Pengantar Metode Eksplorasi Gravitasi
Pengantar Metode Eksplorasi Gravitasi
PENGANTAR
METODE EKSPLORASI GRAVITASI
Editor:
Al Rubaiyn, S.T., M.T.
Razzak Raffiu Lanata, S.T.
ii
PENGANTAR
METODE EKSPLORASI GRAVITASI
Penulis :
Dr. Eng. Jamhir Safani, S.Si., M.Si.
Editor:
Al Rubaiyn, S.T., M.T.
Razzak Raffiu Lanata, S.T.
ISBN : 978-623-285-284-6
15 X 23 cm
Diterbitkan pertama kali oleh:
YAYASAN BARCODE
iii
Kata Pengantar
iv
digunakan sebagai metode sekunder, meskipun metode ini digunakan
untuk tindak lanjut yang rinci dari survei-survei magnetik dan
elektromagnetik
Semoga buku ini semakin memperkaya khasanah pengetahuan
tentang metode eksplorasi medan gravitasi dan menambah referensi
tentang metode eksplorasi geofisika secara keseluruhan. Semoga
bermanfaat.
Penulis
v
DAFTAR ISI
vi
2.2.2 Gravitasi Relatif………………………………. 40
2.2.3 Pengukuran Gravitasi dari Satelit yang
Mengorbit……………………………………... 41
2.3 Gravity Meter (Gravimeter)…………………………… 46
2.3.1 Sistem Pegas Astatik………………………….. 47
2.3.2 Penyiapan Gravimeter………………………… 53
2.3.3 Sistem Gravitasi Laut dan Udara…………...… 55
2.3.4 Pengecekan Gravimeter………………………. 60
2.3.5 Kalibrasi Gravimeter………………………….. 61
2.4 Koreksi Drift…………………………………………... 62
2.5 Koreksi Pasang-Surut………………………………..... 63
2.6 Rangkuman..…………………………….…………….. 63
Referensi……………………………...……………….. 66
III Reduksi Data Gravitasi……………………………….. 67
3.1 Anomali Medan Gravitasi……………………………... 67
3.2 Koreksi Udara-Bebas dan Anomali Medan
Gravitasi Udara-Bebas………………………………… 69
3.3 Koreksi Bouguer, Koreksi Terrain, dan Anomali
Medan Gravitasi Bouguer……………………………... 71
3.3.1 Model-Model Koreksi Bouguer………………. 75
3.3.2 Koreksi Topografi (Terrain)………………….. 82
3.4 Penentuan Densitas Batuan……………………………. 89
3.4.1 Densitas dari Kecepatan Seismik……………... 90
3.4.2 Densitas dari Log Gamma-Gamma…………... 92
3.4.3 Gravimetri Lobang Bor (Borehole
Gravimetry)…………………………………… 95
3.4.4 Metode Nettleton……………………………... 97
3.4.5 Densitas Batuan………………………………. 101
3.5 Rangkuman..…………………………….…………….. 105
vii
Referensi……………………………...……………….. 106
IV Pemrosesan Lanjut Data Gravitasi…………………... 109
4.1 Pendahuluan…………………………………………… 109
4.2 Proyeksi ke Bidang Datar dengan Grid yang Teratur…. 109
4.2.1 Metode Sumber Ekivalen Titik Massa
(Metode Dampney)…………………………… 110
4.2.2 Metode Deret Taylor………………………….. 116
4.3 Pemisahan Anomali Medan Gravitasi Lokal-Regional.. 119
4.4 Turunan Vertikal Kedua (Second Vertical Derivative).. 125
4.5 Rangkuman..…………………………….…………….. 132
Referensi……………………………...……………….. 134
V Interpretasi Data Gravitasi 136
5.1 Pendahuluan 136
5.2 Efek Gravitasi Benda Dua-Dimensi Sembarang 137
5.3 Efek Gravitasi Dua-Dimensi untuk Benda Berbentuk
Persegi Empat 140
5.4 Pemodelan Kedepan Data Gravitasi dengan
Model 2-D Persegi Empat 142
5.5 Uji Numerik Pemodelan Kedepan dan Inversi Data
Gravitasi untuk Model 2-D Persegi Empat 145
5.5.1 Pemodelan Kedepan dan Inversi untuk
Model Patahan Homogen 145
5.5.2 Pemodelan Kedepan dan Inversi untuk 149
Model Patahan Tak-Homogen
5.6 Rangkuman..…………………………….…………….. 154
Referensi……………………………...……………….. 155
Riwayat Hidup Penulis
viii
BAB I
1.1. Pendahuluan
1
geopotensial totalnya. Rotasi Bumi tentunya akan menyebabkan
terjadinya penyimpangan bentuk Bumi dari bentuk bulat ke bentuk
elipsoid, dimana terjadi pemipihan (flattening) di kutub-kutub Bumi dan
penambahan (bulging) di katulistiwa. Jika diasumsikan Bumi dilingkupi
oleh laut dangkal, maka permukaan Bumi akan mengambil bentuk yang
ditentukan oleh keseimbangan hidrodinamik dari air laut yang
mengalami gravitasi dan rotasi, dan permukaan ekuipotensial dari
permukaan laut disebut sebagai geoid atau sosok Bumi. Penjabaran
tentang geopotensial total geoid ini akan dibahas dengan cukup detail
dalam bab ini, diikuti dengan kajian medan gravitasinya.
2
Prinsip dasar fisika yang melandasi metode gravitasi adalah hukum
Newton tentang gaya tarik antar partikel yang menyatakan bahwa gaya
tarik antara dua partikel dengan massa m1 dan m2 yang berjarak r adalah:
m1m2
F (r ) G r (1.1)
r2
Me
E (r ) G r (1.2a)
r2
dengan r rrˆ .
Me
g E (r ) G (1.2b)
Re2
3
Karena medan gravitasi merupakan medan konservatif, medan
gravitasi dapat dinyatakan sebagai gradient dari suatu fungsi potensial
skalar U (r ) sebagai berikut:
E (r ) U (r ) (1.3a)
Jika potensial dan medan gravitasi hanya merupakan fungsi jarak radial
r, maka Persamaan (1.3a) dinyatakan sebagai:
𝜕𝑈(𝑟)
𝐸⃗ (𝑟) = − 𝜕𝑟 (1.3b)
𝜕𝑈 (𝑟) 𝑀𝑒
=𝐺 2 (1.4)
𝜕𝑟 𝑟
4
titik P adalah jumlahan potensial gravitasi yang ditimbulan oleh setiap
elemen massa.
Hal yang lebih umum adalah jika objek tidak direpresentasikan
sebagai kumpulan partikel diskrit tetapi oleh distribusi massa kontinu.
Jika Bumi adalah massa yang terdistribusi kontinu dan mempunyai rapat
massa (r0 ) di dalam volume V, maka potensial di suatu titik P di luar V
(Gambar 1.1) adalah:
(r0 )d 3 r0
U P (r ) G (1.6)
r r0
Jika integral volume pada persamaan (1.6) diambil untuk seluruh Bumi,
maka diperoleh potensial gravitasi Bumi di ruang bebas, dan medan
5
gravitasinya diperoleh dengan mendeferensialkan potensial gravitasi
tersebut. Jika P berada di permukaan Bumi, medan gravitasi adalah:
g (r ) E(r ) U P (r ) (1.7)
U P (r ) (r0 )(Z Z0 )d 3 r0
g (r ) G (1.8)
Z
X X Y Y Z Z
V 3
2 2 2 2
0 0 0
6
ekuipotensial dari permukaan laut disebut sebagai geoid atau sosok
Bumi. Efek pasang surut oleh gradien gravitasi Bulan dan Matahari juga
dapat menyebabkan penyimpangan pada bentuk geoid, tetapi efek
pasang surut ini sangat kecil dibandingkan efek elipsisitas akibat rotasi
Bumi. Kehadiran fitur kerak yang berupa gugusan benua dan
pegunungan merupakan penyimpangan signifikan permukaan Bumi
yang sebenarnya dari geoid, tetapi kompensasi massa pada kedalaman
(prinsip isostasy) meminimalkan pengaruh fitur permukaan pada geoid
(Stacey, 1977).
7
perbandingan geoid ekuilibrium (garis utuh) yang berbentuk elipsoid
dengan bola bervolume sama (garis putus-putus). Penyimpangan bentuk
Bumi akibat rotasi dari bentuk Bola menjadi elipsoid direpresentasikan
oleh pemipihan (flattening) di kutub-kutub Bumi dan penambahan
(bulging) di katulistiwa. Radius bola adalah R = (a2c)1/3, dengan a dan c
secara berturutan merupakan sumbu mayor dan sumbu minor dari
elipsoid geoid. adalah lintang geosentik pada sebarang titik dan g
adalah lintang geografik.
Geopotensial total U pada sebarang titik yang berotasi dengan Bumi
adalah jumlahan dari potensial gravitasi V dan potensial rotasi:
dengan adalah kecepatan sudut rotasi Bumi di sekitar sumbu z dan (x,y)
atau (r,) merupakan koordinat titik. adalah sudut polar (colatitude)
atau jarak angular dari kutub rotasi, dan hubungannya dengan lintang
dinyatakan sebagai 𝜃 = [(𝜋⁄2) − ∅]. Persamaan (1.9) adalah potensial
total untuk titik-titik sebarang di permukaan Bumi. Sedangkan potensial
total untuk titik-titik pada bagian dalam (interior) Bumi, Persamaan (1.9)
tersebut mesti ditambahkan satu suku, yaitu potensial akibat tekanan.
Geoid adalah sebuah permukaan geopotensial konstan Uo, dan
percepatan gravitasi pada permukaan adalah normal atau tegak lurus
geoid, yang diberikan oleh
8
𝑔 = −grad 𝑈 (1.10)
1 𝜕 2 𝜕𝑉 1 𝜕 𝜕𝑉 1 𝜕2𝑉
∇2 = (𝑟 ) + (sin 𝜃 ) + =0
𝑟 2 𝜕𝑟 𝜕𝑟 𝑟 2 sin 𝜃 𝜕𝜃 𝜕𝜃 𝑟 2 sin2 𝜃 𝜕2
(1.11)
𝐺𝑀 𝑎 𝑎 2
𝑉=− (𝐽0 𝑃0 − 𝐽1 𝑃1 (𝜃 ) − 𝐽2 ( ) 𝑃2 (𝜃 ) … ) (1.12)
𝑟 𝑟 𝑟
1
𝑃0 (𝜃 ) = 1; 𝑃1 (𝜃 ) = cos 𝜃; 𝑃2 (𝜃 ) = 2
(3 cos2(𝜃)−1) (1.13)
9
J0, J1, …adalah koefisien-koefisien tanpa dimensi yang perlu untuk
ditentukan karena merepresentasikan distribusi massa dalam Bumi
sebagaimana berikut:
a) J0 = 1 berdasarkan fakta bahwa pada jarak yang sangat jauh
semua suku lainnya pada Persamaan (1.12) menjadi tidak
signifikan, sehingga kita sedang hanya mempertimbangkan
potensial akibat titik massa M:
𝐺𝑀
𝑉=− (1.14)
𝑟
𝐺𝑀 𝐺𝑀𝑎2 𝐽2
𝑉=− + (3𝑠𝑖𝑛2 ∅ − 1) (1.15)
𝑟 2𝑟 3
10
Persamaan (1.15) ini merupakan titik awal untuk pendekatan-pendekatan
terhadap permasalahan geoid.
𝐺𝑀 𝐺𝑀𝑎2 𝐽2
𝑈=− + 3
(3𝑠𝑖𝑛2 ∅ − 1) − 1𝜔2 𝑟 2cos 2 ∅. (1.16)
𝑟 2𝑟 2
𝐺𝑀 𝐺
𝑉=− + 3 (𝐶 − 𝐴)(3𝑠𝑖𝑛2 ∅ − 1) (1.17)
𝑟 2𝑟
𝐶−𝐴
𝐽2 = (1.18)
𝑀𝑎2
𝐺𝑀 𝐺 1
𝑈=− + 3 (𝐶 − 𝐴)(3sin2 ∅ − 1) − 2𝜔2 𝑟 2cos 2 ∅ (1.19)
𝑟 2𝑟
11
𝐺𝑀 𝐺 1
𝑈𝑜 = − − 3 (𝐶 − 𝐴) − 𝑎2 𝜔2 (di katulistiwa) (1.20)
𝑎 2𝑎 2
𝐺𝑀 𝐺
𝑈𝑜 = − − 3 (𝐶 − 𝐴) (di kutub) (1.21)
𝑐 2𝑐
𝐶−𝐴 𝑎 𝑐 1 𝑐𝑎3 𝜔2
𝑎−𝑐 = ( 2 + 2) + (1.22)
𝑀 𝑐 2𝑎 2 𝐺𝑀
𝑎 − 𝑐 3 𝐶 − 𝐴 1 𝜔 2 𝑎3
𝑓= = + (1.23)
𝑎 2 𝑀𝑎2 2 𝐺𝑀
3 1
𝑓= 𝐽2 + 𝑚 (1.24)
2 2
12
Pada Persamaan (1.23), kuantitas (C – A)/ Ma2 saat ini ditentukan dari
orbit-orbit satelit dengan presisi yang sangat baik, maka pemipihan geoid
f diestimasi dari data satelit yang umum digunakan di geodesi.
𝑔 = −𝑔𝑟𝑎𝑑 𝑈
atau
1⁄ 2
𝜕𝑈 2 1 𝜕𝑈 2
𝑔 = [( ) + ( ) ] (1.26)
𝜕𝑟 𝑟 𝜕∅
𝜕𝑈 𝐺𝑀 3 𝐺𝑀𝑎2
−𝑔 = = 2 − 𝐽 (3𝑠𝑖𝑛2 ∅ − 1) − 𝜔2 𝑟(1 − sin2 ∅) (1.27)
𝜕𝑟 𝑟 2 𝑟4 2
𝐺𝑀 2 )
3 𝐺𝑀
−𝑔 = 2
( 1 + 2𝑓 sin ∅ − 2
𝐽2 (3sin2 ∅ − 1)
𝑎 2𝑎
2 ( 2 )
− 𝜔 𝑎 1 − sin ∅ (1.29)
𝐺𝑀 3 𝐺𝑀
−𝑔 = (1 + 2𝑓 sin2 ∅) − 𝐽 (3sin2 ∅ − 1)
𝑎 2 2 𝑎2 2
𝐺𝑀
− 2 𝑚(1 − sin2 ∅) (1.30)
𝑎
𝐺𝑀 3 𝐺𝑀 9
−𝑔 = (1 + 𝐽2 − 𝑚) − [( 𝐽 − 2𝑓 − 𝑚) sin2 ∅] (1.31)
𝑎2 2 𝑎2 2 2
𝐺𝑀 3
−𝑔𝑒 = (1 + 𝐽 − 𝑚) (1.32)
𝑎2 2 2
14
9
𝑔 = 𝑔𝑒 [1 − ( 𝐽2 − 2𝑓 − 𝑚) sin2 ∅] (1.33)
2
3
𝑔 = 𝑔𝑒 [1 + (2𝑚 − 𝐽2 ) sin2 ∅] (1.34)
2
atau
5
𝑔 = 𝑔𝑒 [1 + ( 𝑚 − 𝑓) sin2 ∅] (1.35)
2
5 17
𝑔 = 𝑔𝑒 [1 + ( 𝑚 − 𝑓 − 𝑚𝑓) sin2 ∅𝑔
2 14
𝑓2 5
+( − 𝑚𝑓) sin2 2∅𝑔 + ⋯ ] (1.36)
8 8
15
1.5. Gravitasi Normal
16
Persamaan ini merujuk pada gravitasi pada permukaan geoidal
(permukaan laut) yang ideal. Data survei gravitasi mengacu pada variasi
lintang standar. Rumusan medan gravitasi normal pada permukaan
elipsoid referensi ini juga telah ditetapkan oleh The International
Association of Geodesy (IAG) tahun 1980 (Jacoby & Smilde, 2009)
yaitu:
Penjelasan tentang geoid telah dibahas secara sambil lalu pada Sub
Bab 1.2 bahwa geoid adalah permukaan geopotensial konstan. Pada Sub
Bab ini akan dibahas secara lebih detail tentang hal ini.
18
Dalam menggambarkan Bumi secara teoretis, distribusi massa di
bawah elipsoid diasumsikan homogen. Kelebihan massa lokal di bawah
elipsoid akan memperkuat gravitasi secara lokal. Potensi elipsoid dicapai
lebih jauh dari pusat Bumi. Permukaan ekipotensial dipaksa untuk
melengkung ke atas dengan tetap normal terhadap gravitasi. Ini
memberikan undulasi geoid positif terhadap kelebihan massa di bawah
ellipsoid (Gambar. 1.3b). Sebaliknya, defisit massa di bawah elipsoid
Gambar 1.3. (a) Massa di luar elipsoid atau (b) ekses massa di bawah
elipsoid menaikkan geoid di atas elipsoid. N adalah undulasi geoid
(Lowrie, 2007).
19
akan mengalihkan geoid di bawah elipsoid, menyebabkan undulasi geoid
negatif. Sebagai hasil dari topografi yang tidak merata dan distribusi
massa internal yang heterogen dari Bumi, geoid adalah permukaan
ekuipotensial yang bergelombang atau berundulasi.
20
menghitung model geoid dan medan gravitasi bumi. Kombinasi data
satelit dan pengukuran gravitasi permukaan digunakan untuk
membangun Goddard Earth Model (GEM) 10. Perbandingan global
antara elipsoid referensi dengan pemipihan 1/298,257 dan permukaan
geoid yang dihitung dari model GEM 10 menunjukkan undulasi geoid
gelombang panjang (Gambar. 1.4). Undulasi negatif terbesar (-105 m)
ada di Samudra Hindia di selatan India, dan undulasi positif terbesar (+73
m) ada di Samudra Pasifik khatulistiwa di utara Australia. Fitur-fitur
skala besar ini terlalu luas jika diasumsikan berasal dari anomali
Gambar 1.4 Peta undulasi geoid dunia relatif terhadap ellipsoid referensi
pemipihan ƒ 1/298,257 (setelah Lerch dkk., 1979).
21
massa kerak atau litosfer. Lebih memungkinkan jika fitur-fitur besar
tersebut diakibatkan oleh heterogenitas yang menerus jauh ke dalam
mantel yang lebih rendah, tetapi sumber mereka belum dipahami.
𝐺𝑀 1 2 2
𝑊=− − 2𝜔 𝐿 𝑟 (1.40)
𝑅′
23
(𝑅 ′ )2 = 𝑅2 + 𝑎2 − 2𝑎𝑅 cos (1.41)
1 𝑎2 𝑎 3 𝑎2
(𝑅 ′ )−1
=𝑅 −1
(1 − + cos + cos 2 + ⋯ ) (1.42)
2 𝑅2 𝑅 2 𝑅2
dan
𝑟 2 = 𝑏2 + (𝑎 sin 𝜃 )2 − 2𝑏 (𝑎 sin 𝜃 ) cos
= 𝑏2 + 𝑎2 𝑠𝑖𝑛2 𝜃 − 2𝑏𝑎 cos (1.44)
𝑚
dimana 𝑏 = 𝑀+𝑚 𝑅. (1.45)
𝜔𝐿2 𝑅2 = 𝐺 (𝑀 + 𝑚) (1.46)
24
𝐺𝑀 1 𝑚 𝐺𝑚𝑎2 3 1
𝑊=− (1 + 2 )− ( cos 2 − 2)
𝑅 𝑀+𝑚 𝑅3 2
1
− 2 𝜔𝐿2 𝑎2 sin2 𝜃 (1.47)
𝐺𝑚𝑎2 3 1
𝑊𝑧 = − 3
(2 cos 2 − 2) (1.48)
𝑅
25
berkaitan dengan rotasi aksial dan hanya menjadi bagian dari
penambahan rotasi khatulistiwa.
Jika Bumi merupakan sebuah benda yang kaku, maka variasi
pasang surut dalam gravitasi akan diberikan oleh variasi radial dalam Wz.
𝜕𝑊𝑧 𝐺𝑀𝑎
∆𝑔 = − = 3 (3 cos 2 − 1) (1.49)
𝜕𝑎 𝑅
1 𝜕𝑊𝑧 3 𝐺𝑀𝑎
∆𝑔 = − =− sin 2 (1.50)
𝑎 𝜕 2 𝑅3
Terkait dengan gravitasi g pada Bumi yang tak terganggu (massa M):
𝐺𝑀
𝑔=− (1.51)
𝑎2
26
∆𝑔 𝑚 𝑎 3
= − ( ) (3 cos 2 − 1) (1.52)
𝑔 𝑀 𝑅
Pasang surut ekstrem tidaklah sama di setiap lintang. Hal ini terjadi
karena adanya variasi sudut antara sumbu rotasi Bumi dan orbit Bulan
(Gambar. 1.8). Pada Gambar 1.8 terlihat bahwa di ekuator A pasang surut
yang terjadi adalah semi-diurnal (dengan dua puncak per hari) dan
besarnya sama. Pada lintang menengah B, terdapat dua pasang
27
Gambar 1.7. Pasang surut akibat interaksi Bumi-Bulan, diadopsi dari
Amarante & Trabanco (2016).
surut, tetapi pasang yang terjadi pada satu sisi lebih tinggi dari pasang
pada sisi yang lain. Pada garis lintang C serta pada lintang yang lebih
tinggi lainnya hanya ada satu pasang-surut per hari atau disebut pasang-
surut diurnal. Perbedaan ketinggian antara dua pasang-tinggi atau atau
dua pasang-rendah berturut-turut disebut ketidaksetaraan diurnal. Antara
kedua ujung lintang (A atau B atau C) pasang surut berosilasi pada
periode sekitar 12 jam dan 24 menit. "12 jam" disebabkan oleh rotasi
Bumi, dan "24 menit" adalah akibat keterlambatan harian yang
disebabkan oleh orbit bulan yang memiliki siklus 29,5 hari.
28
Gambar1.8. Rotasi bumi di
sekitar sebuah sumbu yang
condong ke bidang orbital Bulan
memperlihatkan pasang surut
yang asimetri atau ketimpangan
pasang surut, yang mendefinisi-
kan komponen pasang surut
diurnal (Stacey, 1977).
𝐺𝑀𝐿 𝑎
∆𝑔𝐿 = (3 cos 2 𝐿 − 1)
𝑅𝐿2
3 𝐺𝑀𝐿 𝑎2
+ (5 cos 3 𝐿 − 3 cos 𝐿 ) (1.53)
2 𝑅𝐿4
dimana:
subskrip L menandakan lunar (atau Bulan)
ML massa Bulan = 7,34581119761 x 1023 kg (data IERS)
a jarak titik P ke pusat Bumi
RL jarak antara pusat Bumi dan Bulan
𝐿 sudut zenith Bulan yang dinyatakan oleh:
29
cos 𝐿 = sin 𝜑 sin 𝐼 sin 𝑙
𝐼
+ cos 𝜑 (cos 2 cos(𝑙 − )
2
𝐼
+ sin2 cos(𝑙 + )) (1.54)
2
dengan I adalah sudut antara orbit Bulan dan ekuator selestial, l lintang
Bulan pada orbitnya.𝜑 bujur pada titik P, dan kenaikan ke kanan
meridian pengamatan.
30
secara terbalik dengan kuadrat jarak, efek pasang surut maksimum
Matahari hanya sekitar 45% dari efek yang ditimbulkan oleh Bulan.
𝐺𝑀𝑆 𝑎
∆𝑔𝑆 = (3 cos 2 𝑆 − 1) (1.55)
𝑅𝑆2
dimana:
subskrip S menandakan Sun (atau Matahari)
MS massa Matahari = 1,9884158 x 1030 kg (data IERS)
a jarak titik P ke pusat Bumi
RS jarak antara pusat Bumi dan Matahari
𝑆 sudut zenith Matahari yang dinyatakan oleh:
31
1.7.3. Pasang Purnama dan Perbani (Spring and Neap Tides)
Sebaliknya, pada saat bulan kuarter (yaitu ketika bumi, bulan dan
Matahari membentuk sudut tegak lurus), separuh atau berkurangnya
separuh Bulan menyebabkan deformasi elipsoid prolate dalam fase yang
berbeda dengan deformasi matahari. Pasang Bulan maksimum
32
Gambar 1.9. Deformasi orientasi pasang surut Bulan dan matahari
terha-dap Bumi pada fase bulan yang berbeda. Simbol m menyata-kan
Moon (atau Bulan), dan E menyatakan Earth (Bumi) (Lowrie, 2007).
33
pasang surut Bulan dan Matahari menyebabkan modulasi amplitudo
pasut selama satu bulan (Gambar 1.10). Fenomena ini disebut juga
pasang quadrature yang terjadi ketika Bumi, Bulan, dan Matahari
membentuk sudut tegak lurus.
34
dengan 𝑔𝑡𝑖𝑑𝑒 adalah koreksi pasang surut total, 𝑔𝐿 koreksi pasang
surut Bulan (Persamaan 1.53), dan 𝑔𝑆 koreksi pasang surut Matahari
(Persamaan 1.55).
1.8. Rangkuman
35
𝑔𝑛 (∅) = 978023,7(1 + 0,0053024 sin2 ∅𝑔
−0,0000058 sin2 2∅𝑔 ) 𝑚Gal (1.58)
36
Referensi
Amarante, R. R., Trabanco, J. L. A., (2016), Calculation of the tide
correction used in gravimetry, Revista Brasileira de Geofisica 34(2),
pp.193-206.
Dubey, C.P.; Tiwari, V.M., 2016, Computation of the gravity field and
its gradient: Some applications. Comput. Geosci., Vol. 88, pp. 83–96.
Jacoby, W., Smilde, P. L. (2009), Gravity interpretation: Fundamentals
and application of gravity inversion and geological interpretation, Berlin:
Springer.
Jahandari H, Farquharson CG, 2013, Forward modeling of gravity data
using finite-volume and finite-element methods on unstructured grids,
Geophysics, Vol. 78 (3), pp 69-80.
LaFehr TR, Nabighian MN, 2012, Fundamentals of Gravity Exploration,
Tulsa: Society of Exploration Geophysicists.
Lowrie, W., 2007, Fundamentals of geophysics, New York: Cambridge
University Press.
Lerch, F. J., Klosko, S. M., Laubscher, R. E., and Wagner, C. A., 1979,
Gravity model improvement using Geos 3 (GEM 9 and 10), Journal of
Geophysical Research.
Safani, J., 2000, Analisis Anomali Medan Gravitasi di Atas Sferoid
Referensi, Thesis S-2, Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Stacey, F.D., 1977, Physics of the Earth, New York: Wiley, c1977.
Tenzer, R., Foroughi, I., Hirt, C., Novák, P., and Pitoňák, M., 2019,
How to Calculate Bouguer Gravity Data in Planetary Studies, Surveys
in Geophysics, Vol. 40, pp. 107–132.
37
BAB II
PENGUKURAN DATA
GRAVITASI
2.1. Pendahuluan: Satuan-Satuan Gravitasi
38
mGal (10 g.u. = 1 mGal). Namun unit gravitasi (g.u.) belum diterima
secara universal dan ‘mGal’ serta ‘Gal’ masih lebih umum digunakan.
39
akhir 1950-an dan 1960-an serangkaian pengukuran gravitasi absolut di
seluruh dunia diintegrasikan dan dikenal sebagai International
Standardisation Gravity Net 1971 (IGSN 71). Sekitar 1900 situs di
seluruh dunia berada di jaringan ini, dimana setiap situs memiliki
perkiraan kesalahan standar kurang dari ±50 Gal, dengan koreksi 14
mGal di situs Potsdam. Dengan demikian dimungkinkan untuk mengikat
dalam survei gravitasi regional apa pun dengan nilai absolut dengan
merujuk pada IGSN 71 dan membentuk jaringan utama stasiun gravitasi
(Reynolds, 2011).
40
gravitasi dapat ditempatkan pada grid dengan panjang sisi-sisi 5-50 m.
Dalam pekerjaan mikro-gravitasi, jarak stasiun bisa 0,5 m.
41
Bumi. Satelit dalam orbit yang relatif rendah, beberapa ratus kilometer
di atas permukaan bumi, sekarang dapat digunakan bersama dengan
satelit GPS yang mengorbit pada ketinggian yang cukup tinggi (20.200
km) untuk mengukur medan gravitasi global dan geoid dengan presisi
beberapa orde lebih baik dari yang ada sebelumnya.
42
(GRACE), diluncurkan pada tahun 2002. Misi GRACE dilakukan
dengan menggunakan dua satelit yang hampir identik dalam orbit kutub
yang hampir melingkar (kecenderungan 89,5o ke ekuator). Pada awal
peluncurannya, kedua satelit ini ditempatkan sekitar 500 km di atas
permukaan Bumi. Satelit kembar ini masing-masing membawa
penerima-penerima GPS, yang memungkinkan penentuan posisi absolut
mereka di atas Bumi setiap saat. Satelit melakukan perjalanan bersama-
sama di bidang orbit yang sama, terpisah sekitar 220 km di sepanjang
lintasan mereka. Perubahan gravitasi di sepanjang orbit ditentukan
dengan mengamati perbedaan kecil dalam pemisahan dua satelit. Hal ini
dicapai dengan menggunakan sistem rentang gelombang mikro yang
sangat akurat. Setiap satelit membawa antena gelombang mikro yang
mentransmisikan gelombangnya dalam rentang frekuensi K-band
(panjang gelombang 1 cm) dan diarahkan secara akurat ke satelit
lainnya. Dengan sistem rentang ini, pemisahan kedua satelit dapat diukur
dengan presisi satu mikrometer (1 m).
43
lintasan, terdeteksi oleh sistem rentang gelombang mikro yang akurat.
Satelit GRACE menyediakan pengukuran skala-besar dari medan
gravitasi dan menentukan geoid dari satu sumber. Selain itu, satelit
mengukur medan gravitasi sepenuhnya dalam waktu sekitar 30 hari.
Dengan demikian, perbandingan data dari survei suatu daerah dapat
mengungkapkan perubahan-perubahan gravitasi yang sangat kecil dan
bergantung waktu, misalnya perubahan-perubaha dari efek transien
seperti perubahan tingkat air tanah atau pencairan gletser di wilayah yang
diamati.
44
Combinasi GRACE/GOCE/EGM2008 (GGE) saja hanya akan
memberikan medan gravitasi dengan resolusi spasial yang terbatas pada
kisaran 10 km. Solusi alternatif diperlukan untuk memperkirakan medan
gravitasi sinyal pada skala lebih pendek dari 10 km. Data topografi
resolusi tinggi secara luas dianggap sebagai kunci untuk pemodelan
gravitasi resolusi ultra-tinggi dan digunakan dengan sukses sebagai
sarana yang efektif untuk memperkirakan efek gravitasi skala pendek.
Ini karena medan gravitasi skala pendek didominasi oleh konstituen yang
dihasilkan oleh massa topografi yang nampak. Namun demikian,
estimasi medan gravitasi skala pendek ini memerlukan sumber daya
komputasi yang canggih.
45
2.3. Gravity Meter (Gravimeter)
46
2.3.1. Sistem Pegas Astatic
47
Gambar 2.1. Gravimeter astatik. Tekanan pada pegas panjang-nol
sebanding dengan panjangnya. Pengukuran dilakukan dengan memutar
tombol penyetel, yang menaikkan atau menurunkan pegas pengukur
untuk mengembalikan massa ke posisi standar (Reynolds, 2011).
48
pada Gambar 2.1 dan untuk satu nilai medan gravitasi tertentu, pegas
akan mendukung lengan keseimbangan di posisi apa pun. Pada medan-
medan yang lebih kuat, pegas bantu yang jauh lebih lemah dapat
digunakan untuk mendukung peningkatan berat, yang sama dengan
perkalian total massa dan peningkatan medan gravitasi. Pegas panjang-
nol menarik beban konstan sedemikian sehingga pegas pengukuran dapat
merespons perubahan kecil dalam medan gravitasi.
49
puluh menuju pembacaan otomatis dan mengurangi ketergantungan
kebutuhan terhadap operator terlatih. Gravimeter LaCoste & Romberg
Model G dan D dilengkapi dengan pembacaan elektronik, sedangkan
Scintrex CG-3 mempelopori koreksi dan pembacaan tilt otomatis.
Gravimeter LaCoste & Romberg kemudian secara total dirancang ulang
sebagai Graviton-EG yang sepenuhnya otomatis. Data logger juga telah
50
ditambahkan pada gravimeter ini dan dapat langsung diunduh ke PC
laptop. Graviton-EG, CG-3 dan penggantinya (yaitu CG-5 Autograv)
juga cukup tangguh untuk dibawa ke lapangan tanpa memerlukan
tambahan pelindung.
51
dalam mencapai akurasi 0,1 g.u., terutama jika dibantu oleh jarum
pengulang (repeater) elektronik.
52
Keunggulan utama gravimeter LaCoste & Romberg Model G
(geodetik) dibanding gravimeter kuarsa Worden dan Sodin adalah bahwa
sekrup pengukur panjang tunggal digunakan untuk memberikan bacaan
tanpa pengaturan ulang (gravimeter LaCoste D, yang digunakan untuk
survei gayaberat mikro, mengorbankan keunggulan ini untuk
kepentingan presisi pembacaan yang lebih besar). Gravimeter LaCoste
& Romberg Model G dengan demikian memiliki keunggulan yang cukup
besar dibandingkan dengan gravimeter kuarsa, tetapi harganya lebih
mahal sekitar dua kali lipat.
Gravimeter itu sendiri bertumpu pada tiga kaki ulir sekrup yang
dapat disesuaikan dan diratakan (lihat Gambar 2.3), awalnya dengan
digerakkan di sekitar alas piringan sampai kedua gelembung-level
53
'melayang'. Ketidaksabaran untuk mempercepat tahap ini segera harus
dilawan.
54
terutama segera setelah pembacaan yang dianggap memuaskan telah
diambil.
55
gravimeter laut, seperti LaCoste-Romberg Sea Gravity Meter, dimana
instrumen terhubung ke kapal induk melalui kabel koaksial yang
membawa sinyal gravimeter ke kapal (Reynolds, 2011). Namun, model
gravimeter ini juga masih harus diturunkan ke dasar laut untuk setiap
pengukuran. Komplikasi lebih lanjut dengan pengukuran dasar laut
termasuk kesulitan dalam menentukan koreksi medan lokal yang terkait
dengan topografi dasar laut. Adaptasi lebih lanjut dikembangkan oleh
Zumberge et al. (1997) di mana gravimeter laut LaCoste & Romberg
Model S yang disesuaikan dimasukkan di dalam rumah bertekanan
berbentuk bola dan dipasang pada platform selam yang dapat ditarik
tepat di atas dasar laut dengan kecepatan 0,5-1,0 m/s (1-2 knot), dengan
demikian terjadi peningkatan kecepatan pengukuran yang bisa diperoleh
(Gambar 2.4) relatif terhadap survei dasar laut.
56
ZLS Dynamic MeterTM telah diperkenalkan secara komersial oleh
Austin Exploration Inc sebagai instrumen gravitasi udara dan kapal yang
baru. Menurut pabrikannya, ia dirancang untuk menghilangkan
kesalahan cross-coupling, penyesuaian damper (peredam) yang sering,
dan masalah sensitivitas getaran yang terkait dengan gravimeter tipe-
beam. Akurasinya di laut biasanya kurang dari 1 mGal dan memiliki
kisaran 7000 mGal, dan untuk sistem udara kisarannya adalah 10.000
mGal. Seperti banyak sistem lain, sistem ini juga menggunakan platform
UltraSysTM dan fungsi kontrol sensor (Reynolds, 2011).
57
Gambar 2.4. (A) Diagram blok dari gravimeter derek dan (B) ilustrasi skematis
yang menunjukkan komponen eksterior utama. Gravimeter yang digunakan
adalah LaCoste & Romberg Model S yang dimodifikasi. Reynolds (2011).
58
memiliki tiga komponen koordinat (Gx, Gy dan Gz;). Dengan mengukur
laju perubahan tiga komponen vektor gravitasi, gradien tensor diperoleh.
Ini menghasilkan sembilan komponen yang diukur. Namun, dari
Sembilan komponen tersebut, lima gradien independen dan empat
gradien tak dimanfaatkan. Arah x mengukur gradien timur-barat, arah y
utara-selatan. Arah z mengukur gravitasi vertikal dan paling dekat
mewakili struktur geologi. Sistem 3-D FTG Bell Shipborn pertama kali
digunakan dalam survei komersial pada tahun 1999. Secara fisik sistem
akuisisi terdiri dari tiga cakram putar (instrumen gradiometer gravitasi,
GGI) yang masing-masing berisi dua pasang akselerometer yang
dipasang secara ortogonal. Setiap GGI diputar pada frekuensi yang
ditetapkan untuk menghindari bias dalam pengukuran ke arah komponen
utama. Perbedaan dalam medan gravitasi yang terindera oleh masing-
masing pasangan akselerometer digunakan untuk mengimbangi sebagian
besar turbulensi yang dialami oleh pesawat. Ini juga membantu
mempertahankan sinyal frekuensi tinggi yang diperlukan untuk
memberikan kualitas data yang diperlukan untuk eksplorasi mineral.
Sistem FTG biasanya diposisikan dekat dengan pusat pitch, roll dan yaw
pesawat (seperti pesawat Cessna Grand Caravan 208B), sehingga
meminimalkan akselerasi rotasi. Survei dengan peswat yang terbang
dengan ketinggian serendah 80 m dan jarak garis dalam rentang 50 m
hingga 2000 m biasa terjadi, tergantung pada jenis target dan model
survei yang dilakukan.
59
Sistem gradiometer Lockheed Martin juga telah menghasilkan entri
baru lainnya ke arena gradiometri gravitasi udara dalam bentuk sistem
FTG yang dimodifikasi berdasarkan pada sebuah massa bukti (proof
mass)/ massa uji superkonduktor yang melayang. Prinsip sistem ini
bergantung pada fakta bahwa massa bukti superkonduktor dapat
diangkat dengan melewati arus melalui kumparan dekat dengan
permukaannya dalam modul yang dioperasikan pada 269o C. Gerakan
massa yang diangkat itu kemudian dapat dipantau dan dikendalikan
tanpa komplikasi keterikatan fisik yang diperlukan untuk membatasi
gerakan pegas. Keuntungan dari sistem ini adalah bahwa ia harus
memiliki sensitivitas, resolusi dan stabilitas yang belum pernah terjadi
sebelumnya, dipostulasikan oleh pengembangnya untuk menjadi
perangkat alat yang lebih sensitif daripada sistem saat ini. Sebagaimana
diketahui bahwa Gradiometer Eksplorasi Gravitasi (EGG) memasuki
layanan komersial pada kuartal pertama tahun 2006 yang dioperasikan
oleh Fugro Airborne Surveys atas nama pengembangnya ARKex,
Cambridge, Inggris.
60
tombol pembacaan sampai nilai konstan dicatat. Metode ini juga dapat
digunakan jika pointer 'menempel' di satu sisi skala.
61
dapat dilakukan oleh pabrikan atau dengan menggunakan rentang
kalibrasi dari interval gravitasi yang diketahui. Rentang kalibrasi
biasanya melibatkan perubahan gravitasi sekitar 50 mGal, yang berada
dalam kisaran bahkan pada rentang meter paling terbatas, dan hampir
selalu memanfaatkan perubahan cepat medan gravitasi terhadap
ketinggian.
62
dimana (∆𝑔𝐷𝐶 )𝑛 adalah koreksi drift pada stasiun n, gawal nilai gravitasi
observasi di stasiun awal, gakhir nilai gravitasi di stasiun akhir, tawal waktu
pengamatan di stasiun awal, takhir waktu pengamatan di stasiun akhir, dan
tn waktu pengamatan di stasiun n.
2.6. Rangkuman
63
gravitasi dapat ditempatkan pada grid dengan panjang sisi-sisi 5-50 m.
Dalam pekerjaan mikro-gravitasi, jarak stasiun bisa 0,5 m.
64
dioperasikan secara jarak jauh), yang dipasang pada gimbal dalam suatu
rumah kedap air yang mampu menahan tekanan air dengan kedalaman
4500 m. Standar deviasi pengukuran yang dicapai adalah 19 μGal dan
akurasi posisi (tekanan air diturunkan) 0,78 m.
65
Referensi
Hirt, C, S.J. Claessens, T. Fecher, M. Kuhn, R. Pail, M. Rexer (2013),
New ultra-high resolution picture of 2 Earth's gravity field, Geophysical
Research Letters, Vol 40, doi: 10.1002/grl.50838.
LaFehr TR, Nabighian MN, 2012, Fundamentals of Gravity
Exploration, Tulsa: Society of Exploration Geophysicists.
Reynolds, J. M., 2011, An Introduction to Applied and Inveronmental
Geophysics, Second Edition, Oxford UK: John Wiley & Sons.
Telford, W. M., Geldart, L. P., & Sheriff, R. E. 1990, Applied geophysics
second edition, New York: Press Syndicate of University of Cambridge.
Zumberge, M. A., Ridgway, J. R., & Hildebrand, J. A., 1997, A towed marine
gravity meter for near‐bottom surveys, Geophysics, Vol. 62, 5.
66
BAB III
67
dikoreksikan terhadap koreksi pasang-surut, koreksi tinggi alat dan
koreksi drift. Sedangkan 𝑔𝑇𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 (𝑥, 𝑦, 𝑥 ) merupakan medan gravitasi
teoritis di topografi.
Dari Persamaan (3.2) atau (3.3) terlihat bahwa semakin tinggi letak
lintangnya maka semakin besar percepatan gravitasinya. Jadi medan
gravitasi Bumi cenderung bertambah besar ke arah kutub.
68
3.2. Koreksi Udara-Bebas dan Anomali Medan Gravitasi Udara-
Bebas
𝜕
𝑔 (𝑟 + ℎ ) = 𝑔 (𝑟 ) + ℎ 𝑔 (𝑟 ) + ⋯ (3.4)
𝜕𝑟
𝜕
𝑔 (𝑟 + ℎ ) = 𝑔 (𝑟 ) + ℎ 𝑔 (𝑟 ) (3.5)
𝜕𝑟
69
Jika diasumsikan bahwa Bumi merupakan benda sferis dan uniform,
M
maka g (r ) G sehingga Persamaan (3.5) menjadi:
r2
2𝑔(𝑟)
𝑔 (𝑟 + ℎ ) = 𝑔 (𝑟 ) + ℎ (3.6)
𝑟
70
∆𝑔𝑓.𝑎 (𝑥, 𝑦, 𝑧) = 𝑔𝑜𝑏𝑠 (𝑥, 𝑦, 𝑧) − 𝑔𝑛 (𝑥, 𝑦, 0)+ 𝑔𝑓.𝑎 (3.8𝑏)
dan bernilai negatif jika elevasi topografi berada di bawah muka laut
rerata:
Pada sub bab ini konsep anomali medan gravitasi Bouguer akan
dijelaskan terlebih dahulu, yang selanjutnya disusul penjelasan tentang
model-model koreksi Bouguer dan koreksi medan (atau koreksi terrain).
71
Pada perhitungan anomali medan gravitasi udara-bebas di atas,
massa yang terletak antara sferoida referensi dan permukaan topografi
tidak diperhitungkan, padahal massa ini sangat mempengaruhi harga
anomali medan gravitasi. Maka Persamaan (3.8) atau (3.9) akan lebih
sempurna jika massa ini turut diperhitungkan. Grand and West (1965)
mendefinisikan bahwa suatu massa yang terletak antara permukaan
topografi dan bidang sferoida referensi dapat dibagi menjadi dua bagian,
yaitu:
72
ditimbulkannya harus dikurangkan tehadap medan gravitasi observasi.
Inilah yang disebut sebagai koreksi Bouguer.
atau
73
∆𝑔𝐵.𝐿 (𝑥, 𝑦, 𝑧) = 𝑔𝑜𝑏𝑠 (𝑥, 𝑦, 𝑧)
− [𝑔𝑛 (𝑥, 𝑦, 0) + 𝑔𝑓.𝑎 + 𝑔𝐵 (𝑥, 𝑦, 𝑧)
− 𝑔𝑇 (𝑥, 𝑦, 𝑧)] (3.13)
atau
74
Sulawesi Tenggara.ditunjukkan pada Gambar 3.1 (Hamdu, 2017). Nilai
anomali medan gravitasi berkisar antara -5 mGal – 70 mGal. Cekungan
Sampara, yang terdapat di bagian tengah ditandai dengan garis putus-
putus, mempunyai nilai anomali rendah dengan rentang -5 mGal – 30
mGal. Cekungan ini berada pada satuan batuan Aluvium yang terdiri dari
lumpur, lempung, pasir, kerikil dan kerakal.
75
Gambar 3.1 Kontur anomali Bouguer Lengkap, jarak antar kontur 5
mGal (Hamdu, 2017)
76
dengan ρ adalah densitas massa batuan di topografi dalam kg m−3 dan h
adalah ketinggian stasiun dari sferoida referensi dalam meter.
Jika daerah penelitiannya luas, dari model ini akan terdapat banyak
massa kosong yang turut menyumbang dalam perhitungan koreksi
Bouguer. Di samping itu, secara geometris model ini kurang dapat
dipertanggungjawabkan karena bentuk permukaan Bumi tidak datar.
77
Meskipun demikian, untuk daerah penelitian yang sempit (tidak luas)
dan undulasinya kecil model ini masih signifikan digunakan karena
makin sempit daerahnya maka secara geometris makin rendah derajat
kelengkungannya atau makin mendekati bentuk datar. Hal ini dapat
dilihat dari Persamaan (3.19).
g B 4 Gh (3.17)
78
Gambar 3.3. Koreksi Bouguer model cangkang bola (Karl, 1971)
79
Gambar 3.4. Model Topi Sferis La Fehr
1
g B 2 Gh 2 Gh H 1 (3.19)
2 2
80
Gambar 3.5. Model Koreksi Bouguer Whitman
81
USGS:
La Fehr:
82
Perhitungan koreksi medan menggunakan program Bahasa
fortran yang didasarkan pada model yang diusulkan oleh Kane (1962)
dan Ballina (1989) dengan beberapa modifikasi sehingga mampu
menghitung koreksi medan untuk daerah yang lebih luas dan jumlah
stasiun pengukuran yang lebih banyak.
83
Gambar 3.6. Model yang digunakan untuk mengitung koreksi medan
84
ketinggian sama tetapi berbeda jari-jari) sebanyak perbandingan area sesi
horizontal lingkaran, sebagaimana ditunjukan pada Gambar 3.7.
dengan
G : konstanta gravitasi
ρ : densitas batuan
C = 0,63 A
R1 = R – 0,63 A
85
R2 = R – 0,63 A
Gambar 3.7. Hubungan antara luasan persegi dan segmen lingkar yang
mempunya luasan yang sama.
86
gravitasi pada daerah tersebut dapat didekati dengan sebuah silinder
dengan bentuk kerucut terbalik. Persamaannya adalah sebagai berikut:
𝜋𝐺𝜌
𝑔𝑇,𝑍𝐷 = [𝑅 − √𝑅2 + 𝐻 2 + 𝐻 sin 𝛽] (3.24)
4
87
zona (40 x 40) km di sekitar stasiun (Gambar 3.6), begitu juga dengan
stasiun yang koreksinya ingin didapatkan (x, y, z dan identifikasi stasiun).
88
3.4. Penentuan Densitas Batuan
89
Archimedes. Cara ini memberikan nilai densitas sampel batuan relatif
terhadap densitas air (Lowrie, 2007):
𝑊𝑢
𝜌𝑟 = 𝜌 (3.25)
𝑊𝑢 − 𝑊𝑎 𝑎
90
Gambar 3.9. Hubungan empiris antara densitas dan kecepatan seismic
gelombang-P dan gelombang-S pada sedimen jenuh air dan batuan sedimen,
batuan beku dan metamorf (setelah Ludwig dkk., 1970).
ini, kurva-kurva tersebut paling sesuai untuk menghitung densitas rerata
dari kecepatan seismik rerata. Penyesuaian harus dilakukan terhadap
91
suhu dan tekanan yang lebih tinggi di kedalaman bumi, yang
mempengaruhi densitas dan parameter elastis batuan. Namun, efek
tekanan dan suhu tinggi hanya dapat diperiksa dalam percobaan
laboratorium pada spesimen kecil. Tidak diketahui sejauh mana hasil
tersebut mewakili hubungan kecepatan-densitas in situ di blok-blok
kerak besar.
92
gelombang; radiasi hamburan akan memiliki panjang gelombang yang
sama dengan radiasi datang. Efek Compton mudah dijelaskan dengan
menganggap radiasi sebagai partikel atau foton, yaitu, partikel energi
terkuantisasi, bukan sebagai gelombang. Energi foton berbanding
terbalik dengan panjang gelombangnya. Tumbukan foton sinar- dengan
sebuah elektron seperti tumbukan antara bola-bola bilyar; bagian dari
energi foton ditransfer ke elektron. Foton yang terhambur memiliki
energi yang lebih rendah dan karenanya memiliki panjang gelombang
yang lebih panjang daripada foton yang datang. Efek Compton adalah
verifikasi penting dari teori kuantum.
93
Gambar 3.10 (a) Desain perangkat logging gamma-gamma untuk menentukan
kepadatan di lubang bor (setelah Telford dkk., 1990), dan (b) log skematik
gamma-gamma yang dikalibrasi dalam hal kepadatan batuan.
95
Misalkan 𝑔1 dan 𝑔2 adalah nilai gravitasi yang diukur dalam lubang
bor vertikal pada ketinggian ℎ1 dan ℎ2 , di atas elipsoid referensi (Gambar
3.11). Perbedaan antara 𝑔1 dan 𝑔2 disebabkan oleh ketinggian yang
berbeda dan material antara dua level pengukuran di lubang bor. Nilai
𝑔2 akan lebih besar dari 𝑔1 karena dua alasan. Pertama, karena level
pengukuran yang lebih rendah terletak lebih dekat ke pusat Bumi. Harga
𝑔2 akan lebih besar dari 𝑔1 dengan jumlah koreksi elevasi gabungan,
yaitu (0,3086 − (0,0419𝜌 × 10−3 ))∆ℎ mGal, di mana ∆ℎ = ℎ1 − ℎ2 .
Kedua, pada level bawah ℎ2 gravimeter mengalami tarik Bouguer ke atas
akibat material yang terletak antara dua level pengukuran. Hal ini
mengurangi gravitasi terukur pada ℎ2 dan memerlukan peningkatan
kompensasi terhadap 𝑔2 dengan jumlah (0,0419𝜌 × 10−3 )∆ℎ mGal.
Perbedaan ∆𝑔 antara nilai-nilai terkoreksi dari 𝑔1 dan 𝑔2 setelah reduksi
ke level ℎ2 adalah
∆𝑔
𝜌 = (3,683 − 11.93 ) × 103 kg m−3 (3.27)
∆ℎ
96
3.4.4. Metode Nettleton
a) Secara grafis yaitu dengan membuat profil topografi dan data anomali
Bouguer untuk densitas yang berbeda-beda dari tiap-tiap lintasan
yang dipilih. Harga densitas yang dipilih sebaga densitas Bouguer
(atau densitas topografi) adalah densitas yang profil anomali
Bouguernya tidak berkorelasi terhadap profil topografi.
b) Secara analitik yaitu dengan menggunakan persamaan matematis
untuk menghitung koefisien korelasi dari semua data pengukuran
gravitasi. Cara ini sangat baik karena memasukkan semua data
pengukuran gravitasi sehingga menjadi kros korelasi dua dimensi.
Persamaan analitik yang dipakai untuk menghitung koefisien korelasi
k adalah:
∑𝑁 ̅
𝑛=1[∆𝑔𝑛 (𝜌𝑖 ) − ∆𝑔̅ (𝜌𝑖 )][ℎ𝑛 − ℎ ]
𝑘𝑖 = (3.28)
2
√∑𝑁
𝑛=1[∆𝑔𝑛 (𝜌𝑖 ) − ∆𝑔̅ (𝜌𝑖 )]2 [ℎ𝑛 − ℎ̅]
97
berkorelasi, yang berarti bahwa densitas yang diasumsikan merupakan
harga densitas massa topografi yang tepat.
98
antara sumbu vertikal, ∆𝑔𝑓.𝑎 (𝑥, 𝑦, 𝑧), dan sumbu horizontal, variabel
g B ( x, y, z) gT ( x, y, z) .
0.2
Koefisien Korelasi (k)
0.1
0
1.9 2 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5
-0.1
-0.2
-0.3
Densitas (gr/cm3)
99
Contoh lain diberikan oleh Lanata (2018) yang menggunakan
metode Parasnis dalam mengestimasi densitas batuan pada riset yang
telah dilakukannya. Penentuan densitas dalam metode ini yaitu dengan
membuat grafik antara nilai anomali gravitasi udara-bebas, ∆𝑔𝑓.𝑎 , dan
koreksi Bouguer. Hal yang perlu diperhatikan dalam metode parasnis
yakni koreksi Bouguer yang digunakan adalah koreksi Bouguer yang
belum dioperasikan dengan nilai densitas dan dikurangkan dengan nilai
koreksi medan pada setiap data atau stasiun pengukuran. Nilai densitas
yang dihasilkan merupakan gradient atau kemiringan pada suatu
persamaan garis lurus sederhana. Pada Gambar 3.12 ditunjukkan bahwa
Grafik Parasnis
250
Free Air Correction
200
150
100
y = 2.3095x + 52.551
50
0
-20 0 20 40 60
Bouger Correction*
100
persamaan garis lurus sederhana yang dihasilkan adalah y = 2,3095x
+52,551. Sehingga, dapat dinyatakan bahwa nilai densitas yang
dihasilkan adalah sebesar 2,3095 gr/cm3, dimana nilai tersebut
merupakan kemiringan/gradien garis, m, pada persamaan garis lurus
yang didapatkan.
Tabel 3.1. Tabel densitas batuan dan mineral (Telford dkk, 1990).
Jenis Batuan Rentang Rerata Mineral Rentang Rerata
Sedimen (basah) Mineral Logam
Soil 1,2 - 2,4 1,92 Bauxite 2,3 – 2,55 2,45
Clay 1,63 - 2,6 2,21 Limonite 3,5 – 4,0 3,78
Gravel 1,7 - 2,4 2,0 Siderite 3,7 – 3,9 3,83
Sand 1,7 – 2,3 2,0 Rutile 4,18 – 4,3 4,25
Sandstone 1,61 –2,76 2,35 Manganite 4,2 – 4,4 4,32
101
Shale 1,77 – 3,20 2,40 Chromite 4,3 – 4,6 4,36
Limestone 1,93 – 2,90 2,55 Ilmenite 4,3- 5,0 4,67
Dolomite 2,28 – 2,90 2,70 Pyrolusite 4,7- 5,0 4,82
Sedimentary rock (av.) 2,50 Magnetite 4,9 – 5,2 5,12
Batuan Beku Franklinite 5,0 – 5,22 5,12
Rhyolite 2,35 – 2,70 2,52 Hermatite 4,9 – 5,3 5,18
Andesite 2,4 – 2,8 2,61 Cuprite 5,7 – 6,15 5,92
Granite 2,50 – 2,81 2,64 Cassiterite 6,8 – 7,1 6,92
Granodiorite 2,67 – 2,79 2,73 Wolframite 7,1 – 7,5 7,32
Porphyry 2,60 – 2,89 2,74 Sulfida, arsenida
Quartz diorite 2,62 – 2, 96 2,79 Sphalerte 3,5 – 4,0 3,75
Diorite 2,72 – 2,99 2,85 Malachite 3,9 – 4,03 4,0
Lava 2,80 – 3,00 2,90 Chalcopyrite 4,1 – 4,3 4,2
Diabase 2,50 – 3,20 2,91 Stannite 4,3 – 4,52 4,4
Basalt 2,70 – 3,30 2,99 Stibnite 4,5 – 4,6 4,6
Gabbro 2,70 – 3,50 3,03 Pyrrhotite 4,5 – 4,8 4,65
Peridotite 2,78 – 3,37 3,15 Molybdenite 4,4 – 4,8 4,7
Acid igneous 2,30 – 3,11 2,61 Marcasite 4,7 – 4,9 4,85
Basic igneous 2,09 – 3,17 2,79 Pyrite 4,9 – 5,2 5,0
102
Lignite 1,1 – 1,25 1,19
Soft coal 1,2 – 1,5 1,32
Anthracite 1,35- 1,8 1,50
Chalk 1,53 – 2,6 2,01
Graphite 1,9 – 2,3 2,15
Rock salt 2,1 – 2,6 2,22
Gypsum 2,2 – 2,6 2,35
Kaolinite 2,2 – 2,63 2,53
Orthoclase 2,5 – 2,6 -
Quartz 2,5 – 2,7 2,65
Calcite 2,6 – 2,7 -
Anhydrite 2,29 – 3,0 2,93
Biotite 2,7 – 3,2 2,92
Magnesite 2,9 – 3,12 3,03
Fluorite 3,01 – 3,25 3,14
Barite 4,3 – 4,7 4,47
103
Meskipun batuan-batuan beku secara umum lebih padat dari batuan-
batuan sedimen, tetapi ada banyak tumpeng tindih. Gunung berapi,
khususnya lava, mungkin memiliki porositas tinggi, dan karenanya
densitasnya rendah. Secara umum, batuan beku dasar (basic igneous
rocks) lebih berat daripada batuan beku asam (acid igneous rocks).
Porositas, yang sangat mempengaruhi densitas sedimen, sangat kecil
pengaruhnya pada sebagian besar batuan beku dan metamorf kecuali
kedua batuan tersebut memiliki keretakan (fracture) yang sangat tinggi
(Telford dkk, 1990).
104
3.5. Rangkuman
105
Keberadaan bukit dan lembah sangat mempengaruhi medan
gravitasi terukur, yaitu mengakibatkan berkurangnya medan gravitasi di
titik pengamatan. Massa bukit mengakibatkan terdapatnya komponen
gaya ke atas yang berlawanan dengan komponen gaya gravitasi
observasi. Jadi lembah dan bukit di sekitar titik pengamatan akan
mengurangi besarnya medan gravitasi pengukuran di titik tersebut,
sehingga koreksi medan yang diperhitungkan selalu berharga positif.
Anomali medan gravitasi yang dihasilkan setelah dilakukan koreksi
terrain terhadap medan gravitasi terukur disebut anomali Bouguer
lengkap (complete Bouguer anomaly).
Referensi
106
Dubey, C.P.; Tiwari, V.M., 2016, Computation of the gravity field and
its gradient: Some applications. Comput. Geosci., Vol. 88, pp. 83–96.
Hamdu, A.Y., 2017, Interpretasi Struktur Bawah Permukaan Cekungan
Sampara Menggunakan Data Garvitasi Citra Geosat, Skripsi, Universitas
Halu Oleo, Kendari.
Jacoby, W., & Smilde, P. L., 2009, Gravity interpretation: Fundamentals
and application of gravity inversion and geological interpretation,
Springer, Berlin.
Kane, M.F., 1962, A comprehensive system of terrain correction using a
digital computer, Geophysics, Vol. 27, No 4, p. 455-462.
Karl, J.H., 1971, The Bouguer Correction for The Spherical Earth,
Geophysics, Vol. 36, No. 4, p. 761-762.
La Fehr, T.R., 1991, Standarization in Gravity Reduction, Geophysics,
Vol. 56, No. 8, p. 1170-1178.
LaFehr TR, Nabighian MN, 2012, Fundamentals of Gravity Exploration,
Tulsa: Society of Exploration Geophysicists.
Lanata, R.R., 2018, Identifikasi Struktur Sesar pada Lapangan Panas
Bumi Mangolo, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara Menggunakan
Data Gravitasi Citra Satelit, Skripsi, Universitas Halu Oleo, Kendari.
Lowrie, W., 2007, Fundamentals of Geophysics, Cambridge University
Press, Cambridge, UK.
Ludwig J. L., Nafe J. F. & Drake C. L., 1970, Seismic refraction, In A.
E. Maxwell (ed.), The Sea, Vol. 4, Part 1, pp. 53– 84. John Wiley & Sons,
Inc., New York.
Reynolds, J. M., 2011, An Introduction to Applied and Inveronmental
Geophysics, Second Edition, John Wiley & Sons, Oxford UK.
Safani, J., 2000, Analisis Anomali Medan Gravitasi Di Atas Sferoida
Referensi (Studi Kasus Daerah Krinjing-Magelang, Jawa Timur), Thesis,
Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
107
Telford, W. M., Geldart, L. P., & Sheriff, R. E. 1990, Applied geophysics
second edition, Press Syndicate of University of Cambridge, New York.
Tenzer, R., Foroughi, I., Hirt, C., Novák, P., and Pitoňák, M., 2019,
How to Calculate Bouguer Gravity Data in Planetary Studies, Surveys
in Geophysics, Vol. 40, pp. 107–132.
Zumberge, M. A., Ridgway, J. R., & Hildebrand, J. A., 1997, A towed
marine gravity meter for near‐bottom surveys, Geophysics, Vol. 62, 5.
108
BAB IV
PEMROSESAN LANJUT
DATA GRAVITASI
4.1. Pendahuluan
109
data anomali medan gravitasi yang berada pada bidang datar dengan grid
yang teratur. Untuk mengatasi masalah ini dilakukan dengan dua cara:
110
∞ ∞
𝜎 (𝛼, 𝛽, ℎ)(ℎ − 𝑧)d𝛼 d𝛽
∆𝑔𝑧 (𝑥, 𝑦, 𝑧) = 𝐺 ∫ ∫ (4.1)
{(𝑥 − 𝛼)2 + (𝑦 − 𝛽)2 + (𝑧 − ℎ)2 }3/2
−∞ −∞
111
kontinyu 𝜎 (𝛼, 𝛽, ℎ) pada bidang z = h. Teknik sumber ekuivalen titik
massa didasarkan oleh pendekatan distribusi kontinu tersebut menjadi
sebuah deret massa-massa diskrit.
g A m (4.4)
112
yang menggambarkan N persamaan simultan dengan N buah titik-titik
massa diskrit yang tidak diketahui, sehingga akan ada penyelesaian yang
unik.
Dengan dihasilkannya massa-massa diskrit mk pada ( k , k , h)
N
m k (h z )
g ( x, y, z 0 ) G 3/ 2 (4.5)
k 1 x y 2 (z 0 h) 2
2
hz N
Gz (u, v, z ) 2 G exp (u x) 2 (vx) 2 mk k (4.6)
x k 1
dimana
k exp(i k u ik u)
dan
113
u 2 f x ; v 2 f y
m m
k k k k 1 (4.7)
hz
exp (ux)2 (vx) 2 (4.8)
x
umax ; vmax
x x
hz
dengan menganggap cukup besar. Kondisi ini memberikan batas
x
dari suatu bidang datar dimana sumber ekuivalen titik massa terdapat.
114
Batas bawah dari posisi sumber ekuivalen titik massa diperoleh teori
yang dikemukakan oleh Bullard & Cooper (1948) dimana mereka
berpendapat bahwa jika titik-titik massa diskrit terletak jauh di bawah
permukaan sedemikian sehingga massa diskrit tersebut berada di bawah
sumber sebenarnya maka akan terjadi osilasi yang sangat besar pada
medan gravitasi hasil proyeksi ke bidang datar.
(h zi ) 1
a lim lim
x ( z h)
3/ 2
yi k (zi h) 2
h 2 2 h
i k (4.9)
115
Harus diingat bahwa syarat yang diberikan pada Persamaan (4.10) hanya
berdasarkan hasil ujicoba yang dilakukan oleh Dampney. Mungkin
syarat yang diberikan ini menjadi tidak realistis untuk data yang lain,
maka perlu diujicoba untuk mendapatkan syarat yang realistis.
∂ (𝑧−𝑧0 )2 ∂2
U(x, y,z) =U(x,y,𝑧0 )+(z-z0 ) ∂z U(x,y,𝑧0 )+ U(x,y,𝑧0 )+…
2 ∂z2
∞
(z-z0 )n ∂n
=∑ U(x,y,𝑧0 ) (4.11)
n! ∂zn
n=0
116
( z z0 ) n n
U ( x, y, z0 ) U (x, y, z) U ( x, y, z0 ) (4.12)
n 1 n! z n
( z z0 ) n n
U ( x, y, z o )(i 1) U ( x, y, z) U ( x, y, z0 )i (4.13)
n 1 n! z n
117
medan gravitasi Bouguer lengkap yang masih terpapar di topografi tidak
berbeda jauh. Nilai anomali medan gravitasi Bouguer lengkap setelah
direduksi berkisar dari -20 mGal sampai 75 mGal. Perbedaan nilai
anomali yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh ketinggian bidang datar
pada saat diproyeksikan.
118
4.3.Pemisahan Anomali Medan Gravitasi Lokal-Regional
119
Jika pengambilan data dengan spasing antar titik pengukuran terlalu
lebar, maka frekuensi tinggi akibat pengaruh struktur bawah-permukaan
dangkal tidak akan muncul. Dan jika pengambilan spasing antar titik
pengukuran kecil, maka baik frekuensi tinggi maupun frekuensi rendah
akan terekam bersama-sama, sehingga untuk menganalisis anomali
akibat efek struktur bawah-permukaan dangkal perlu pemisahan efek
regional (signal frekuensi rendah) dari anomali lokalnya. Ada beberapa
metode pemisahan efek regional antara lain metode visual, metode
Griffin, metode turunan tegak kedua, metode polinomial, dan metode
kontinuasi keatas/kebawah (upward/downward continuation).
z U ( x ', y ', z0 )
U ( x, y, z0 z )
2 3
dx ' dy ' (4.14)
( x x ')2 (y y ')2 z 2 2
120
sembarang titik di atas permukaan dimana harga-harga medan yang
diketahui terdapat.
U ( x, y, z0 z ) U ( x ', y ', z
0 ) u ( x x ', y y ', z )dx ' dy ' (4.15)
atau
z 1
u ( x, y, z ) (4.16)
2 ( x y z 2 ) 3 2
2 2
F U u F U F u (4.17)
121
F u , yang dapat diperoleh dari transformasi Fourier Persamaan (4.16).
1 1
u ( x, y, z ) (4.18)
2 z r
z k
e , z 0 (4.19)
122
memperlihatkan adanya variasi lateral nilai anomali, yang
menggambarkan variasi massa batuan secara lateral pada zona dalam.
123
gravitasi regional, ditunjukk pada Gambar 4.4. Nampak adanya anomali
medan gravitasi dengan nilai positif dan negatif yang tersebar secara
random. Nilai anomali rendah mencirikan struktur batuan dengan
densitas rendah, sedangkan nilai anomali tinggi mencirikan sebaliknya.
124
Selain kontinuasi ke atas, metode lain dalam pemisahan anomali
regional dan anomali lokal adalah Second Vertical Derivative (SVD) atau
turunan vertikal kedua memunculkan efek dangkal dari pengaruh
regionalnya sehingga proses filtering dengan metoda ini bisa
menyelesaikan masalah anomali residual yang tidak mampu diselesaikan
dengan metoda pemisahan regional-lokal yang ada (Reynolds, 2011).
125
Sebagai ilustrasi tentang bagaimana efek gravitasi struktur dangkal
dan struktur dalam dapat dipisahkan, pertimbangkan dua massa titik
yang sama (m) pada dua kedalaman yang berbeda, misalnya pada
kedalaman 1 satuan dan 4 satuan. Nilai g untuk sebuah massa titik pada
kedalaman z sama dengan hasil kali konstanta gravitasi (G) dan massa
dibagi dengan kuadrat kedalaman z, jadi g = Gm/z2. Jika ini diturunkan
dua kali terhadap z, maka diperoleh 𝑔′′ = 6𝐺𝑚⁄𝑧 4 . Jelas sekali terlihat
bahwa turunan kedua dari medan gravitas, 𝑔′′, berbanding terbalik
dengan z4. Jadi rasio kedua SVD untuk 𝑧1 = 1 dan 𝑧2 = 4 adalah, ,
𝑔′′1⁄𝑔′′2 = 256.
∂2 ∆g ∂2 ∆g ∂2 ∆g
+ + =0 (4.20)
∂x2 ∂y2 ∂z2
∂2 ∆g 𝜕 2 ∆𝑔 𝜕 2 ∆𝑔
= -( 2 + ) (4.21)
∂z2 𝜕𝑥 𝜕𝑦 2
126
∂2 ∆g ∂2 ∆g
=- (4.22)
∂z2 ∂x2
∂2 (∆g) ∂2 (∆g)
| | <| | untuk sesar turun (4.23a)
∂z2 min ∂z2 max
∂2 (∆g) ∂2 (∆g)
| | >| | untuk sesar naik (4.23b)
∂z2 min ∂z2 max
∂2 (∆g) ∂2 (∆g)
| | =| | untuk sesar geser (4.23c)
∂z2 min ∂z2 max
Jika harga mutlak minimal SVD lebih kecil dari harga mutlak
maksimalnya, maka memenuhi kriteria sesar turun. Sebaliknya, jika
harga mutlak minimal SVD lebih besar dari harga mutlak maksimalnya,
maka memenuhi kriteria sesar naik. Sedangkan jika harga mutlak
minimal SVD sama dengan harga mutlak maksimalnya, maka memenuhi
kriteria sesar geser. Anomali yang disebabkan oleh struktur cekungan
mempunyai harga mutlak minimal SVD selalu lebih besar daripada harga
mutlak maksimalnya. Sedangkan anomali yang disebabkan struktur
intrusi berlaku sebaliknya, harga mutlak minimalnya lebih kecil daripada
harga maksimalnya (Reynold, 1997).
127
Dimungkinkan untuk menghitung dan memetakan peta turunan
vertikal kedua (SVD) dari data anomali Bouguer. Kontur nol harus
menunjukkan tepi-tepi dari fitur geologi lokal. SVD ini memiliki satuan
dimana 10-6 mGal/cm2 ≡ 10−9 cm−1 s−2 ≡ 1 E cm−1 ≡ (E adalah singkatan
dari Eotvos = 10-6 mGal/cm, yang merupakan ukuran gradien gravitasi).
128
Gambar 4.5. Tiga respons trend dari analisa SVD pada anomali
gravitasi (a) prisma horisontal (b) cekungan sedimen (c) batuan pluton
granitik (Reynold, 1997).
129
peta SVD adalah untuk menonjolkan dan memperjelas fitur secara
spasial, seperti dapat dilihat dari Gambar 4.6. Hal-hal yang dapat
digarisbawahi pada Gambar 4.6 adalah sebagai berikut. Pertama, peta
anomali Bouguer tampaknya memiliki tren yang konsisten dengan peta
SVD. Kedua, fitur Sesar Kolaka dan Sesar Konaweha menjadi semakin
jelas terlihat pada peta SVD.
131
Gambar 4.7. Analisa jenis sesar pada sesar lokal di Kolaka, Provinsi
Sulawesi Tenggara.
4.5. Rangkuman
132
tidak beraturan ke suatu permukaan datar pada ketinggian tertentu
dengan grid yang teratur. Proyeksi seperti ini diperlukan karena
perangkat lunak yang ada saat ini dalam pemodelan inversi data gravitasi
untuk mengestimasi struktur bawah permukaan masih belum memasuk-
kan variabel ketinggian titik amat. Proyeksi ke bidang datar ini adalah
upaya untuk mengatasi persoalan di atas. Proyeksi ke bidang datar
biasanya dilakukan pada ketinggian rata-rata. Hasil proyeksi akurat
apabila kontur anomali Bouguer hasil proyeksi ke bidang datar
memperlihatkan trend yang sama dengan kontur anomali Bouguer yang
masih terpapar di topografi.
133
visual, metode Griffin, metode turunan tegak kedua, metode polinomial,
dan metode kontinuasi keatas/ kebawah (upward/ downward
continuation).
Referensi
Blakely, R. J. 1996. Potential theory in gravity and magnetic
applications. New York: Cambridge University Press.
Bullard, E.C., and Cooper, R.I.B., 1948, The Determination of the
Masses Necessary to Produce a Given gravitational Field, Proc. R. Soc.
Lond., A194, 332-347.
Dampney, C. N. G. 1969. The equivalent source technique. Journal
Geophysics, Vol. 34, 1.
Hamdu, A.Y., 2017, Interpretasi Struktur Bawah Permukaan Cekungan
Sampara Menggunakan Data Garvitasi Citra Geosat, Skripsi, Universitas
Halu Oleo, Kendari.
Jacoby, W., & Smilde, P. L., 2009, Gravity interpretation: Fundamentals
and application of gravity inversion and geological interpretation,
Springer, Berlin.
Lanata, R.R., 2018, Identifikasi Struktur Sesar pada Lapangan Panas
Bumi Mangolo, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara
Menggunakan Data Gravitasi Citra Satelit, Skripsi, Universitas Halu
Oleo, Kendari.
134
LaFehr TR, Nabighian MN, 2012, Fundamentals of Gravity Exploration,
Tulsa: Society of Exploration Geophysicists.
Reynolds, J. M., 1997, An Introduction to Applied and Environmental
Geophysics, John Wiley & Sons, Oxford UK.
Reynolds, J. M., 2011, An Introduction to Applied and Inveronmental
Geophysics, Second Edition, John Wiley & Sons, Oxford UK.
Rusmana, E., Sukido, Sukarna, D., Haryono, D., Simandjuntak, T.O.,
1993, Peta Geologi Lembar Lasusua-Kendari, Sulawesi, skala
1:250.000.
Safani, J., 2000, Analisis Anomali Medan Gravitasi di Atas Sferoida
Referensi (Studi Kasus Daerah Krinjing-Magelang, Jawa Timur), Thesis,
Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Telford, W. M., Geldart, L. P., & Sheriff, R. E. 1990, Applied geophysics
second edition, Press Syndicate of University of Cambridge, New York.
Dubey, C.P.; Tiwari, V.M., 2016, Computation of the gravity field and
its gradient: Some applications. Comput. Geosci., Vol. 88, pp. 83–96.
135
BAB V
INTERPRETASI DATA
GRAVITASI
5.1. Pendahuluan
136
5.2. Efek Gravitasi Benda Dua Dimensi Sembarang
Efek gravitasi dari benda dua dimensi (2-D) dari tampang lintang
sembarang dapat dihitung dengan menggunakan poligon bersisi-N
(Talwani dkk, 1959; Telford dkk, 1990). Ilustrasi sederhana dari model
Talwani dkk ditunjukkan pada Gambar 5.1. ABCDEF pada Gambar 5.1
adalah titik-titik sudut sebuah poligon dan P adalah titik amat dimana
efek gravitasi poligon akan ditentukan. P dianggap sebagai titik pusat
sistem koordinat XZ, dan poligon berada pada bidang XZ ini. Sumbu Z
adalah positif ke bawah dan θ adalah positif dari arah sumbu X-positif ke
sumbu Z-positif.
137
𝑔 = 2𝐺𝜌 ∮ 𝑧 𝑑𝜃 (5.1)
z x tan (5.2)
z ( x ai ) tan i (5.3)
ai tan tan i
z (5.4)
tan i tan
dan
C
ai tan tan i
BC
zd
B
tan i tan
d (5.5)
𝑔 = 2𝐺𝜌 ∑ 𝑧𝑖 (5.6)
𝑖=1
138
cos i (tan i tan i )
zi ai sin i cos i i i 1 tan i ln (5.7)
cos i 1 (tan i 1 tan i
dengan
𝜃𝑖 = arctan(𝑧𝑖 ⁄𝑥𝑖 )
𝑥𝑖+1 − 𝑥𝑖
𝑎𝑖 = 𝑥𝑖+1 + 𝑧𝑖+1
𝑧𝑖 − 𝑧𝑖+1
Kedua kasus ini akan memudahkan perhitungan efek gravitasi dari benda
anomali yang berbentuk persegi empat.
139
5.3. Efek Gravitasi Dua Dimensi untuk Benda Berbentuk
Persegi Empat
Efek gravitasi dari seluruh blok adalah jumlah keseluruhan dari efek
individual masing-masing blok yang dapat diatur sedemikian sehingga
memiliki lebar dan tinggi yang sama. Namun dapat pula diatur sehingga
lebar dan tinggi blok tidak sama, bergantung pada kebutuhan analisis
interpreter. Dengan menggunakan persamaan (5.6) dan (5.7), efek
gravitasi sembarang blok dalam model sebagaimana ditunjukkan pada
Gambar 5.2 dapat ditentukan.
Untuk AD : 𝑧𝐴 = 𝑧𝐷
140
Gambar 5.2. Geometri sembarang blok pada sistem model 2-D yang
digunakan dalam proses inversi.
Untuk DC: 𝑥𝐷 = 𝑥𝐶
cos 𝜃 𝑟
𝑧𝐷𝐶 = 𝑥𝐷 ln cos 𝜃3 = (𝑥𝑗 − 𝑥𝑖 + 𝑑 ⁄2) ln 𝑟3 (5.9)
4 4
Untuk CB: 𝑧𝐶 = 𝑧𝐵
Untuk BA: 𝑥𝐵 = 𝑥𝐴
cos 𝜃 𝑟
𝑧𝐵𝐴 = 𝑥𝐵 ln cos 𝜃2 = (𝑥𝑗 − 𝑥𝑖 − 𝑑 ⁄2) ln 𝑟2 (5.11)
1 1
𝑟3
𝑧 = (𝑧𝑗 − ℎ⁄2)(𝜃3 − 𝜃1) + (𝑥𝑗 − 𝑥𝑖 + 𝑑 ⁄2) ln +
𝑟4
141
𝑟2
(𝑧𝑗 + ℎ⁄2)(𝜃2 − 𝜃4 ) + (𝑥𝑗 − 𝑥𝑖 − 𝑑 ⁄2) ln (5.12a)
𝑟1
𝑟4 𝑟1 𝑟4
𝑧 = (𝑥𝑗 − 𝑥𝑖 + 𝑑 ⁄2) ln + 𝑑 ln + (𝑧𝑗 + ℎ⁄2)(𝜃4 − 𝜃2 )
𝑟3 𝑟2 𝑟3
+ (𝑧𝑗 − ℎ⁄2)(𝜃3 − 𝜃1 ) (5.12b)
Model 2-D ini dijelaskan dengan rinci dalam Last & Kubik (1983)
dengan memanfaatkan model Talwani (1959) untuk benda berbentuk
persegi empat. Tiap-tiap blok persegi empat tersebut merepresentasikan
titik data i dan blok j. Susunan tiap-tiap blok tersebut ditunjukkan pada
Gambar 5.3. Blok-blok persegi empat yang memiliki pusat tepat di
142
Gambar 5.3. Model dua-dimensi (2-D) blok-blok persegi empat yang
menggambarkan titik data i, blok j. d dan h adalah dimensi horisontal dan
vertikal blok (Last & Kubik, 1983).
𝑔𝑖 = ∑ 𝑎𝑖𝑗 𝜌𝑗 𝑖 = 1, … 𝑁 (5.14)
𝑗=1
Dengan 𝜌𝑗 adalah densitas blok ke-j, dan 𝑎𝑖𝑗 elemen matriks yang
menjabarkan pengaruh blok ke-j pada harga gravitasi, yaitu
143
𝑟4 𝑟1 𝑟4
𝑎𝑖𝑗 = 2𝐺 [(𝑥𝑗 − 𝑥𝑖 + 𝑑 ⁄2) ln + 𝑑 ln + (𝑧𝑗 + ℎ⁄2)(𝜃4 − 𝜃2 )
𝑟3 𝑟2 𝑟3
dimana:
1
r1 ( z j h / 2)2 ( xi x j d / 2)2 2
(5.16a)
1
r2 ( z j h / 2)2 ( xi x j d / 2)2 2
(5.16b)
1
r3 ( z j h / 2)2 ( xi x j d / 2)2 2
(5.16c)
1
r4 ( z j h / 2)2 ( xi x j d / 2)2 2
(5.16d)
144
5.5. Uji Numerik Pemodelan Kedepan dan Inversi Data
Gravitasi untuk Model 2-D Persegi Empat
145
Gambar 5.4. Respon medan gravitasi sintetik (sisi atas) dan model
sintetik berbentuk patahan homogen (sisi bawah) (Rubaiyn dkk, 2019).
146
generasi yaitu 1000 model dan jumlah maksimum generasi yaitu 1500
(Rubaiyn dkk, 2019).
147
(medan gravitasi terukur dan medan gravitasi hasil inversi) di tunjukan
oleh Gambar 5.5.
148
serta diperoleh model bawah permukaan hasil inversi yang sesuai dengan
model sintetik (Rubaiyn, 2019). Hal ini menunjukkan bahwa inversi
dengan algoritma genetika dengan panjang string kromosom 1 bit dapat
digunakan untuk mengestimasi dengan sangat akurat model benda
anomali homogen. Inversi dengan panjang bit string yang lebih besar
seperti 2 bit, 4 bit, atau 8 bit perlu dilakukan sebagai pembanding untuk
mengukur keakurasian hasil inversi, karena panjang bit string juga
mempengaruhi akurasi hasil inversi data geofika dalam metode
algoritma genetika.
149
Gambar 5.6. Respon medan gravitasi sintetik (atas) dan model sintetik
benda berbentuk patahan tak homogen (bawah) (Rubaiyn, 2019).
150
untuk panjang string 1 bit, 2 bit, dan 8 bit secara berturut-turut ditunjukan
oleh Gambar 5.7, Gambar 5.8 dan Gambar 5.9.
151
kromosom 1 bit memperlihatkan kesesuaian yang baik antara data
gravitasi observasi dan gravitasi terhitung (gravitasi inversi) dengan nilai
misfit atau Ekurva (eror kurva) 5,1 x 10-3 mGal. Namun demikian, model
benda anomali hasil inversi serta belum menunjukan hasil yang
diharapkan. Model distribusi densitas hasil inversi yang ditunjukkan pada
Gambar 5.7 belum sesuai dengan model sintetik patahan tak-homogen
seperti ditunjukkan pada Gambar 5.6. Dengan demikian misfit yang kecil
belum dapat menjamin dihasilkannya model inversi yang akurat.
152
Gambar 5.8. Hasil inversi model patahan tak-homogen dengan
algoritma genetika panjang string kromosom 2 bit: (a) perbandingan
kurva gravitasi observasi dan gravitasi hasil inversi (sisi atas), dan (b)
model patahan tak-homogen hasil inversi (sisi bawah) (Rubaiyn, 2019).
153
Dari ketiga hasil inversi untuk model patahan tak-homogen dengan
panjang bit string kromosom yang berbeda terlihat bahwa semakin tinggi
bit string, semakin akurat hasil inversi yang diperoleh. Jadi panjangnya bit
string kromosom dalam melakukan inversi dengan metode algoritma
genetika sangat mempengaruhi hasil inversi.
5.6. Rangkuman
154
Anomali benda homogen bawah permukaan mampu dimodelkan dengan
sangat baik melalui inversi algoritma genetika terhadap data medan
gravitasi, meski hanya dengan panjang string kromosom 1 bit. Di lain
pihak, anomali benda tak-homogen yang dicirikan oleh variasi densitas
sistem perlapisan benda tersebut dapat dimodelkan dengan sangat akurat
melalui inversi algoritma genetika dengan panjang string 8 bit.
Referensi
Dubey, C.P.; Tiwari, V.M., 2016, Computation of the gravity field and
its gradient: Some applications. Comput. Geosci., Vol. 88, pp. 83–96.
Eteje, S. O., Oduyebo, O. F., Oluyori. P. D., 2019, Modelling Local
Gravity Anomalies from Processed Observed Gravity Measurements for
Geodetic Applications. International Journal of Scientific Research in
Science and Technology, Vol. 6 (5), pp.144-162.
Grandis, H., 2009, Pengantar Pemodelan Inversi Geofisika, Himpunan
Ahli Geofisika (HAGI), Bandung.
Hubbert, M. K., 1948, A line integral method of computing gravimetric
effects of two-dimensional masses, Geophysics, Vol 13, 215-225.
Krahenbuhl, R.A., 2005, Binary Inversion of Gravity Data for Salt
Imaging, Department of Geophysics Colorado School of Mines.
LaFehr TR, Nabighian MN, 2012, Fundamentals of Gravity Exploration,
Tulsa: Society of Exploration Geophysicists.
Last, B.J., and Kubik, K., 1983, Compact Gravity Inversion, Geophysics
Vol.48 74, p.713-721.
Reynolds, J. M., 2011, An Introduction to Applied and Inveronmental
Geophysics, Second Edition, John Wiley & Sons, Oxford UK.
155
Rubaiyn, A., Safani, J., La Hamimu, 2019, Pengembangan Algoritma
Genetika Untuk Inversi Data Gravitasi, Jurnal Rekayasa Geofisika
Indonesia (JRGI), Vol. 1, No. 01, p. 1 - 8.
Talwani, M., Worzel, J. L. and Ladisman, M., 1959., Rapid Gravity
Computation for Two Dimensional Bodies with Application to The
Medicino Submarine Fractures Zone., Journal of Geophysics Research.,
Vol. 64 No.1
Telford, W. M., Geldart, L. P. and Sheriff, R. E., 1990., Applied
Geophysics Second Edition., Cambridge University Press, New York,
USA
156