Anda di halaman 1dari 15

JURNAL

Prinsip diet pada ibu hamil obesitas

Dosen pengampu: yayuk eliyana

Oleh:
Ainor kamila
Ilatus zahroh
Alfiatus sholehah

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN UNIVERSITAS ISLAM MADURA


TAHUN 2022
Hubungan Status Gizi dan Pola Makan terhadap
Penambahan Berat Badan Ibu Hamil
Leny Budhi Harti, Inggita Kusumastuty, Irwan Hariadi Indonesian journal of human nutrition 3 (1), 54-
62, 2016

Status gizi dan pola makan merupakan faktor yang mempengaruhi penambahan berat badan ibu hamil.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hubungan antara status gizi dan pola makan terhadap
penambahan berat badan ibu hamil. Penelitian ini menggunakan studi observasional analitik dengan
pendekatan cross sectional yang dilakukan pada 71 orang responden di wilayah kerja Puskesmas Penujak
Kecamatan Praya Barat Nusa Tenggara Barat. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan
kuesioner, SQ-FFQ, dan data dari buku KIA. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik responden,
berat badan awal, berat badan saat hamil trimester 3 serta pola makan (pola makan makanan pokok dan
lauk hewani). Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Pearson pada program SPSS
windows version 15. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berstatus gizi normal
dengan rata-rata IMT 21, 68 kg/m 2 (±1,887 SD), rata-rata penambahan berat badan selama kehamilan 7,
06+ 3,956 SD, dan sebagian besar pola konsumsi makanan pokok adalah 6 porsi dan lauk hewani< 4 porsi
dan> 4 porsi. Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara status gizi terhadap
penambahan berat badan (p= 0,008, r=-0,311), ada hubungan antara pola makan makanan pokok terhadap
penambahan berat badan (p= 0,003, r= 0,344), dan ada hubungan antara pola makan lauk sumber hewani
terhadap penambahan berat badan (p= 0,024, r= 0,268). Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat
hubungan yang signifikan antara status gizi dan pola makan (pola makan makanan pokok dan lauk
hewani) terhadap penambahan berat badan ibu hamil.
Hubungan umur kehamilan dan obesitas ibu hamil dengan
kejadian preeklampsia di wilayah kerja Puskesmas
Kampung Baru Kota Luwuk
Artika Dewie, Anna Veronica Pont, Ayu Purwanti
Promotif: Jurnal Kesehatan Masyarakat 10 (1), 21-27, 2020

Menurut data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai pada laporan tahunan 2016
hingga tahun 2018, didapatkan kasus kematian ibu akibat preeklampsia yang mengalami fluktuatif.
Preeklampsia adalah hipertensi yang terjadi pada ibu hamil dengan usia kehamilan 20 minggu atau
setelah persalinan di tandai dengan meningkatnya tekanan darah menjadi 140/90 mmHg, Salah satu faktor
yang berkaitan erat dengan terjadinya preeklampsia adalah umur kehamilan dan obesitas. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui apakah ada hubungan antara umur kehamilan dan obesitas pada ibu hamil
dengan kejadian preeklampsia di wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru Kota Luwuk, Jenis penelitian
yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan desain analitik observasional yaitu case control.
Besar sampel 62 responden menggunakan purposive sampling dengan uji statistik Chi-square.
Berdasarkan analisis uji statistik maka didapatkan hasil penelitian dimana ada hubungan antara umur
kehamilan dengan kejadian preeklampsia (p-value=< 0,001) dan ada hubungan yang bermakna antara
Obesitas (p-value=< 0,001) OR= 9, 9 yang artinya ibu hamil dengan obesitas berisiko 9-10 kali
mengalami preeklampsia dibandingkan ibu hamil yang tidak obesitas. Saran untuk institusi diharapkan
hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan usaha tindakan
preventif dan kuratif pada kasus preeklampsia misalkan dengan lebih menekankan kegiatan homecare dan
juga dapat dilakukan tindakan pencegahan obesitas pada ibu hamil seperti kegiatan senam ibu hamil,
penyuluhan atau konseling diet seimbang untuk ibu hamil.
Astriana Astriana, Susilawati Susilawati, Ike Ate Yuviska
JKM (Jurnal Kebidanan Malahayati) 2 (1), 2018

Hipertensi merupakan salah satu masalah medis yang kerap kali muncul selama kehamilan dan dapat
menimbulkan komplikasi pada 2-3% kehamilan. Berdasarkan hasil survey pendahuluan di Puskesmas
Kesuma dadi pada tahun 2013 diketahui bahwa dari 970 orang ibu yang melakukan pemeriksaan
kehamilan terdapat 91 orang ibu mengalami hipertensi. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui
hubungan obesitas dengan kejadian hipertensi pada ibu hamil di Puskesmas Kesuma dadi Kabupaten
Lampung Tengah.
HUBUNGAN OBESITAS, POLA MAKAN DAN
CAKUPAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE
DENGAN KEJADIAN PREEKLAMPSIA PADA IBU
HAMIL TRIMESTER III
Destri Wulandari, Merisa Riski, Putu Lusita Nati Indriani
Jurnal Kebidanan Indonesia 13 (1), 2022

Preeklampsia ialah penyakit dengan tanda meningkatnya tekanan darah> 140/90mmHg disertai
proteinuria serta edema yang muncul di usia kandungan> 20/hingga 48 jam postpartum.

Tujuan: Tujuan penelitian untuk melihat kaitan obesitas, pola makan, dan cakupan kunjungan ANC dan
preeklampsia pada ibu hamil trimester III. Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas
Keramasan Palembang Agustus tahun 2021.

Metode: Adapun metode survey analitik dengan pendekatan Cross Sectional dipilih dalam peneltian ini.
Sampel ada 32 responden yang diambil secara Accidental Sampling. Dalam penelitian ini teknik yang
dipakai oleh peneliti berupa teknik pengumpulan data primer. Analisis data univariate menggunakan
distribusi frekuensi, sedangkan analisis bivariate menggunakan Chi Square dengan Stastitical Product
Servise Solution (SPSS) versi 26.

Hasil: Hasilnya ditemukan hubungan yang signifikan dari obesitas (PValue= 0,003) pola makan (PValue=
0,009) dan preekalmsia. Dan, tidak terdapat kaitan yang signifikan dari cakupan kunjungan ANC dengan
preeklampsia PValue= 1,000.

Simpulan: Obesitas dan pola makan berkaitan dengan kejadian preeklampsia. Sedangkan cakupan
kunjungan ANC dan kejadian preeklampsia tidak berkaitan secara signifikan.
Eka Nurhayati
Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia 4 (1), 1-5, 2016

IMT pra hamil digunakan sebagai pedoman status gizi ibu sebelum hamil dan juga menentukan
penambahan berat badan optimal pada kehamilan. Sedangkan, kenaikan berat badan selama kehamilan
merupakan indikator menentukan status gizi ibu. Penelitian dengan desain retrospektif ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan IMT pra hamil dan kenaikan berat badan ibu selama hamil dengan berat lahir bayi.
Sampel adalah 71 ibu yang mempunyai anak usia 0-6 bulan yang dipilih secara purposive sampling. Hasil
penelitian menunjukkan Sebagian besar responden 67, 6% dalam penelitian ini mempunyai IMT pra
hamil normal dan 62% respoden mengalami kenaikan berat badan selama hamil sesuai rekomendasi. Ada
hubungan signifikan antara IMT pra hamil dengan berat badan lahir p= 0,006, begitu juga dengan
kenaikan berat badan selama hamil mempunyai hubungan signifikan dengan berat badan lahir dengan
nilai p= 0,024.
Hubungan Berat Badan Ibu Hamil

Artika Dewie Anna V. Pont, Ayu Purwanti


Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2012.

Obesitas merupakan masalah gizi karena kelebihan kalori, biasanya disertai kelebihan lemak dan protein
hewani, kelebihan gula dan garam yang kelak bisa merupakan faktor risiko terjadinya berbagai jenis
penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung koroner, reumatik dan berbagai
jenis keganasan (kanker) dan gangguan kesehatan lain. Obesitas merupakan masalah yang banyak
dijumpai baik di negara maju maupun di negara berkembang. Prinsip dasar obesitas adalah ketidak
seimbangan antara intake dengan output. Dalam suatu keadaan dimana energi yang masuk lebih banyak
dibandingkan energi yang keluar, kelebihan dari energi akan disimpan menjadi lemak, yang pada
akhirnya akan meningkatkan berat badan. Jika hal ini berlangsung terus menerus, akan terjadi obesitas.

Menurut asumsi peneliti, kehamilan dengan obesitas akan sangat berisiko untuk mengalami preeklampsia
disebabkan oleh faktor gaya hidup, dimana termasuk di dalamnya pola makan yang kurang baik dan
aktivitas fisik yang kurang dapat menyebabkan terjadinya obesitas dan penyakit kardiovaskular. Namun
selama mereka bisa menjaga pola makan dan aktivitas fisik yang cukup, maka obesitas dapat dihindari.
Aktivitas fisik dapat menurunkan risiko terjadinya preeklampsia, dimana wanita yang melakukan aktifitas
fisik selama awal kehamilan mengalami penurunan risiko preeklampsia sebanyak 35%. dibandingkan
dengan wanita yang inaktif . Jalan cepat dibandingkan dengan tidak berjalan sama sekali menurunkan
risiko 30-35%. Selain itu aktifitas fisik yang bersifat rekreasional juga berhubungan dengan penurunan
risiko preeklampsia.
Diet ibu hamil
Intan Gumilang Pratiwi, dan Baiq Yuni Fitri Hamidiyanti 1
de Seymour, J. V., Beck, K. L., & Conlon, C. A. (2019). Nutrition in pregnancy. Obstetrics, Gynaecology
and Reproductive Medicine, 29(8), 219–224. https://doi.org/10.1016/j.ogrm.2019.04.009

Wanita hamil harus fokus pada kualitas diet dan didorong untuk memilih makanan kaya nutrisi yang kaya
akan makronutrint maupun micronutrient. Mitos makan untuk berdua (ibu dan janin) harus dihilangkan,
rekomendasi gizi seimbang disesuiakan dengan kebutuhan nutrisi selama hamil sesuai dengan indeks
massa tubuh ibu sebelum hamil.

Diet ibu yang sehat dan bervariasi bermanfaat bagi kesehatan dan kesejahteraan ibu dan bayi. Wanita
hamil harus fokus pada kualitas diet dan didorong untuk memilih makanan kaya nutrisi yang kaya akan
vitamin dan mineral penting. Panduan dan rekomendasi diet secara keseluruhan telah dihasilkan dan
dipublikasikan dalam pernyataan Royal College of Obstetricians and Gynecologists (RCOG) untuk
membantu pemilihan makanan yang kondusif untuk diet sehat keseluruhan selama kehamilan (lihat di
bawah untuk daftar

rekomendasi mereka) :
1) Basis makanan pada makanan bertepung seperti kentang, roti, nasi dan pasta.
2) Pilih gandum dan makanan kaya serat jika memungkinkan seperti gandum, kacang-kacangan, lentil,
biji-bijian dan biji-bijian, roti gandum, beras merah dan pasta gandum.
3) Makan setidaknya lima porsi buah dan sayuran yang berbeda setiap hari (kentang tidak masuk dalam
target ini). Jangan hitung jus buah murni lebih dari satu porsi lima hari.
4) Makan sesedikit mungkin makanan yang digoreng dan hindari minuman yang mengandung banyak
gula, dan makanan lain seperti permen, kue dan biskuit yang memiliki kandungan lemak dan / atau
gulatinggi.

5) Konsumsi protein setiap hari; pilih daging tanpa lemak saat memilih sumber daging. Lentil, kacang,
dan tahu juga merupakan sumber protein yang baik.
6) Bertujuan untuk makan dua porsi ikan seminggu.
7) Makan makanan susu secara teratur tetapi pilihlah varietas rendah lemak seperti susu skim atau yogurt
rendah lemak.
8) Tetap memperhatikan porsi porsi makanan dan camilan yang dikonsumsi, dan seberapa sering makan.
9) Selalu makan sarapan. Selain rekomendasi yang dirancang untuk membantu hamil
Hasnabila Esti Ardiani, Tria Astika Endah Permatasari ,
Sugiatmi Program Studi Gizi, Fakultas Kedokteran dan
Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Jakarta, Indonesia
World Health Organization (WHO). Insulin and associated devices: access for everybody [Internet].
2020. Available from: https://www.who.int/publications/i/item/insulin-and-associated-devicesaccess-for-
everybody-whostakeholder-workshop-21-and-23-25-september-2020.

TINJAUAN LITERATUR

Pengendalian Obesitas dalam Penanganan Diabetes Melitus Obesitas salah satu penyebab utama
terjadinya DM tipe 2. Penderita DM yang mengalami obesitas memiliki risiko lebih besar untuk terkena
penyakit penyerta lainnya termasuk potensi yang tinggi terpapar Covid-19. Selain itu faktor imunitas
pasien juga menjadi penentu risiko dari paparan virus tersebut. Kegemukan dan obesitas terjadi ketika
akumulasi lemak berlebih. Indikator yang paling mudah dikenali adalah berat badan lebih dimana terjadi
distribusi lemak yang memicu ekspresi penyakit penyerta lainnya terutama DM (18,19). World Health
Organization (WHO) mengkategorikan Indeks Massa Tubuh (IMT) berdasarkan indeks antropometri
yaitu mencapai >25 kg/m2 untuk kategori kegemukan, dan obesitas jika IMT > 30 kg/m2 (18,20). Indeks
Massa Tubuh (IMT) yang berlebihan dapat mengalami hambatan dalam pengambilan glukosa ke dalam
otot dan sel lemak sehingga hal ini menyebabkan glukosa dalam darah meningkat (21). Penderita DM
yang mengalami obesitas biasanya memiliki peradangan kronis tingkat rendah yang menjadi predisposisi
terhadap risiko infeksi yang lebih tinggi dan berdampak lebih fatal hingga dapat menyebabkan kematian
(22,23). Peradangan sistemik yang diinduksi oleh obesitas menurunkan imunitas bawaan dan adaptif
dengan cara yang sama seperti yang dipengaruhi oleh immunosense (24). Obesitas pada penderita DM
menyebabkan gangguan metabolisme dan resistensi insulin (25). Akumulasi lemak dalam tubuh akan
menghasilkan asam lemak bebas yang digunakan untuk cadangan energi. Jumlah asam lemak non
esterified, gliserol, hormon, sitokin, penanda proinflamasi, dan zat lain yang terlibat dalam
pengembangan resistensi insulin meningkat. Kelebihan asam lemak bebas akan mengganggu
pengambilan glukosa oleh otot sehingga dapat menyebabkan hiperglikemia. Selain itu insufisiensi insulin
dapat menghambat pengambilan glukosa ke dalam otot dan sel lemak sehingga terjadi peningkatan
glukosa dalam darah. Jika tidak dilakukan pengendalian terhadap obesitas pada penderita DM yaitu
dengan menurunkan IMT hingga mencapai normal (18,5-25,0 kg/m2) maka peningkatan glukosa dalam
darah akan terus terjadi dan menyebabkan dampak yang lebih merugikan (26,27).
Mukhlidah Hanun Siregar dan Hadi Riyadi
Santos A, de C et al. 2021. Selenium Intake and Glycemic Control in Young Adults With Normal-Weight
Obesity Syndrome. Frontiers. 8(696325): 1–9.

Pengaruh Asupan Selenium terhadap Pencegahan Obesitas


Hasil telaah pada kelima artikel bahwa ditemukan adanya penurunan konsentrasi plasma dan eritrosit
selenium maupun konsentrasi SePP1 dan aktivitas GPx lebih rendah pada individu kelebihan berat
badan/obesitas dibandingkan individu dengan berat badan normal. Pada penelitian lain juga dilaporkan
terkait dengan obesitas sentral. Obesitas sentral menyebabkan inflamasi kronis di tubuh yang ditandai
dengan peningkatan sitokin inflamasi serta sangat berkaitan dengan terjadinya resistensi insulin yang
berkontribusi pada abnormalitas metabolit dan penyakit kardiovaskular, termasuk juga stress oksidatif.
Adanya abnormalitas metabolit akibat disregulasi sitokin memicu aktivitas enzim-enzim antioksidan
seperti GPx yang membutuhkan selenium. Disregulasi yang terjadi secara kronis menyebabkan level
selenium di tubuh akan semakin turun (Hidayat dkk, 2018). Mekanisme lain menyebutkan bahwa
akumulasi lemak di jaringan sentral dapat mengganggu konsentrasi dari trace essensial selenium. Sitokin
inflamasi disebutkan dapat menghambat ekspresi SePP yang merupakan pusat homeostasis selenium.
SePP mengatur retensi selenium di tubuh dan mendistribusikan selenium dari hati ke berbagai jaringan.
Adanya deplesi selektif dari ekspresi SePP di sel hati menyebabkan gangguan distribusi selenium ke
jaringan tubuh dan menyebabkan defisiensi selenium (Mao and Teng, 2013). Kaitannya dengan
keseimbangan glukosa menurut Mao and Teng (2013) menyampaikan bahwa ada regulasi timbal balik
antara kerja SePP di hati dengan insulin di pankreas pada kondisi sensitivitas insulin normal. Peredaran
konsentrasi glukosa yang tinggi di darah merangsang ekspresi insulin di pankreas dan SePP di hati.
Peningkatan glukosa darah menyebabkan peningkatan SePP yang kemudian diangkut ke pankreas dan
secara kolateral meningkatkan produksi insulin, maka insulin yang cukup dapat memberikan umpan balik
untuk menghambat produksi SePP hati. Gambar 2. Regulasi Timbal Balik antara SePP di Hati dan Insulin
Pankreas (Mao and Teng, 2013) Pada penelitian Fan et al. (2017) ditemukan bahwa ada korelasi positif
antara kadar serum selenium dengan kadar kolesterol. Walaupun belum disampaikan bagaimana
mekanisme ini terjadi. Mekanisme yang disampaikan sebagian besar pada hewan percobaan menunjukkan
bahwa SePP bertindak menghambat sinyal insulin dengan menonaktifkan adenosine monophosphate-
activated protein kinase (pengatur yang berperan pada produksi sel beta pankreas). Pada murine diabetes
yang diberikan selenate secara oral ditemukan adanya peningkatan kadar glukosa plasma dan penurunan
hasil test toleransi glukosa. Seiring dengan proses ini, selenate juga membalikkan ekspresi abnormal di
hati pada enzim glikogenik dan glukoneogenik. Adanya sintesis asam lemak yang merupakan aktivasi
dari glucose 6-phosphate dehydrogenase yang kemudian merangsang terjadinya lipogenesis di hati. Pada
tikus diabetes yang diobati dengan selenate menunjukkan adanya peningkatan fungsi jantung, namun juga
meningkatkan kadar lipid plasma, trigliserida, kolesterol dan asam lemak bebas (López et al., 2018). Pada
knockout mice dengan modifikasi selenocysteine lyase mengalami gangguan metabolik seperti steatosis
hati, intoleransi glukosa, hyperinsulinemia dan hiperleptinemia jika diberikan asupan selenium yang
adekuat. Namun, jika diberikan asupan yang rendah, tikus mengalami lipogenesis di hati dan melemahnya
sinyal insulin. Indikasi ini kemudian menunjukkan bahwa metabolisme selenium berperan dalam
patogenesis obesitas (López et al., 2018). Temuan lain menunjukkan bahwa mekanisme ini dapat berbeda
pada laki-laki dan perempuan (Lu et al., 2019). Pada akhirnya diperoleh pengetahuan bahwa peran
selenium pada kesehatan memiliki efek negatif pada saat asupan rendah dan tinggi dan ini disebut dengan
U-Shape, sehingga harus berhati-hati dalam mengonsumsi dalam bentuk suplemen. Rekomendasi
menunjukkan bahwa kadar selenium plasma optimal adalah sekitar 120 mg/L (Brigelius-Flohé, 2018).
Jika lebih rendah dapat meningkatkan risiko diabetes melalui mekanisme melemahnya sinyal insulin. Jika
kadar selenium plasma sudah optimal tidak diperbolehkan suplementasi, karena efek toksisitas dapat
berpengaruh pada metabolisme lipid (Zhao et al., 2016). Masih jarangnya penelitian eksperimental terkait
selenium pada manusia menyebabkan keterbatasan dalam menjelaskan mekanisme dalam tubuh. Ke
depan, diperlukan penelitian yang lebih mendalam untuk memahami mekanisme hubungan asupan
selenium dengan kejadian obesitas
Astriana Astriana, Susilawati Susilawati, Ike Ate Yuviska
JKM (Jurnal Kebidanan Malahayati) 2 (1), 2018

Hubungan Obesitas Dengan Kejadian Hipertensi Pada Ibu Hamil Berdasarkan hasil penelitian diketahui
bahwa ada hubungan bermakna antara obesitas dengan kejadian hipertensi (P =0,000), dengan OR=
5,977, yang berarti bahwa ibu yang mengalami obesitas berpeluang akan mengalami hipertensi pada
kehamilan 5,977 kali dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami obesitas. hipertensi (Hypertention)
adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang
ditunjukkan oleh angka sistolik > 140 mmHg dan diastolik > 90 mmHg (Arif Mansjoer, dkk, 2001).
Patofisiologi hipertensi dimulai dengan artheroskelerosis, gangguan struktur anatomi pembuluh darah
perifer yang berlanjut dengan kekakuan pembuluh darah. Kekakuan pembuluh darah disertai dengan
penyempitan dan kemungkinan pembesaran plaque yang menghambat peredaran darah perifer. Kekakuan
dan kelambanan aliran darah menyebabkan beban jantung bertambah berat dan akhirnya dikompensasi
dengan peningkatan upaya pemompaan jantung yang memberikan gambaran peningkatan tekanan darah
dalam system sirkulasi Secara teori obesitas merupakan salah satu penyebab hipertensi.Walaupun belum
diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dan obesitas, namun terbukti bahwa daya pompa jantun
dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dari pada penderita hipertensi
dengan berat badan normal. Pada orang yang terlalugemuk, tekanan darah cenderung tinggi karena
seluruh organ tubuh dipacu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan energi yang lebih besar. Jantung
pun bekerja ekstra karena banyaknya timbunan lemak yang menyebabkan kadar lemak darah tinggi,
sehingga tekanan darah tinggi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian (12) ,di RSUD Kulonprogo
Tahun 2007 tentang hubungan peningkatan berat badan selama kehamilan dengan tekanan darah pada ibu
hamil yang menunjukkan hasil 127 kasus (51,17%) ibu hamil mengalami berat badan tidak normal
(gemuk – obesitas) dan136 kasus (54,84%)hipertensi pada ibu hamil. Menurut peneliti banyak faktor
yang dapat menyebabkan hipertensi pada kehamilan antara lain yaitu penggunaan obat-obatan seperti
golongan kortikosteroid (cortison) dan beberapa obat hormon dalam penelitian ini diketahui bahawa
terdapat 49 responden yang sebelum hamil menggunakan alat kontrasepsi hormonal jenis suntik atau pil
KB, yang dapat meningkatkan tekanan darah seseorang. Faktor lain yaitu pekerjaan
dimanadalampenelitianinisebanyak 47 (48,7%) ibuhamilbekerja. Hal inidapat dipengaruhi karena tuntutan
kerja terlalu banyak (bekerja terlalu keras dan sering lembur) dan jenis pekerjaan yang harus no
memberikan penilaian atas penampilan kerja bawahannya atau pekerjaan yang menuntut tanggungjawab
manusia. Stress pada pekerjaan cenderung menyebabkan hipertensi berat. Sumber stress dalam pekerjaan
(stressor) meliputi beban kerja, fasilitas kerja yang tidak memadai, peran dalam pekerjaan yang tidak
jelas, tanggung jawab yang tidak jelas, masalah dalam hubungan dengan orang lain, tuntutan kerja dan
tuntutan keluarga. Menurut peneliti obesitas berdampak negatif pada ibu dan janin yang dikandungnya,
baik saat hamil, persalinan, maupun pasca persalinan. Salah satu dampak ibu beresiko mengalami
hypertensi kronis, karena kegemukan yang membuat beban jantung terlalu berat dan tekanan pada
pembuluh darah meninggi akibat tebalnya lemak. Diet dan factor daya hiduplainnya memainkan peran
penting dalam prefalensi hipertensi, banyak perilaku pencegahan dengan mengurai factor resiko
kardiovaskuler lain antara lain dengan mengontrol berat badan, olahraga, mengatur pola diet, dan
menghindari rokok. Ada hubungan antara obesitas dengan kejadian hipertensi pada ibu hamil di
Puskesmas Kesumadadi Kabupaten Lampung Tengah (p value 0,000).
Destri Wulandari Merisa Riski, Putu Lusita Nati Indriani
Astin, Nurmaity dan Zaenab Sitti. 2019. Hubungan
Kebiasaan Pola Makan Ibu

Hamil dengan Kejadian Preeklampsia Di RSUD Kota Kendari Tahun 2019. Naskah Publikasi : Politeknik
KesehatanKendari.
Hubungan Obesitas dengan Preeklampsia Analisis univariat menjelaskan dari 32 sampel ada 15 (46,9%)
dengan obesitas, dan 17 (53,1%) lainnya tidak obesitas. Analisis bivariat dari 15 sampel dengan obesitas,
11 (73,3%) yang mengalami preeklampsia dan hanya 4 (26,7%) yang tidak. Dari 17 sampel tidak dengan
obesitas yang mengalami preeklamsi 5 (29,4%) dan 12 (70,6%) lainnya tidak. P-Value = 0,034 artinya
ditemukan adanya keterkaitan bermakna dari obesitas dan preeklampsia pada bumil TM III. OR = 6,600
artinya ibu dengan obesitas berpeluang 6,600 kali lebih besar mengalami preeklampsia. James, et al
(2016) menjelaskan bobot badan berlebihan pada bumil berkaitan dengan preeklampsia pada orang
obesitas, kadar antioksidan dalam darahnya lebih rendah, mungkin dapat dikarenakan rendahnya
konsumsi antioksidan atau tingginya konsumsi makanan yang tinggi karbohidrat dan lemak. Diet sistem
ini berkaitan dengan peningkatan radikal bebas di tubuh dan pola diet ini lebih rentan ditemui pada orang
dengan obesitas dan wanita yang berpotensi mengalami preeklampsia (Roberts, 2011). Hasil penelitian
Harun Ayatullah (2018) tentang “Hubungan Umur dan Obesitas dengan Preeklampsia Di Rumah Sakit
Ibu dan AanakSitti Khadijah I Makassar Tahun 2018” ditemukan adanya kaitan yang berarti dari obesitas
dan preeklampsiadengan Pvalue = 0,000. Se Caroline E. G Dumais, Rudy A. Lengkong dan Maya E.
Mewengkeng (2016) menjelaskan bahwa adanya keterkaitan dari obesitas pada kehamilan dengan
preeklampsia dengan nilai p = 0,013 Vonny Khresna Dewi (2014) tidak sejalan dalam peneltiiannya
tentang “ Hubungan Obesitas dan Riwayat Hipertensi dengan Kejadian Preeklampsia Di Puskesmas
Rawat Inap Danau Panggang” ditemukan tidak ada kaitannya obesitas dengan preeklampsia dengan nilai
p = 0,0281. Penelitian sesuai teori Wahyuni Rahmawati (2019) obesitas kehamilan ialah peningkatan
bobot badan pada ibu hamil >12-16 kg dari bobot badan normal dan berakibat tidak baik untuk kesehatan
terutama bumil, bisa menjadi penyebab hipertensi, hiperkolesterol,hiperglikemia yang dikenal dengan
(3H). Bumil obesitas perlu perawatan yang lebih daripada bumil dengan bobot badan normal, obesitas
berpotensi memunculkan hipertensi dengan kondisi kehamilan, abortus, makrosomia, fase persalinan
yang lambat, distosia bahu, persalinan dengan SC. Hasil penelitian menjelaskan adanya keterkaitan dari
obesitas dan preeklampsia. Obesitas disebabkan rendahnya konsumsi antioksidan atau tingginya
konsumsi makanan yang tinggi karbohidrat dan lemak. Peneliti berasumsi obesitas ialah masalah gizi
yang disebabkan kalori berlebih disertai kelebihan lemak dan protein hewani, kelebihan gula dan garam.
Potensial komplikasi yang ialah risiko tromboemboli, preeklamsia, eklamsia, dan meningkatnyaangka
induksi persalinan dan pada janin berakibat terjadinya makrosomia, distosia bahu bahkan lahir mati.Ada
hubungan yang bermakna antara obesitas (P Value = 0,004) , pola makan (P Value = 0,011) dengan
preeklamsia dan tidak ada hubungan cakupan kunjungan NC (P Value = 1,000) dengan preeklamsia pada
ibu hamil trimester III.
Hubungan Status Gizi dan Pola Makan terhadap Penambahan
Berat Badan Ibu Hamil (Correlation between Nutritional Status
and Dietary Pattern on Pregnant Mother’s Weight Gain)
Leny Budhi Harti, Inggita Kusumastuty, Irwan Hariadi Indonesian journal of human nutrition 3 (1), 54-
62, 2016

Status gizi dan pola makan merupakan faktor yang mempengaruhi penambahan berat badan ibu hamil.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hubungan antara status gizi dan pola makan terhadap
penambahan berat badan ibu hamil. Penelitian ini menggunakan studi observasional analitik dengan
pendekatan cross sectional yang dilakukan pada 71 orang responden di wilayah kerja Puskesmas Penujak
Kecamatan Praya Barat Nusa Tenggara Barat. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan
kuesioner, SQ-FFQ, dan data dari buku KIA. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik responden,
berat badan awal, berat badan saat hamil trimester 3 serta pola makan (pola makan makanan pokok dan
lauk hewani). Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Pearson pada program SPSS
windows version 15. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berstatus gizi normal
dengan rata-rata IMT 21, 68 kg/m 2 (±1,887 SD), rata-rata penambahan berat badan selama kehamilan 7,
06+ 3,956 SD, dan sebagian besar pola konsumsi makanan pokok adalah 6 porsi dan lauk hewani< 4 porsi
dan> 4 porsi. Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara status gizi terhadap
penambahan berat badan (p= 0,008, r=-0,311), ada hubungan antara pola makan makanan pokok terhadap
penambahan berat badan (p= 0,003, r= 0,344), dan ada hubungan antara pola makan lauk sumber hewani
terhadap penambahan berat badan (p= 0,024, r= 0,268). Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat
hubungan yang signifikan antara status gizi dan pola makan (pola makan makanan pokok dan lauk
hewani) terhadap penambahan berat badan ibu hamil.

Anda mungkin juga menyukai