Riwayat perdarahan sebelumnya.
• Lokasi perdarahan.
• Apakah darah terutama mengalir ke
bila (1) sebagian besar perdarahan
tenggorokan (ke posterior) atau keluar
dari hidung depan (anterior) bila pasien terjadi ke dalam faring, (2) suatu
duduk tegak.
• Lamanya perdarahan dan frekuensinya tampon anterior gagal mengontrol
• Riwayat gangguan perdarahan dalam
keluarga
• Hipertensi perdarahan, atau (3) nyata dari
• Diabetes melitus
• Penyakit hati pemeriksaan hidung bahwa
• Gangguan koagulasi
• Trauma hidung yang belum lama perdarahan terletak posterior dan
• Obat-obatan, misalnya aspirin, fenil
butazon
superior.
PENATALAKSANAAN

 Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu:


• menghentikan perdarahan
• mencegah komplikasi
• mencegah berulangnya epistaksis.
PENATALAKSANAAN
 Tindakan yang dapat dilakukan
antara lain:
• Perbaiki keadaan umum
penderita, penderita diperiksa
dalam posisi duduk kecuali bila
penderita sangat lemah atau
keadaaan syok.
• Pada anak yang sering
mengalami epistaksis ringan,
perdarahan dapat dihentikan
dengan cara duduk dengan
kepala ditegakkan, kemudian
cuping hidung ditekan ke arah
septum selama beberapa
menit (metode Trotter).
PENATALAKSANAAN
• Tentukan sumber perdarahan
dengan memasang tampon anterior
yang telah dibasahi dengan adrenalin
dan pantokain/ lidokain, serta
bantuan alat penghisap untuk
membersihkan bekuan darah.
• Pemasangan tampon anterior dengan
kapas atau kain kasa yang diberi
vaselin yang dicampur betadin atau
zat antibiotika. Dapat juga dipakai
tampon rol yang dibuat dari kasa
sehingga menyerupai pita dengan
lebar kurang ½ cm, diletakkan
berlapis-lapis mulai dari dasar sampai
ke puncak rongga hidung. Tampon
yang dipasang harus menekan
tempat asal perdarahan dan dapat
dipertahankan selama 1-2 hari.
PENATALAKSANAAN

 Perdarahan posterior diatasi dengan


pemasangan tampon posterior atau
tampon Bellocq, dibuat dari kasa
dengan ukuran lebih kurang 3x2x2 cm
dan mempunyai 3 buah benang, 2 buah
pada satu sisi dan sebuah lagi pada sisi
yang lainnya. Tampon harus menutup
koana (nares posterior). Setiap pasien
dengan tampon Bellocq harus dirawat.
KOMPLIKASI
Akibat Epistaksis Akibat Usaha Penanggulangan Epistaksis
 Aspirasi darah ke dalam saluran napas bagian bawah
 Rino-sinusitis
 Nekrosis septum
 Aspirasi sinusitis  Otitis media
 Eksaserbasi dari sleep obstructive apnea
 Hipoksia
 Septikemia atau toxic shock syndrome
 Syok  Hemotimpanum
 Anemia
 Hpotensi  Air mata berdarah (bloody tears)
 Ikemia serebri
 Laserasi palatum mole atau sudut
 Isufisiensi koroner
 Infark miokard bibir
LEUKEMIA
MIELOBLASTIK AKUT
DEFINISI

 Leukemia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu penyakit yang


ditandai dengan transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi
sel-sel progenitor dari seri mieloid.
INCIDENCE

M>F
 AML – adults and the elderly
 Adult:children = 85%:15%

 The incidence 4/100.000 population per year

 Median age 60 years with an incidence 10/100.000 population per


year in individuals 60 years and older
ETIOLOGY

 UNKNOWN

 Predisposing factors:
• Ionizing radiation exposure
• Previous chemotherapy : alkylating agents
• Occupational chemical exposure : benzene
• Genetic factors: Down’s Syndrome, Bloom’s, Fanconi’s Anemia
• Viral infection ( HTLV-1)
• Immunological : hypogammaglobulinemia
• Acquired hematological condition -Secondary
PATOGENESIS

 Patogenesis utama LMA adalah adanya blokade maturitas yang


menyebabkan proses diferensiasi sel-sel seri mieloid terhenti pada sel-sel
muda (blast) dengan akibat terjadi akumulasi blast di sumsum tulang.
Akumulasi blast dalam sumsum tulang akan menyebabkan gangguan
hematopoesis normal dan dan pada gilirannya akan mengakibatkan
sindrom kegagalan sumsum tulang (bone marrow failure syndrome) yang
ditandai dengan adanya sitopenia (anemia, leukoenia, dan
trombositopenia.
Fr e n c h - A m e r i c a n - B r i t i s h ( FA B )
Classification

M0: Minimally differentiated leukemia


M1: Myeloblastic leukemia without maturation
M2: Myeloblastic leukemia with maturation
M3: Hypergranular promyelocytic leukemia
M4Eo: Variant: Increase in abnormal marrow eosinophils
M4: Myelomonocytic leukemia
M5: Monocytic leukemia
M6: Erythroleukemia (DiGuglielmo's disease)
M7: Megakaryoblastic leukemia
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
 Nama : Raizul
 Tanggal lahir : 12 Juli 2011
 Umur : 5 tahun 11 hari
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Alamat : Kembang Tanjung, Pidie
 Pekerjaan : Belum Sekolah
 No. CM : 0-99-03-67
 Tgl. Masuk : 23 Juli 2016
 Tgl. Periksa : 30 Juli 2016
ANAMNESIS
 Keluhan Utama:
• Perdarahan dari kedua hidung
 Keluhan Tambahan:
• Pasien juga mengeluhkan batuk, lemas, penurunan berat badan, tidak nafsu makan, dan
sesak nafas.
 Riwayat Penyakit Sekarang:
• Pasien dikonsulkan ke dokter THT-KL dengan keluhan keluar darah dari hidung.
Sebelumnya pasien didiagnosa Acute Myeloid Leucemia oleh dokter anak. Perdarahan dari
hidung sejak tadi malam, lebih banyak dari hidung sebelah kiri. Pada pemeriksaan rinoskopi
anterior, didapatkan sekret -/-, darah -/+, krusta darah +/-. Pasien juga mengalami batuk
(+), pilek (-), bersin (-), nyeri di wajah (-), gangguan penghidu (-), hidung tersumbat (-),
sekret di hidung (-), nyeri sekitar wajah dan kepala (-), demam (+). Riwayat kemoterapi 7
siklus satu tahun yang lalu.
ANAMNESIS

 Riwayat Penyakit Dahulu:


• Pasien pada usia dua tahun hingga sekarang pernah didiagnosa leukemia
mieloblastik akut.
 Riwayat Penggunaan Obat:
• Parasetamol dan kemoterapi 7 siklus.
 Riwayat Penyakit Keluarga:
• Tidak ada riwayat keluhan serupa dalam keluarga pasien.
 Riwayat Kebiasaan Sosial:
• Pasien sering mengkonsumsi makanan ringan dan mie instan.
VITAL SIGN
N RR T

110
x/menit
35
x/menit
36,7(Celcius)

Kesadaran: Compos mentis


Keadaan umum: sedang
PEMERIKSAAN FISIK
Mongolian face (-), wajah
Normochephali, dismorfik (-) pucat (+)
rambut jarang & tipis
sklera ikterik (-/-), anemis
(+/+)

retraksi suprasternal (-) dan


retraksi interkostal (-)
Vesikuler Normal (+/+) BJ I > BJ II, reguler
Rhonki (-/-), wheezing (-/-
)

Status lokalis a.r abdomen :


I : simetris, distensi (+)
A : Peristaltik (+)
P : Hepatomegali (+), Status lokalis a.r anus :
Splenomegali (+)
Anus (-)
P : Tidak dilakukan
PEMERIKSAAN THT
Cukup lapang (N) Cukup lapang Cukup lapang
Sempit - -
Hiperemi - -
Liang telinga Edema - -
Massa Tidak ada Tidak ada
Serumen Minimal Minimal
Refleks cahaya Arah jam 5 Arah jam 7
Bulging Tidak ada Tidak ada
Membran timpani
Retraksi Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Tanda radang Tidak ada Tidak ada
Fistel Tidak ada Tidak ada
Sikatrik Tidak ada Tidak ada
Mastoid Nyeri tekan Tidak Ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak Ada Tidak ada
Rinne Positif Positif
Schwabach Sama dg pemeriksa Sama dg pemeriksa
Tes garpu tala Weber Tidak ada lateralisasi
Kesimpulan Normal
Audiometri Tidak dilakukan
PEMERIKSAAN THT
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Kel kongenital,
trauma, radang, kel.
DBN DBN
Daun telinga Metabolik, nyeri tarik,
nyeri tekan tragus

Pemeriksaan Kelainan Dektra Sinistra


Deformitas
Kelainan kongenital
Hidung luar Trauma DBN DBN
Radang
Massa
•Rinoskopi Anterior
Pemeriksaan
PEMERIKSAAN THT Kelainan Dekstra Sinistra
Vibrise DBN Terpasang tampon
Vestibulum
Radang DBN Terpasang tampon
Cukup lapang (N)
Sempit - -
Cavum nasi
Lapang - -
Lokasi Tidak ada Terpasang tampon
Jenis - -
Sekret Jumlah - -
Bau - -
Ukuran Eutrofi Terpasang tampon
Warna Merah muda Terpasang tampon
Konka inferior
Permukaan Licin Terpasang tampon
Edema Tidak ada Terpasang tampon
Ukuran Eutrofi Terpasang tampon
Warna Merah muda Terpasang tampon
Konka media
Permukaan Licin Terpasang tampon
Edema Tidak ada Terpasang tampon
Cukup lurus/deviasi Cukup lurus
Permukaan Licin
Warna Merah muda
Spina Tidak ada
Krista Tidak ada
Septum
Abses Tidak ada
Perforasi Tidak ada
Massa - -
•Orofaring dan mulut :
PEMERIKSAAN THT
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Simetris/tidak Sulit dinilai
Warna Sulit dinilai
Palatum mole + Arkus Faring Edem Sulit dinilai
Bercak/eksudat Sulit dinilai
Warna Sulit dinilai
Dinding faring
Permukaan -
Ukuran Sulit dinilai Sulit dinilai
Warna Sulit dinilai Sulit dinilai
Permukaan Sulit dinilai Sulit dinilai
Muara kripti Sulit dinilai Sulit dinilai
Detritus Sulit dinilai Sulit dinilai
Eksudat Sulit dinilai Sulit dinilai
Tonsil
Perlengketan dengan pilar
Sulit dinilai Sulit dinilai

Warna Sulit dinilai Sulit dinilai


Edema Sulit dinilai Sulit dinilai
Peritonsil
Abses Sulit dinilai Sulit dinilai
Lokasi Lidah
Bentuk
Bergranul, bewarna keputihan

Ukuran 3cm
Permukaan Berbatas tegas (+).
Tumor lidah
Konsistensi keras
Rapuh (+)
Mudah berdarah (+)
Karies/Radiks Tidak Ada Tidak ada
Gigi
Kesan -
LABORATORIUM
HEMATOLOGI NILAI RUJUKAN
Hb 3,1 ** 12,0-14,5 g/dL
Ht 8 45-55 %
Eritrosit 1,1 * 4,7-6,1 x 106/mm3
Leukosit 35,9 * 4,5-10,5 x 103/mm3
Trombosit 25 150-450 x 103/mm3
MCV 79 * 80-100%
MCH 29 27-31 %
MCHC 37 * 32-6%
RDW 15,8 * 11,5-14,5 %
Eosinofil 0 0-6 %
Basofil 0 0-2 %
Netrofil Batang 0* 2-6 %
Netrofil Segmen 32 * 50-70 %
Limfosit 27 20-40 %
Monosit 41 * 2-8 %
Waktu Perdarahan 3 1-7 menit
Waktu Pembekuan 9 5-15 menit
LABORATORIUM
KIMIA KLINIK NILAI RUJUKAN

Natrium 134 * 135-145 mmol/L

Kalium 4,2 3,5-4,5 mmol/L

Klorida 112 * 90-110 mmol/L

GDS 92 < 200 mg/dL

Ur 41 13-43 mg/dL

Kr 0,20 * 0,67-1,17 mg/dL


FOTO KLINIS
DIAGNOSIS

 Epistaksis anterior et causa Acute Myeloid Leucemia + Anemia


Aplastik
TATALAKSANA

 IVFD 2:1 20 gtt/i

 Transfusi PRC hingga Hb 12 gr/dL

 Pemasangan tampon anterior

 Paracetamol 200 mg/12 jam

 Inj. Transamin 3 x ¼ amp


FOLLOW UP
1 27 Juli 2016
S Perdarahan dari hidung kanan, demam, batuk, lemah, pucat, sesak nafas
:
O HR 100 x/mnt, RR 40 x/mnt, T 37,3 C
: Telinga: DBN
Hidung: perdarahan dari hidung sebelah kiri, sekret - / -, krusta
darah + / -
Orofaring: sulit dinilai (pasien sulit membuka mulut)
Leher: DBN
A Epitaksis et causa AML + Anemia
:
P Th/
: - IVFD 2:1 20 gtt/i
- Transfusi PRC 100 cc (hingga Hb 12 gr/dL)
- Pemasangan tampon anterior
- Paracetamol 200 mg/12 jam
- Inj. Transamin 3 x ¼ amp
FOLLOW UP
2 28 Juli 2016
S Tidak ada perdarahan dari hidung, pucat, sesak nafas
:
O HR 120 x/mnt, RR 28x/mnt, T 36,8 C
: Telinga: DBN
Hidung: terpasang tampon anterior di hidung kiri
Orofaring: sulit dinilai (pasien sulit membuka mulut)
Leher: DBN
A Epitaksis et causa AML + Anemia
:
P Th/
: - IVFD 2:1 20 gtt/i
- Transfusi PRC 100 cc (hingga Hb 12 gr/dL)
FOLLOW UP
3 29 Juli 2016
S Tidak ada perdarahan dari hidung, pucat
:
O HR 100 x/mnt, RR 22x/mnt, T 36,5 C
: Telinga: DBN
Hidung: terpasang tampon anterior di hidung kiri
Orofaring: sulit dinilai (pasien sulit membuka mulut)
Leher: DBN
A Epitaksis et causa AML + Anemia
:
P Th/
: - IVFD 2:1 20 gtt/i
- Transfusi PRC 100 cc (hingga Hb 12 gr/dL)
FOLLOW UP
4 30 Juli 2016
S Tidak ada perdarahan dari hidung, pucat
:
O HR 100 x/mnt, RR 22x/mnt, T 36,5 C
: Telinga: DBN
Hidung: Sekret - / - , Darah - / -
Orofaring: sulit dinilai (pasien sulit membuka mulut)
Leher: DBN
A Epitaksis et causa AML + Anemia
:
P Th/
: - IVFD 2:1 20 gtt/i
- Transfusi PRC 100 cc (hingga Hb 12 gr/dL)
- Aff tampon anterior
ANALISA KASUS
ANALISA KASUS

 Patogenesis utama LMA adalah adanya blokade maturitas yang


menyebabkan proses diferensiasi sel-sel seri mieloid terhenti pada sel-sel
muda (blast) dengan akibat terjadi akumulasi blast di sumsum tulang.
Akumulasi blast dalam sumsum tulang akan menyebabkan gangguan
hematopoesis normal dan dan pada gilirannya akan mengakibatkan
sindrom kegagalan sumsum tulang (bone marrow failure syndrome) yang
ditandai dengan adanya sitopenia (anemia, leukoenia, dan
trombositopenia.
ANALISA KASUS

 Adanya anemia akan menyebabkan pasien mudah lelah dan pada kasus yang
lebih berat menyebabkan sesak nafas, adanya trombositopenia akan menyebabkan
tanda-tanda perdarahan, sedangkan adanya leukopenia akan menyebabkan pasien
rentan terhadap infeksi, termasuk infeksi oportunis dari flora bakteri normal yang
ada di dalam tubuh manusia. Selain itu sel-sel blast yang terbentuk juga punya
kemampuan untuk migrasi keluar sumsum tulang dan berinfiltrasi ke organ-organ
lain seperti kulit, tulang, jaringan lunak, dan sistem saraf pusat dan merusak organ-
organ tersebut dengan segala akibatnya.
ANALISA KASUS

 Pada kasus leukemia, sering ditemukan penderita dengan epistaksis.


Penyebab tersering perdarahan pada leukemia adalah trombositopenia.
Berkurangnya jumlah trombosit pada leukemia biasanya merupakan akibat
infiltrasi ke sumsum tulang atau kemoterapi, namun bisa juga karena
koagulasi intravaskuler diseminata, proses imunologis dan hipersplenisme
sekunder terhadap pembesaran limpa. Selain trombositopenia, perdarahan
juga dapat akbiat disfungsi trombosit, kelaninan hepar dan fibrinolisis.
KESIMPULAN
KESIMPULAN
 Telah dilaporkan satu kasus epistaksis pada seorang anak laki-laki usia 5 tahun yang
ditegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dan
telah dilakukan tindakan tampon anterior dengan tujuan untuk menghentikan perdarahan.
 Prinsip penanganan epistaksis adalah menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi dan
mencegah berulangnya epistaksis. Salah satu cara menghentikan perdarahan adalah dengan
menggunakan tampon.
 Sebagai dokter umum, bila menemukan kasus epistaksis adalah:
• Pemasangan tampon anterior
• Transfusi PRC hingga Hb mencapai normal
• Transamin
• Bed rest
KESIMPULAN
 Epistaksis (perdarahan dari hidung) adalah suatu gejala dan bukan suatu penyakit,
yang disebabkan oleh adanya suatu kondisi kelainan atau keadaan tertentu. Salah satu
kondisi yang menyebabkan munculnya epitaksis adalah leukemia mieloblastik akut (LMA).
 Leukemia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid.
 Penyebab tersering perdarahan pada leukemia adalah trombositopenia. Berkurangnya
jumlah trombosit pada leukemia biasanya merupakan akibat infiltrasi ke sumsum tulang
atau kemoterapi, namun bisa juga karena koagulasi intravaskuler diseminata, proses
imunologis dan hipersplenisme sekunder terhadap pembesaran limpa.
SKDI
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai