Anda di halaman 1dari 5

Tujuan Pelatihan Kerja

Menurut Widodo (2015), tujuan pelatihan kerja adalah untuk meningkatkan produktivitas, kualitas, mendukung perencanaan SDM,
meningkatkan moral anggota, memberikan kompensasi yang tidak langsung, meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja,
mencegah kedaluwarsa kemampuan dan pengetahuan personel, meningkatkan perkembangan kemampuan dan keahlian personel.

Menurut Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa pelatihan kerja diselenggarakan dan
diarahkan untuk membekali, meningkatkan dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan,
produktivitas, dan kesejahteraan. Menurut Simamora (1997), tujuan dari pelatihan kerja antara lain adalah sebagai berikut:

1. Memperbaiki kinerja. karyawan-karyawan yang bekerja secara tidak memuaskan karena kekurangan ketrampilan merupakan calon
utama pelatihan.

2. Memutakhirkan keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi. Melalui pelatihan, pelatih (trainer) memastikan
bahwa karyawan dapat mengaplikasikan teknologi baru secara efektif.

3. Mengurangi waktu pembelajaran bagi karyawan baru agar agar kompeten dalam pekerjaan. Seseorang karyawan baru sering tidak
menguasai keahlian dan kemampuan yang dibutuhkan untuk menjadi job competent, yaitu mampu mencapai output dan standar
mutu yang diharapkan.

4. Membantu memecahkan masalah operasional. Para manajer harus mencapai tujuan mereka dengan kelangkaan dan kelimpahan
sumber daya seperti kelangkaan sumber daya finansial dan sumber daya teknologi manusia, dan kelimpahan masalah keuangan,
manusia dan teknologi.
5. Mempersiapkan karyawan untuk promosi. Salah satu cara untuk menarik, menahan dan memotivasi karyawan adalah melalui
program pengembangan karier yang sistematik. Pengembangan kemampuan promosional karyawan konsisten dengan kebijakan
sumber daya manusia untuk promosi dari dalam. Pelatihan adalah unsur kunci dalam sistem pengembangan karier.

Jenis-jenis Pelatihan Kerja

Menurut Handoko (2001), berdasarkan metodenya pelatihan kerja dapat diklasifikasi dalam dua jenis, yaitu on the job training dan
off the job training. Adapun penjelasan dari masing-masing jenis pelatihan kerja tersebut adalah sebagai berikut:

A. Metode on the job training

On the job training (OJT) atau In-house training merupakan metode yang paling banyak digunakan perusahaan dalam melatih tenaga
kerjanya. On the job training adalah metode pelatihan yang pelaksanaannya dilakukan di tempat kerja. Para karyawan
mempelajari kerjanya sambil mengerjakan secara langsung. Dalam metode on the job training terdapat berbagai teknik yang bisa
digunakan dalam pelatihan, yaitu sebagai berikut:

1. Rotasi Jabatan. Memberikan kepada karyawan pengetahuan tentang bagian-bagian organisasi yang berbeda dan praktik berbagai
macam keterampilan manajerial.

2. Pelatihan Instruksi Pekerjaan. Petunjuk-petunjuk pekerjaan diberikan secara langsung pada pekerjaan dan digunakan terutama
untuk melatih para karyawan tentang cara pelaksanaan pekerjaan mereka sekarang.
3. Magang. Merupakan proses belajar dari seorang atau beberapa orang yang berpengalaman, Asistensi dan Intership adalah bentuk
lain program magang.

4. Coaching. Penyelia atau atasan memberikan bimbingan dan pengarahan kepada karyawan dalam pelaksanaan kerja rutin mereka.

5. Penugasan Sementara. Penempatan karyawan pada posisi manajerial atau sebagai anggota panitia tertentu untuk jangka waktu
yang ditetapkan, karyawan terlibat dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-masalah organisasional nyata.

Jenis-jenis orientasi

Seperti yang sudah dibahas di atas, orientasi biasanya dikenal dalam tiga ranah institusi yang berdasar pada bentuk institusi tersebut.
Akan tetapi, bila dilihat dari bentuk orientasi tersebut, maka ada beberapa jenis orientasi yang perlu kamu pahami, berikut
diantaranya:

1. Orientasi Formal

Orientasi formal adalah sebuah program orientasi yang biasanya dibentuk dengan perencanaan dan juga penetapan tujuan. Orientasi
formal dilakukan di bidang pendidikan, pemerintahan, dan perusahaan untuk memperkenalkan orang-orang yang baru masuk di
lingkungan tersebut. Untuk pegawai atau karyawan, orientasi formal dilakukan untuk pengenalan lingkungan kerja.

2. Orientasi Individu/personal

Orientasi individu adalah program orientasi yang dilakukan secara terencana pada satu orang dengan tujuan mengarahkan ataupun
menjelaskan deskripsi tugas secara personal. Jenis orientasi yang satu ini biasanya dipakai untuk eksekutif yang baru masuk di
sebuah perusahaan atau pejabat baru di pemerintah.
3. Orientasi Spasial

Orientasi spasial mengacu pada kemampuan untuk mengidentifikasi posisi ataupun arah objek dan titik yang ada di dalam ruangan.
Tak hanya itu saja, orientasi spasial juga biasanya digunakan dalam tes psikologi untuk mencari tahu kemampuan individu
terhadap suatu posisi objek atau benda-benda.

Orientasi spasial atau yang biasanya dikenal dengan sebutan kemampuan navigasi biasanya berhubungan dengan transformasi
rangsangan otak dengan ruangan. Dimana jenis orientasi ini adalah sebuah keterampilan manusia secara kompleks dalam melacak
posisi tubuh dan juga penyesuaian diri dengan lingkungan melalui perpindahan dan pencarian arah. Individu yang merasa
kesulitan untuk menentukan arah dan membaca peta biasanya mempunyai hambatan di bagian orientasi spasialnya.

4. Orientasi Serial

Orientasi serial merupakan suatu bentuk orientasi yang dilakukan dengan cara menerapkan kriteria dan norma kepada seseorang yang
memiliki pengalaman lebih banyak. Hal tersebut biasanya dilakukan di bidang pendidikan, dimana seorang siswa yang sudah
diterima dan melakukan orientasi di masa sebelumnya. Mereka akan memberikan orientasi kepada siswa baru. Orientasi serial
biasanya berbentuk simultan dan terus-menerus akan berlanjut. Sehingga orang-orang yang sudah menjalani orientasi akan
memberikan orientasi di masa mendatang secara berkelanjutan.

5. Orientasi disjungtif

Orientasi disjungtif biasanya dilakukan dengan cara personal yaitu dalam bentuk refleksi diri maupun penyesuaian diri terhadap
orang lain yang dinilai berperilaku tidak tepat. Jenis orientasi yang satu ini biasa dilakukan saat seseorang melihat orang lain yang
dinilai tidak layak menjadi panutan.
Namun dari sana, mereka bisa menemukan suatu nilai kontras yang dapat diterapkan di dalam dirinya sendiri. Misalnya saja, di
dalam dunia kerja, seorang pegawai menemukan bahwa atasannya mempunyai kecenderungan telat dan suka korupsi waktu. Ia
sadar bahwa atasan tersebut tidak bisa menjadi panutan untuk dirinya. Dari hal itu, Ia menjadikan perilaku tersebut sebagai
refleksi supaya dirinya selalu tepat waktu dan tidak melakukan korupsi waktu seperti datang terlambat atau istirahat terlalu lama
dan lain sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai