Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Mata adalah organ fotosensitif yang kompleks dan berkembang lanjut yang memungkinkan
analisis cermat tentang bentuk, intensitas cahaya, dan warna yangdipantulkan obyek. Mata
adalah organ penglihatan berupa struktur yang sangat khusus dankompleks, menerima dan
mengirimkan data ke korteks serebral. Mata terletak di dalam struktur tengkorak yang
melindunginya, yaitu orbita. Banyak sekali penyakit yang bisamenyerang pada mata, walaupun
mata berukuran sangat kecil dibandingkan dengan ukuranbagian tubuh yang lain.
Penyakit mata ini sangat mengganggu penderitanya karena dapatmenyebabkan hilangnya
penglihatan. Sediaan obat mata adalah sediaan steril berupa salep, larutan atau suspensi,
digunakan untuk mata dengan jalan meneteskan, mengoleskan pada selaput lendir mata di sekitar
kelopak mata dan bola mata. Dalam pengobatan berbagai penyakit dan kondisi pada mata, ada
beberapa bentuk sediaan pada obat mata, dimana masing-masing obat mata tersebut memiliki
mekanisme kerja tertentu. Adapun contoh sediaan mata yaitu tetes mata, salep mata, gel mata,
sisipan pada mata, injeksi, implan, cairan cuci mata.
Biofarmasi adalah cabang ilmu farmasi yang mempelajari hubungan antara sifat-sifat fisiko
kimia dari bahan baku obat dan bentuk sediaan dengan efek terapi sesudah pemberian obat
tersebut kepada pasien. Perbedaan sifat fisiko kimia dari sediaan ditentukan oleh bentuk sediaan,
formula dan cara pembuatan, sedangkan perbedaan sifat fisiko kimia bahan baku obat dapat
berasal dari bentuk bahan baku (ester , garam, kompleks atau polimorfisme) dan ukuran partikel.
Selanjutnya perkembangan ilmu biofarmasi, melihat bentuk sediaan sebagai suatu “drug delivery
system” yang menyangkut pelepasan obat berkhasiat dari sediaannya, absorpsi dari obat
berkhasiat yang sudah dilepaskan, distribusi obat yang sudah diabsorpsi oleh cairan tubuh,
metabolisme obat dalam tubuh serta eliminasi obat dari tubuh.
Sediaan obat mata (optalmika) adalah tetes mata (Oculoguttae), salep mata (oculenta),
pencuci mata (Colyria), dan beberapa bentuk pemakaian yang khusus (lamella dan penyemprot
mata) serta insert sebagai bentuk depo yang ditentukan untuk digunakan pada mata utuh atau
terluka. Obat mata digunakan sebagai efek terapetik lokal (Lukas, 2012) Larutan obat mata
adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas
sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata. (Depkes RI, 2014).
Bentuk sediaan tetes mata harus memenuhi persyaratan uji sterilitas. Beberapa penggunaan
sediaan tetes mata harus mengandung zat yang sesuai atau campuran zat untuk mencegah
pertumbuhan atau memusnahkan mikroorganisme. Sediaan mata harus bebas dari partikel besar
dan harus memenuhi persyaratan untuk kebocoran dan partikel logam. Semua sediaan tetes mata
harus steril dan bila memungkinkan pengawet yang cocok harus ditambahkan untuk memastikan
sterilitas selama digunakan. Pembuatan larutan obat mata membutuhkan perhatian khusus dalam
hal toksisitas bahan obat, nilai isotonisitas, kebutuhan akan dapar, kebutuhan akan pengawet
(dan jika perlu pemilihan pengawet) sterilisasi dan kemasan yang tepat (Depkes RI, 1995)
Menurut Muzakkar (2007) Penggunaan tetes mata pada etiketnya tidak boleh digunakan lebih
dari satu bulan setelah tutup dibuka, karena penggunaan dengan tutup terbuka kemungkinan
terjadi kontaminasi dengan bebas. Oleh karena itu beberapa penggunaan sediaan tetes mata harus
mengandung zat yang sesuai atau campuran zat untuk mencegah pertumbuhan atau
memusnahkan mikroorganisme (Aldrich, et al., 2013).
Setiap larutan mata yang mengandung bahan pengawet harus tidak mengiritasi serta dapat
mencegah dan berkembang atau masuknya mikroorganisme dengan tidak sengaja ke dalam
larutan obat mata ketika wadah terbuka selama pemakaian. Selain itu, harus diperhatikan juga
sifat dari pengawet seperti kelarutan dan efek yang terjadi pada zat aktifnya (Ansel, 2005). Selain
itu, karena penggunannya dilakukan berulang maka produk multidosis selain 2 kemasan aerosol
harus diberikan pengawet dan harus lewat pengujian efikasi FDA. Penambahan pengawet untuk
sediaan tetes mata diperbolehkan tetapi harus sesuai rentang yang telah ditetapkan karena
pengawet bersifat toksik maka kadar pengawet yang digunakan untuk sediaan tetes mata
diusahakan seminimal mungkin penggunaanya agar tidak menimbulkan efek keracunan pada
manusia, tetapi dengan kadar tersebut harus efektif untuk menjaga sediaan dari kontaminan (USP
30).
Larutan tetes mata dapat dikemas dalam wadah dosis ganda ketika ditujukan untuk
penggunaan individu. Wadah untuk sediaan tetes mata harus steril pada saat mengisi dan
menutup. Wadah langsung untuk sediaan mata disegel sehingga sterilitas dipastikan pada saat
penggunaan pertama. Kemasan yang digunakan pada sediaan tetes mata tidak harus berinteraksi
secara fisika atau kimia dengan formulasi dengan cara apapun untuk mengubah kekuatan,
kualitas, atau kemurnian produk obat. Kemasan harus memenuhi persyaratan yang berlaku
(Aldrich, et al., 2013). Walaupun tidak dimasukkan ke dalam rongga rongga bagian tubuh,
sediaan untuk mata digunakan pada daerah yang berhubungan dengan jaringan-jaringan yang
sangat peka terhadap kontaminan dan membutuhkan tingkat kemurniaan yang tinggi (Lachman
dkk., 2008)

1.2. Tujuan
- Dapat mengetahui macam-macam sediaan mata
- Dapat mengetahui anatomi dan fisiologi mata terkait penghantaran obat pada mata
- Dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi biofarmasi obat pada mata
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Anatomi Mata

Mata merupakan organ yang peka dan penting dalam kehidupan, terletak dalam lingkaran
bertulang yang berfungsi untuk memberi perlindungan maksimal sebagai pertahanan yang baik
dan kokoh. Mata mempunyai pertahanan terhadap infeksi, karena sekret mata mengandung
enzim lisozim yang dapat menyebabkan lisis pada bakteri dan dapat membantu mengeliminasi
organisme dari mata Mata adalah organ penglihatan yang mana memiliki struktur yang sangat
khusus dan kompleks. Menerima dan mengirimkan data ke korteks serebral. Indra penglihatan
yang terletak pada mata ( organ visus ) terdiri dari organokuli assesoria (alat bantu mata) dan
okulus (bola mata).

a)Sklera

Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata serta
bagian putih pada bola mata yang bersama kornea sebagai pembungkus dan pelindung isi bola
mata. Kekakuan tertentu pada sklera mempengaruhi tekanan bola mata.

b)Kornea

Merupakan selaput bening mata dan bagian terdepan dari sklera yang bersifat transparan
sehingga memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata. Kornea berperan meneruskan dan
memfokuskan cahaya ke dalam bola mata. Pembiasan terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40
dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea. Kornea terdiri dari
beberapa lapis jaringan yang menutup bola mata bagian depan yaitu epitel, membran bowman,
stroma, membran descement dan endotel. Saraf sensoris yang mempersarafi kornea yaitu saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid yang masuk ke
dalam stroma kornea menembus membran Bowman dan melepaskan selubung Schwannya.

c)Bilik-bilik dalam mata

Bola mata mempunyai 2 bilik yaitu, bilik mata depan yang merupakan ruangan dibatasi
oleh kornea, iris, lensa dan pupil serta berisi humor aquos yang membawa makanan untuk
jaringan mata sebelah depan. Kemudian bilik mata belakang yang paling sempit pada mata.

d) Humor Aquos

Humor aquos atau cairan mata merupakan bagian dari mata yang dihasilkan oleh badan
siliar masuk ke bilik mata melalui pupil serta berfungsi memberikan makanan dan oksigen untuk
mempertahankan kornea dan lensa.

e) Uvea
Uvea merupakan lapis vaskuler di dalam bola mata yang banyak mengandung pembuluh
darah yaitu ; iris, badan siliar, koroid. Iris atau selaput pelangi mempunyai kemampuan mengatur
secara otomatis masuknya sinar ke dalam bola mata. Badan siliar mengandung otot untuk
melakukan akomodasi sehingga lensa dapat mencembung dan merupakan susunan otot
melingkar dan mempunyai sistem ekskresi di belakang limbus. Koroid itu sendiri lapis tengah
pembungkus bola mata yang banyak mengandung pembuluh darah dan memberikan makan lapis
luar retina.

f) Pupil

Pupil pada anak-anak pupil berukuran kecil karena belum berkembangnya saraf simpatis.
Orang dewasa ukuran pupil sedang, dan orang tua pupil mengecil akibat rasa silau yang
dibangkitkan oleh lensa yang sklerosis. Pada waktu tidur pupil mengalami pengecilan akibat dari
berkurangnya rangsangan simpatis dan kurang rangsangan hambatan miosis. Mengecilnya pupil
berfungsi untuk mencegah aberasi kromatis pada akomodasi.

g)Retina

Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor dan akan
meneruskan rangsangan cahaya yang diterimanya berupa bayangan. Dalam retina terdapat
makula lutea atau bintik kuning yang merupakan bagian kecil dari retina dan area sensitif paling
rentan pada siang hari.

2.2. Struktur Pelindung Mata

a) Kelopak Mata

Kelopak mata atau sering disebut palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata dari
trauma, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea.
Kelopak mata merupakan pelindung mata yang paling baik dengan membasahi mata dan
melakukan penutupan mata bila terjadi rangsangan dari luar. Kelopak mempunyai lapis kulit
yang tipis pada bagian depan sedangkan di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang
disebut konjungtiva tarsal. Pada kelopak mata terdapat beberapa bagian antara lain; kelenjar
sebasea, kelenjar keringat atau kelenjar Moll, kelenjar zeis pada pangkal rambut bulu mata, serta
kelenjar Meibom pada tarsus. Kelopak mata bisa terjadi kelainan yaitu lagoftalmos (mata tidak
menutup bola mata), ptosis (kelopak mata tidak bisa dibuka).

b) Sistem Lakrimalis

Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata. Sistem
ekskresi mulai pada pungtum lakrimalis, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal yang terletak di
bagian depan rongga orbita, air mata dari duktus lakrimal akan mengalir ke dalam rongga hidung
di dalam meatus inferior.

c) Konjungtiva
Konjungtiva atau selaput lendir mata adalah membran yang menutupi sklera dan kelopak
bagian belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang bersifat membasahi bola mata
terutama kornea dihasilkan oleh sel Goblet. Terdapat tiga bagian konjungtiva yaitu ; konjungtiva
tarsal yang menutup tarsus, konjungtiva bulbi membungkus bulbi okuli serta menutupi sklera,
dan konjungtiva forniks sebagai tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.

2.3. Gejala Penyakit Pada Mata

Gejala penyakit pada mata antara lain sebagai berikut :

a) Kehilangan Penglihatan

Bila pasien mengeluh tentang hilangnya penglihatan sangat penting untuk memastikan
sifat akut hilangnya penglihatan dan ada tidaknya perasaan nyeri. Hilangnya penglihatan
mendadak tanpa rasa nyeri dapat terjadi akibat oklusi pembuluh darah retina atau ablastio retina.
Hilangnya penglihatan mendadak dengan disertai rasa nyeri terdapat pada serangan glaukoma
sudut sempit akut. Hilangnya penglihatan yang berangsur tanpa rasa sakit biasanya pada
glaukoma simpleks menahun.

b) Nyeri mata

Nyeri dimata banyak penyebabnya. Nyeri mungkin dirasakan seperti


terbakar, berdenyut, nyeri tekan, atau perasaan tertarik yang kemungkinan hal tersebut berkaitan
dengan etiologinya. Nyeri dalam mata sewaktu berkedip terdapat pada abrasi kornea dan benda
asing di dalam mata. Fotofobia adalah nyerimata yang berhubngan dengan cahaya, seperti
terdapat pada radang iris. Radang konjungtiva (konjungtivitis) menimbulkan rasa gatal. Penyakit
pada kornea disertai nyeri yang agak berat karena kornea mempunyai persyarafanyang
luas. Nyeri kepala dan nyeri pada mata sering dijumpai pada glaucoma sudut sempit.

c) Diplopia

Diplopia atau penglihatan ganda merupakan keluhan yang umum. Diplopiaterjadi akibat
penyesuaian yang keliru dari mata. Biasanya bila mata mengamati suatu objek, objek ini terlihat
jelas. Bayangan yang agak berbedatersebut disatukan oleh otak; penyatuan ini yang
menghasilkan penglihatanbinokuler atau persepsi kedalaman.

d) Mata berair atau kering

Terlalu banyak air mata atau kekeringan merupakan keluhan yang umum. Airmata yang
berlebihan mungkin disebabkan produksi airmata yang berlebihan atau oleh karena
bendungan/obstruksi aliran keluarnya. Kekeringan terjadi akibat gangguan sekresi kelenjar
lakrimal. Penyebab umum ialah Sindrom Sjogren, kegagalan umum kelenjar sekretoris.

e) Mata mengeluarkan secret


Sekret dari mata mungkin sekret berair, agak berlendir atau bernanah. Yang bersifat cair
atau mukoid seringkali berhubungan dengan keadaan alergi atau penyakit virus, sedangkan yang
purulen terdapat pada infeksi bakteri.

f) Mata merah

Mata merah seringkali dijumpai. Mata mungkin tampak merah Mata


mungkin tampak merah darah. Kemerahan tersebut dapat terjadi karena trauma, infeksi, alergi
atau peningkatan tekanan dalam mata. Banyak batuk, muntah berulang dapat berakibat
perdarahan subkonjungtival.

2.4. Pemberian Obat pada Mata

Pemberian terapi pada mata dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun dengan adanya
hambatan statis dan dinamis, pemberian secara sistemik merupakansuatu hal yang sulit
dilakukan. Jalur penyerapan obat pada mata sangat tergantung oleh sifat kelarutan obat tersebut
terhadap air atau lemak. Pemberian obat secara topikal atau lokal menjadi pilihan utama untuk
menangani penyakit pada segmen anterior bola mata.

A. Hambatan pemberian obat pada mata

Eliminasi obat pada permukaan bola mata terjadi sesaat setelah pemberian obat secara
topikal, air mata akan mengencerkan obat dan mengalirkan obat tersebut keduktus nasolakrimal.
Lapisan kornea yang memiliki sifat berbeda juga memberikan hambatan bagi pemberian obat
pada mata. Sembilan puluh persen dari obat yang
diberikan secara topikal akan dieliminasi secara sistemik di konjungtiva atau 2 mukosa
nasolakrimal dan hanya sekitar sepuluh persen akan mencapai jaringan yang dituju. 7, 8

Lapisan air mata terdiri dari tiga lapisan. Lapisan terluar adalah lapisan lemak yang
dihasilkan oleh kelenjar meibom di kelopak mata. Lapisan akuos di bagian tengah dihasilkan
oleh kelenjar air mata. Lapisan musin di bagian terdalam dihasilkan oleh sel goblet konjungtiva.
Air mata terdistribusi di permukaan bola mata dan akan bermuara ke pungtum lakrima kemudian
akan mengalir ke rongga hidung melewati duktus nasolakrimal
Kornea merupakan lapisan bola mata yang sangat mempengaruhi penyerapan bola mata.
Kornea mempunyai 5 lapisan dengan berbagai sifat yang berbeda. Lapisan pertama adalah epitel
kornea yang bersifat lipofilik dan mampu menahan hampir 90% obat hidrofilik. Stroma
merupakan lapisan kornea yang paling tebal dan bersifat hidrofilik. Kedua lapisan tersebut dan
tiga lapisan lainnya yaitu membran bowman, membran descemet, dan endotel membentuk suatu
struktur yang sangat sulit untuk ditembus benda asing, termasuk obat-obatan.

Sistem sawar darah-bola mata merupakan hambatan fisik antara pembuluh darah dan bagian
mata yang berfungsi untuk mempertahankan kejernihan dan fungsi dari
bagian dalam bola mata. Terdapat dua sawar utama, yaitu sawar darah-akuos dan sawar darah-
retina.

Badan siliar dan iris merupakan dua komponen utama dari sawar darah-akuos. Epitel tidak
berpigmen dari badan siliar memproduksi humor akuos. Humor akuos mempunyai komposisi
yang berbeda dari plasma yang terdapat di badan siliar dan plasma darah. Sawar untuk difusi
molekul dibentuk oleh tautan kuat yang membentuk epitel tidak berpigmen dari badan siliar.
Tautan kuat antara endotel vaskular iris memiliki protein yang serupa dengan tautan kuat yang
membentuk
epitel badan siliar, sehingga dapat dikatakan bahwa sawar badan siliar merupakan sawar
epitelial, dan sawar pada iris merupakan sawar endotelial.
Sawar darah-retina berfungsi untuk melindungi jaringan retina dari berbagai molekul. Sawar
darah-retina terdiri dari dua lapisan. Lapisan sawar darah-retina dalam dibentuk oleh tautan kuat
antara sel endotel pembuluh darah retina. Lapisan sawar-retina luar dibentuk oleh tautan kuat
epitel pigmen retina.

B. Jalur penyerapan obat pada mata

Permukaan konjungtiva berfungsi sebagai salah satu area utama absorpsi obat pada
permukaan mata. Konjungtiva dan sklera bertanggung jawab terhadap 20% dari seluruh absorpsi
obat ke dalam iris dan badan siliar. Sklera melapisi 80% dari keseluruhan permukaan mata.
Sklera lebih permeabel terhadap substansi dengan berat molekul rendah dan larut air. Obat yang
diserap melalui jalur ini harus melewati epitel konjungtiva terlebih dahulu. Stroma konjungtiva
yang merupakan lapisan kaya akan pembuluh darah akan menyerap sebagian besar obat yang
diteteskan ke dalam sirkulasi sistemik. Obat yang diteteskan di forniks inferior konjungtiva juga
akan segera mengalir ke duktus nasolakrimal kemudian ke rongga hidung. Salah satu cara untuk
meningkatkan waktu tinggal obat di forniks adalah dengan cara menekan kantus medial agar
duktus nasolakrimal tertutup, atau dengan mengganti sediaan tetes mata menjadi salep mata yang
lebih padat dan tidak mudah terlarut.
Hal yang paling utama dalam pemilihan jalur pemberian obat pada mata adalah target
jaringan yang dituju. Pemberian obat secara topikal dan subkonjungtiva digunakan untuk segmen
anterior bola mata. Pemberian obat secara sistemik dan intravitreal digunakan untuk mencapai
segmen posterior.

C. Pemberian Topikal

Penyerapan obat yang diberikan secara topikal dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu
penyerapan transkorneal dan penyerapan transkonjungtival atau disebut juga transkleral. Obat-
obatan lipofilik mempunyai indeks penyerapan yang lebih tinggi melalui rute transkorneal
karena komposisi epitel kornea yang Sebagian besar tersusun oleh lemak. Obat yang bersifat
hidrofilik dan bermolekul besar diserap lebih baik secara transkonjungtiva.

1. Tetes Mata

Tetes mata merupakan larutan steril dan sebagian besar bersifat isotonik yang mengandung
obat atau hanya sebagai air mata buatan. Metode pemberian ini sangat umum karena cara
produksinya yang sederhana, harga yang murah, dan mudah digunakan oleh pasien. Kekurangan
dari sediaan ini adalah 95% dari obat ini dieliminasi oleh aparatus lakrimal dan berbagai sawar
mata dalam 15-30 detik setelah pemberiannya.

Bioavailabilitas okular dari tetes mata dapat ditingkatkan dengan cara


meningkatkan penyerapan melalui kornea dan waktu tinggal obat di permukaan bola mata. Zat-
zat yang digunakan untuk mencapai kedua hal tersebut antara lain zat penguat, agen pengental,
dan siklodekstrin.
2. Salep

Sediaan salep mata adalah suatu sediaan yang steril, semi solid, dan homogen. Sediaan
ini membutuhkan zat non-akuos yang tidak mengiritasi mata. Salep mata memiliki empat jenis
yang berbeda, Oleaginous base yang mempunyai dasar minyak, absorption base yang digunakan
sebagai pelunak dan mengandung lanolin, water soluble base yang hanya mengandung zat yang
larut air dan mempunyai berat molekul yang tinggi, dan water removable base yang merupakan
minyak didalam emulsi. Sediaan salep mata mengurangi kecepatan eliminasi obat oleh air mata
dan meningkatkan waktu tinggal obat di permukaan kornea. Penggunaan sediaan ini disarankan
pada malam hari karena menyebabkan pandangan kabur.

3. Hidrogel

Hidrogel dibentuk dari sediaan kental yang dilarutkan di air atau cairan hidrofilik.
Sediaan ini digunakan untuk meningkatkan waktu tinggal obat di permukaan mata. Hidrogel
lebih mudah diterima oleh pasien karena efek samping sistemik yang lebih sedikit. Terdapat dua
tipe hidrogel yaitu preformed gel, dan in situ gel. Preformed gel berbentuk larutan kental
sederhana yang dioleskan ke mata. Gel polimerik ini sering digunakan sebagai hidrogel
bioadhesive untuk meningkatkan waktu tinggal obat di permukaan mata dan mengurangi
frekuensi pemberian. In situ gel diberikan dalam bentuk tetesan pada mata dan akan mengalami
perubahan dari larutan ke gel pada cul-de-sac karena perubahan eksternal. Perubahan eksternal
yang mempengaruhi bentuk in situ gel adalah pH, temperatur, dan konsentrasi ion. Sediaan ini
meningkatkan bioavailabilitas dengan meningkatkan durasi kontak dengan kornea dan
mengurangi frekuensi pemberian.

4. Emulsi

Emulsi merupakan sediaan yang dibentuk dari dua cairan yang tidak bercampur yang
distabilkan oleh surfaktan. Emulsi memiliki sifat jernih dan stabil secara termodinamik. Terdapat
dua tipe emulsi, yaitu oil in water (o/w) dan water in oil (w/o). Sediaan yang lebih sering
digunakan untuk obat mata adalah emulsi o/w karena toleransi pasien yang lebih besar dan
tingkat iritasi yang lebih rendah. Sifat sediaan ini yang tahan lama dan tingkat bioavailabilitas
yang lebih tinggi membuat sediaan ini menjadi salah satu sediaan yang potensial untuk
dikembangkan lebih lanjut.

5. Ophtalmic Inserts

Sediaan ini terbuat dari materi polimerik yang diletakkan pada cul-de-sac konjungtiva
antara sklera dan kelopak mata. Bentuk sediaan ini dikembangkan untuk meningkatkan
bioavailabilitas dengan meningkatkan waktu kontak antara obat dan permukaan bola mata.
Teknik penghantaran zat aktif pada sediaan ini adalah secara pelepasan dengan konsentrasi yang
terkontrol selama waktu yang ditentukan. Ophtalmic inserts tidak memerlukan pengawet, dan
harus segera diambil apabila sudah tidak diperlukan. Sediaan ini dibuat untuk meningkatkan
bioavalabilitas dan mekanisme kerja obat dengan cara meningkatkan waktu kontak antara obat
dan jaringan bola mata. Sediaan ini memiliki kekurangan pada segi kenyamanan pasien karena
bentuknya yang solid, penempatan, dan pelepasan yang sulit.
6. Lensa kontak

Lensa kontak merupakan plastik transparan yang berbentuk bulat, tipis, dan melengkung
yang diletakkan di permukaan bola mata. Pemberian obat menggunakan lensa kontak akan
meningkatkan waktu tinggal obat di permukaan mata. Pemberian obat pada lensa kontak
dilakukan dengan cara pencetakan atau dengan cara perendaman sederhana. Hal yang harus
diperhatikan pada pembuatan sediaan ini adalah mempertahankan permeabilitas oksigen dan
kejernihan dari lensa kontak tersebut.

D. Sediaan Lokal

Pemberian obat secara lokal dapat melalui 2 cara yaitu periokular dan intra okular.
Pemberian dengan cara periokular terdiri dari rute subkonjungtiva, subtenon, dan retrobulbar.
Pemberian intraokular diberikan melalui intrakameral di bilik mata depan dan intravitreus di
rongga vitreus.

1. Periokular

Pemberian obat secara periokular dapat dipertimbangkan apabila diperlukan konsentrasi


obat yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian topikal. Pemberian obat secara periokular
termasuk injeksi subkonjungtiva, subtenon, retrobulbar, dan peribulbar. Pemberian secara
periokular dapat digunakan untuk target jaringan sklera, koroid, epitel pigmen retina, retina
neurosensori, dan vitreous.

Pemberian obat secara injeksi subkonjungtiva memiliki kadar konsentrasi yang hampir
serupa dengan pemberian topikal secara berulang. Pemberian injeksi subkonjungtiva memiliki
keuntungan antara lain konsentrasi lokal yang lebih tinggi dengan penggunaan jumlah obat yang
lebih kecil sehingga efek samping sistemik lebih rendah, konsentrasi obat di jaringan yang lebih
tinggi untuk obat-obatan yang memiliki daya tembus kornea yang rendah, dan obat-obatan dapat
disuntikkan saat akhir operasi agar pemberian obat topikal dan sistemik tidak diperlukan lagi.
Penyuntikan subkonjungtiva dilakukan dengan cara menusukkan jarum di antara
konjungtiva bulbar dan kapsula tenon.

Injeksi subtenon dilakukan dengan cara menyuntikkan obat ke dalam kapsula tenon di
sekitar otot rektus superior. Rongga subtenon adalah rongga antara kapsula tenon dan sklera.
Rongga ini dibagi menjadi 2 bagian, yaitu segmen anterior dan posterior. Injeksi subtenon
anterior memiliki resiko perforasi bola mata yang cukup
tinggi
injeksi retrobulbar dilakukan dengan cara meyuntikkan obat di dalam konus otot di belakang
bola mata. Teknik ini sering digunakan untuk anestesi pada operasi yang berkaitan dengan
kornea, bilik mata depan, dan lensa. Blok retrobulbar bertujuan untuk anestesi nervus siliaris,
ganglion siliaris, dan nervus kranialis III, IV, VI. Pasien yang diberikan blok ini masih dapat
menutup kelopak mata karena tidak terbloknya nervus kranial III. Injeksi retrobulbar hanya
membutuhkan jumlah obat yang sedikit untuk mencapai konsentrasi dan kekuatan anestesi yang
tinggi, akan tetapi mempunyai risiko komplikasi yang tinggi. Komplikasi dari injeksi retrobulbar
antara lain perdarahan retrobulbar, perforasi bola mata, dan oklusi cabang vena retina.

Injeksi peribulbar dilakukan dengan cara menyuntikkan obat di luar konus otot. Teknik
ini memerlukan jumlah obat yang lebih besar dibandingkan Teknik retrobulbar, dan tingkat
akinesia dari bola mata juga lebih rendah. Pemberian obat dengan cara ini sering dipilih karena
tingkat risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan pemberian obat dengan cara injeksi
retrobulbar.

2. Intraokular

Penanganan farmakologis pada penyakit mata tetap menjadi tantangan walaupun teknik
pemberian obat secara topikal telah banyak dikembangkan. Bioavailabilitas obat pada segmen
posterior mata amat rendah pada pemberian topikal ataupun sistemik akibat adanya sawar darah-
bola mata. Pemberian obat dengan rute intraokular menyebabkan konsentrasi efektif zat suatu
obat dapat langsung menuju tempat target terapi, sehingga menyebabkan efek samping sistemik
yang sedikit walaupun efek samping okular akan meningkat.

Injeksi intrakameral dilakukan dengan cara memberikan obat langsung ke bilik mata
depan sehingga tidak perlu menembus sawar kornea dan obat yang disuntikkan hanya akan
berada di segmen anterior bola mata. Pemberian obat dengan cara ini akan meningkatkan
tekanan inta okular, sehingga perlu berhati-hati pada pasien dengan tekanan intraokular tinggi.
Injeksi intravitreal juga telah banyak digunakan untuk pemberian obat langsung ke dalam badan
vitreus. Penanganan permasalahan pada segmen posterior mata amat terhambat apabila
menggunakan pemberian obat secara sistemik karena adanya sawar darah-retina.

2.5. Sediaan Obat Mata

Sediaan untuk mata antara lain :

a) Tetes mata

Tetes mata menurut Farmakope Indonesia edisi III adalah sediaan steril berupa larutan
atau suspensi digunakan untuk mata dengan cara meneteskan obat padaselaput lendir mata
disekitar kelopak mata dan bola mata. Tetes mata sterilharus memenuhi syarat sterilitas, berupa
larutan jernih, bebas partikel asingserat dan benang, isotonis dan isohidris

b) Salep mata

Dasar salep untuk salep mata harus tidak mengiritasi mata dan harus
memungkinkan difusi bahan obat ke seluruh mata yang dibasahi karena sekresi cairan mata.
Dasar salep harus bertitik lebur mendekati suhu tubuh. Contoh dasar salep mata yaitu: sampuran
dari petrolatum dan cairan petrolatum(minyak mineral).
Keuntungan utama suatu salep untuk mata adalah penambah waktu hubungan antara obat dengan
mata. Waktu kontak antara obat dengan mata, dua sampai empat kali lebih besar dipakai salep
dibandingkan jika dipakai larutan garam. Kekurangan adalah kaburnya pandangan yang terjadi
begitu dasar salep meleleh dan menyebar melalui lensa mata. Contoh: salep Mata Atropin Sulfat,
Salep Mata Kloramfenikol, salep Mata Klortetrasiklin HCl, salep mata deksametason Na Fosfat,
dan lainnya.

c) Suspensi Obat mata

Suspensi obat mata digunakan lebih sedikit daripada larutan. Suspense optalmik
digunakan untuk meningkatkan waktu kontak kornea sehingga memberikan kerja lepas lambat
yang lebih lama. Suspensi di perlukan ketika bahan aktif tidak larut dalam pembawa yang di
inginkan atau tidak stabil dalam bentuk larutan.

Suspensi obat mata harus mempunyai cirri-ciri sterilitas yang sama yang dimiliki oleh
larutan yaitu terhadap pengawetan, isotonisitas, pendaparan, viskositas dan pengemasan.
Suspense obat mata harus mempunyai kualitas sedemikian rupa, sehingga partikel yang
disuspensikan tidak menggumpal menjadi satu jika disimpan. Suspensi harus dikocok sebelum
dipakai dan partikel-
partikelnya harus menyebar merata ke seluruh pembawa. Suspensi untuk mata dikemas dalam
wadah dengan jenis penetes yang sama dengan yang dipakai pada larutan untuk mata.

d) Gel
Terdiri dari polimer mukoadhesif untuk mata. Polimer ini memperpanjang waktu kontak
obat dengan jaringan biologi sehingga meningkatkan bioavaibilitas ocular. Polimer memainkan
peran penting dalam kinetika pelepasan obat dari bentuk sediaan. Contoh: karboksimetilselulosa,
karbopol, polycarbophil, dan natrium alginate.

e) Sisipan Pada Mata

Suatu macam alat dengan system OCUSERT (Alza Pharmaceuticals). Unit inserts
dirancang supaya siap melepaskan jumlah obat yang telah ditetapkan dan diperhitungkan
sebelumnya, sehingga kemungkinan pengurangan pemakaian dosis oleh sipasien, menjamin
pengobatan waktu malam, dan menyajikan cara yang lebih dapat di terima oleh pasien.

2.6. Karakteristik Organ Mata

Kornea tidak mempunyai pembuluh darah tetapi banyak mengandung akan ujung saraf.
Ketika sediaan topikal diberikan untuk mata, akan terpapar pertama kali oleh kornea dan
konjungtiva, mewakili hambatan utama untuk penetrasi obat. Epitelium dan endotelium dari
kornea banyak mengandung lipid, sehingga menjadi penghalang untuk senyawa yang larut dalam
air. Stroma adalah lapisan hidrofilik mengandung 70% sampai 80% air, menjadi penghalang
untuk senyawa yang tidak larut dalam air. Sklera mengandung banyak pembuluh darah yang
mensuplai darah ke jaringan anterior pada mata. Konjungtiva dan permukaan kornea dilumasi
oleh sebuah lapisan cairan yang disekresikan oleh kelenjar air mata dan konjungtiva. Kelenjar
lakrimal menghasilkan cairan yang disebut dengan air mata. Kelenjar sebaceous menghasilkan
cairan berminyak yang akan tersebar dilapisan mata.

2.7. Penggunaan Obat dengan Rute Melalui Mata

Dibandingkan dengan pemberian obat rute yang lain, penghantaran obat melalui mata
harus mengatasi tantangan penting yang ditimbulkan oleh berbagai hambatan okular. Banyak
hambatan yang terkait dengan anatomi dan fisiologi mata membuatnya menjadi tantangan untuk
memberikan dosis yang tepat pada tempat yang sesuai. Kemajuan yang signifikan telah dibuat
untuk mengoptimalkan penghantaran obat yang terlokalisasi pada mata, sehingga rute yang
sekarang terkait dengan teknik pemberian obat yang sangat canggih. Beberapa teknologi ini unik
untuk mata dan banyak juga ditemukan di rute pengiriman lainnya. Bioavailabilitas sistem
pengiriman obat mata tradisional seperti tetes mata sangat buruk karena mata dilindungi oleh
serangkaian mekanisme pertahanan yang kompleks yang membuatnya sulit untuk mencapai
konsentrasi obat yang efektif dalam area target mata.

Anatomi dan fisiologi mata adalah salah satu sistem yang paling kompleks dan unik
dalam tubuh manusia. Lachrymasi, drainase efektif oleh sistem nasolakrimalis, bagian dalam dan
luar barrier blood retinal, impermeabilitas kornea, dan ketidakmampuan struktur non-kornea
lainnya untuk menyerap Senyawa membuat mata sangat tahan terhadap zat-zat asing. Meskipun
hambatan- hambatan ini membuat mata terlindungi dari invasi senyawa asing, patogen dan
partikulat yang membahayakan mata, tapi dilain hal ini merupakan tantangan untuk sistem
penghantaran obat melalui mata.

2.8. Mekanisme Umum Perpindahan Obat Melalui Kornea Mata


1) Tingkat Organ

Rate-limiting membrane untuk kebanyakkan obat adalah epithelium kornea yang beraksi
ganda sebagai penghalang (barrier) untuk penetrasi dan sebagai reservoir untuk obat. The
rate-limiting barrier untuk kebanyakan obat tampaknya berada pada lapisan dua sel bagian
atas dari epithelium. Stroma adalah rate- limiting untuk obat-obat yang sangat larut lemak.

2) Tingkat Sel

Molekul-molekul kecil, contohnya seperti : air, metanol, etanol, propanol, dan butanol,
mudah melintasi kornea diasumsikan melalui pori-pori berair. Konstanta permeabilitas
mereka sangat besar. Senyawa larut air melintasi kornea melalui rute paraselular. Konstanta
permeabilitas adalah konstanta partisi paling kecil. Peptida, ion-ion, dan senyawa muatan
lainnya tampaknya berpenetrasi ke kornea melalui rute paraselular. Zat-zat yang memiliki
kelarutan ganda lebih mudah melintasi kornea. Zat-zat larut lemak mudah melewati membran
selular yang membatasi. Mereka tidak bisa berpenetrasi dalam proporsi konsentrasi mereka.

2.9. Faktor - Faktor Formulasi Yang Mempengaruhi Proses Biofarmasetik

Sediaan Optalmik
1) Faktor Fisiologi

Hilangnya obat dari area precorneal adalah efek dari drainase sekresi air mata, absorpsi
non-korneal, dan kecepatan proses absorpsi korneal. Secara kolektif proses ini menyebabkan
waktu kontak kornea yang khas sekitar 2-4 menit pada manusia, untuk memberikan larutan dan
bioavailbilitas ocular kurang dari 10%.

a. Faktor Prekorneal

Faktor prekorneal yang menyebabkan hilangnya obat adalah :


- Pergantian air mata yang normal Air mata mencuci dengan kecepatan kira-kira 16% permenit,
kecuali selama periode tidur atau selama anastesi. Volume normal air mata hanya 7 mikroliter,
jadi obat yang menghilang besar

- Drainase larutan yang diberikan

Area prekorneal bisa menampung kira-kira 30 mikroliter, termasuk air mata pada saat mata tidak
berkedip. Volume berkurang menjadi 10 mikroliter Ketika mata berkedip. Oleh karena itu,
kelebihan volume yang diberikan baik tumpahan atau kecepatan saluran dari mata ke saluran
nasokrimal dengan absorpsi ke dalam sirkulasi sistemik. Drainase dari larutan yang diberikan
jauh dari mata adalah penyebab hilangnya obat dan karenanya mempengaruhi aktivitas biologis
obat pada mata. Kecepatan drainase berhubungan dengan volume larutan obat yang diberikan
dan peningkatan seiring dengan meningkatnya volume. Kecepatan drainase dari volume yang
diberikan meningkatkan kecepatan sebanding dengan volume cairan pada mata lebih dari volume
normal lakrimal. Kecepatan drainase 100 kali lebih cepat dari kecepatan absorpsi
- Pengikatan Protein

Air mata umumnya mengandung 0.7% protein dan level protein meningkat dengan adanya
infeksi atau inflamasi. Tidak seperti darah, dimana kompleks protein-obat berlanjut ke sirkulasi,
air mata digantikan secara cepat jadi memindahkan kedua bentuk bebas dan terikat dari obat.

- Absorpsi obat tidak produktif

Setelah pemberian, obat diabsorpsi ke dalam kornea dan konjungtiva. Luas area konjungtiva 17
kali dari luas kornea dengan 2-30 kali permeabilitas yang lebih besar terhadap banyak obat.
Semua jaringan absorpsi yang lain dirasakan sebagai kehilangan yang tidak produktif ketika
target jaringan adalah bagian dalam mata

b. Faktor Membran

Faktor membran termasuk area yang tersedia untuk absorpsi, ketebalan, porosity, dan tortuosity
(sifat berliku-liku) kornea dan kesimbangan lipofilik/hidrofilik. Kornea terdiri dari tiga lapisan
yaitu epithelium, stroma, dan endothelium

- Ephitelium

Studi permeabilitas pada kornea mengindikasikan lapisan paling luar dari epithelium sebagai
yang menentukan penilaian utama barrier (penghalang) untuk penetrasi untuk obat larut air dan
larut lemak. Karena epithelium larut lemak, porositas yang rendah dan secara relatif tortuositas
dan ketebalan tinggi, penetrasi obat yang cepat harus memiliki koefisien partisi lebih dari 1
untuk mencapai kecepatan penetrasi. Walaupun epithelium dan endothelium adalah lipofilik,
pengukuran permeabilitas air dari tiap lapisan mengindikasikan endothelium lebih permeable 2.7
kali dari epithelium.

- Endhothelium

Penetrasi non elektrolit melalui endothelium terjadi secara utama melalui ruang intraseluler.

- Stroma

Stroma pada dasarnya merupakan aseluler, hidrofilik, porositas tinggi, dan tortuosity yang
rendah tapi karena ini merupakan 90% dari ketebalan kornea, stroma signifikan pada kontribusi
keseuruhan terhadap resistensi. Epithelium sebagai penentu penilaian barrier untuk senyawa
hidrofilik dan stroma untuk senyawa lipofilik. Ketika nilai absolut dibandingkan senyawa
lipofilik ditemukan memiliki koefisien permeabilitas yang lebih besar.

2) Faktor Fisikokimia

Faktor fisiokimia adalah penentu terbesar untuk difusi pasif melintasi kornea.
a. Koefisien Partisi

Koefisien partisi adalah parameter untuk menentukan status yang cepat dari potensi penetrasi
obat ke membran biologis yang berbeda. Korelasi hubungan koefisien partisi dengan
permeabilitas membantu untuk mendesain obat-obat opthalmik yang permeabilitasnya optimal.
Obat yang hdirofilik (log koefisien partisi < 0), epithelium memberikan persentase yang besae
dari resistensi ke penetrasi kornea. Untuk obat lipofilik dengan log koefisien partisi 1.6-2.5,
stroma berkontribusi dengan persentase yang signifikan terhadap resistensi.
Keseimbangan lipofilik/hidrofilik yang optimal pada struktur molekul dari penetrant harus
dicapai untuk menghasilkan efek penetrasi yang cepat melalui barrier lipofilik dan hidrofilik di
kornea.

b. Kelarutan

Kecepatan penetrasi maksimum dicapai oleh permeating obat ke kornea adalah faktor
multiplikatif dari koefisien permeabilitas dan kelarutan air mata. Jika kelarutan obat rendah,
konsentrasinya pada lapisan air mata perkorneal mungkin dibatasi dan oleh karena itu kecepatan
absorpsi mungkin tidak cukup tinggi untuk mencapai konsentrasi yang adekuat untuk aktivitas
terapetik.

c. Konstanta Ionisasi

pKa dari obat-obat yang dapat terionisasi adalah faktor penting pada
penetrasi korneal. Derajat ionisasi mempengaruhi luas difusi yang melewati membran. Banyak
obat-obatan adalah asam dan basa lemah dan oleh karena itu sebagian terionisasi pada pH
fisiologis. Rata-rata pH air mata adalah 7.2 dan pKa dari obat sekitar 1 atau 2 dari nilai tersebut,
penetrasi kornea akan lebih karena
proporsi yang besar dari dosis yang diadministrasikan akan dalam bentuk tidak terionisasi.
Bentuk ionisasi dari obat sedikit larut lemak, jika fraksi ini terlalu besar, kecepatan penetrasi
kornea mungkin tidak cukup untuk menghasilkan efek terapeutik pada mata.

d. Berat Molekul

Berat molekul berhubungan dengan kekuatan difusional aktif selama


permeasi korneal. Untuk molekul kecil, koefisien difusi berhubungan terbalik dengan akar
kuadrat dari berat molekul. Molekul besar, koefisien difusi berhubungan terbalik dengan akar
pangkat tiga dari berat molekul. Perubahan berat molekul menunjukkan hubungan terbalik
terhadap permeabilitas.

e. Pengikatan Melanin

Kehadiran melanin dapat mengubah disposisi obat mata. Interaksi dengan pigmen ini dapat
mengubah ketersediaan obat bebas di tempat yang ditargetkan. Sehingga pengikatan melanin
akan menurunkan aktivitas farmakologis. Melanin dalam jaringan okular terdapat pada uvea dan
RPE. Melanin mengikat radikal bebas dan obat dengan elektrostatik dan ikatan van der waals
atau dengan transfer muatan sederhana. Dapat disimpulkan bahwa semua obat lipofilik mengikat
melanin. Obat yang terikat dengan melanin biasanya tidak bisa berikatan dengan reseptor
sehingga memerlukan pemberian dosis yang lebih besar. Keberadaan melanin dalam koroid dan
RPE mempengaruhi tingkat penyerapan obat ke dalam retina dan vitreous transscleral atau
pemberian obat sistemik.

3) Faktor Formulasi

a. Konsentrasi

Peningkat penetrasi kornea bisa dicapai dengan peningkatan konsentrasi larutan obat, untuk
meningkatkan hasil terapi. Peningkatan konsentrasi akan menghasilkan larutan yang hipertonis,
yang berpotensi tidak nyaman dan bisa menginduksi peningkatan lakrimasi yang bisa
mempercepat kecepatan drainase dan mengurang persentase absorpsi.

b. Tonisistas

Tonisitas adalah kemampuan larutan untuk memvariasikan ukuran dan bentuk sel dengan
mengubah jumlah air dalam sel. Tonisitas adalah istilah yang sering dipertukarkan dengan
osmolaritas dan osmolalitas. Sebenarnya, tonisitas menggambarkan efek dari larutan terhadap
volume sel. Larutan isotonik tidak mempunyai efek terhadap volume sel, sedangkan larutan
hipotonik dan hipertonik akan meningkatkan dan menurunkan volume sel. Larutan dengan
tekanan osmotic lebih rendah daripada cairan tubu(0,9% larutan NaCl) disebut hipotonik.
Sedangkan, larutan dengan tekanan osmotik yang lebih besar dari cairan fisiologis disebut
hipertonik. Larutan hipertonik yang ditambahkan ke dalam system tubuh cendrung akan menarik
air dari jaringan tubuh dan membawanya ke dalam larutan, dalam usaha mengencerkan dan
membentuk keseimbangan konsentrasi. Suatu injeksi hipertonik dapat menyebabkan sel darah
menciut pada alirannya, pada mata larutan akan menarik air menuju tempat di mana larutan tadi
dikenakan. Sebaliknya, bila larutan hipotonik mungkin menimbulkan hemolisis sel darah merah,
atau lintasan air dari tempat pemakaian obat mata melalui jaringan pada mata.

Batas-batas isotonisitas suatu larutan untuk mata berupa natrium klorida atau ekuivalensinya
berkisar antara 0,6-2,0% tanpa rasa tidak nyaman pada mata. NaCl tidak dapat dipakai untuk
membentuk tekanan osmotic dalam larutan. Asam borat dengan konsentrasi 1,9% membentuk
tekanan osmotic yang sama dengan yang dibentuk oleh 0,9% NaCl. Semua zat terlarut dalam
larutan untuk mata, melarut termasuk bahan-bahan pembantu, bahan aktif dan penunjang tekanan
osmotic dari larutan.

c. Surfaktan

Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus


hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan
minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat
ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik)
dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (lipofilik). Bagian polar molekul surfaktan
dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat
diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat- air, membentuk lapisan tunggal
dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak
dengan zat padat ataupun terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (lipofilik)
adalah merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik)
mengandung gugus hidroksil.

d. Ukuran Partikel

Peningkatan ukuran partikel pada suspensions ophthalmic akan


meningkatkan bioavaibilitas. Kekurangan: pada ukuran partikel > 10 μm(diameter)
menyebabkan rasa tidak nyaman dan peningkatan sekresi air mata.

- Mikroemulsi

Mikroemulsi adalah disperse air dan minyak yang difasilitasi oleh kombinasi oleh surfaktan dan
kosurfaktan dengan cara mengurangi tegangan antar muka. Ditandai dengan stabilitas
termodinamika yang tinggi, ukuran tetesan kecil(sekitar 100nm) dan penampilan yang jelas.
Penampilan transaparan, ukuran berkisar dari 100-1000 angstrom. Dimanfaatkan untuk
meningkatkan peresapan dikornea. Formulasi ini memberikan pelepasan obat diperpanjang
sehingga mengurangi frekuensi pemberian obat.

- Nanosuspensi

Didefinisikan sebagai koloid submicron yang kelarutannya buruk tergantung dari media disperse
dan dapat distabilkan oleh surfaktan. Nanosuspensi terdiri dari pembawa koloid seperti resin
polimer yang inert di alam. Di gunakan untuk membantu meningkatkan kelarutan obat dan juga
bioavaibilitasnya. Tidak seperti mikroemulsi, nanosuspensi ini non iritasi.

- Nanopartikel

Didefinisikan sebagai partikel dengan diameter kurang dari 1 μm terdiri dari biodegradable atau
non polimer terurai secara hayati, lipid, fosfolipid atau logam. Penyerapan dan distribusi
nanopartikel tergantung pada ukurannya.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sediaan mata adalah larutan atau suspensi dengan pembawa air atau minyak steril yang
mengandung satu atau lebih zat aktif yang dibutuhkan untuk digunakan pada mata. Adapun
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi biofarmasetika dari suatu sediaan yaitu faktor fisiologi,
faktor fisikokimia, dan faktor formulasi dari sediaan yang dibuat.

DAFTAR PUSTAKA

Ansel,H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. Penerjemah: farida Ibrahim.
-----------Jakarta : UI-Press.
Gaudana, Ripal. Et al. The American Association of Pharmaceutical Scientist Journal. Ocular
Drug Delivery. Vol 12. No. 3. September 2010.

Michael J. Hogan, M.D. 1949. The Preparation and Sterilization of Ophthalmic Solution. Vol 71.
San Francisco.

Syamsuni. 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai