Anda di halaman 1dari 42

RINGKASAN THT

November’2010
Jessica Fedriani
Epistaksis
KNF
Benjolan di leher
Sinusitis
Rhinitis
OME, OMA, OMSK

Soal-soal:
Patofisiologi & pengobatan: OMA, OMSK, OME, OM serosa kronik
Etiologi & Patofisiologi OMS, OMSK
Etiologi & TTL epistaksis (ringan, sedang, berat)
Etiologi, cara diagnosis, TTL benjolan di leher
Gejala, cara diagnosis, & TTL KNF
Etiologi, diagnosis, & TTL rhinitis alergica
FP sinusistis maksilaris, gejala, diagnosis, TTL
Angiofibroma nasofaring juvenile

Orang tua dengan epistaksis kemungkinannya apa? TTL?


Benjolan di leher, kemungkinannya apa? Biopsi?
Indikasi tonsilektomi
Komplikasi OMSK maligna
Rhinitis kronis apa aja? TTL?

1
EPISTAKSIS
☺ Perkembangan hidung terkait dengan palatum & midface
☺ Pendarahan hidung : a.ethmoidalis anterior
a.carotis interna (superior) a.ophtalmica a.ethmoidalis posterior
eksterna (inferior) a.maksilaris interna a.sphenopalatina
a.palatina mayor
a.pharingeal
a.facialis a.labialis superior
☺ Plexus Kiesselbach / Little’s area
di septum anterior (± 1,5 cm di belakang ant. mukokutaneous junction)
- a.sphenopalatina
- a.palatina mayor
- a.ethmoidalis anterior
- a.labialis superior

☺ Woodruff’s area
di septum posterior
- a.sphenopalatina
- a.pharingeal posterior

Epistaksis pendarahan dari hidung


gejala / manifestasi penyakit
60% populasi  self limited
insiden usia 2-10 thn, 60-80 thn, ♂ > ♀

 Tendensi pendarahan karena:  Perdarahan >> pada:


 Mukosa hidung tipis, vaskular >> - septum depan
 Aliran darah dr ICA & ECA - konka media
 Anastomosis arterial & venosa - segmen posterior
 Pembuluh darah pada KOM tidak dapat kontraksi

 Anamnesis
 Lama perdarahan, kapan saat terakhir
 Jumlah & frekuensi perdarahan
 Lokasi perdarahan
 Riwayat perdarahan sebelumnya
 Riwayat trauma
 Riwayat kelainan perdarahan keluarga
 Riwayat penyakit lain (hipertensi, DM, dll)
 Riwayat penggunaan obat-obatan (NSAID, anti koagulan, fenilbutazon)

2
 Etiologi
a. Lokal
 Trauma
- Ringan (korek hidung, bersin kuat)
- Berat (dipukul, jatuh, dll)
- Benda asing tajam
- Spina septum tajam
- Trauma pembedahan
 Kelainan vaskular (sering kongenital)
- Pembuluh darah lebih tipis & lebar
- Jaringan ikat & sel lebih sedikit
 Infeksi lokal
- Rhinitis
- Sinusitis
- Infeksi spesifik (TBC, lupus, jamur)
 Tumor
- Hemangioma  >> pada anak-anak
- Karsinoma
- Angiofibroma  >> pada dewasa muda ♂
 Pengaruh cuaca/ lingkungan
- Cuaca sangat dingin & kering
- Tekanan atmosfer & asap rokok
b. Sistemik
 Kongenital
- Hereditary hemorragic teleangiectasia / Osler Weber Rendu Syndrome
(elemen kontraktil p.d. <<  trauma sedikit mudah perdarahan)
- Von willebrand disease
 Kelainan darah
- Haemofilia
- Trombositopenia
- Anemia
- Leukemia
 Gangguan vaskular
- Hipertensi  arteriosklerosis
- DM
- Sirosis hepatis
- Nefritis kronis
 Gangguan hormonal
- ♀ hamil (def. asam folat  trombositopenia)
- Menopause
 Infeksi sistemik (demam tinggi)
- DBD, Demam tifoid
- Morbili
3
 Klasifikasi berdasarkan sumber perdarahan
Batas: ostium sinus maksilaris
Epistaksis Anterior Epistaksis Posterior
anak/ dewasa muda usia lanjut (>40 thn)
sering jarang
plexus kiesselbach a.ethmoid posterior/
(a.ethmoid anterior) a.sphenopalatina
ringan, berulang berat, sering bilateral
dapat stop sendiri jarang stop sendiri
simptomatik asimptomatik
(tampak perdarahan) (coffee coloured vomitus)
sebab : sebab :
1. mukosa hiperemis 1. spontan arteriosklerosis (HT)
2. kebiasaan korek hidung 2. pecahnya a.sphenopalatina (KV)
3. trauma

 Prinsip tatalaksana:
1. Perbaiki KU (nadi, tekanan darah, nafas)
☺ datang, lihat KU, cek ABC, tampon ntar aja (nyeri ↑TD  perdarahan lg,
perdarahan>>  DIC  nyumbat jantung  gagal jantung)
2. Cari sumber perdarahan (anterior/ posterior)
- Posisikan duduk (biarkan darah mengalir ke luar  untuk monitor)
KU lemah  setengah duduk/ berbaring dengan kepala ditinggikan
Anak-anak  dipangku, badan & tangan dipeluk, pegang kepala agar
tegak & ga gerak2
- Bersihkan hidung dari darah/ bekuan darah dengan suction
- Jika perdarahan  pencet alae nasi ± 10-15 menit
- Pasang tampon sementara: kapas + adrenalin 1/5.000-1/10.000 atau
pantokain/ lidokain 2%
biarkan ± 10-15 menit, evaluasi lokasi perdarahan
3. Hentikan perdarahan
- Trotter’s manouver (cegah aspirasi pada epistaksis posterior)
☺ duduk condong ke depan, napas dengan mulut, buang ludah ke neer bakon
- Pada epistaksis anterior, coba hentikan dengan memencet hidung 10-15 menit
a. Epistaksis Anterior
 Bila sumber perdarahan tampak  kaustik dgn lar.nitras argenti (AgNO3) 25-
30%, beri krim antibiotik
AgNO3 minor bleeding pake analgesik dulu
X langsung 2 septum (perforasi), syarat jarak 4-6 minggu
 Kauter elektrik  perdarahan agresif/ lebih posterior
laser  epistaksis kronik (HHT)
Setelah kauter masih perdarahan: nasal packing (tampon)

4
 Tampon anterior (arah posterior choana)
Kapas / kassa + pelumas vaselin + salep antibiotik  ± 2-4 susun teratur dan
menekan sumber perdarahan  ± 2x24 jam diganti untuk mencegah infeksi
hidung (sinusitis/ toxic shock sydrome)
 Lakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari faktor penyebab epistaksis
 Perdarahan masih berlanjut  tampon baru/ posterior
b. Epistaksis Posterior
 Sulit diatasi karena perdarahan hebat, dengan rhinoskopi anterior lokasi sulit
ditemukan
 Tampon posterior (bellocq tampon): kassa padat bentuk kubus/ bulat dengan
diameter ± 3 cm, diikat 3 utas benang (2 di 1 sisi, 1 di sisi lain), cara pasang:
- Dengan bantuan kateter, dari hidung – orofaring – tarik keluar dari mulut
- Pada ujung kateter, ikat 2 benang tampon bellocq, tarik lagi lewat hidung
sampai benang tersebut keluar dan dapat ditarik
- Bantu dorong tampon dengan jari untuk dapat melewati palatum molle ke
nasofaring
- Bila perdarahan masih ada, bantu tampon anterior ke dalam cavum nasi
- Ikat 2 utas benang & gulungan kassa di depan nares anterior (u/fiksasi)
- Benang 1 lagi yg keluar dari mulut diikat longgar di pipi (u/cabut tampon)
 Selain tampon, bisa digunakan :
- Kateter folley dengan balon
- Kauteterisasi
- Ligasi a. sphenopalatina, maksilaris interna, ethmoidalis, carotis eksterna

X, (pencet hidung  tampon adrenalin  kaustik  …


dari tutor : tampon anterior  tampon posterior  obat hemostatik (vit.K +
transamin)  bedah (ligasi arteri carotis eksterna, bukan a. sphenopalatina)
 radiasi ± 200 sentigrey  baru atasi etiologi)
4. Cari faktor penyebab / etiologi
 Lab lengkap (hati, ginjal, glukosa, hemostatis)
 Pencitraan (CT scan sinus)
 Konsul bagian lain (PD/anak) bila curiga infeksi sistemik
5. Cegah berulangnya perdaharan/ komplikasi
- Atasi faktor penyebab
- Hindari digital manipulasi
- Gunakan nasal saline spray/ dekongestan untuk konstriksi pembuluh darah
- Hindari aktivitas berlebih selama 7-10 hari
- Hindari obat-obatan (aspirin, ibuprofen, fenilbutazon)
Komplikasi :
 Pemasangan tampon

5
a. Anterior rhinosinusitis (sumbatan ostium sinus)
bloody tears (retrogard ductus nasolacrimalis)
b. Posterior otitis media
hemotimpanum (retrogard tuba eustachius)
laserasi palatum molle & sudut bibir
c. Secara umum  septicemia, toxic shock syndrome (lewat v.ophtalmica 
sinus cavernosus thrombosis  otak)  kasih antibiotik, ganti 2-3 hari
 Akibat epistaksis sendiri
- Aspirasi
- Anemia
- Infeksi
- Shock, gagal ginjal
- Penurunan tekanan darah mendadak  hipotensi, hipoksia, iskemia serebri,
insufisiensi koroner, infark miokard
 Tambahan
 Anestetik dengan lidokain spray
 Antibiotik ointment  bactroban nasal (mupirocin ointement 2%) 2x0,5 gram/nostril
selama 5 hari
 Vasokontriktor lokal (dekongestan)  oxymetazoline 0,05% (arfin)/ phenylephrine
2x2-3 spray/ nostril
EPISTAKSIS

Observasi KU & TTV  KU lemah: atasi/perbaiki


KU baik
Identifikasi sumber/lokasi perdarahan
(hisap bekuan darah, tampon adrenalin & lidokain)

Lokasi tidak diketahui Lokasi diketahui

- Tampon anterior 2x24 jam/lebih - Kaustik AgNO3/ as.trikloroasetat


- Kalau perlu : tampon posterior, rawat - Kauteterisasi elektrik
observasi tanda hipoksia, lab darah tepi, - Kalau perlu : tampon anterior,
- Cari kausa dan terapi kausa koagulasnsia oral/ sistemik
- Cari komplikasi dan terapi komplikasi

Angkat tampon
perdarahan (+) perdarahan (-)
Tampon ulang 2x24 jam/lebih

Angkat tampon
perdarahan (+) perdarahan (-)
Intervensi bedah
(ligasi arteri, SMR/septoplasti/angiografi/embolisasi)
6
KARSINOMA NASOFARING
 tumor ganas daerah kepala leher terbanyak di Indonesia
 predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring
 sering pada ♂ > 40 tahun
 Urutan Ca nasofaring
Tumor hidung dan paranasal
Tumor laring
Tumor rongga mulut
 Multifaktorial, tapi harus ada 3 faktor :
1. EBV (Epstein-Barr Virus)  normal dorman di kelenjar liur, EBV (+) blum tentu KNF
2. Genetik
3. Karsinogenik (lingkungan)
 Faktor predisposisi :
1. Infeksi EBV
2. Genetik ras mongoloid > Cina Selatan
Herediter/ familier
>♂
3. Lingkungan iritasi bahan kimia, asap jenis kayu tertentu,
kadar nikel di air minum & makanan
pengawet nitrosamin
sosial ekonomi rendah
4. Anatomi perubahan epitel
Nasofaring epitel thoraks bersilia bersel goblet (u/ respirasi)
batas bawah: palatum molle
terdapat adenoid, fossa rosemuller, torus tubarius, muara TE,
rathke’s pouch, foramen jugulare & laserum
Orofaring epitel berlapis gepeng (u/ pencernaan)
Batas bawah: tepi atas epiglottis
Terdapat dinding posterior faring, arkus faring anterior posterior,
uvula, tonsil palatina & lingual, fossa tonsil, foramen saekum
Hipofaring / Laringofaring batas bawah: esophagus setinggi C6 (krikoid)
Terdapat valekula/ pill pocket’s
Pada gen manusia , 3 gen regulator:
- Onkogen : u/ rangsang pertumbuhan
- Supresor : u/ hambat pertumbuhan (rendah)
- Apoptosis : u/ kematian sel
o tumor  gen supresor tidak aktif, proliferasi >>
o tumor di nasofaring belum tentu KNF, bisa sekunder dari tumor lain
o nasofaring sulit diperiksa, diagnosis sering terlambat, metastasis ke leher bisa
sebagai gejala pertama
7
LHN (Less Hiperplastic Nasofaring)  3 bentuk mencurigakan pada nasofaring
- Pembesaran adenoid pada dewasa
- Pembesaran nodul & mukosistis berat pada daerah nasofaring

 Gejala KNF
1. Gejala telinga unilateral (keluhan 1st karena terjadi di fossa rossenmuller, deket
muara TE)
- oklusi tuba  otitis media efusi 1 sisi, OMSK
- Tinitus
- Rasa tidak nyaman, nyeri (otalgia)
2. Gejala hidung (nasofaring)
- Epistaksis ringan
- Hidung tersumbat
3. Gejala mata & saraf
- Foramen laserum (n. III, IV, VI, bisa V)  diplopia, neuralgia trigeminal
- Foramen jugulare (n. IX, X, XI, XII)  syndrome Jackson (= synd.for.jugulare)
- Jika sudah kena seluruh saraf otak  syndrome unilateral
- Bisa terjadi destruksi tulang tengkorak
4. Gejala metastasis/ kelainan di leher
Benjolan di leher, limfogen >>, paling >> di jugularis superior (region II)
Gejala yang sering:
1st tuli unilateral
2nd diplopia
Keluhan benjolannya

 Diagnosis KNF
1. Anamnesis + gejala
2. PF  rhinoskopi posterior/ nasoendoskopi
3. PP  CT scan daerah KL u/ tumor primer (T)
- MRI jaringan lunak (M)
- PCR DNA
- Serologi IgA anti EA (early Ag) u/ prognosis pengobatan krn spesifisitas 30%
IgA anti VCA(viral capsul Ag)
- Biopsi  diagnosis pasti (sebelum biopsy kasih xylocain 10%), 2 cara:
a. Hidung (blind biopsy)
Cunam biopsy masuk rongga hidung, terlusuri konka media samapai ke
nasofaring, arahkan ke lateral, biopsi
b. Mulut
Kateter nelaton masuk lewat hidung, ujung kateter di mulut tarik keluar &
klem bersama ujung kateter di hidung, begitu juga kateter hidung
sebelahnya  palatum mole tertarik ke atas, lihat nasofaring dengan
kaca laring, biopsy tumor yg tampak / pakai nasofaringoskop (lewat
mulut)
8
- Kerokan dgn kuret di lateral nasofaring dlm narkosis  kl biopsy kurang puas
- Untuk mengetahui metastasis (tempat yg paling sering):
 Lab lengkap (ureum kreatinin)  ginjal
 Bone scan  tulang (pelvis, vertebra, costa, dan ke4 ekstremitas)
 Rongent abdomen & thorax  hati & paru
 Histopatologi KNF
Tipe I : Ca berkeratinisasi (sel squamosa), tdpt jembatan interseluler & keratin
Tipe II : Ca tidak berkeratinisasi, tdpt tanda diferensiasi tp tidak diferensiasi squamosa
Tipe III : Ca tidak berdiferensiasi (paling sering), inti sel vesikuler, nucleolus menonjol,
dan dinding sel tidak tegas, tumor tampak lebih berbentuk sinsitium daripada
bentuk susunan batubata.
 Stadium KNF
T (besar tumor primer)
- To  tumor tidak tampak
- T1  terbatas di nasofaring
- T2  meluas ke jaringan lunak
2a : ke orofaring / rongga hidung
2b : + ke parafaring
- T3  invasi struktur tulang &/ sinus paranasal
- T4  meluas intracranial
N (keterlibatan KGB)
- Nx  pembesaran KGB tidak dapat dinilai
- No  pembesaran (-)
- N1  metastasis KGB unilateral, <6 cm / di atas fossa supraclavicula
- N2  metastasis KGB bilateral, <6 cm / di atas fossa supraclavicula
- N3  metastasis KGB bilateral, >6 cm / di dalam fossa supraclavicula
M (metastase)
- Mx  metastase jauh tidak dapat dinilai
- Mo  metastase (-)
- M1  metastase (+) stad. IV
Stadium
0 Tis No Mo
I Ti No Mo
IIa T2a No Mo
IIb T1 N1 Mo
T2a N1 Mo
T2b No, N1 Mo
III T1 N2 Mo
T2a,b N2 Mo
T3 N2 Mo
IVa T4 No,1,2 Mo
IVb Semua T N3 Mo

9
IVc Semua T Semua N M1
Kalo T dominan  radiasi
Kalo N dominan  kemoterapi
 Tatalaksana KNF Operasi tidak utama karena:
- Stadium I  radioterapi 1. Letak tumor cukup sulit dicapai
- Stadium II & III kemoradiasi 2. Sering tidak tuntas, residif
- Stadium IV dengan 3. Radiosensitif, terutama yg tidak berkeratin
N <6 cm  kemoradiasi
N >6 cm  kemoterapi dosis penuh, lanjut kemoradiasi
 Terapi utama : radioterapi (6.000-7.000 rad)
 Terapi tambahan :
o Diseksi leher (bedah radikal)
jika benjolan leher tidak hilang setelah penyinaran (residu)
timbul lagi setelah penyinaran
syarat tumor induk sudah hilang
metastase jauh (-)
o Pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, seroterapi, vaksin, antivirus
o Kemoterapi (adjuvant terbaik)
- Cis platinum + bleomycin + 5 FU (cis plastinum ES berat, tp sembuh)
- Pra radiasi kemoterapi dengan epirubicin (+)
- Radiosensitizer berupa mitomycin C + 5FU oral tiap hari  harapan sembuh ↑
 Terapi paliatif (pasien radiasi)
- Mulut kering (kerusakan kel. Liur)
- Mukositis rongga mulut oleh jamur
- Kaku daerah leher karena fibrosis jaringan oleh penyinaran
- Hilang nafsu makan, muntah, mual
 Pasien meninggal karena KNF setelah diterapi adekuat karena KU buruk, perdarahan
hidung dan nasofaring tidak bias stop, gangguan fungsialat vital karena metastase
 Follow up : rekurensi ↑ (< 5 tahun), harus follow up ±10 tahun seletah terapi
 Pencegahan : vaksinasi di daerah risiko tinggi, rubah kebiasaan hidup & lingkungan
 Algoritma KNF
 Anamnesa
1. Gejala hidung ingus campur darah (sedikit)/ epistaksis ringan unilateral
sumbatan hidung unilateral  bilateral
post nasal drip
2. Gejala telinga rasa penuh/ ggan pendengaran unilateral menetap
tinnitus unilateral
otalgia/ otorea unilateral
3. Gejala leher  benjolan di leher unilateral - bilateral
4. Gejala mata & saraf sakit kepala
diplopia, ptosis, trismus
parese lidah/ saraf otak lain
 Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan lengkap THT-KL - CT-scan
1. Pemeriksaan hidung dan nasofaring - MRI
- rinoskopi anterior posterior - serologi IgA anti EA/VCA
- nasoendoskopi/ nasolaringoskopi kaku/ fleksibel
2. Perhatian pada OMS  Tentukan stadium
lesi intaranasal 1. Rontgen thoraks
limfadenopati servikal 2. Laboratorium : fungsi hati, ginjal, kimia darah
3. Pemeriksaan kelenjar leher (lokasi, ukuran, kekenyalan, mobilitas) 3. Konsul saraf dan mata
4. USG hati/ bone scan (bila perlu)
5. Audiogram
10
4. Pemeriksaan lesi intrakranial  ggan gerak bola mata/ diplopia,
ptosis, trismus, parese lidah

11
BENJOLAN DI LEHER
 Kemungkinan etiologi
1. Kongenital  ada riwayat sejak lahir
WD/ 1. Kista brachialis  paling banyak
2. Limfangioma
3. Hemangioma
4. Glomus caroticus/carotid body (benjolan berdenyut)  jarang

2. Infeksi
Akut
- Tanda-tanda inflamasi: panas ↑, nyeri tekan, hiperemis, bengkak, mobile,
kenyal/lunak, malaise akut
- Contoh: parotitis, tiroiditis, limfadenitis kronis  TBC
- Biasanya sebagai penyebaran dari infeksi sekitarnya (bila penyebabnya belum
jelas) seperti sinusitis, tonsillitis, OMSK, abses
- Hubungan letak benjolan dengan kelenjar yang membesar:
 Gigi  kelenjar submental, kelenjar submandibula
 Hidung  kelenjar jugularis superior
 Sinus maksilaris  kelenjar jugularis superior, kelenjar submandibula
 Nasofaring, thorax  kelenjar jugularis inferior
Kronis
- Tanda radang akut (-), demam (-), nyeri tekan (-)
- Multiple, lunak, kecil-kecil, mobile  paling sering TBC kelenjar

3. Tumor
Primer
- KGB (limfoma  keganasan pada KGB) :
 Hodgkin  KGB + cincin Waldeyer
 Non-hodgkin  di luar cincin Waldeyer
- Parotis  adenoma parotis pleiomorfik (jinak) /Ca epidermoid (ganas)
- Thyroid  struma/ Ca thyroid
- Kista hot nodule
cold nodule
Sekunder  metastasis dari seluruh tubuh
Contoh: Ca nasofaring, Ca tulang, Ca ginjal, Ca paru
 Cincin Waldeyer  KGB terdepan
 Tonsila palatina
 Tonsila lingual
 Adenoid (= tonsila faringeal)
 Gerlach tonsil
 KGB normal (ukuran 0,2-0,5 cm) :
12
 Nyeri  infeksi (limfadenitis)
 Tidak nyeri  keganasan
 Multiple  penyakit sistemik (TBC kelenjar)
 Soliter  kemungkinan metastasis

 Cara diagnosis (pemeriksaan)


1. Inspeksi  dimana lokasinya? Kelenjar liur/KGB/otot
2. Anamnesa
- Sejak lahir/tidak?
- Timbul mendadak/perlahan?
- Riwayat infeksi (tanda radang)?
3. Pemeriksaan fisik
- Palpasi  batas, besar, jumlah, konsistensi, permukaan, mobilitas, nyeri tekan
 Kistik ; biasanya kista brachial/thyroglosus
 Solid ; biasanya tumor, glomus
- Auskultasi  bruit/bising?
4. Pemeriksaan penunjang
- Indirek
 USG  kistik/solid
 CT-scan/MRI  bentuk, metastasis, perluasan tumor
 Serologi untuk KNF
 Rontgen paru
- Direk : biopsy (diagnosis pasti)

 Tatalaksana tergantung penyebab:


- Infeksi akut: antibiotik + simptomatik
- TB kelenjar : OAT
- Operasi
 Kista brachialis  lateral leher, 20-30 tahun, licin, nyeri (-)
 Kista ductus thyroglosus  di garis tengah leher antara dasar lidah dan batas
superior kelenjar thyroid
 Glomus caroticus  nempel di pembuluh darah, berdenyut
 Limfangioma  2 tahun, nyeri (-), di post cervical/supraclavicula

 BIOPSI
1. Open biopsy (biopsi terbuka)
a. Eksisional  ambil seluruh massa/jaringan tumor, syarat diameter < 3cm
b. Insisional  insisi kulit, buka kapsul, ambil sebagian jaringan tumor untuk
sampel, syarat diameter > 3 cm
Keuntungan: sampel didapat lebih banyak dan representatif, sehingga mudah
menentukan jenis tumor (diagnosis)
Kerugian: invasif, risiko perdarahan, trauma lebih besar, mudah infeksi, mudah
menyebar (menjadi lebih ganas)
13
2. Closed biopsy (biopsi tertutup)  untuk tumor ganas
a. Corn biopsy  menggunakan jarum besar
b. FNAB (fine needle aspiration biopsy)  menggunakan jarum kecil (25-26 G)
cairan aspirat diambil, diletakkan ke objek glass, poles pewarnaan HE (untuk
pemeriksaan sitologi), bila:
- hasil limfosit>> kemungkinan Ca
- Perkijuan >> kemungkinan TBC
Keuntungan: tidak invasif (risiko infeksi <, risiko perdarahan <), penyebaran tumor
<< karena tidak merusak kapsul
Kerugian: sampel sedikit dan kurang representatif (sulit menentukan jenis tumor,
hanya bisa membedakan jinak/ganas)
Kapan biopsy tertutup? Bila diduga tumor ganas dengan melihat kemungkinan
etiologinya (kongenital/ infeksi/ tumor) dan pada usia anak-anak

 Algoritma Pembesaran Kelenjar Leher

Curiga massa leher

Anamnesa & PF lengkap

Radang tumor primer dapat diidentifikasi

Spesifik Nonspesifik Ya Tidak

Konfirmasi biopsy tumor primer, Aspirasi jarum halus,


serologi EBV (utk follow up) serologi EBV

- CT scan
- Konsul mata, saraf Jinak Meragukan Curiga/postif KSS
- Lab fgs hati, ginjal AdenoCa/ melanoma
- Rontgen thorax (+)
- USG hepar (bila perlu) Biopsi Biopsi periksa biopsy ulang
- Bone scan Eksisional Insisional anestesi umum,
panendoskopi
TTL sesuai tumor primer dgn metastasis leher (-)
Observasi, - CT scan
Curiga limfoma - Konsul mata, saraf
- Lab fgs hati, ginjal
- Rontgen thorax
- USG hepar
- Bone scan

14
SINUSITIS
 Inflamasi sinus paranasal
 Umumnya disertai/dipicu oleh rhinitis (rhinosinusitis)
 Sebab utama: salesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, berlanjut infeksi
bakteri
 Multisinusitis = beberapa sinusitis; pansinusitis = semua sinusitis
 Sinus paranasal:
- Sinus maksilaris paling sering
- Sinus ethmoidalis
- Sinus frontalis  jarang
- Sinus sphenoid  sangat jarang
 Sinus maksilaris (antrum highmore)
- Sinus paranasal terbesar
- Letak ostium lebih tinggi dari dasar darinase tergantung gerakan silia
- Dasar sinus berhubungan dengan akar gigi (prosessus alveolaris)  infeksi gigi bisa
sinusitis dentogen
- Ostium di meatus medius selular hiatus semilunaris yang sempit  mudah
tersumbat

 Faktor predisposisi
1. Obstruksi mekanik
- Deviasi septum
- Benda asing
- Polip hidung
- Hipertrofi konka media
- Sumbatan KOM
2. Obstruksi ostium sinus  kronis
- Rhinitis alregi
- Rhinitis hormonal (wanita hamil)
3. Infeksi
- Infeksi gigi, infeksi tonsil
- ISPA oleh virus
4. Lingkungan dan kebiasaan
- Polusi >>, merokok
- Udara dingin dan kering
5. Lain-lain
- Hipertrofi adenoid  anak-anak
- Fibrosis kistik  luar negeri
- Syndrome kartagenes (diskinesia silia)
- Kelainan imunologik

15
 Patofisiologi
Infeksi/iritasi  edema di KOM  mukosa saling bertemu dan ostium tersumbat (silia tidak
dapat bergerak)  timbul tekanan (-) dalam rongga sinus sehingga transudasi (mula-mula
serous)  rhinosinusitis non bacterial (bisa sembuh dalam beberapa hari)  jika menetap
terjadi infeksi bakteri sehingga sekret purulen  rhinosinusitis bacterial (perlu antibiotik) 
terapi gagal/dibiarkan, maka inflamasi berlanjut  hipoksia  bakteri anaerob & retensi
lendir  perubahan mukosa (hipertrofi polipoid atau pembentukan polip dan kista) perlu
operasi

 Klasifikasi
- Sinusitis akut  < 4 minggu
- Sinusitis subakut  4 minggu – 3 bulan
- Sinusitis kronik  > 3 bulan

 Rhinosinusitis Akut
- Bakteri utama
1. Strep. pneumonia
2. H. influenza
3. M. catarrhalis (> anak)

- Keluhan
1. Hidung tersumbat
2. Rasa nyeri (tertekan pada daerah sinus)  khas
3. Ingus purulen dan bau (kental)
4. Terdapat post nasal drip (batuk dan sesak pada anak)
5. Halitosis
6. Hiposmia/ anosmia
7. Sakit kepala

- Pemeriksaan Fisik
 Mukosa edema dan hiperemis
 Pembengkakan dan hiperemis kontus medius  pada anak-anak
 Nyeri tekan daerah sinus
 Sinusitis maksilaris, frontal, dan ethmoid anterior  pus di meatus medius
 Sinusitis sphenoid dan ethmoid posterior  pus di meatus superior

- Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos posisi waters, PA, lateral untuk sinus-sinus besar (maksilaris dan
frontalis)
2. CT-scan  gold standard diagnosis sinusitis
3. Transiluminasi  suram dan gelap
4. Pemeriksaan mikrobiologi dan tes resistensi
16
5. Sinuskopi

- Terapi
 Tujuan :
a. Mempercepat penyembuhan
b. Mencegah komplikasi
c. Mencegah jadi kronik
 Prinsip : membuka sumbatan di KOM sehingga drainase dan ventilasi sinus-snius
pulih secara alami
1. Antibiotik  gol. penisilin/ sefalosporin generasi 2 selama 10-14 hari walau
gejala hilang
2. Dekongestan oral/ topikal
3. Bisa juga diberi analgetik, mukolitik, steroid oral/ topikal, cuci hidung/ diatermi
4. Anti hipertensi tidak rutin  antikolinergik sehingga dapat menyebabkan
sekret menjadi lebih kental
5. Irigasi sinus maksilaris (Proetz displacement therapy)

 Rhinosinusitis Kronis
- Peranan faktor predisposisi lebih besar
- Bakteri : kuman anaerob dan gram (-)
- Keluhan tidak khas (sulit didiagnosa)
1. Sakit kepala kronik
2. Kongesti hidung/ tersumbat
3. Sekret hidung purulen
4. Gangguan penghidu
5. Nyeri tekan daerah wajah
6. PND
7. Gangguan telinga (sumbatan kronik tuba eustachius)
8. Gangguan tenggorok (batuk kronik)
9. Gangguan ke paru-paru (bronkitis, bronkiektasis, asma)
10. GE (mukopus tertelan)

- Pemeriksaan Fisik
 Tidak seberat yang akut
 Tidak ada pembengkakan di wajah
 Rhinoskopi anterior  mukopus di meatus
 Rhinoskopi posterior  BND

- Terapi
1. Antibiotik untuk kuman anaerob dan gram (-)
2. Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/ FESS) iradikal 
mempertahankan mukosa sebanyak mungkin sehingga silia bisa berfungsi u/
drainase
17
Dilakukan pada:
a. Sinusitis kronik yang
 Tidak membaik setelah terapi adekuat
 Disertai kista/ kelainan ireversibel
 Disertai ekstensif polip
b. Sinusitis jamur
c. Komplikasi sinusitis (+)
3. Bedah radikal  angkat mukosa patologik dan buat drainase
Operasi Maksilaris  op Caldwell-Luck
Ethmoid  ethmoidektomi
Fronralis  ethomoidektomi eksterna/ op Killian
Sphenoid  secara intranasal

 Gejala (sinusitis maksilaris)


a. Subjektif
 Sistemik: demam, malaise
 Lokal:
- ingus kental, bau: hiposmia/ anosmia
- PND: halitosis, batuk, sesak
- Nyeri pada sinus: pipi, bawah kelopak mata (maksilaris), kalau ada reffered pain
ke gigi dan telinga
b. Objektif
 Pembengkakan di muka, pipi, bawah kelopak mata
 Rhinoskopi anterior: mukosa hiperemis, edema, mukopus di meatus medius
 Rhinoskopi posterior: PND

 Kelainan yang tampak pada foto rontgen


1. Perselubungan
2. Penebalan mukosa
3. Air fluid level

 Komplikasi Sinusitis
 pada sinusitis akut/ sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut komplikasinya biasanya
berat
1. Kelainan orbita
 Paling sering sinusitis ethmoid, dapat pula sinusitis frontalis & sinusitis
maksilaris
 Penyebaran: tromboflebitis dan perkontinuitatum
 Kelainan:
- edema palpebra
- selulitis orbita
- abses orbita

18
- abses subperiosteal
- trombosis sinus kavernosus

2. Kelainan intrakranial
- Meningitis
- Abses ekstradural/ subdural
- Abses otak
- Thrombosis sinus kavernosus
3. Kelainan tulang dan jaringan lunak  paling sering sinusitis frontalis
- Osteomielitis
- Abses subperiosteal
4. Kelainan paru
- Bronchitis/ bronkiektasis kronik
- Asma bronkial yang sukar sembuh

RHINITIS
 Radang mukosa hidung yang bisa disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, autoimun,
alergi, iritasi bahan kimia, dll
 Klasifikasi Akut
Kronis Alergika
Vasomotor
Atrofikan, hipertrofi
Sicca
Medikamentosa
Spesifik ds.

 Rhinitis Akut (= rhinitis simpleks, flu, salesma, common cold)


- Tanda radang akut:
 Mukosa hidung/ konka hiperemis, bengkak
 Rasa panas di hidung, kering, gatal
 Bersin berulang
 Hidung tersumbat
 Sekret (+), encer
 Demam, nyeri kepala
- Etiologi  virus:
 Rhinovirus >>
 Myxovirus
 Coxackie virus
 ECHO virus
- Sangat menular
- Terapi spesifik
19
 Bisa sembuh sendiri
 Antipiretika, dekongestan, analgetik
 Antibiotik bila infeksi sekunder oleh bakteri

 Rhinitis Kronis
- Tanda radang sudah mereda, keluhan (+)
- Keluhan yang bisa ditemukan tergantung sebab

RINITIS ALERGIKA
1. Inflamasi oleh reaksi alergi (hipersensitivitas tipe 1)
2. Etiologi allergen
- inhalan (saluran napas)
- ingestan (saluran cerna)
- injektan (suntikan darah)
- kontaktan (kulit mukosa)
3. Klasifikasi
 Dahulu
1. Rhinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis/ rinokonjungtivitis)
- Di negara 4 musim, di Indonesia (-)
- Alergen: tepung sari (pollen), spora jamur
2. Rhinitis alergi sepanjang tahun (perennial)
- Tanpa variasi musim, di Indonesia (+)
- Gejala intermitten/ terus menerus
- Alergen: inhalan (>> pada dewasa) dan ingestan (>> pada anak)
 Sekarang
1. Rhinitis intermitten  gejala < 4 minggu atau < 4 hari/minggu
2. Rhinitis persisten  gejala > 4 minggu atau > 4 hari/minggu
 Berdasarkan berat ringannya penyakit
1. Rhinitis ringan  tidak ada gangguan tidur / aktivitas harian
2. Rhinitis berat  ada gangguan tidur/ aktivitas, sperti bekerja, olahraga, belajar,
dll
4. Diagnosis rhinitis allergica (anamnesis)
- Sejak kapan? Sudah lama
- Meler (sekret)? Warna putih
- Riwayat bersin-bersin? > 5x/ serangan (tiada hari tanpa bersin)
- Riwayat atopi alergi? Dermatitis, eczema, asma
- Pencetus? Alergen
5. Gejala rhinitis allergica
1. Bersin berulang
2. Rhinorhea (ingus encer, banyak, bening)
3. Hidung tersumbat
20
4. Gatal pada hidung dan mata
5. Lakrimasi (air mata >, PND)

6. Pemeriksaan Fisik
Rhinoskopi anterior  konka edema, basah, pucat/ livid, sekret encer, bening >>
Pada anak-anak, tanda-tanda spesifik:
1. Allergic shine  bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena
sekunder oleh obstruksi hidung
2. Allergic salute  ujung hidung naik ke atas karena sering gosok hidung (gatal)
dengan punggung tangan (telapak)
3. Allergic crease  garis melintang di dorsum nasi 1/3 bawah (karena kelamaan
gosok-gosok)
4. Facies adenoid  mulut sering terbuka, lengkung langit-langit tinggi, menganggu
pertumbuhan gigi geligi
5. Cobblestone appearance  edema dan granular pada dinding posterior faring,
penebalan dinding lateral faring
6. Geographic tongue  gambaran peta di lidah

7. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan sitologi hidung
- Eosinofil ↑ dalam darah  allergen inhalan
- Basofil ↑ dalam darah  allergen ingestan
- PMN ↑  infeksi bakteri
2. Pemeriksaan darah tepi (IgE spesifik)
- RAST (radio immuno sorben test)
- ELISA (enzyme linked immune sorbent assay test)
3. Uji in vivo-uji kulit
- Uji intrakutan/ intradermal (SET)
- Uji cukit kulit (prick test)
- Uji gores kulit (scratch test)
4. Alergen ingestan  IPDFT (intracutaneous provocative dilutional food test)
5. Gold standard: tes provokasi/ eliminasi

8. Tatalaksana Rhinitis Allergica


 Hindari allergen  paling penting
 Medikamentosa
1. Antihistamin untuk H1 (CTM/ loratadin)
Dekongestan oral (pseudoefedrin)
2. Kortikosteroid  bila tidak sembuh, menurunkan inflamasi & mengecilkan konka;
kortikosteroid merupakan pilihan untuk rhinitis allergic persisten sedang/ berat,
tidak untuk rhinitis allergica intermitten ringan
- Oral (dexamethasone), tappering off 3 hari
- Topikal (prednisone)
21
3. Kauter AgNO3/ elektrik  untuk mengecilkan konka (hipertrofi)
- Antikolinergik topikal (ipratropium bromide)  untuk mengatasi rinorhea
- Anti leukotrien (zafirlukast/ montelukast)  untuk mengurangi kongesti nasal
 Operasi
- Konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan kauteterisasi
(obstruksi) dengan operasi:
 Konkotomi parsial
 Konkoplasti/ multiple out fractured
 Inferior turbinoplasty
- Untuk mengatasi sekret terus menerus (rhinorhea) dengan:
operasi vidianektomi (n. Vidianus)
 Imunoterapi  pada alergi berat dan lama yang tidak berhasil dengan cara lain
- Blocking IgG antibody dan penurunan IgE
- Metode: intradermal dan sublingual
 Lihat algoritma halaman 134

9. Komplikasi
1. Polip hidung
2. Sinusitis paranasal
3. Otitis media efusi yang sering residif (terutama anak-anak)

RHINITIS VASOMOTOR
1. Idiopatik tanpa adanya infeksi, alergi/ eosinofilik, perubahan hormonal, & paparan obat
2. Saraf otonom mukosa hidung
- Simpatis  korda spinalis segmen Torakal 1-2
(vasokontriksi dan penurunan sekresi hidung)
- Parasimpatis  n. vidianus
(vasodilatasi dan peningkatan sekresi hidung - kongesti)
3. Etiologi pasti belum diketahui, namun diduga:
1. Neurogenik (disfungsi sistem otonom)  parasimpatis lebih dominan
2. Neuropeptida  peningkatan rangsangan saraf simpatis serabut C
3. Nitrit oksida  kerusakan/ nekrosis epitel
4. Trauma hidung
4. Pencetus (berbagai rangsangan non spesifik):
- Asap/ rokok
- Bau menyengat
- Makanan pedas/ alkohol
- Udara dingin, perubahan kelembaban
- Kelelahan/ stress
5. Gejala rhinitis vasomotor
mirip rhinitis allergica, namun:
22
- Dominan: hidung tersumbat bergantian kiri dan kanan, tergantung posisi pasien
- Rinorhea: mukoid/ serosa
- Jarang disertai gejala mata/ bersin
Dibagi 3 golongan berdasarkan gejala yang menonjol:
1. Golongan bersih (sneezers)  antihistamin & kortikosteroid topikal
2. Golongan rinore (runners)  anti kolinenergik topikal
3. Golongan tersumbat (blockers)  kortikosteroid topikal & vasokonstriktor oral
6. Diagnosis rhinitis vasomotor
- Singkirkan kemungkinan lain dengan anamnesis
- Rinoskopi anterior:
 Edema mukosa hidung
 Konka merah gelap/ tua, bisa juga pucat
 Permukaan konka licin/ berbenjol-benjol
 Sekret mukoid, sedikit (untuk golongan rinore sekret serosa, banyak)
- Laboratorium
 Kadar IgE spesifik tidak meningkat
 Tes cukit kulit (-)
7. Tatalaksana rhinitis vasomotor (mirip rhinitis allergica)
1. Hindari pencetus
2. Simptomatis
a. Dekongestan oral
b. Cuci hidung dengan NaCl
(obat cuci hidung untuk menghilangkan bau busuk dan membersihkan rongga
hidung dari krusta dan sekret)
c. Kauteterisasi konka hipertrofi
d. Kortikosteroid topikal
e. Antikolinergik topikal
3. Operasi (bedah beku, konkotomi partial, konka inferior)
4. Neurektomi n. vidianus

RHINITIS MEDIKAMENTOSA
1. Gangguan respon normal vasomotor karena pemakaian vasokontriktor kuat (tetes/
semprot hidung) dalam waktu lama/ berlebihan  sumbatan hidung menetap
2. Patofisiologi
 penggunaan vasokontriktor local berlebihan  fungsi dilatasi berulang
(rebound dilatation) setelah vasokontriksi  obstruksi (pasien makin sering
pakai obat vasokonstriktor karena masih obstruksi hidung)  toleransi 
aktivitas simpatis untuk vasokontriksi hilang, terjadi kongesti terus menerus
(rebound congestion)
 Kerusakan yang terjadi pada mukosa hidung karena pemakaian obat tetes
hidung yang lama:

23
1. Silia rusak
2. Ukuran sel goblet berubah
3. Membran basal menebal
4. Pembuluh darah melebar
5. Stroma tampak edema
6. Hipersekresi kelenjar mukus dan perubahan pH sekret hidung
7. Penebalan lapisan submukosa dan lapisan periostium
3. Gejala rhinitis medikamentosa  hidung tersumbat terus menerus dan berair
4. Pemeriksaan fisik  edema/ hipertrofi konka dengan sekret hidung berlebihan, jika
diberi tampon adrenalin ukuran konka tidak berkurang
► vasokonstriktor topikal tidak melebihi 1 minggu, sifat isotonic dengan sekret hidung
normal (pH 6,3 - 6,5)
5. Tatalaksana rhinitis medikamentosa
1. Stop penggunaan obat tersebut
2. Atasi sumbatan berulang (rebound congerstion) dengan :
- kortikosteroid oral dosis tinggi jangka pendek, tapering off 5 mg/hari
- kortikosteroid topikal minimal 2 mg
3. Dekongestan oral  pseudoefedrin\
4. Jika tidak ada perbaikan selama 3 minggu  rujuk THT

RHINITIS ATROFI
 Infeksi hidung kronik: atrofi progresif pada mukosa hidung dan tulang
 Wanita >>
1. Etiologi rhinitis atrofi (multifaktorial)
1. Infeksi kuman spesifik
- Klebsiella ozaena
- P. aeruginosa
- S. aureus
- Streptococcus
2. Defisiensi Fe, vitamin A
3. Sinusitis kronik
4. Kelainan hormonal
5. Kolagen disease, termasuk autoimun
2. Gejala klinis rhinitis atrofi
1. Sekret kental warna hijau, cepat mengering (krusta hijau)
2. Nafas bau
3. Gangguan penghidu, hidung tesumbat
4. Sakit kepala
3. Diagnosis rhinitis atrofi
- Anamnesis dan gejala klinis
- Pemeriksaan Fisik (rhinoskopi anterior)
24
1. Rongga hidung lapang
2. Sekret purulen, krusta hijau
3. Konka inferior dan media hipo/ atrofi
- Pemeriksaan Penunjang
 Histopatologi biopsi konka media
1. Metaplasia epitel thorax bersilia  epitel kubik/ gepeng berlapis tanpa silia
2. Submukosa lebih tipis
3. Kelenjar degenerasi/ atrofi
 Pemeriksaan Mikrobiologi, uji resistensi kuman
 CT-scan sinus paranasal
4. Tatalaksana rhinitis atrofi
- Konservatif
1. Antibiotik spectrum luas/ seusai uji resistensi kuman
2. Mampet  dekongestan (pseudoefedrin)
Meler  antihistamin (CTM)
3. Obat cuci hidung (larutan garam hipertonik)
R/ NaCl
NH4Cl
NaHCO3 aaa 9
Aqua ad cc 300
 Encerkan larutan: 1 sendok makan larutan campur 9 sendok makan air
hangat
 Hirup ke dalam rongga hidung, lalu hembuskan lagi kuat-kuat/ lewat mulut
 Lakukan 2x/hari
 Bisa juga dengan larutan betadine yang diencerkan
4. Vitamin A 3x50.000 unit
5. Preparat Fe selama 2 minggu
- Operatif
1. Penutupan/ penyempitan lubang hidung dengan implantasi/ jabir
osteoperiosteal pada nares anterior/ koana selama 2 tahun
2. BSEF (bedah sinus endoskopi fungsional)
Pengangkatan sekat-seakt tulang yang mengalami osteomielitis  fungsi
ventilasi dan drainase sinus menjadi normal  regenerasi mukosa

RHINITIS SICCA
1. Mukosa hidung pada daerah septum dan bagian depan konka inferior mongering
2. Ditemukan pada:
- Orang tua
- Orang yang bekerja pada daerah tertentu, panas, kering
- Anemia
- Peminum alcohol
3. Keluhan:
25
- Mukosa kering  rasa iritasi/ kering
- Epistaksis
- Krusta biasanya sedikit/ tidak ada

4. Terapi:
- Sesuai etiologi
- Obat cuci hidung

RHINITIS LAIN-LAIN
Hipertrofi
Difteri
Sifilis
Tuberkulosa
Jamur

OTITIS EKSTERNA
 Aurikula terbentuk pada mimggu ke 6 dari lengkung brankial I dan II ( Hillock 1-6),
aurikula terbentuk sempurna pada minggu ke 20.
 Meatus dan kanali Auditorius Eksterna terbentuk dari celah branchial I :
Rekanalisasi meatal plug dari medial ke lateral ( minggu ke 8) terbentuk sempurna
minggu ke 28
 MAE berbentuk tabung huruf S + 24 mm pada anak-anak lurus (usia 9 Tahun)
 Terdiri dari 2 bagian :
o Pars Kartilagenous (1/3 luar)
 Lanjutan aurikula
 Tulang rawan
 Kulit tebal : apilosebaceius unit, adneksa rambut, kel.sebacea,
kel.serumenalis
o Pars osseus (2/3 dalam)
 Bagian os temporal
 Berupa tulang
 Kulit tipis (sensitif), adneksa (-)
 Membran timpani terdiri dari 3 lapisan germinal:
o Ekto: epidermal
o Meso: mukosal
o Endo: fibrous
 Membran timpani awalnya terletak horizontal dan usia 3 tahun seperti dewasa
(condong anterior 45O)
 Bentuk membrane timpani bundar / oval. warna putih mengkilat dengan ukuran
tinggi 9-10 mm dan lebar : 8-9 mm

26
 Bagian2 Membran timpani:
o Pars Flaccid/ membrane sharpnell
o Pars tensa/ membrane propia

 Refleks cahaya
o Dari umbo ke annulus
o Pantulan dari cahaya luar (posisi tegak lurus)
o Kanan reflex pukul 5
o Kiri: reflex pukul 7
 Perforasi
o Sentral OE  radang pada CAE bisa
o Marginal mengenai permukaan MT
o Atik
 Klasifikasi OE:
o Infektif
 Bakterial
 OE lokal
 OE diffus
 OE Malignant
 Viral
 Herpes zoster oticus
 OE haemoragia
 Fungal
 Otomikosis
o Reaktif
 OE Eczematous
 OE seboroik
 Neurodermatitis
 Klasifikasi OE
o Akut (local/ furunkel dan difus/swimmer’s ear)
o Kronik
o Malignan (necrotizing)
 Faktor predisposisi
o Benda asing
o CAE panjang dan sempit (eksostosis)
o Alergi obat
o Kelainan kulit : dermatitis, psoriasis
o Imunokopromised, DM
o Kelembabpan meningkat, suhu meningkat, PH meningkat (alkali)
o Trauma
o Serumen (-)
27
1. Otitis Eksterna Lokal / Sirkumskripta = Bisul, furunkel
 Letak sepertiga luar (pars kartilagenous)
 Sebab: sumbatan pilosebaseous infeksi S. Aureus / S. albus

 Gejala
o Demam (-)
o Nyeri hebat
 Tidak sesuai dengan ukuran furunkel
 Nyeri saat pinna digerakkan / saat buka mulut
o Edema local (tragus), batas tegas
o Gangguan Konduktif bila furunkel besar
 Otoskop: Kulit CAE merah, bengkak, terisi debris; MT (N)
 Komplikasi: Abses, Perikondritis, Recurent furunkel, Necrotizing
 Th/ Abses (-) :
o Aural toilet
o Analgesik : petidine
o Local heat
o Antiseptik: as. Asetat 2-5% dalam alcohol 2%// tampon iktiol (tukar tiap 2 hari)
o AB local : (neomisin/ polimiksin B / bacitracin)
 Th/ Abses (+) aspirasi steril
Dinding furunkel tebal  insisi + drainase
o Antibiotik sistemik (penisilin, flucloxacillin)
 Gejala sistemik / infeksi local/ multiple furunkulosis (libatkan jaringan
sekitar : perikondritis, pembesaran KGB)

2. OE Diffuse (swimmer’s ear/ topical ear/ AOE)


 Letak 2/3 dalam (pars oseus)
 Terutama karena panas, lembab, pajanan air lama shg pH ↑ (alkali)  bakteri ↑
 Sekunder OMA/ OMSK
 Faktor yang berperan : trauma lokal, invasi bakteri pathogen
(P aeruginos, S. Aureus, Proteus mirabilis, E.coli)
 Bisa libatkan aurikula, MT
 Stadium
1. Preinflammatory stage
 Edema str. Corneum, sumbatan unit apilosebasea
 Gatal dan rasa penuh di telinga
 Tampak: edema ringan
2. Inflammatory stage (akut)
3. Mild-moderate stage
 Bakteri ↑↑: edema progresif
 Gatal ↑ dan nyeri
28
 Tampak: edema>>, eritema, debris, cairan
4. Severe stage
 Nyeri hebat meningkat saat digerakan telinganya/rahang
 Tampak: edema & eritema di jaringan sekitar (preauricular),
sekret purulen, obliterasi lumen
5. Chronic stage
 Komplikasi : abses, selulitis, perikondritis, necrotizing
 Prinsip terapi:
1. Frequent canal cleaning
2. AB topikal : Aminoglikosid (neomycin, gentamicin),
Fluoroquinolon (ciprofloxcacin, ofloxacin)
Steroid topikal : hydrocortisone cream
3. Pain control
4. Prevention/ behavior modification

 Profilaksis OE akut (u/ OEA berulang/ sering terpajan air)


- Jaga kebersihan telinga
- Keringkan telinga setelah berenang
- Campuran: ½ alcohol + ½ vinegar / H2O2 + vinegar (bila MT intak)

 Bagan terapi
OE akut  1. Dural toilet 3. Lembab
2. Hindari air 4. Jangan korek2

Preinflamasi mild/ moderate severe

Steroid cream/ drop Ab lokal, steroid Ab local (tampon), steroid


Analgesic

Evaluasi 1-2 hari

CAE masih obstruksi


tidak ya
Ab/ steroid drop selama 1 mg Ab oral

3. OE Kronik
 Lanjutan OE Akut gejala menetap > 4 minggu atau berulang > 4 kali/tahun
 Terjadi penyempitan liang telinga (sikatrik), gangguan dermatitis seboroik/ atopi/
ekskoriasi/ likenifikasi/ keratosis
 Gejala: iritasi, pruritus, otorrhea (nyeri -)
 Tanda : liang menyempit, kulit kering, menebal, bersisik, otorrhea mukopurulen
 Th/ = OE akut, atasi gangguan kulit
 Operasi: Canoplasty (u/ memperbesar dan memperbaiki saluran telinga)

29
4. OE Necrotizing
 Infeksi berat tidak hanya kulit tapi jaringan sekitar dan tulang
 Terutama pada orang tua
DM (mikroangiopati, intoleransi glukosa, pH serumen ↑)
immunocompromized
 Sebab : Psedomonas aeruginosa ulserasi& osteoitis pada dasar kanal telinga luar
 osteomielitis (fossa temporomandibular, mastoid, telinga tengah, dsr tengkorak)
 Infeksi awal berupa selulitis pada canal telinga
 Pada OE persisten, bisa juga muncul mendadak dengan gejala infeksi canal telinga
minimal
 Gejala:
- otalgia, otorrhea (> 4mg)
- pruritus,
- disfungsi saraf cranial  disfagia, suara serak, paralisis wajah (n.7, 9, 10,11)
 Tanda
- ulserasi dasar kanal telinga
- jaringan granulasi pada dasar osseokartilagenous junction
- tampak tulang kecoklatan
- sekret purulen
 Komplikasi: otitis media, mastoiditis, osteomyelitis, meningitis, deficit saraf cranial
 Tatalaksana
o Aural toilet, debridement
o Control DM dan immunodefisiensi
o CT scan: perluasan
o AB dosis tinggi IV selama 6-8 minggu  aminoglikosida + Ticarcillin/azlocillin

5. Herpes Zooster Oticus


 Reaktivasi varicella zoster virus yang dorman pada saraf N 7
 Melibatkan saraf N 7 dan/atau N 8
 DD/ Ramsay hunt syndrome  ada gejala paralisis N7 dan 8 (HZO belum tentu
ada)
 Gejala
o Awal  rasa nyeri/ terbakar pada telinga tanpa ada kelainan (unilateral), sakit
kepala, demam
o 3-7 hari  vesikel2 pada pinna dan CAE, diikuti hearing loss, vestibular
complaints, facial nerves palsy
 Terapi
- antiviral (acyclovir, valacyclovir, atau famacyclovir)
- kortikosteroid (jika ada facial nerve palsy)
- antiseptic solution (lesi lokal)

6. OE Bullous (= OE hemorrhagic, bullosa myringitis, flu-related otitis)


30
 Sebab pasti : viral (iInfluenza virus; M. pneumonia)
 Khas: bulla haemoragik pada membran timpani (ungu) dan deep meatus
 Isi Bulla: cairan serosanguinous dan darah
 Gejala
- otalgia hebat mendadak
- sekresi cairan dan darah (jika ruptur)
- komplikasi ke middle ear/inner ear  tuli konduktif dan sensorineural
 Th/ :
o Self Limiting
o Aural toilet
o Antiviral spesifik (-)
o Analgesic
o Ab (cegah infeksi sekunder dan jika bulla pecah ke arah telinga tengah)
o Insisi jarang dilakukan (gejala tidak menurun, resiko infeksi sekunder)

7. Otomikosis (= Singapore ear)


 Dewasa >>
 Etiologi: aspergilus niger (>>), aspergilus flavus/ fumigatus, penicilium, candida sp
 Gejala: gatal (Khas), aural fullness, otorrhea, otalgia, hearing loss
 Otoskop : plak putih kekuningan/ hitam, dengan eritema di CAE
hifa berfilamen putih
 Lab
- preparat langsung (skuama kerokan KOH 10%)
tampak hifa lebar, berseptum, kadang ada spora kecil
- pembiakan (skuama media agar seboraud)
tampak koloni filament warna putih (1 mg)
 Th/
o Asam asetat 2-5% dlm alkohol
o Tetes telinga lain
1. Vasol (asam asetat non akueus 2%)
2. Clesylate (M-kresil asetat)
3. Domeboro otic (asam asetat 2%)
o Fungisida topical  nystatin, ketokonazole, klotrimazol
o Respon AB (-)
o Komplikasi  perforasi MT, OM serosa

Otitis Media Akut


 Otitis media: peradangan sebagian /seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid, dan sel mastoid
 Otitis media:
1. Supuratif
31
 Otitis media supuratif akut (OMA)
 Otitis media supuratif kronik (OMSK)
2. Non supuratif
 Otitis media serosa akut (barotrauma)
 Otitis media serosa kronik (bila sekret kental/ mukoid  glue ear)
 Telinga tengah steril,
mekanisme cegah mikroba masuk terutama melalui silia mukosa tuba eustachius,
enzim dan antibodi
 OMA < 3 minggu (fluid in middle ear)
Anak >> (2tahun)
Sumbatan tuba eustachius
 Fungsi tuba eustachius
1. Pertahankan keseimbanngan tekanan udara antara telinga tengah dan
tekanan atmosfir
2. Cegah refluks dari nasofaring ke telinga tengah
3. Bersihkan sekresi dari telinga tengah dengan cara transport mukosiliar
 Faktor resiko:
1. Anatomical disfunction: palatal cleft, anomaly craniofacial
2. Host factor: bottle feeding, immunodeficiency, sering ISPA, riwayat keluarga
3. Alergi
4. Lingkungan: perokok pasif, ekonomi sosial.
 Etiologi:
1. Bakteri: Strep. Pneumonia (>>), H. influenza (anak <5 tahun), M. cattarhalis
2. Virus ISPA: RSV, Influenza dan parainfluenza virus, rhinovirus, adenovirus
3. ISPA  radang mukosa  disfungsi tuba  infeksi sekunder
 Stadium OMA
1. Stadium Oklusi Tuba
 Tek (-) pada telinga tengah absorpsi udara: retraksi Membran timpani
 Membran timpani intak N atau Keruh
 Susah dibedakan dengan otitis media serosa oleh virus/alergi
2. Stad. Hiperemis/presupurasi
 Pelebaran pada MT  hiperemis dan edema
 Sekret yg telah terbentuk mungkin masih eksudat serosa (ssh dilihat)
3. Stad. Supurasi
 Bulging MT—hati-hati pecah
 Sel epitel superficial hancur
 Eksudat purulen di kavum timpani
 Nyeri >>, nadi dan suhu meningkat (pulsatile otorhea)
 Jika tekanan nanah tidak diturunkan  tek kapiler membuat iskemia,
tromboflebitis vena kecil, nekrosis mukosa & submukosa
4. Stad. Perforasi
 Rupture MT keluar nanah
32
 Pasien lebih tenang, suhu menurun
 > 3 minggu  OMS subakut, > 2 bulan  OMSK
5. Stad. Resolusi
 MT utuh perlahan-lahan normal
 Perforasi Sekret berkurang, mongering
 Resolusi tanpa terapi terjadi jika imun baik dan virulensi kuman rendah
 Kalo gagal OMSK
 MT intak tapi sekret pada kavum timpani (+)  Otitis Media Serosa
 Gejala OMA (tergantung usia dan stadium)
Gejala Bayi dan anak kecil
1. Demam > 39.5OC (stad supurasi)
2. Sulit tidur, Menjerit, pegang telinga
3. Diare, kejang2
4. Stad perforasi: secret ke kanal telinga, suhu turun, tidur tenang
Gejala orang yang sudah bisa bicara: otalgia, suhu ↑, riwayat batuk pilek
Dewasa: otalgia, rasa penuh, pendengaran menurun

 Kriteria diagnosis
1. Onset mendadak/akut
2. Efusi telinga tengah edema MT, Gerakan MT terbatas, Cairan + (byngan
cairan)
3. Tanda inflamasi hiperemis, nyeri

 Tes Konfirmasi
1. Otoskopi
2. Pneumatic otoskopi menilai gerakan MT dengan perubahan tekanan udara
3. Tympanometri
4. Tympanocentesis tusuk MT, ambil cairan dan dikultur, indikasi:
 Bayi< 6 minggu dengan riwayat perawatn intensif di RS
 Anak dengan gangguan imunitas
 Anak dengan respon AB (-)
 Komplikasi/ gejala sangat berat

 Komplikasi
1. OMSK
2. Postauricular tenderness and fullness (suspek matoiditis)
3. Abses subperiosteal
4. Paralisis n.7
5. Intra cranial (meningitis, abses otak)

 Sequele:
1. Perforasi MT permanen
2. OM adhesive
33
3. Ossicular necrosis
4. Cholesteatoma
5. Sensorineural hearing loss

 Tatalaksana:
1. Stadium Oklusi Tuba  buka TE
 HCl efedrin 0.5% dlm NaCl (<12 tahun)
 HCl efedrin 1% dlm NaCl(>12 tahun)
 Ab bila kuman sudah diketahui
2. Stad. Hiperemis/presupurasi
 AB Gol penisilin, ampisilin, aminoglikosida min.7hari
 Obat tetes hidung
 analgetik
3. Stad. Supurasi
 AB
 Analgetik (Acetaminofen, Ibuprofen, topical analgetik
 Mringotomi bila MT masih intak
4. Stad. Perforasi
 H2O2 3 % selama 3-5 hari u/ cuci telinga
 AB
 Setelah secret hilang, perforasi akan menutup kembali dalam 7-10 hari
5. Stad. Resolusi
 Resolusi (-)  secret (+) di kanal telinga AB 3 minggu

Pemberian AB dan Uncomplicated OMA


Usia Diagnosa Pasti Diagnosa meragukan
< 6 bulan Th/ AB Th/ AB
6 bulan- 2 tahun Th/ AB Gejala berat: Th/ AB
Gejala ringan: Observasi
> 2 tahun Gejala berat: AB Observasi
Gejala ringan: Observasi
Gejala ringan  otalgia ringan, suhu < 39oC dalam 24 jam
Gejala berat  otalgia sedang-berat, suhu ≥ 39oC dalam 24 jam
Antibiotik
1. Amoxicillin (80-90 mg/kg/hari)
(alternatif gol.makrolid, azitromicin, claritromisin, cefuroxime, cefpodoxime,
cefdinir)
2. Amoxicilin clavulanat (90 mg/kg/hari)
3. Cefalosporin generasi 2
Analgetika:
1. Benzocaine 2-3 gtt per 4-6 jam prn
2. Acetaminophen

34
 Dewasa: 650 mg per 4-6 jam p.o (max. 4 gram/hari)
 Anak:15-20 mg/kg/dose per 4-6 jam (max.2,6 gram/hari)
3. Ibuprofen
i. Dewasa: 400-800 mg p.o q 6-8 jam
ii. Anak : 10 mg/kg p.o q 6 jam
Terapi adjuvant: antihistamin, dekongestan, vasokonstriktor
(tidak ada efek untuk nyeri, demam, efusi, hearing loss)
Kortikosteroid tidak dianjurkan untuk OMA
OMA rekuren > 3x dalam 6 bulan, > 4x dalam 1 tahun
Miringotomi
Ab profilaksis : amoxicillin (20-30 mg/kg/hari) selama 3-6 bulan
 Insisi dan drainase secret
 Keadaan posterior inferior pars tensa
 Indikasi:
1. Severe OMA
2. OMA komplikasi (meningitis, mastoiditis)
3. OMA rekuren
4. Respon Ab (-) immunocompromised
5. Kehilangan pendengaran > 30 dB pada otitis media efusi > 3 bulan
6. OMA pada neonates
7. Kelainan craniofacial palate cleft (ganggu telinga tengah)
 DD/ Timpanocentesis/parasentesis
 Proses (secara a vue/ ihat langsung)
- Incisi
- Aspirasi
- Masukkan tuba ventilasi
 Komplikasi : perdarahan, dislokasi tulang pendengaran, trauma pd fenestra rotundum,
trauma pada nervus facialis, trauma pada bulbus jugularis
 Miringotomi tidak perlu dilakukan apabila sudah diberikan AB yang adekuat.

Otitis Media Supuratif Kronik


I. Definisi dan Etiologi
OMSK : infeksi kronis pada telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan
keluarnya sekret dari telinga (terus menerus / hilang timbul) selama minimal 2 bulan.
Etiologi :
- kuman aerob
 gram negatif : Pseudomonas aeruginosa
 gram positif : S. Aureus
Strep. pyogens
- kuman anaerob
* gram positif : Bacteroides frugilis
35
II. Jenis OMSK
Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar :
- OMSK aktif : ada sekret yang keluar dari cavum timpani
- OMSK tenang : keadaan cavum timpani tampak basah/kering
Berdasarkan progresifitas :
- OMSK tipe benigna/ mukosa (aman)
- OMSK tipe maligna/ tulang (bahaya)

OMSK benigna OMSK maligna


Lokasi Mukosa Mukosa dan tulang
Perforasi MT Sentral Atik / marginal
Kolesteatoma - + disertai bau yang khas
Sekret Aktif – inaktif Aktif (nanah)
Komplikasi Jarang Sering
Lain-lain - abses/fisterl retroaurikular
- polip/jar.granulasi di liang telinga luar

III. Patofisiologi OMSK


Adanya infeksi, massa, alergi, perubahan tekanan atmosfer  sumbatan TE  tidak
bisa mempertahankan keseimbangan telinga tengah & dunia luar  O2 ↓ (hipoxia)
tekanan menjadi (-)  derajat keasaman meningkat  tubuh berusaha menetralisir
dengan perpindahan Na+ dan K+  keluar serum (terjadi proses transudasi dan
eksudasi)  OTITIS MEDIA SEROSA AKUT (PF : refleks cahaya suram/ hilang, MT
tampak kekuningan)  bila tidak diobati maka serum tetap ada  tubuh berusaha
menghilangkan serum dengan mengabsorpsi cairan di telinga tengah (tugas sel
goblet)  sel goblet mengeluarkan mukus/lendir untuk mengeliminasi serum  cairan
menjadi bertambah kental  terjadi retraksi MT namun belum pecah (tuli makin
parah)  OTITIS MEDIA SEROSA KRONIK (mukoid / glue ear)
Bila terjadi infeksi pada TE yang tersumbat maka terjadi hiperemis MT  OTITIS
MEDIA SUPURATIF AKUT (OMA)  bila dibiarkan maka terbentuk pus  MT
menonjol  bila terus dibiarkan maka terjadi perforasi MT.
Penutupan perforasi tergantung dari 2 hal :
- virulensi : bila virulensi rendah maka perforasi bisa menutup kembali
- imunitas : bila imunitas bagus bisa menutup kembali walaupun tanpa pengobatan
(resolusi)
Bila perforasi tidak menutup dan cairan masih keluar  OTITIS MEDIA SUPURATIF
KRONIS (OMSK)
OMA bisa menjadi OMSK bila:
- terapi terlambat atau tidak adekuat
- virulensi kuman tinggi
36
- daya tahan tubuh rendah
- hygiene perorangan buruk

IV. Manifestasi Klinis


- otorha intermiten / terus menerus
- gangguan pendengaran (tuli)
- rasa penuh di telinga
- vertigo
- tinnitus
- infeksi kronis  granulasi/polip

V. Diagnosis OMSK
- anamnesa dan gejala klinik
- PF : otoskopi
- Cek gangguan pendengaran dengan tes penala, audiometri nada murni,
audiometri tutur, BERA
- PP : rontgen mastoid, kultur dan uji resistensi kuman di liang telinga
- Sekret : OMA  purulen (Cuma epitel kubus bersilia, sel goblet utuh)
OMSK  mukopurulen (rusak sel goblet)
VI. Terapi OMSK
Terapi OMSK memerlukan waktu lama karena :
1. sekret sering kambuh (lama kering)
2. perforasi MT permanen
3. ada sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal
4. sudah terbentuk jaringan patologi irreversibel dalam rongga mastoid
5. gizi dan hygiene buruk

OMSK tipe benigna


 terapi konservatif (medikamentosa)
1. Sekret keluar terus menerus  cuci telinga dengan H2O2 3% selama 3-5 hari
2. Jika sekret sudah berkurang  tetes telinga yang mengandung antibiotik +
steroid (tidak boleh melebihi 1-2 minggu)
3. AB oral  ampisilin/eritromisin
4. Operasi (miringoplasti/ timpanoplasti) dilaksanakan bila :
- sekret sudah kering namun perforasi MT masih ada setelah observasi 2 bulan
- timpanoplasti dengan tujuan stop infeksi secara permanen, perbaiki perforasi
MT, cegah komplikasi kerusakan pendengaran yang lebih berat dan untuk
memperbaiki pendengaran.
- Obati sumber infeksi yang nyebapin masih ada sekret (tonsilektomi,
adenoidektomi)
5. Bila MT perforasi, hindari berenang dan segera obati batuk-pilek

37
OMSK tipe maligna
 pembedahan mastoidektomi (dengan/tanpa timpanoplasti)
- Terapi konservatif hanya terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan.
- Jika ada abses subperiosteal retroaurikular  insisi abses sebelum mastoidektomi.
- Rongga telinga tengah & rongga mastoid berhub melalui aditus ad antrum,
sehingga infeksi kronis telinga tengah biasanya disertai infeksi kronis di rongga
mastoid (mastoidotis)

38
Jenis pembedahan pada OMSK (dengan mastoditis kronis) :
1. Simple mastoidectomy
Indikasi : OMSK tipe benigna dengan terapi konservatif yang tidak sembuh-
sembuh. Pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologi supaya infeksi
tenang dan telinga tidak berair lagi. Tidak memperbaiki fungsi pendengaran.
2. Radical mastoidectomy
Indikasi : OMSK tipe maligna dengan infeksi kolesteatoma yang sudah meluas.
Pembersihan kavum timpani dan rongga mastoid dari jaringan patologi. Dinding
batas antara telinga tengah - liang telinga luar – rongga mastoid dihancurkan
sehingga ketiga daerah anatomi menjadi 1 rongga. Tidak memperbaiki fungsi
pendengaran. Kerugian : pasien tidak boleh berenang seumur hidup dan harus
terus konrol.
3. Modified radical mastoidectomy(operasi Bondy)
Indikasi : OMSK dengna kolesteatoma di daerah atik tapi belum merusak kavum
timpani. Pembersihan rongga mastoid dan membuat bagian posterior liang
telinga lebih rendah. Pertahankan pendengaran yang masih ada.
4. Miringoplasti
Timpanoplasti tipe 1. rekonstruksi hanya pada MT dengan tujuan mencegah
infeksi telinga tengah pada OMSK tipe benigna dengan perforasi menetap.
Dilakukan pada fase tenang dan ketulian ringan (disebabkan peforasi).
5. Timpanoplasti
Rekonstruksi MT dan tulang pendengaran. Tujuan menyebuhkan penyakit dan
memperbaiki fungsi pendengaran. Pada OMSK tipe benigna dengan kerusakan
berat / OMSK benigna dengan gangguan yang tidak bisa ditenangkan dengan
terapi konservatif. Lakukan eksplorasi kavum timpani dulu dengan / tanpa
mastoidektomi (u/ membersihkan jaringan patologis).
6. Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (combined approach tympanoplasty)
Indikasi: OMSK tipe mkaligna, OMSK tipe benigna dengan jaringan granulasi
yang luas. Tujuan menyembuhkan penyakit dan memperbaiki pendengaran
dilakukan tanpa meruntuhkan dinding posterior CAE. 2 cara membersihkan
kolesteatoma dan jaringan granulasi di cavum timpani yaitu melalui liang telinga /
rongga mastoid dan timpanotomi posterior

VII. Komplikasi OMSK


Telinga tengah :
- MT perforasi
- N. Fasialis paralisis
- Erosi tulang
Telinga dalam :
- tuli sensorineural
- labirinitis
- fistul labirin
39
Ekstradural :
- abses ekstradural
- trombosis sinus lateralis
SSP :
- abses otak
- meningitis
- hidrosefalus otitis

Kolesteatoma
 Kista epithelial berisi deskuamasi epitel (kertain) yang terus terbentuk dan bertambah
besar
 Epitel kulit di CAE merupakan suatu daerah cul-de-sac  bila ada serumen padat di
CAE dalam waktu lama, epitel kulit di medial serumen akan terperangkap sehingga
terbentuk kolesteatoma
 Teori
- Invaginasi
- Migrasi
- Metaplasia
- Implementasi
 2 jenis
- Kongenital  MT utuh tanpa tanda infeksi, di cavum timpani (daerah petrosus
mastoid/ cerebellopontin angle)
- Akuisital primer (tanpa perforasi MT), krn proses invaginasi MT pars flaksid
oleh tekanan (-) di telinga tengah (gangguan TE)
sekunder (didahului perforasi MT), krn proses masuknya epitel
kulit dari CAE/ pinggir perforasi MT ke telinga tengah, krn
metaplasia cavum timpani dan iritasi infeksi yang lama
 Kolesteatoma  media pertumbuhan kuman yg baik (P.aeruginosa & proteus)
 Massa kolesteatoma  neken dan mendesak organ sekitar sehingga nekrosis tulang
(diperparah dengan pembentukan reaksi asam dan pembusukan bakteri,
mempermudah komplikasi : labirinitis, meningitis, abses otak)

40
Antimicrobial Drugs for Systemic Administration
Suspected/Proved Drug(s) of First Choice Alternative Drug(s)
Etilogic Agent
Haemophilus TMP-SMZ2 Ampicillin, amoxicillin, doxycycline, azithromycin,
( respiratory infections, clarithromycin, cefotaxime, ceftizodime, ceftriaxone,
otitis) cefepime, cefuroxime, cefuroxime asetil, ampicilin-
clavulanate, a floroquinolon, a tetracycline
Helicobacter pylori Amoxicillin + clarithromycin + Clarithromycin + bismuth subsalicylate+ tetracycline ;
omeprazole OR amoxicillin +metronidazol + bismuth subsalicylate ;
Tatracycline5+metronidazol + amoxicillin + clarithromycin
bismuth subsalicylate
Helicobacter pylori PPI+clarithromycin + amoxicillin Metronidazol + bismuth subsalicylate + tetracycline
or metronidazole HCl + PPI / H-2 blocker
Klebsiella A cephalosporin TMP-SMZ2, 2 aminoglycoside, 11 imipenem,
metropenem or ertapenem, a flroquinolon, 3
piperacillin, aztreonam, ticarcillin/clavulanate
Proteus mirabilis Ampicillin An aminoglycoside, 11 TMP-SMZ2, a floroquinolone, 5
a cephalosporin, 7 imipenem, meropenem or
ertapenem
Proteus vulgaris and Cefotaxime, ceftizoxime, Aminoglycoside, 11 imipenem, TMP-SMZ2, a
other species ceftriaxone, ceftazidime, floroquinolone, 3 imipenem, meropenem or
(morganella, cefepime ertapenem
providencia)
Salmonella (bacteria) Ceftriaxone, a floroquinolone3 TMP-SMZ. 2 ampicillin, chloramphenicol

Pseudomonas Aminglycosede 11 + Ceftazidime + aminoglycoside ; imipenem or


aeruginosa antipseudomonal penicillin12 meropenem + aminoglycoside; aztreonam +
aminoglycoside; ciprofloxacine + piperacillin;
ciprofloxacine + ceftazidime; ciprofloxacine +
cefepime
Suspected/Proved Drug(s) of First Choice Alternative Drug(s)
Etilogic Agent
Shigella a floroquinolone3 Ampicillin, TMP-SMZ, 2 ceftriaxone

Mycobacterium avium Clarithromycin or azitromycin + Amikacin


complex one or more of the following :
ethambutol,
rifampicin/rifabutin,
ciprofloxacin
Spirochetes
Borrelia burgdorferi Doxycycline, amoxicillin, Ceftriaxone, cetotaxime, penicillin, azithromycin,
(Lyme disease) cefuroxime asetil clarithromycin
Borrelia recurrentis Doxycycline 5 Penicillin 6
(relapsing fever)
Leptospira Penicillin 6 Doxycycline, 5 ceftriaxone
Treponema pallidum Penicillin 6 Doxycycline, ceftriaxone
41
(syphilis)
Treponema pertenue Penicillin 6 Doxycycline 5
(yaws)
Mycoplasma(s) Erythromycin4 or doxycycline Clarithromycin, azithromycin, a floroquinolone 3
Chlamydiae
C. trachomatis Doxycycline or azitrhromycin Ofloxacin
(urethritis/ PID)
C. pneumoniae Doxycycline, erythromycin, A floroquinolone3,14
alarithromycin, azithromycin
Vibrio (cholera, sepsis) Tetracycline 5 TMP-SMZ, 2 a floroquinolone3

Suspected/Proved Drug(s) of First Choice Alternative Drug(s)


Etilogic Agent
Gram-positive rods
Actinomyces Penicillin6 Tetracycline. 5clindamycin
Bacillus (including Penicillin6 (ciprofloxacin or Erythromycin, 4 tetracycline, 5 a floroquinolon3
anthrax) doxycycline for anthrax)
Bacillus anthracis Ciprofloxacin, a tetracycline Penicillin, amoxicillin, erythromycin, imipenem,
clindamycin, levofloxacin
Clostridium (eg.gas Penicillin6 Metronidazole, chlorampenicol, clindamycin,
gangrene, tetanus) imipenem, or meropenem
Acid-fast rods
Mycobacterium INH+ rifampicin + pyrazinamide Other antituberculous drugs
tuberculosis + ethambutol or streptomycin
Mycobacterium leprae Dapsone + rifampicin + Minocycline, ofloxacin, clarithromycin
clofazimine

42

Anda mungkin juga menyukai