Anda di halaman 1dari 2

Volume Sampah di Bali Meningkat, Ketua

APSI: Bisa Diolah agar Punya Nilai


Ekonomi
Kompas.com - 04/02/2022, 16:03 WIB

Zintan Prihatini,
Bestari Kumala Dewi
Tim Redaksi

Lihat Foto
Ilustrasi sampah plastik.(BBC INDONESIA)

KOMPAS.com - Provinsi Bali disebut mengalami peningkatan terkait penggunaan wadah


berbahan plastik serta styrofoam.

Menurut Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Provinsi Bali, I Made Teja
semenjak pandemi Covid-19 banyak orang menggunakan kemasan seperti styrofoam untuk
makanan. Sebab, styrofoam dianggap sebagai wadah yang lebih higienis dan praktis.
"Sekarang kan orang banyak menggunakan styrofoam. Makan makanan kecil dan sebagainya itu
kan sekarang banyak (pakai wadah styrofoam)," papar Teja dalam webinar, Kamis (3/2/2022).

Dia menambahkan, bahwa adanya peraturan lockdown yang mengurangi aktivitas di luar ruangan
sangat berpengaruh dengan peningkatan sampah, terutama sampah plastik dan styrofoam.
Bahkan, volume sampah di Bali mencapai 4.900 ton per hari.

Adapun kebijakan pengelolaan sampah, khusus di Provinsi Bali tertuang di dalam Peraturan
Gubernur 47 Tahun 2019 tentang pengelolaan sampah berbasis sumber.

Aturan ini menyebutkan bahwa kewajiban dari penghasil sampah seperti produsen atau rumah
tangga dalam pengelolaan sampah ialah dengan menggunakan barang serta kemasan daur ulang
ataupun mudah terurai.

Pada kesempatan yang sama, Founder Bali Waste Cycle sekaligus Ketua DPD Asosiasi
Pengusaha Sampah Indonesia (APSI) Putu Ivan Yunatana menyebutkan bahwa Pergub 47 Tahun
2019 terkait pemilahan sampah berbasis sumber sangat memudahkan mereka dalam mendaur
ulang sampah.

"Karena proses kelola dan pemilahan sudah dilakukan dari hulu. Jika sudah dikelola dengan
baik, sampah ini akan kembali menjadi barang ekonomi,” imbuhnya.

Menurutnya, ekonomi sirkular adalah sebuah alternatif untuk ekonomi linear tradisional di
mana pelaku ekonomi dapat menjaga agar sumber daya digunakan selama mungkin.

Dampak ekonomi sirkular dengan memanfaatkan daur ulang sampah di antaranya:

 Berpotensi menghasilkan penambahan PDB (produk domestik bruto) serta penghasilan masyarakat
yang melakukan pengelolaan sampah
 Mengurangi limbah di setiap sektor
 Mengurangi emisi CO2e dan penggunaan air
 Menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat

“Jika penerapan pengelolaan sampah dari sumber berjalan dengan baik, cara pandang orang-
orang tentang sampah plastik, terutama styrofoam harus diubah, bahwa sampah ini merupakan
bahan baku industri," ucap Ivan.

"Tugas kita sebagai masyarakat atau desa adalah untuk melakukan pemilahan dengan baik,
kemudian bisa dibawa ke industri daur ulang. Dengan demikian kita dapat mencapai ekonomi
sirkular, dan sampah tidak lagi berserakan di lingkungan sekitar,” sambung dia.

Di sisi lain, Bali akan mulai membuka sektor pariwisata internasional dalam waktu dekat ini.
Sehingga, memicu potensi meningkatnya volume sampah di wilayah itu.

Oleh karena itu, pengelolaan sampah yang optimal sangat diperlukan sebagai upaya untuk
mengurangi tumpukan sampah di Bali.

"Sekarang, di awal 2022 kami akan terus bergerak terus supaya bisa mengurangi sampah," kata
Teja.

Terkait meningkatnya volume sampah di Bali, Teja meminta semua pihak untuk membantu
dalam hal pengelolaan sampah dengan melakukan pendampingan semaksimal mungkin di
masing-masing wilayah.

Anda mungkin juga menyukai