November’2010
Jessica Fedriani
Epistaksis
KNF
Benjolan di leher
Sinusitis
Rhinitis
OME, OMA, OMSK
Soal-soal:
Patofisiologi & pengobatan: OMA, OMSK, OME, OM serosa kronik
Etiologi & Patofisiologi OMS, OMSK
Etiologi & TTL epistaksis (ringan, sedang, berat)
Etiologi, cara diagnosis, TTL benjolan di leher
Gejala, cara diagnosis, & TTL KNF
Etiologi, diagnosis, & TTL rhinitis alergica
FP sinusistis maksilaris, gejala, diagnosis, TTL
Angiofibroma nasofaring juvenile
1
EPISTAKSIS
☺ Perkembangan hidung terkait dengan palatum & midface
☺ Pendarahan hidung : a.ethmoidalis anterior
a.carotis interna (superior) a.ophtalmica a.ethmoidalis posterior
eksterna (inferior) a.maksilaris interna a.sphenopalatina
a.palatina mayor
a.pharingeal
a.facialis a.labialis superior
☺ Plexus Kiesselbach / Little’s area
di septum anterior (± 1,5 cm di belakang ant. mukokutaneous junction)
- a.sphenopalatina
- a.palatina mayor
- a.ethmoidalis anterior
- a.labialis superior
☺ Woodruff’s area
di septum posterior
- a.sphenopalatina
- a.pharingeal posterior
Anamnesis
Lama perdarahan, kapan saat terakhir
Jumlah & frekuensi perdarahan
Lokasi perdarahan
Riwayat perdarahan sebelumnya
Riwayat trauma
Riwayat kelainan perdarahan keluarga
Riwayat penyakit lain (hipertensi, DM, dll)
Riwayat penggunaan obat-obatan (NSAID, anti koagulan, fenilbutazon)
2
Etiologi
a. Lokal
Trauma
- Ringan (korek hidung, bersin kuat)
- Berat (dipukul, jatuh, dll)
- Benda asing tajam
- Spina septum tajam
- Trauma pembedahan
Kelainan vaskular (sering kongenital)
- Pembuluh darah lebih tipis & lebar
- Jaringan ikat & sel lebih sedikit
Infeksi lokal
- Rhinitis
- Sinusitis
- Infeksi spesifik (TBC, lupus, jamur)
Tumor
- Hemangioma >> pada anak-anak
- Karsinoma
- Angiofibroma >> pada dewasa muda ♂
Pengaruh cuaca/ lingkungan
- Cuaca sangat dingin & kering
- Tekanan atmosfer & asap rokok
b. Sistemik
Kongenital
- Hereditary hemorragic teleangiectasia / Osler Weber Rendu Syndrome
(elemen kontraktil p.d. << trauma sedikit mudah perdarahan)
- Von willebrand disease
Kelainan darah
- Haemofilia
- Trombositopenia
- Anemia
- Leukemia
Gangguan vaskular
- Hipertensi arteriosklerosis
- DM
- Sirosis hepatis
- Nefritis kronis
Gangguan hormonal
- ♀ hamil (def. asam folat trombositopenia)
- Menopause
Infeksi sistemik (demam tinggi)
- DBD, Demam tifoid
- Morbili
3
Klasifikasi berdasarkan sumber perdarahan
Batas: ostium sinus maksilaris
Epistaksis Anterior Epistaksis Posterior
anak/ dewasa muda usia lanjut (>40 thn)
sering jarang
plexus kiesselbach a.ethmoid posterior/
(a.ethmoid anterior) a.sphenopalatina
ringan, berulang berat, sering bilateral
dapat stop sendiri jarang stop sendiri
simptomatik asimptomatik
(tampak perdarahan) (coffee coloured vomitus)
sebab : sebab :
1. mukosa hiperemis 1. spontan arteriosklerosis (HT)
2. kebiasaan korek hidung 2. pecahnya a.sphenopalatina (KV)
3. trauma
Prinsip tatalaksana:
1. Perbaiki KU (nadi, tekanan darah, nafas)
☺ datang, lihat KU, cek ABC, tampon ntar aja (nyeri ↑TD perdarahan lg,
perdarahan>> DIC nyumbat jantung gagal jantung)
2. Cari sumber perdarahan (anterior/ posterior)
- Posisikan duduk (biarkan darah mengalir ke luar untuk monitor)
KU lemah setengah duduk/ berbaring dengan kepala ditinggikan
Anak-anak dipangku, badan & tangan dipeluk, pegang kepala agar
tegak & ga gerak2
- Bersihkan hidung dari darah/ bekuan darah dengan suction
- Jika perdarahan pencet alae nasi ± 10-15 menit
- Pasang tampon sementara: kapas + adrenalin 1/5.000-1/10.000 atau
pantokain/ lidokain 2%
biarkan ± 10-15 menit, evaluasi lokasi perdarahan
3. Hentikan perdarahan
- Trotter’s manouver (cegah aspirasi pada epistaksis posterior)
☺ duduk condong ke depan, napas dengan mulut, buang ludah ke neer bakon
- Pada epistaksis anterior, coba hentikan dengan memencet hidung 10-15 menit
a. Epistaksis Anterior
Bila sumber perdarahan tampak kaustik dgn lar.nitras argenti (AgNO3) 25-
30%, beri krim antibiotik
AgNO3 minor bleeding pake analgesik dulu
X langsung 2 septum (perforasi), syarat jarak 4-6 minggu
Kauter elektrik perdarahan agresif/ lebih posterior
laser epistaksis kronik (HHT)
Setelah kauter masih perdarahan: nasal packing (tampon)
4
Tampon anterior (arah posterior choana)
Kapas / kassa + pelumas vaselin + salep antibiotik ± 2-4 susun teratur dan
menekan sumber perdarahan ± 2x24 jam diganti untuk mencegah infeksi
hidung (sinusitis/ toxic shock sydrome)
Lakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari faktor penyebab epistaksis
Perdarahan masih berlanjut tampon baru/ posterior
b. Epistaksis Posterior
Sulit diatasi karena perdarahan hebat, dengan rhinoskopi anterior lokasi sulit
ditemukan
Tampon posterior (bellocq tampon): kassa padat bentuk kubus/ bulat dengan
diameter ± 3 cm, diikat 3 utas benang (2 di 1 sisi, 1 di sisi lain), cara pasang:
- Dengan bantuan kateter, dari hidung – orofaring – tarik keluar dari mulut
- Pada ujung kateter, ikat 2 benang tampon bellocq, tarik lagi lewat hidung
sampai benang tersebut keluar dan dapat ditarik
- Bantu dorong tampon dengan jari untuk dapat melewati palatum molle ke
nasofaring
- Bila perdarahan masih ada, bantu tampon anterior ke dalam cavum nasi
- Ikat 2 utas benang & gulungan kassa di depan nares anterior (u/fiksasi)
- Benang 1 lagi yg keluar dari mulut diikat longgar di pipi (u/cabut tampon)
Selain tampon, bisa digunakan :
- Kateter folley dengan balon
- Kauteterisasi
- Ligasi a. sphenopalatina, maksilaris interna, ethmoidalis, carotis eksterna
5
a. Anterior rhinosinusitis (sumbatan ostium sinus)
bloody tears (retrogard ductus nasolacrimalis)
b. Posterior otitis media
hemotimpanum (retrogard tuba eustachius)
laserasi palatum molle & sudut bibir
c. Secara umum septicemia, toxic shock syndrome (lewat v.ophtalmica
sinus cavernosus thrombosis otak) kasih antibiotik, ganti 2-3 hari
Akibat epistaksis sendiri
- Aspirasi
- Anemia
- Infeksi
- Shock, gagal ginjal
- Penurunan tekanan darah mendadak hipotensi, hipoksia, iskemia serebri,
insufisiensi koroner, infark miokard
Tambahan
Anestetik dengan lidokain spray
Antibiotik ointment bactroban nasal (mupirocin ointement 2%) 2x0,5 gram/nostril
selama 5 hari
Vasokontriktor lokal (dekongestan) oxymetazoline 0,05% (arfin)/ phenylephrine
2x2-3 spray/ nostril
EPISTAKSIS
Angkat tampon
perdarahan (+) perdarahan (-)
Tampon ulang 2x24 jam/lebih
Angkat tampon
perdarahan (+) perdarahan (-)
Intervensi bedah
(ligasi arteri, SMR/septoplasti/angiografi/embolisasi)
6
KARSINOMA NASOFARING
tumor ganas daerah kepala leher terbanyak di Indonesia
predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring
sering pada ♂ > 40 tahun
Urutan Ca nasofaring
Tumor hidung dan paranasal
Tumor laring
Tumor rongga mulut
Multifaktorial, tapi harus ada 3 faktor :
1. EBV (Epstein-Barr Virus) normal dorman di kelenjar liur, EBV (+) blum tentu KNF
2. Genetik
3. Karsinogenik (lingkungan)
Faktor predisposisi :
1. Infeksi EBV
2. Genetik ras mongoloid > Cina Selatan
Herediter/ familier
>♂
3. Lingkungan iritasi bahan kimia, asap jenis kayu tertentu,
kadar nikel di air minum & makanan
pengawet nitrosamin
sosial ekonomi rendah
4. Anatomi perubahan epitel
Nasofaring epitel thoraks bersilia bersel goblet (u/ respirasi)
batas bawah: palatum molle
terdapat adenoid, fossa rosemuller, torus tubarius, muara TE,
rathke’s pouch, foramen jugulare & laserum
Orofaring epitel berlapis gepeng (u/ pencernaan)
Batas bawah: tepi atas epiglottis
Terdapat dinding posterior faring, arkus faring anterior posterior,
uvula, tonsil palatina & lingual, fossa tonsil, foramen saekum
Hipofaring / Laringofaring batas bawah: esophagus setinggi C6 (krikoid)
Terdapat valekula/ pill pocket’s
Pada gen manusia , 3 gen regulator:
- Onkogen : u/ rangsang pertumbuhan
- Supresor : u/ hambat pertumbuhan (rendah)
- Apoptosis : u/ kematian sel
o tumor gen supresor tidak aktif, proliferasi >>
o tumor di nasofaring belum tentu KNF, bisa sekunder dari tumor lain
o nasofaring sulit diperiksa, diagnosis sering terlambat, metastasis ke leher bisa
sebagai gejala pertama
7
LHN (Less Hiperplastic Nasofaring) 3 bentuk mencurigakan pada nasofaring
- Pembesaran adenoid pada dewasa
- Pembesaran nodul & mukosistis berat pada daerah nasofaring
Gejala KNF
1. Gejala telinga unilateral (keluhan 1st karena terjadi di fossa rossenmuller, deket
muara TE)
- oklusi tuba otitis media efusi 1 sisi, OMSK
- Tinitus
- Rasa tidak nyaman, nyeri (otalgia)
2. Gejala hidung (nasofaring)
- Epistaksis ringan
- Hidung tersumbat
3. Gejala mata & saraf
- Foramen laserum (n. III, IV, VI, bisa V) diplopia, neuralgia trigeminal
- Foramen jugulare (n. IX, X, XI, XII) syndrome Jackson (= synd.for.jugulare)
- Jika sudah kena seluruh saraf otak syndrome unilateral
- Bisa terjadi destruksi tulang tengkorak
4. Gejala metastasis/ kelainan di leher
Benjolan di leher, limfogen >>, paling >> di jugularis superior (region II)
Gejala yang sering:
1st tuli unilateral
2nd diplopia
Keluhan benjolannya
Diagnosis KNF
1. Anamnesis + gejala
2. PF rhinoskopi posterior/ nasoendoskopi
3. PP CT scan daerah KL u/ tumor primer (T)
- MRI jaringan lunak (M)
- PCR DNA
- Serologi IgA anti EA (early Ag) u/ prognosis pengobatan krn spesifisitas 30%
IgA anti VCA(viral capsul Ag)
- Biopsi diagnosis pasti (sebelum biopsy kasih xylocain 10%), 2 cara:
a. Hidung (blind biopsy)
Cunam biopsy masuk rongga hidung, terlusuri konka media samapai ke
nasofaring, arahkan ke lateral, biopsi
b. Mulut
Kateter nelaton masuk lewat hidung, ujung kateter di mulut tarik keluar &
klem bersama ujung kateter di hidung, begitu juga kateter hidung
sebelahnya palatum mole tertarik ke atas, lihat nasofaring dengan
kaca laring, biopsy tumor yg tampak / pakai nasofaringoskop (lewat
mulut)
8
- Kerokan dgn kuret di lateral nasofaring dlm narkosis kl biopsy kurang puas
- Untuk mengetahui metastasis (tempat yg paling sering):
Lab lengkap (ureum kreatinin) ginjal
Bone scan tulang (pelvis, vertebra, costa, dan ke4 ekstremitas)
Rongent abdomen & thorax hati & paru
Histopatologi KNF
Tipe I : Ca berkeratinisasi (sel squamosa), tdpt jembatan interseluler & keratin
Tipe II : Ca tidak berkeratinisasi, tdpt tanda diferensiasi tp tidak diferensiasi squamosa
Tipe III : Ca tidak berdiferensiasi (paling sering), inti sel vesikuler, nucleolus menonjol,
dan dinding sel tidak tegas, tumor tampak lebih berbentuk sinsitium daripada
bentuk susunan batubata.
Stadium KNF
T (besar tumor primer)
- To tumor tidak tampak
- T1 terbatas di nasofaring
- T2 meluas ke jaringan lunak
2a : ke orofaring / rongga hidung
2b : + ke parafaring
- T3 invasi struktur tulang &/ sinus paranasal
- T4 meluas intracranial
N (keterlibatan KGB)
- Nx pembesaran KGB tidak dapat dinilai
- No pembesaran (-)
- N1 metastasis KGB unilateral, <6 cm / di atas fossa supraclavicula
- N2 metastasis KGB bilateral, <6 cm / di atas fossa supraclavicula
- N3 metastasis KGB bilateral, >6 cm / di dalam fossa supraclavicula
M (metastase)
- Mx metastase jauh tidak dapat dinilai
- Mo metastase (-)
- M1 metastase (+) stad. IV
Stadium
0 Tis No Mo
I Ti No Mo
IIa T2a No Mo
IIb T1 N1 Mo
T2a N1 Mo
T2b No, N1 Mo
III T1 N2 Mo
T2a,b N2 Mo
T3 N2 Mo
IVa T4 No,1,2 Mo
IVb Semua T N3 Mo
9
IVc Semua T Semua N M1
Kalo T dominan radiasi
Kalo N dominan kemoterapi
Tatalaksana KNF Operasi tidak utama karena:
- Stadium I radioterapi 1. Letak tumor cukup sulit dicapai
- Stadium II & III kemoradiasi 2. Sering tidak tuntas, residif
- Stadium IV dengan 3. Radiosensitif, terutama yg tidak berkeratin
N <6 cm kemoradiasi
N >6 cm kemoterapi dosis penuh, lanjut kemoradiasi
Terapi utama : radioterapi (6.000-7.000 rad)
Terapi tambahan :
o Diseksi leher (bedah radikal)
jika benjolan leher tidak hilang setelah penyinaran (residu)
timbul lagi setelah penyinaran
syarat tumor induk sudah hilang
metastase jauh (-)
o Pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, seroterapi, vaksin, antivirus
o Kemoterapi (adjuvant terbaik)
- Cis platinum + bleomycin + 5 FU (cis plastinum ES berat, tp sembuh)
- Pra radiasi kemoterapi dengan epirubicin (+)
- Radiosensitizer berupa mitomycin C + 5FU oral tiap hari harapan sembuh ↑
Terapi paliatif (pasien radiasi)
- Mulut kering (kerusakan kel. Liur)
- Mukositis rongga mulut oleh jamur
- Kaku daerah leher karena fibrosis jaringan oleh penyinaran
- Hilang nafsu makan, muntah, mual
Pasien meninggal karena KNF setelah diterapi adekuat karena KU buruk, perdarahan
hidung dan nasofaring tidak bias stop, gangguan fungsialat vital karena metastase
Follow up : rekurensi ↑ (< 5 tahun), harus follow up ±10 tahun seletah terapi
Pencegahan : vaksinasi di daerah risiko tinggi, rubah kebiasaan hidup & lingkungan
Algoritma KNF
Anamnesa
1. Gejala hidung ingus campur darah (sedikit)/ epistaksis ringan unilateral
sumbatan hidung unilateral bilateral
post nasal drip
2. Gejala telinga rasa penuh/ ggan pendengaran unilateral menetap
tinnitus unilateral
otalgia/ otorea unilateral
3. Gejala leher benjolan di leher unilateral - bilateral
4. Gejala mata & saraf sakit kepala
diplopia, ptosis, trismus
parese lidah/ saraf otak lain
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan lengkap THT-KL - CT-scan
1. Pemeriksaan hidung dan nasofaring - MRI
- rinoskopi anterior posterior - serologi IgA anti EA/VCA
- nasoendoskopi/ nasolaringoskopi kaku/ fleksibel
2. Perhatian pada OMS Tentukan stadium
lesi intaranasal 1. Rontgen thoraks
limfadenopati servikal 2. Laboratorium : fungsi hati, ginjal, kimia darah
3. Pemeriksaan kelenjar leher (lokasi, ukuran, kekenyalan, mobilitas) 3. Konsul saraf dan mata
4. USG hati/ bone scan (bila perlu)
5. Audiogram
10
4. Pemeriksaan lesi intrakranial ggan gerak bola mata/ diplopia,
ptosis, trismus, parese lidah
11
BENJOLAN DI LEHER
Kemungkinan etiologi
1. Kongenital ada riwayat sejak lahir
WD/ 1. Kista brachialis paling banyak
2. Limfangioma
3. Hemangioma
4. Glomus caroticus/carotid body (benjolan berdenyut) jarang
2. Infeksi
Akut
- Tanda-tanda inflamasi: panas ↑, nyeri tekan, hiperemis, bengkak, mobile,
kenyal/lunak, malaise akut
- Contoh: parotitis, tiroiditis, limfadenitis kronis TBC
- Biasanya sebagai penyebaran dari infeksi sekitarnya (bila penyebabnya belum
jelas) seperti sinusitis, tonsillitis, OMSK, abses
- Hubungan letak benjolan dengan kelenjar yang membesar:
Gigi kelenjar submental, kelenjar submandibula
Hidung kelenjar jugularis superior
Sinus maksilaris kelenjar jugularis superior, kelenjar submandibula
Nasofaring, thorax kelenjar jugularis inferior
Kronis
- Tanda radang akut (-), demam (-), nyeri tekan (-)
- Multiple, lunak, kecil-kecil, mobile paling sering TBC kelenjar
3. Tumor
Primer
- KGB (limfoma keganasan pada KGB) :
Hodgkin KGB + cincin Waldeyer
Non-hodgkin di luar cincin Waldeyer
- Parotis adenoma parotis pleiomorfik (jinak) /Ca epidermoid (ganas)
- Thyroid struma/ Ca thyroid
- Kista hot nodule
cold nodule
Sekunder metastasis dari seluruh tubuh
Contoh: Ca nasofaring, Ca tulang, Ca ginjal, Ca paru
Cincin Waldeyer KGB terdepan
Tonsila palatina
Tonsila lingual
Adenoid (= tonsila faringeal)
Gerlach tonsil
KGB normal (ukuran 0,2-0,5 cm) :
12
Nyeri infeksi (limfadenitis)
Tidak nyeri keganasan
Multiple penyakit sistemik (TBC kelenjar)
Soliter kemungkinan metastasis
BIOPSI
1. Open biopsy (biopsi terbuka)
a. Eksisional ambil seluruh massa/jaringan tumor, syarat diameter < 3cm
b. Insisional insisi kulit, buka kapsul, ambil sebagian jaringan tumor untuk
sampel, syarat diameter > 3 cm
Keuntungan: sampel didapat lebih banyak dan representatif, sehingga mudah
menentukan jenis tumor (diagnosis)
Kerugian: invasif, risiko perdarahan, trauma lebih besar, mudah infeksi, mudah
menyebar (menjadi lebih ganas)
13
2. Closed biopsy (biopsi tertutup) untuk tumor ganas
a. Corn biopsy menggunakan jarum besar
b. FNAB (fine needle aspiration biopsy) menggunakan jarum kecil (25-26 G)
cairan aspirat diambil, diletakkan ke objek glass, poles pewarnaan HE (untuk
pemeriksaan sitologi), bila:
- hasil limfosit>> kemungkinan Ca
- Perkijuan >> kemungkinan TBC
Keuntungan: tidak invasif (risiko infeksi <, risiko perdarahan <), penyebaran tumor
<< karena tidak merusak kapsul
Kerugian: sampel sedikit dan kurang representatif (sulit menentukan jenis tumor,
hanya bisa membedakan jinak/ganas)
Kapan biopsy tertutup? Bila diduga tumor ganas dengan melihat kemungkinan
etiologinya (kongenital/ infeksi/ tumor) dan pada usia anak-anak
- CT scan
- Konsul mata, saraf Jinak Meragukan Curiga/postif KSS
- Lab fgs hati, ginjal AdenoCa/ melanoma
- Rontgen thorax (+)
- USG hepar (bila perlu) Biopsi Biopsi periksa biopsy ulang
- Bone scan Eksisional Insisional anestesi umum,
panendoskopi
TTL sesuai tumor primer dgn metastasis leher (-)
Observasi, - CT scan
Curiga limfoma - Konsul mata, saraf
- Lab fgs hati, ginjal
- Rontgen thorax
- USG hepar
- Bone scan
14
SINUSITIS
Inflamasi sinus paranasal
Umumnya disertai/dipicu oleh rhinitis (rhinosinusitis)
Sebab utama: salesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, berlanjut infeksi
bakteri
Multisinusitis = beberapa sinusitis; pansinusitis = semua sinusitis
Sinus paranasal:
- Sinus maksilaris paling sering
- Sinus ethmoidalis
- Sinus frontalis jarang
- Sinus sphenoid sangat jarang
Sinus maksilaris (antrum highmore)
- Sinus paranasal terbesar
- Letak ostium lebih tinggi dari dasar darinase tergantung gerakan silia
- Dasar sinus berhubungan dengan akar gigi (prosessus alveolaris) infeksi gigi bisa
sinusitis dentogen
- Ostium di meatus medius selular hiatus semilunaris yang sempit mudah
tersumbat
Faktor predisposisi
1. Obstruksi mekanik
- Deviasi septum
- Benda asing
- Polip hidung
- Hipertrofi konka media
- Sumbatan KOM
2. Obstruksi ostium sinus kronis
- Rhinitis alregi
- Rhinitis hormonal (wanita hamil)
3. Infeksi
- Infeksi gigi, infeksi tonsil
- ISPA oleh virus
4. Lingkungan dan kebiasaan
- Polusi >>, merokok
- Udara dingin dan kering
5. Lain-lain
- Hipertrofi adenoid anak-anak
- Fibrosis kistik luar negeri
- Syndrome kartagenes (diskinesia silia)
- Kelainan imunologik
15
Patofisiologi
Infeksi/iritasi edema di KOM mukosa saling bertemu dan ostium tersumbat (silia tidak
dapat bergerak) timbul tekanan (-) dalam rongga sinus sehingga transudasi (mula-mula
serous) rhinosinusitis non bacterial (bisa sembuh dalam beberapa hari) jika menetap
terjadi infeksi bakteri sehingga sekret purulen rhinosinusitis bacterial (perlu antibiotik)
terapi gagal/dibiarkan, maka inflamasi berlanjut hipoksia bakteri anaerob & retensi
lendir perubahan mukosa (hipertrofi polipoid atau pembentukan polip dan kista) perlu
operasi
Klasifikasi
- Sinusitis akut < 4 minggu
- Sinusitis subakut 4 minggu – 3 bulan
- Sinusitis kronik > 3 bulan
Rhinosinusitis Akut
- Bakteri utama
1. Strep. pneumonia
2. H. influenza
3. M. catarrhalis (> anak)
- Keluhan
1. Hidung tersumbat
2. Rasa nyeri (tertekan pada daerah sinus) khas
3. Ingus purulen dan bau (kental)
4. Terdapat post nasal drip (batuk dan sesak pada anak)
5. Halitosis
6. Hiposmia/ anosmia
7. Sakit kepala
- Pemeriksaan Fisik
Mukosa edema dan hiperemis
Pembengkakan dan hiperemis kontus medius pada anak-anak
Nyeri tekan daerah sinus
Sinusitis maksilaris, frontal, dan ethmoid anterior pus di meatus medius
Sinusitis sphenoid dan ethmoid posterior pus di meatus superior
- Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos posisi waters, PA, lateral untuk sinus-sinus besar (maksilaris dan
frontalis)
2. CT-scan gold standard diagnosis sinusitis
3. Transiluminasi suram dan gelap
4. Pemeriksaan mikrobiologi dan tes resistensi
16
5. Sinuskopi
- Terapi
Tujuan :
a. Mempercepat penyembuhan
b. Mencegah komplikasi
c. Mencegah jadi kronik
Prinsip : membuka sumbatan di KOM sehingga drainase dan ventilasi sinus-snius
pulih secara alami
1. Antibiotik gol. penisilin/ sefalosporin generasi 2 selama 10-14 hari walau
gejala hilang
2. Dekongestan oral/ topikal
3. Bisa juga diberi analgetik, mukolitik, steroid oral/ topikal, cuci hidung/ diatermi
4. Anti hipertensi tidak rutin antikolinergik sehingga dapat menyebabkan
sekret menjadi lebih kental
5. Irigasi sinus maksilaris (Proetz displacement therapy)
Rhinosinusitis Kronis
- Peranan faktor predisposisi lebih besar
- Bakteri : kuman anaerob dan gram (-)
- Keluhan tidak khas (sulit didiagnosa)
1. Sakit kepala kronik
2. Kongesti hidung/ tersumbat
3. Sekret hidung purulen
4. Gangguan penghidu
5. Nyeri tekan daerah wajah
6. PND
7. Gangguan telinga (sumbatan kronik tuba eustachius)
8. Gangguan tenggorok (batuk kronik)
9. Gangguan ke paru-paru (bronkitis, bronkiektasis, asma)
10. GE (mukopus tertelan)
- Pemeriksaan Fisik
Tidak seberat yang akut
Tidak ada pembengkakan di wajah
Rhinoskopi anterior mukopus di meatus
Rhinoskopi posterior BND
- Terapi
1. Antibiotik untuk kuman anaerob dan gram (-)
2. Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/ FESS) iradikal
mempertahankan mukosa sebanyak mungkin sehingga silia bisa berfungsi u/
drainase
17
Dilakukan pada:
a. Sinusitis kronik yang
Tidak membaik setelah terapi adekuat
Disertai kista/ kelainan ireversibel
Disertai ekstensif polip
b. Sinusitis jamur
c. Komplikasi sinusitis (+)
3. Bedah radikal angkat mukosa patologik dan buat drainase
Operasi Maksilaris op Caldwell-Luck
Ethmoid ethmoidektomi
Fronralis ethomoidektomi eksterna/ op Killian
Sphenoid secara intranasal
Komplikasi Sinusitis
pada sinusitis akut/ sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut komplikasinya biasanya
berat
1. Kelainan orbita
Paling sering sinusitis ethmoid, dapat pula sinusitis frontalis & sinusitis
maksilaris
Penyebaran: tromboflebitis dan perkontinuitatum
Kelainan:
- edema palpebra
- selulitis orbita
- abses orbita
18
- abses subperiosteal
- trombosis sinus kavernosus
2. Kelainan intrakranial
- Meningitis
- Abses ekstradural/ subdural
- Abses otak
- Thrombosis sinus kavernosus
3. Kelainan tulang dan jaringan lunak paling sering sinusitis frontalis
- Osteomielitis
- Abses subperiosteal
4. Kelainan paru
- Bronchitis/ bronkiektasis kronik
- Asma bronkial yang sukar sembuh
RHINITIS
Radang mukosa hidung yang bisa disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, autoimun,
alergi, iritasi bahan kimia, dll
Klasifikasi Akut
Kronis Alergika
Vasomotor
Atrofikan, hipertrofi
Sicca
Medikamentosa
Spesifik ds.
Rhinitis Kronis
- Tanda radang sudah mereda, keluhan (+)
- Keluhan yang bisa ditemukan tergantung sebab
RINITIS ALERGIKA
1. Inflamasi oleh reaksi alergi (hipersensitivitas tipe 1)
2. Etiologi allergen
- inhalan (saluran napas)
- ingestan (saluran cerna)
- injektan (suntikan darah)
- kontaktan (kulit mukosa)
3. Klasifikasi
Dahulu
1. Rhinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis/ rinokonjungtivitis)
- Di negara 4 musim, di Indonesia (-)
- Alergen: tepung sari (pollen), spora jamur
2. Rhinitis alergi sepanjang tahun (perennial)
- Tanpa variasi musim, di Indonesia (+)
- Gejala intermitten/ terus menerus
- Alergen: inhalan (>> pada dewasa) dan ingestan (>> pada anak)
Sekarang
1. Rhinitis intermitten gejala < 4 minggu atau < 4 hari/minggu
2. Rhinitis persisten gejala > 4 minggu atau > 4 hari/minggu
Berdasarkan berat ringannya penyakit
1. Rhinitis ringan tidak ada gangguan tidur / aktivitas harian
2. Rhinitis berat ada gangguan tidur/ aktivitas, sperti bekerja, olahraga, belajar,
dll
4. Diagnosis rhinitis allergica (anamnesis)
- Sejak kapan? Sudah lama
- Meler (sekret)? Warna putih
- Riwayat bersin-bersin? > 5x/ serangan (tiada hari tanpa bersin)
- Riwayat atopi alergi? Dermatitis, eczema, asma
- Pencetus? Alergen
5. Gejala rhinitis allergica
1. Bersin berulang
2. Rhinorhea (ingus encer, banyak, bening)
3. Hidung tersumbat
20
4. Gatal pada hidung dan mata
5. Lakrimasi (air mata >, PND)
6. Pemeriksaan Fisik
Rhinoskopi anterior konka edema, basah, pucat/ livid, sekret encer, bening >>
Pada anak-anak, tanda-tanda spesifik:
1. Allergic shine bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena
sekunder oleh obstruksi hidung
2. Allergic salute ujung hidung naik ke atas karena sering gosok hidung (gatal)
dengan punggung tangan (telapak)
3. Allergic crease garis melintang di dorsum nasi 1/3 bawah (karena kelamaan
gosok-gosok)
4. Facies adenoid mulut sering terbuka, lengkung langit-langit tinggi, menganggu
pertumbuhan gigi geligi
5. Cobblestone appearance edema dan granular pada dinding posterior faring,
penebalan dinding lateral faring
6. Geographic tongue gambaran peta di lidah
7. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan sitologi hidung
- Eosinofil ↑ dalam darah allergen inhalan
- Basofil ↑ dalam darah allergen ingestan
- PMN ↑ infeksi bakteri
2. Pemeriksaan darah tepi (IgE spesifik)
- RAST (radio immuno sorben test)
- ELISA (enzyme linked immune sorbent assay test)
3. Uji in vivo-uji kulit
- Uji intrakutan/ intradermal (SET)
- Uji cukit kulit (prick test)
- Uji gores kulit (scratch test)
4. Alergen ingestan IPDFT (intracutaneous provocative dilutional food test)
5. Gold standard: tes provokasi/ eliminasi
9. Komplikasi
1. Polip hidung
2. Sinusitis paranasal
3. Otitis media efusi yang sering residif (terutama anak-anak)
RHINITIS VASOMOTOR
1. Idiopatik tanpa adanya infeksi, alergi/ eosinofilik, perubahan hormonal, & paparan obat
2. Saraf otonom mukosa hidung
- Simpatis korda spinalis segmen Torakal 1-2
(vasokontriksi dan penurunan sekresi hidung)
- Parasimpatis n. vidianus
(vasodilatasi dan peningkatan sekresi hidung - kongesti)
3. Etiologi pasti belum diketahui, namun diduga:
1. Neurogenik (disfungsi sistem otonom) parasimpatis lebih dominan
2. Neuropeptida peningkatan rangsangan saraf simpatis serabut C
3. Nitrit oksida kerusakan/ nekrosis epitel
4. Trauma hidung
4. Pencetus (berbagai rangsangan non spesifik):
- Asap/ rokok
- Bau menyengat
- Makanan pedas/ alkohol
- Udara dingin, perubahan kelembaban
- Kelelahan/ stress
5. Gejala rhinitis vasomotor
mirip rhinitis allergica, namun:
22
- Dominan: hidung tersumbat bergantian kiri dan kanan, tergantung posisi pasien
- Rinorhea: mukoid/ serosa
- Jarang disertai gejala mata/ bersin
Dibagi 3 golongan berdasarkan gejala yang menonjol:
1. Golongan bersih (sneezers) antihistamin & kortikosteroid topikal
2. Golongan rinore (runners) anti kolinenergik topikal
3. Golongan tersumbat (blockers) kortikosteroid topikal & vasokonstriktor oral
6. Diagnosis rhinitis vasomotor
- Singkirkan kemungkinan lain dengan anamnesis
- Rinoskopi anterior:
Edema mukosa hidung
Konka merah gelap/ tua, bisa juga pucat
Permukaan konka licin/ berbenjol-benjol
Sekret mukoid, sedikit (untuk golongan rinore sekret serosa, banyak)
- Laboratorium
Kadar IgE spesifik tidak meningkat
Tes cukit kulit (-)
7. Tatalaksana rhinitis vasomotor (mirip rhinitis allergica)
1. Hindari pencetus
2. Simptomatis
a. Dekongestan oral
b. Cuci hidung dengan NaCl
(obat cuci hidung untuk menghilangkan bau busuk dan membersihkan rongga
hidung dari krusta dan sekret)
c. Kauteterisasi konka hipertrofi
d. Kortikosteroid topikal
e. Antikolinergik topikal
3. Operasi (bedah beku, konkotomi partial, konka inferior)
4. Neurektomi n. vidianus
RHINITIS MEDIKAMENTOSA
1. Gangguan respon normal vasomotor karena pemakaian vasokontriktor kuat (tetes/
semprot hidung) dalam waktu lama/ berlebihan sumbatan hidung menetap
2. Patofisiologi
penggunaan vasokontriktor local berlebihan fungsi dilatasi berulang
(rebound dilatation) setelah vasokontriksi obstruksi (pasien makin sering
pakai obat vasokonstriktor karena masih obstruksi hidung) toleransi
aktivitas simpatis untuk vasokontriksi hilang, terjadi kongesti terus menerus
(rebound congestion)
Kerusakan yang terjadi pada mukosa hidung karena pemakaian obat tetes
hidung yang lama:
23
1. Silia rusak
2. Ukuran sel goblet berubah
3. Membran basal menebal
4. Pembuluh darah melebar
5. Stroma tampak edema
6. Hipersekresi kelenjar mukus dan perubahan pH sekret hidung
7. Penebalan lapisan submukosa dan lapisan periostium
3. Gejala rhinitis medikamentosa hidung tersumbat terus menerus dan berair
4. Pemeriksaan fisik edema/ hipertrofi konka dengan sekret hidung berlebihan, jika
diberi tampon adrenalin ukuran konka tidak berkurang
► vasokonstriktor topikal tidak melebihi 1 minggu, sifat isotonic dengan sekret hidung
normal (pH 6,3 - 6,5)
5. Tatalaksana rhinitis medikamentosa
1. Stop penggunaan obat tersebut
2. Atasi sumbatan berulang (rebound congerstion) dengan :
- kortikosteroid oral dosis tinggi jangka pendek, tapering off 5 mg/hari
- kortikosteroid topikal minimal 2 mg
3. Dekongestan oral pseudoefedrin\
4. Jika tidak ada perbaikan selama 3 minggu rujuk THT
RHINITIS ATROFI
Infeksi hidung kronik: atrofi progresif pada mukosa hidung dan tulang
Wanita >>
1. Etiologi rhinitis atrofi (multifaktorial)
1. Infeksi kuman spesifik
- Klebsiella ozaena
- P. aeruginosa
- S. aureus
- Streptococcus
2. Defisiensi Fe, vitamin A
3. Sinusitis kronik
4. Kelainan hormonal
5. Kolagen disease, termasuk autoimun
2. Gejala klinis rhinitis atrofi
1. Sekret kental warna hijau, cepat mengering (krusta hijau)
2. Nafas bau
3. Gangguan penghidu, hidung tesumbat
4. Sakit kepala
3. Diagnosis rhinitis atrofi
- Anamnesis dan gejala klinis
- Pemeriksaan Fisik (rhinoskopi anterior)
24
1. Rongga hidung lapang
2. Sekret purulen, krusta hijau
3. Konka inferior dan media hipo/ atrofi
- Pemeriksaan Penunjang
Histopatologi biopsi konka media
1. Metaplasia epitel thorax bersilia epitel kubik/ gepeng berlapis tanpa silia
2. Submukosa lebih tipis
3. Kelenjar degenerasi/ atrofi
Pemeriksaan Mikrobiologi, uji resistensi kuman
CT-scan sinus paranasal
4. Tatalaksana rhinitis atrofi
- Konservatif
1. Antibiotik spectrum luas/ seusai uji resistensi kuman
2. Mampet dekongestan (pseudoefedrin)
Meler antihistamin (CTM)
3. Obat cuci hidung (larutan garam hipertonik)
R/ NaCl
NH4Cl
NaHCO3 aaa 9
Aqua ad cc 300
Encerkan larutan: 1 sendok makan larutan campur 9 sendok makan air
hangat
Hirup ke dalam rongga hidung, lalu hembuskan lagi kuat-kuat/ lewat mulut
Lakukan 2x/hari
Bisa juga dengan larutan betadine yang diencerkan
4. Vitamin A 3x50.000 unit
5. Preparat Fe selama 2 minggu
- Operatif
1. Penutupan/ penyempitan lubang hidung dengan implantasi/ jabir
osteoperiosteal pada nares anterior/ koana selama 2 tahun
2. BSEF (bedah sinus endoskopi fungsional)
Pengangkatan sekat-seakt tulang yang mengalami osteomielitis fungsi
ventilasi dan drainase sinus menjadi normal regenerasi mukosa
RHINITIS SICCA
1. Mukosa hidung pada daerah septum dan bagian depan konka inferior mongering
2. Ditemukan pada:
- Orang tua
- Orang yang bekerja pada daerah tertentu, panas, kering
- Anemia
- Peminum alcohol
3. Keluhan:
25
- Mukosa kering rasa iritasi/ kering
- Epistaksis
- Krusta biasanya sedikit/ tidak ada
4. Terapi:
- Sesuai etiologi
- Obat cuci hidung
RHINITIS LAIN-LAIN
Hipertrofi
Difteri
Sifilis
Tuberkulosa
Jamur
OTITIS EKSTERNA
Aurikula terbentuk pada mimggu ke 6 dari lengkung brankial I dan II ( Hillock 1-6),
aurikula terbentuk sempurna pada minggu ke 20.
Meatus dan kanali Auditorius Eksterna terbentuk dari celah branchial I :
Rekanalisasi meatal plug dari medial ke lateral ( minggu ke 8) terbentuk sempurna
minggu ke 28
MAE berbentuk tabung huruf S + 24 mm pada anak-anak lurus (usia 9 Tahun)
Terdiri dari 2 bagian :
o Pars Kartilagenous (1/3 luar)
Lanjutan aurikula
Tulang rawan
Kulit tebal : apilosebaceius unit, adneksa rambut, kel.sebacea,
kel.serumenalis
o Pars osseus (2/3 dalam)
Bagian os temporal
Berupa tulang
Kulit tipis (sensitif), adneksa (-)
Membran timpani terdiri dari 3 lapisan germinal:
o Ekto: epidermal
o Meso: mukosal
o Endo: fibrous
Membran timpani awalnya terletak horizontal dan usia 3 tahun seperti dewasa
(condong anterior 45O)
Bentuk membrane timpani bundar / oval. warna putih mengkilat dengan ukuran
tinggi 9-10 mm dan lebar : 8-9 mm
26
Bagian2 Membran timpani:
o Pars Flaccid/ membrane sharpnell
o Pars tensa/ membrane propia
Refleks cahaya
o Dari umbo ke annulus
o Pantulan dari cahaya luar (posisi tegak lurus)
o Kanan reflex pukul 5
o Kiri: reflex pukul 7
Perforasi
o Sentral OE radang pada CAE bisa
o Marginal mengenai permukaan MT
o Atik
Klasifikasi OE:
o Infektif
Bakterial
OE lokal
OE diffus
OE Malignant
Viral
Herpes zoster oticus
OE haemoragia
Fungal
Otomikosis
o Reaktif
OE Eczematous
OE seboroik
Neurodermatitis
Klasifikasi OE
o Akut (local/ furunkel dan difus/swimmer’s ear)
o Kronik
o Malignan (necrotizing)
Faktor predisposisi
o Benda asing
o CAE panjang dan sempit (eksostosis)
o Alergi obat
o Kelainan kulit : dermatitis, psoriasis
o Imunokopromised, DM
o Kelembabpan meningkat, suhu meningkat, PH meningkat (alkali)
o Trauma
o Serumen (-)
27
1. Otitis Eksterna Lokal / Sirkumskripta = Bisul, furunkel
Letak sepertiga luar (pars kartilagenous)
Sebab: sumbatan pilosebaseous infeksi S. Aureus / S. albus
Gejala
o Demam (-)
o Nyeri hebat
Tidak sesuai dengan ukuran furunkel
Nyeri saat pinna digerakkan / saat buka mulut
o Edema local (tragus), batas tegas
o Gangguan Konduktif bila furunkel besar
Otoskop: Kulit CAE merah, bengkak, terisi debris; MT (N)
Komplikasi: Abses, Perikondritis, Recurent furunkel, Necrotizing
Th/ Abses (-) :
o Aural toilet
o Analgesik : petidine
o Local heat
o Antiseptik: as. Asetat 2-5% dalam alcohol 2%// tampon iktiol (tukar tiap 2 hari)
o AB local : (neomisin/ polimiksin B / bacitracin)
Th/ Abses (+) aspirasi steril
Dinding furunkel tebal insisi + drainase
o Antibiotik sistemik (penisilin, flucloxacillin)
Gejala sistemik / infeksi local/ multiple furunkulosis (libatkan jaringan
sekitar : perikondritis, pembesaran KGB)
Bagan terapi
OE akut 1. Dural toilet 3. Lembab
2. Hindari air 4. Jangan korek2
3. OE Kronik
Lanjutan OE Akut gejala menetap > 4 minggu atau berulang > 4 kali/tahun
Terjadi penyempitan liang telinga (sikatrik), gangguan dermatitis seboroik/ atopi/
ekskoriasi/ likenifikasi/ keratosis
Gejala: iritasi, pruritus, otorrhea (nyeri -)
Tanda : liang menyempit, kulit kering, menebal, bersisik, otorrhea mukopurulen
Th/ = OE akut, atasi gangguan kulit
Operasi: Canoplasty (u/ memperbesar dan memperbaiki saluran telinga)
29
4. OE Necrotizing
Infeksi berat tidak hanya kulit tapi jaringan sekitar dan tulang
Terutama pada orang tua
DM (mikroangiopati, intoleransi glukosa, pH serumen ↑)
immunocompromized
Sebab : Psedomonas aeruginosa ulserasi& osteoitis pada dasar kanal telinga luar
osteomielitis (fossa temporomandibular, mastoid, telinga tengah, dsr tengkorak)
Infeksi awal berupa selulitis pada canal telinga
Pada OE persisten, bisa juga muncul mendadak dengan gejala infeksi canal telinga
minimal
Gejala:
- otalgia, otorrhea (> 4mg)
- pruritus,
- disfungsi saraf cranial disfagia, suara serak, paralisis wajah (n.7, 9, 10,11)
Tanda
- ulserasi dasar kanal telinga
- jaringan granulasi pada dasar osseokartilagenous junction
- tampak tulang kecoklatan
- sekret purulen
Komplikasi: otitis media, mastoiditis, osteomyelitis, meningitis, deficit saraf cranial
Tatalaksana
o Aural toilet, debridement
o Control DM dan immunodefisiensi
o CT scan: perluasan
o AB dosis tinggi IV selama 6-8 minggu aminoglikosida + Ticarcillin/azlocillin
Kriteria diagnosis
1. Onset mendadak/akut
2. Efusi telinga tengah edema MT, Gerakan MT terbatas, Cairan + (byngan
cairan)
3. Tanda inflamasi hiperemis, nyeri
Tes Konfirmasi
1. Otoskopi
2. Pneumatic otoskopi menilai gerakan MT dengan perubahan tekanan udara
3. Tympanometri
4. Tympanocentesis tusuk MT, ambil cairan dan dikultur, indikasi:
Bayi< 6 minggu dengan riwayat perawatn intensif di RS
Anak dengan gangguan imunitas
Anak dengan respon AB (-)
Komplikasi/ gejala sangat berat
Komplikasi
1. OMSK
2. Postauricular tenderness and fullness (suspek matoiditis)
3. Abses subperiosteal
4. Paralisis n.7
5. Intra cranial (meningitis, abses otak)
Sequele:
1. Perforasi MT permanen
2. OM adhesive
33
3. Ossicular necrosis
4. Cholesteatoma
5. Sensorineural hearing loss
Tatalaksana:
1. Stadium Oklusi Tuba buka TE
HCl efedrin 0.5% dlm NaCl (<12 tahun)
HCl efedrin 1% dlm NaCl(>12 tahun)
Ab bila kuman sudah diketahui
2. Stad. Hiperemis/presupurasi
AB Gol penisilin, ampisilin, aminoglikosida min.7hari
Obat tetes hidung
analgetik
3. Stad. Supurasi
AB
Analgetik (Acetaminofen, Ibuprofen, topical analgetik
Mringotomi bila MT masih intak
4. Stad. Perforasi
H2O2 3 % selama 3-5 hari u/ cuci telinga
AB
Setelah secret hilang, perforasi akan menutup kembali dalam 7-10 hari
5. Stad. Resolusi
Resolusi (-) secret (+) di kanal telinga AB 3 minggu
34
Dewasa: 650 mg per 4-6 jam p.o (max. 4 gram/hari)
Anak:15-20 mg/kg/dose per 4-6 jam (max.2,6 gram/hari)
3. Ibuprofen
i. Dewasa: 400-800 mg p.o q 6-8 jam
ii. Anak : 10 mg/kg p.o q 6 jam
Terapi adjuvant: antihistamin, dekongestan, vasokonstriktor
(tidak ada efek untuk nyeri, demam, efusi, hearing loss)
Kortikosteroid tidak dianjurkan untuk OMA
OMA rekuren > 3x dalam 6 bulan, > 4x dalam 1 tahun
Miringotomi
Ab profilaksis : amoxicillin (20-30 mg/kg/hari) selama 3-6 bulan
Insisi dan drainase secret
Keadaan posterior inferior pars tensa
Indikasi:
1. Severe OMA
2. OMA komplikasi (meningitis, mastoiditis)
3. OMA rekuren
4. Respon Ab (-) immunocompromised
5. Kehilangan pendengaran > 30 dB pada otitis media efusi > 3 bulan
6. OMA pada neonates
7. Kelainan craniofacial palate cleft (ganggu telinga tengah)
DD/ Timpanocentesis/parasentesis
Proses (secara a vue/ ihat langsung)
- Incisi
- Aspirasi
- Masukkan tuba ventilasi
Komplikasi : perdarahan, dislokasi tulang pendengaran, trauma pd fenestra rotundum,
trauma pada nervus facialis, trauma pada bulbus jugularis
Miringotomi tidak perlu dilakukan apabila sudah diberikan AB yang adekuat.
V. Diagnosis OMSK
- anamnesa dan gejala klinik
- PF : otoskopi
- Cek gangguan pendengaran dengan tes penala, audiometri nada murni,
audiometri tutur, BERA
- PP : rontgen mastoid, kultur dan uji resistensi kuman di liang telinga
- Sekret : OMA purulen (Cuma epitel kubus bersilia, sel goblet utuh)
OMSK mukopurulen (rusak sel goblet)
VI. Terapi OMSK
Terapi OMSK memerlukan waktu lama karena :
1. sekret sering kambuh (lama kering)
2. perforasi MT permanen
3. ada sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal
4. sudah terbentuk jaringan patologi irreversibel dalam rongga mastoid
5. gizi dan hygiene buruk
37
OMSK tipe maligna
pembedahan mastoidektomi (dengan/tanpa timpanoplasti)
- Terapi konservatif hanya terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan.
- Jika ada abses subperiosteal retroaurikular insisi abses sebelum mastoidektomi.
- Rongga telinga tengah & rongga mastoid berhub melalui aditus ad antrum,
sehingga infeksi kronis telinga tengah biasanya disertai infeksi kronis di rongga
mastoid (mastoidotis)
38
Jenis pembedahan pada OMSK (dengan mastoditis kronis) :
1. Simple mastoidectomy
Indikasi : OMSK tipe benigna dengan terapi konservatif yang tidak sembuh-
sembuh. Pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologi supaya infeksi
tenang dan telinga tidak berair lagi. Tidak memperbaiki fungsi pendengaran.
2. Radical mastoidectomy
Indikasi : OMSK tipe maligna dengan infeksi kolesteatoma yang sudah meluas.
Pembersihan kavum timpani dan rongga mastoid dari jaringan patologi. Dinding
batas antara telinga tengah - liang telinga luar – rongga mastoid dihancurkan
sehingga ketiga daerah anatomi menjadi 1 rongga. Tidak memperbaiki fungsi
pendengaran. Kerugian : pasien tidak boleh berenang seumur hidup dan harus
terus konrol.
3. Modified radical mastoidectomy(operasi Bondy)
Indikasi : OMSK dengna kolesteatoma di daerah atik tapi belum merusak kavum
timpani. Pembersihan rongga mastoid dan membuat bagian posterior liang
telinga lebih rendah. Pertahankan pendengaran yang masih ada.
4. Miringoplasti
Timpanoplasti tipe 1. rekonstruksi hanya pada MT dengan tujuan mencegah
infeksi telinga tengah pada OMSK tipe benigna dengan perforasi menetap.
Dilakukan pada fase tenang dan ketulian ringan (disebabkan peforasi).
5. Timpanoplasti
Rekonstruksi MT dan tulang pendengaran. Tujuan menyebuhkan penyakit dan
memperbaiki fungsi pendengaran. Pada OMSK tipe benigna dengan kerusakan
berat / OMSK benigna dengan gangguan yang tidak bisa ditenangkan dengan
terapi konservatif. Lakukan eksplorasi kavum timpani dulu dengan / tanpa
mastoidektomi (u/ membersihkan jaringan patologis).
6. Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (combined approach tympanoplasty)
Indikasi: OMSK tipe mkaligna, OMSK tipe benigna dengan jaringan granulasi
yang luas. Tujuan menyembuhkan penyakit dan memperbaiki pendengaran
dilakukan tanpa meruntuhkan dinding posterior CAE. 2 cara membersihkan
kolesteatoma dan jaringan granulasi di cavum timpani yaitu melalui liang telinga /
rongga mastoid dan timpanotomi posterior
Kolesteatoma
Kista epithelial berisi deskuamasi epitel (kertain) yang terus terbentuk dan bertambah
besar
Epitel kulit di CAE merupakan suatu daerah cul-de-sac bila ada serumen padat di
CAE dalam waktu lama, epitel kulit di medial serumen akan terperangkap sehingga
terbentuk kolesteatoma
Teori
- Invaginasi
- Migrasi
- Metaplasia
- Implementasi
2 jenis
- Kongenital MT utuh tanpa tanda infeksi, di cavum timpani (daerah petrosus
mastoid/ cerebellopontin angle)
- Akuisital primer (tanpa perforasi MT), krn proses invaginasi MT pars flaksid
oleh tekanan (-) di telinga tengah (gangguan TE)
sekunder (didahului perforasi MT), krn proses masuknya epitel
kulit dari CAE/ pinggir perforasi MT ke telinga tengah, krn
metaplasia cavum timpani dan iritasi infeksi yang lama
Kolesteatoma media pertumbuhan kuman yg baik (P.aeruginosa & proteus)
Massa kolesteatoma neken dan mendesak organ sekitar sehingga nekrosis tulang
(diperparah dengan pembentukan reaksi asam dan pembusukan bakteri,
mempermudah komplikasi : labirinitis, meningitis, abses otak)
40
Antimicrobial Drugs for Systemic Administration
Suspected/Proved Drug(s) of First Choice Alternative Drug(s)
Etilogic Agent
Haemophilus TMP-SMZ2 Ampicillin, amoxicillin, doxycycline, azithromycin,
( respiratory infections, clarithromycin, cefotaxime, ceftizodime, ceftriaxone,
otitis) cefepime, cefuroxime, cefuroxime asetil, ampicilin-
clavulanate, a floroquinolon, a tetracycline
Helicobacter pylori Amoxicillin + clarithromycin + Clarithromycin + bismuth subsalicylate+ tetracycline ;
omeprazole OR amoxicillin +metronidazol + bismuth subsalicylate ;
Tatracycline5+metronidazol + amoxicillin + clarithromycin
bismuth subsalicylate
Helicobacter pylori PPI+clarithromycin + amoxicillin Metronidazol + bismuth subsalicylate + tetracycline
or metronidazole HCl + PPI / H-2 blocker
Klebsiella A cephalosporin TMP-SMZ2, 2 aminoglycoside, 11 imipenem,
metropenem or ertapenem, a flroquinolon, 3
piperacillin, aztreonam, ticarcillin/clavulanate
Proteus mirabilis Ampicillin An aminoglycoside, 11 TMP-SMZ2, a floroquinolone, 5
a cephalosporin, 7 imipenem, meropenem or
ertapenem
Proteus vulgaris and Cefotaxime, ceftizoxime, Aminoglycoside, 11 imipenem, TMP-SMZ2, a
other species ceftriaxone, ceftazidime, floroquinolone, 3 imipenem, meropenem or
(morganella, cefepime ertapenem
providencia)
Salmonella (bacteria) Ceftriaxone, a floroquinolone3 TMP-SMZ. 2 ampicillin, chloramphenicol
42